• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kejahatan pencucian uang belakangan ini semakin mendapat perhatian khusus dari berbagai kalangan. Upaya penanganannya dilakukan secara nasional, regional, dan global melalui kerja sama antar negara. Gerakan ini disebabkan maraknya pencucian uang, padahal belum banyak Negara yang menyusun sistem hukum untuk memerangi atau menetapkannya sebagai kejahatan.1

Secara populer dapat dijelaskan bahwa aktivitas pencucian uang merupakan suatu perbuatan memindