• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.2 Saran

Dari penelitian yang dilakukan ada beberapa hal yang dapat disarankan : 1. Kepada pihak Rumah Sakit Ibu dan Anak X Medan harus dilengkapi

dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang jelas mengenai pemasangan Infus dalam upaya mencegah kejadian infeksi nosokomial phlebitis sehingga mutu Rumah Sakit akan menjadi lebih baik, dan SOP tersebut sebaiknya di pajang di ruangan UGD.

2. Kepada pihak Rumah Sakit Ibu dan Anak X Medan dapat memberikan pelatihan mengenai pencegahan infeksi nosokomial kepada perawat dan bidan terutama untuk membiasakan dirimenggunakan sarung tangan dalam pemasangan tindakan infus intravena.

3. Kepada pihak Rumah Sakit Ibu dan Anak X Medan untuk melengkapi persyaratan fasilitas sanitasi sesuai dengan KepMenKes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 dengan melakukan pemeriksaan bakteriologis dan kimia air bersih, melengkapi saluran pembuangan air limbah dengan penahan bau (water seal), kamar mandi dan toilet untuk pria, wanita dan karyawan sebaiknya terpisah, tempat pengumpulan dan penampungan limbah sementara sebaiknya segera didesinfeksi setelah dikosongkan, mengawasi pencucian linen, melakukan pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya di Rumah Sakit.

4. Kepada pihak Rumah Sakit Ibu dan Anak X Medan khususnya perawat dan bidan untuk menangani pasien yang mengalami phlebitis dengan tindakan yang segera.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Personal Hygiene dalam Perawatan Pasien 2.1.1 Pengertian Personal Hygiene

Menurut Potter dan Perry (2005), personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya.

Secara umum, hygiene pasien yang baik telah dianggap sebagai komponen penting untuk mencegah penyebaran penyakit. Kulit merupakan pertahanan pertama melawan penyakit dan terdapat bukti bahwa menjaga kebersihan kulit dapat mengurangi jumlah mikroorganisme, misalnya bakteri yang dapat menyebabkan penyebaran infeksi. Manfaat lain bagi pasien yang harus dipertimbangkan yaitu terlihat dan merasa bersih sangat penting bagi perasaan kesejahteraan dan kepercayaan diri pasien dalam berinteraksi sosial (Dingwall, 2013).

2.1.2 Macam-Macam Personal Hygiene

Menurut Potter dan Perry (2005), macam-macam personal hygiene dan adalah :

1. Mandidapat menghilangkan mikroorganisme dari kulit serta sekresi tubuh, menghilangkan bau tidak enak, memperbaiki sirkulasi darah ke kulit, dan membuat pasien merasa lebih rileks dan segar.

2. Hygiene mulut membantu mempertahankan status kesehatan mulut, gigi, gusi, dan bibir, menggosok membersihkan gigi dari partikel-partikel

makanan, plak, bakteri, memasase gusi, dan mengurangi ketidaknyamanan yang dihasilkan dari bau dan rasa yang tidak nyaman.

3. Perawatan mata, hidung, dan telinga merupakan perhatian khusus diberikan untuk membersihkan mata, hidung, dan telinga selama pasien mandi.

4. Perawatan rambut yaitu menyikat, menyisir dan bersampo merupakan dasar hygiene rambut untuk semua pasien. Pasien akan memiliki rambut dan kulit kepala yang bersih dan sehat, pasien akan mencapai rasa nyaman dan harga diri, dan pasien dapat berpartisipasi dalam melakukan praktik perawatan rambut.

5. Perawatan kaki dan kuku kaki menjaga kebersihan kuku penting dalam mempertahankan personal hygiene karena berbagai kuman dapat masuk kedalam tubuh melalui kuku.

6. Perawatan genitalia merupakan bagian dari mandi lengkap. Pasien yang paling butuh perawatan genitalia yang teliti adalah pasien yang beresiko terbesar memperoleh infeksi.

2.2 Kewaspadaan Universal dalam Perawatan Pasien

Menurut Depkes RI (2000) dalam Zuidah (2007) Kewaspadaan Universal yaitu suatu pedoman yang ditetapkan oleh Centers for Disease Control (CDC)

yang merupakan pedoman untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan dalam memenuhi standar pencegahan infeksi guna meminimalkan resiko penularan penyakit kepada pasien dan diri mereka sendiri.

Petugas kesehatan mempunyai peran besar dalam rantai transmisi infeksi.

telah mengkampanyekan program keselamatan pasien salah satunya adalah menurunkan risiko.Kegagalan untuk melakukan kebersihan dan kesehatan tangan yang tepat dianggap sebagai sebab utama infeksi nosokomial yang menular di pelayanan kesehatan dan penyebaran mikroorganisme multiresisten dan telah diakui sebagai kontributor yang penting terhadap timbulnya wabah (Tietjen, 2004).

Menurut Septiari (2012), Kewaspadaan Universal meliputi :

1. Cuci tangan, setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi dan bahan terkontaminasi, segera melepas sarung tangan, dan diantara sentuhan dengan pasien.

2. Sarung tangan, apabila kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi dan bahan yang terkontaminasi, apabila kontak dengan selaput lendir dan kulit terluka.

3. Masker, kacamata dan masker muka untuk mengantisipasi apabila terkena, melindungi selaput lendir mata, hidung, dan mulut pada saat kontak dengan darah, dan cairan tubuh.

4. Baju pelindung untuk melidungi kulit dari kontak dengan darah, dan cairan tubuh, dan mencegah pakaian tercemar selama tindakan klinik yang dapat berkontak langsung dengan darah atau cairan tubuh.

5. Tangani kain tercemar, cegah dari sentuhan kulit atau selaput lendir, jangan melakukan prabilas kain yang tercemar di area perawatan pasien.

6. Peralatan perawatan pasien, tangani peralatan yang tercemar dengan baik untuk mencegah kontak langsung dengan kulit atau selaput lendir dan mencegah kontaminasi pada pakaian serta lingkungan.

7. Pembersihan lingkungan yaitu perawatan rutin, pembersihan dan desinfeksi peralatan, dan kelengkapan dalam ruang perawatan pasien. 8. Instrumen tajam, hindari memasang kembali jarum bekas, hindari

melepas jarum bekas dari semprit habis pakai, hindari membengkokkan, mematahkan atau memanipulasi jarum bekas dengan tangan.

9. Resusitasi pasien, usahakan gunakan kantong resusitasi atau alat ventilasi yang lain untuk menghindari kontak langsung mulut dalam resusitasi mulut ke mulut.

10. Penempatan pasien yaitu tempatkan pasien yang mengontaminasi lingkungan dalam ruang pribadi atau ruang isolasi.

2.3 Rumah Sakit

2.3.1 Pengertian Rumah Sakit

Di Indonesia Rumah Sakit sebagai salah satu bagian sistem pelayanan kesehatan secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan kesehatan mencakup pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, rehabilitasi medik, dan pelayanan perawatan, pelayanan tersebut dilaksanakan melalui unit gawat darurat, unit rawat jalan, dan unit rawat inap (Septiari, 2012).

Menurut Azwar (2010), jika ditinjau dari kemampuan yang dimiliki, Rumah Sakit di Indonesia dibedakan atas lima macam yakni :

1. Rumah Sakit kelas A

Rumah Sakit kelas A adalah Rumah Sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis luas. Oleh Pemerintah, Rumah Sakit Kelas A ini telah ditetapkan sebagai tempat pelayanan rujukan tertinggi (top referral hospital) atau disebut pula sebagai Rumah Sakit Pusat. 2. Rumah Sakit kelas B

Rumah Sakit adalah Rumah Sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis luas dan subspesialis terbatas. Direncanakan Rumah Sakit kelas B didirikan disetiap ibukota Propinsi (provincial hospital) yang menampung pelayanan rujukan dari Rumah Sakit Kabupaten.

3. Rumah Sakit kelas C

Rumah Sakit kelas C adalah Rumah Sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis terbatas. Pada saat ini ada empat macam pelayanan spesialis ini yang disediakan yakni pelayanan penyakit dalam pelayanan bedah, pelayanan kesehatan anak serta pelayanan kebidanan dan kandungan.

4. Rumah Sakit kelas D

Rumah Sakit kelas D adalah Rumah Sakit yang bersifat transisi karena pada saat akan ditingkatkan menjadi Rumah Sakit kelas C. Pada saat ini kemampuan Rumah Sakit D hanyalah memberikan pelayanan kedokteran umum dan kedokteran gigi.

5. Rumah Sakit kelas E

Rumah Sakit kelas E adalah Rumah Sakit khusus (special hospital) yang menyelenggarakan hanya satu macam pelayanan kedokteran saja. Pada saat

ini banyak Rumah Sakit kelas E yang telah ditemukan. Misalnya Rumah Sakit jiwa, Rumah Sakit kusta, Rumah Sakit paru, Rumah Sakit kanker, Rumah Sakit jantung, Rumah Sakit ibu dan anak serta sebagainya yang seperti ini.

2.3.2 Pelayanan Rawat Inap

Pelayanan rawat inap merupakan salah satu unit pelayanan di Rumah Sakit yang memberikan pelayanan secara komprehensif untuk membantu menyelesaikan masalah yang dialami oleh pasien, dimana unit rawat inap merupakan salah satu revenew centerRumah Sakit sehingga tingkat kepuasan pelanggan atau pasien bisa dipakai sebagai salah satu indikator mutu pelayanan (Nursalam, 2001).

Rawat inap adalah pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi observasi, pengobatan, keperawatan, rehabilitasi medik dengan menginap di ruang rawat inap pada sarana kesehatan Rumah Sakit pemerintah dan swasta, serta puskesmas dan rumah bersalin yang oleh karena penyakitnya penderita harus menginap dan mengalami tingkat transformasi, yaitu pasien sejak masuk ruang perawatan hingga pasien dinyatakan boleh pulang (Muninjaya, 2004).

2.3.3 Sanitasi Rumah Sakit

Menurut Santoso (2015), sanitasi Rumah Sakit dianggap hanyalah upaya pemborosan dan tidak berkaitan langsung dengan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, sehingga seringkali kurangnya dana pembangunan dan pemeliharaan Rumah Sakit serta tidak memiliki sarana pemeliharaan fasilitas sanitasi.

Contohnya banyak Rumah Sakit besar yang tidak memiliki fasilitas pengolahan air limbah dan sarana pembakar sampah (incinerator) serta fasilitas cuci tangan yang tidak memadai atau sistem pembuangan sampahnya tidak saniter. Apabila hal ini dibiarkan akan dapat membahayakan masyarakat, baik berupa terjadinya infeksi silang di Rumah Sakit maupun pengaruh buruk terhadap lingkungan dan masyarakat luas.

Sanitasi Rumah Sakit merupakan upaya pengawasan berbagai faktor lingkungan fisik, kimia, dan biologis di Rumah Sakit yang menimbulkan atau mengakibatkan pengaruh buruk pada kesehatan jasmani, rohani dan kesejahteraan sosial bagi petugas, penderita, pengunjung dan masyarakat sekitar Rumah Sakit (Santoso, 2015).

2.3.3.1 Tujuan Sanitasi Rumah Sakit

Menurut Santoso (2015), tujuan sanitasi Rumah Sakit memiliki tujuan umum dan tujuan khusus :

a. Tujuan umum sanitasi Rumah Sakit yaitu terciptanya atau terwujudnya kondisi lingkungan Rumah Sakit yang memenuhi persyaratan sanitasi dan menjamin dalam pencegahan infeksi nosokomial dan membantu proses pengobatan serta penyembuhan penderita.

b. Tujuan khusus sanitasi Rumah Sakit yaitu diperoleh tingkat sanitasi yang baik, diperoleh tingkat pemelihara aspek rumah tangga di Rumah Sakit secara optimal, perawatan berbagai aspek khusus sanitasi Rumah Sakit, terselenggara proses dekontaminasi, desintesis, sterilisasi, dan terawasi sanitasi bahan-bahan termasuk zat toksik.

2.3.3.2 Fasilitas Sanitasi Rumah Sakit

Menurut Darmadi (2008), sebagian besar dari upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di ruangan/bangsal perawatan, keberadaan fasilitas sanitasi penting sekali, terutama dalam mengelola ruangan/bangsal perawatan.

1. Kamar mandi dan WC penderita.

a. Jumlah ditentukan oleh jumlah tempat tidur dalam ruangan/bangsal, yaitu setiap 15 tempat tidur diperlukan 1 kamar mandi atau WC.

b. Kamar mandi dan WC harus terpisah.

c. Lokasinya pada salah satu ujung ruangan atau bangsal.

2. Kamar mandi dan WC untuk petugas/keluarga penderita (penunggu) yaitu lokasinya terpisah dengan kamar mandi dan WC penderita.

3. Tempat cuci tangan atau wastafel di tempatkan pada lokasi yang tepat. 4. Gudang tempat menyimpan alat-alat sanitasi, lokasi dekat dengan tempat

kegiatan administrasi.

5. Wadah atau kontainer sampah dan limbah, prosedur dan tindakan medis maupun keperawatan akan menghasilkan sampah dan limbah, yaitu: sampah domestik, sampah medis, dan klinis medis. Setiap jenis sampah dan limbah ini harus ditampung dalam kontainer yang berbeda-beda.

6. Air bersih, kebutuhan air bersih harus terpenuhi serta lancar dan ini dapat dibuktikan melalui air yang keluar dari kran-kran yang ada di wastafel, kamar mandi, atau WC.

2.3.3.3 Fasilitas Sanitasi Rumah Sakit Berdasarkan Permenkes RI Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004

1. Penyediaan Air Minum dan Air Bersih

Harus tersedia air minum sesuai dengan kebutuhan, tersedia air bersih minimum 500 liter/tempat tidur/hari, air minum dan air bersih tersedia pada setiap kegiatan yang membutuhkan secara berkesinambungan.

Jumlah kebutuhan air bersih ditetapkan berdasarkan jumlah pasien, hal ini dipakai sebagai perencanaan dan pengembangan pelayanan kesehatan yaitu harus tersedia air bersih sesuai kebutuhan dan memenuhi syarat sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416/Menkes/PER/IX/1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air bersih. Jumlah atau kuantitas air bersih tergantung pada kelas dan berbagai pelayanan yang ada di Rumah Sakit makin banyak pelayanan yang ada di rumah sakit, semakin besar jumlah kebutuhan atau jumlah yang umum dipakai untuk kebutuhan di Rumah Sakit.

2. Fasilitas Toilet dan Kamar Mandi

Harus selalu terpelihara, dalam keadaan bersih, lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, tidak licin, berwarna terang dan mudah dibersihkan. Pada setiap unit ruangan harus tersedia toilet (jamban, peturasan dan tempat cuci tangan) tersendiri. Pembuangan air limbah dari toilet dan kamar mandi dilengkapi dengan penahan bau (water seal). Letak toilet dan kamar mandi tidak berhubungan langsung dengan dapur dan ruang perawatan, harus terpisah toilet antara pria dan wanita, harus terpisah toilet antara pengunjung dan petugas.

3. Pengelolaan Limbah Padat

Limbah padat adalah semua limbah yang berbentuk padat sebagai akibat kegiatan yang terdiri dari limbah medis padat dan non medis. Limbah medis padat terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi dan limbah radioaktif.

Mengelola sampah secara aman, sehingga tidak membahayakan kesehatan petugas, pasien, pengunjung, masyarakat dan lingkungan disekitarnya. Misalnya sampah medis harus dimusnahkan dalam incinerator dan sampah domestik harus diangkut oleh petugas Dinas kebersihan setiap hari.

Pengelolaan sampah yang aman harus diselenggarakan dengan cara menyediakan wadah sebagai berikut :

a. Wadah harus kuat dan tidak mudah rusak

b. Tersedia lokasi atau tempat pengumpulan sampah sementara.

c. Sampah harus dipisahkan sesuai dengan jenisnya kedalam kantong plastik dengan lambang dan warna yang telah ditetapkan.

d. Tempat sampah harus tersedia 1 (satu) buah di setiap ruangan dan setiap radius 10 meter serta setiap jarak 20 meter pada ruang tunggu dan ruang terbuka.

e. Lokasi atau tempat sampah sementara harus mudah dikosongkan, tidak terbuat dari beton permanen, terletak di lokasi yang mudah dijangkau kenderaan pengangkut sampah dan harus dikosongkan minimal satu kali 24 jam.

f. Sampah infeksius harus dimusnahkan dengan incinerator dalam suhu 10000°C. Sampah farmasi atau obat-obatan yang kadaluarsa atau rusak harus dikembalikan kepada distributor.

g. Tempat sampah medis dan non medis harus mememenuhi syarat yaitu tidak mudah berkarat, kedap air, bertutup, mudah dibersihkan dan mudah dikosongkan.

h. Pengangkutan sampah dimulai dari mengambil sampah di tempat penampungan yang ada pada setiap ruangan kemudian dibawa dan dikumpulkan di TPS. Alat yang digunakan harus terpisah antara sampah medis dan non medis.

i. Alat untuk mengangkut sampah dapat berupa gerobak atau trolly dengan syarat permukaan bagian dalam harus rata dan kedap air, mudah dibersihkan, mudah diisi dan dikosongkan.

Sampah yang akan diangkut oleh Dinas Kebersihan dikumpulkan pada tempat penampungan sampah sementara dengan ketentuan mudah dijangkau oleh kendaraan pengangkut sampah, tidak menjadi tempat bersarangnya tikus dan serangga, jauh dari ruang perawatan dan dapur serta bebas dari kemungkinan adanya banjir.

4. Pengelolaan Limbah Cair a. Pengolahan Pendahuluan

Proses ini dilakukan dengan cara pembersihan agar mempercepat dan memperlancar proses selanjutnya. Kegiatan berupa pengambilan benda terapung dan pengambilan benda yang mengendap seperti pasir. Tahap ini bertujuan menghilangkan zat padat yang kasar dengan jalan melewatkan

air limbah melalui saringan kasar sehingga benda-benda besar bisa diambil.

b. Pengolahan Pertama

Pengolahan ini bertujuan untuk memisahkan lemak dan minyak yang timbul dipermukaan kemudian dipisahkan untuk diambil. Kemudian air yang telah dipisahkan dari benda-benda yang terapung dan minyak seperti di atas dialirkan ke bak pengolahan kedua.

c. Pengolahan Kedua

Pengolahan ini dirancang untuk menguraikan bahan organik seperti yang terkandung dalam ekskreta, limbah dapur, sabun dan deterjen melalui mikroorganisme. Umumnya pengolahan ini bersifat aerob karena bakteri membutuhkan oksigen untuk dapat menguraikan limbah.

d. Pengolahan Ketiga

Pengolahan ini digunakan apabila pada pengolahan petama dan kedua masih banyak terdapat zat yang berbahaya untuk itu diperlukan pengolahan secara khusus sesuai dengan kandungan zat yang ada di air limbah.

e. Pembunuhan Bakteri

Pengolahan ini bertujuan untuk mengurangi atau membunuh bakteri mikroorganisme patogen yang ada di air limbah contoh yang sering digunakan adalah klorin yang dapat mematikan bakteri dengan cara merusak atau menginaktifkan enzim utama sehingga terjadi kerusakan dinding sel mikroorganisme.

f. Pengolahan Lanjut

Dari tahap pengolahan yang sudah dilakukan di atas maka hasilnya adalah berupa lumpur yang perlu dilakukan pengolahan secara khusus agar dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain.

5. Pengelolaan Tempat Pencucian Linen (Laundry)

a. Suhu pencucian 700°C dalam waktu 25 menit atau 950°C dalam 10 menit. b. Ditempat laundry tersedia air bersih dengan air yang memadai, air panas

untuk desinfeksi dan desinfektan.

c. Peralatan cuci diletakkan dekat dengan saluran pembuangan air limbah. d. Tersedia ruangan dan mesin cuci yang terpisah untuk linen infeksius dan

non infeksius.

e. Dilengkapi saluran air limbah tertutup dilengkapi dengan pengolahan awal sebelum dialirkan ke IPAL.

f. Tersedia ruang terpisah sesuai kegunaannya misalnya ruang linen kotor, ruang linen bersih, ruang perlengkapan kebersihan, ruang perlengkapan cuci, ruang kereta linen, kamar mandi dan ruang pengering.

g. Perlakuan yang ada yaitu pemilahan antara bahan infeksius dan non infeksius, menghitung dan mencatat linen di ruangan, menimbang berat linen sesuai kapasitas mesin cuci, deterjen dan desinfektan. Membersihkan linen kotor dari tinja, urin, darah, muntahan dan merendam dengan desinfektan. Kemudian mencuci berdasarkan tingkat kekotorannya. Dilanjutkan pengeringan, penyetrikaan dan penyimpanan sesuai jenisnya dan pintu lemari tertutup. Petugas harus memakai pakaian kerja khusus,

APD dan dilakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala dan immunisasi Hepatitis

6. Pengendalian serangga, tikus dan binatang pengerat lainnya

Pencegahan dengan pemberantasan sarang nyamuk dengan 3M (mengubur, menguras, menutup), pembuangan air limbah dalam saluran tertutup, pembersihan tanaman sekitar agar tidak menjadi tempat perindukan nyamuk, pemasangan kawat kasa di seluruh ruangan. Menyimpan bahan makanan dan minuman secara tertutup, pengelolaan sampah yang baik, menutup lubang atau celah agar kecoa tidak masuk ke ruangan. Melakukan penutupan saluran terbuka, lubang di dinding, plafon, pintu dan jendela agar tikus tidak masuk. Agar binatang pengganggu lain tidak masuk perlu melakukan pengelolaan makanan dan pengelolaan sampah dengan baik.

7. Dekontaminasi dengan disenfeksi dan sterilisasi

Desinfeksi adalah proses menurunkan jumlah mikroorganisme penyebab penyakit atau yang berpotensi patogen dengan cara fisika atau kimiawi. Proses disnfeksi harus didahului dengan proses dekontaminasi atau pencucian yang memadai dengan menghilangkan sebagian besar kuman yang terdapat pada permukaan benda. Sedangkan sterilisasi adalah suatu proses perlakuan terhadap bahan atau barang dimana pada akhir proses tidak dapat ditunjukkan adanya mikroorganisme pada bahan atau barang tersebut.

2.4 Perawat dan Bidan

2.4.1 Pengertian Perawat dan Bidan

Perawat merupakan salah satu profesi pelayanan kesehatan yang tersediadalam 24 jam sehari untuk mengkoordinasi perawatan kompleks yang dibutuhkan oleh klien atau pasien (Potter & Perry, 2005).

Bidan adalah seorang yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan bidan yang telah diakui pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang telah berlaku, dicatat (registrasi), diberi izin secara sah untuk menjalankan praktek (Nazriah, 2009).

2.4.2 Karakteristik Perawat dan Bidan

Dalam Penelitian Ismael (2009), karakteristik merupakan salah satu aspek kepribadianyang menggambarkan suatu susunan batin manusia yang nampak pada kelakuan dan perbuatan.

Dalam penelitian ini, karakteristik yang diteliti adalah usia, tingkat pendidikan, dan lama bekerja.

a. Usia

Usia perawat secara garis besar menjadi indikator dalam kedewasaan dalam setiap pengambilan keputusan yang mengacu pada setiap pengalamannya. Karakteristik seorang perawat berdasarkan umur sangatberpengaruh terhadap kinerja dalam praktik keperawatan, dimana semakin tuau mur perawat maka dalam menerima sebuah pekerjaan akan semakin bertanggung jawab dan berpengalaman (Smet,2004).

b. Tingkat Pendidikan

Perawat atau bidan dengan pendidikan yang cukup baikakan melakukan praktik keperawatan atau kebidanan yang efektif dan efisien yang selanjutnyaakan menghasilkan pelayanan kesehatan yang bermutu tinggi. Tingkat pendidikan yang cukup akan memberikan kontribusi terhadap praktik keperawatan. Tingkat pendidikan seorang perawat atau akan mempengaruhi dasar pemikiran dibalik penetapan standar keperawatan (Smet, 2004).

Menurut Hasibuan (2005) mengungkapkan bahwa pengetahuanyang didapatkan seseorang dalam pendidikan merupakan pengalaman yang berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan kualitas keperibadian seseorang. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin besar pula keinginan untuk memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan. Pendidikan berpengaruh terhadap pola pikir individu, sedangkan pola pikir berpengaruh terhadap perilaku seseorang, dengan kata lain pola pikir seseorang yang berpendidikan rendah akan berbeda dengan pola pikir seseorang yang berpendidikan tinggi. Pendidikan keperawatan mempunyai pengaruh besar terhadap kualitas pelayanan keperawatan.

c. Lama Bekerja

Lama bekerja adalah lama seorang perawat yang bekerja di Rumah Sakitdari mulai awal bekerja sampai saat selesai seorang perawat atau bidan berhenti bekerja. Semakin lama masa kerja seseorang dalam bekerja maka semakin banyak pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya, hal ini dapat membantu dalam meningkatkan kinerja seorang perawat. Lama bekerja seseorang

dapat diketahui dari mulai awal perawat bekerja sampai saat berhenti atau masa sekarang saat masih bekerja di Rumah Sakit (Smet, 2004).

Menurut Ismael (2009) menyimpulkan bahwa makin lama kinerja kerja seseorang maka akan semakin terampil dan pengalaman menghadapi masalah dalam pekerjaannya.

2.5 Infeksi Nosokomial

2.5.1 Pengertian Infeksi Nosokomial

Nosokomial berasal dari bahasa Yunani, dari kata nosos yang artinya penyakit, dan komeo yang artinya merawat. Nosokomion berarti tempat untuk merawat atau Rumah Sakit. Jadi infeksi nsokomial dapat diartikan sebagai infeksi yang diperoleh atau terjadi di Rumah Sakit (Darmadi,2008).

Dokumen terkait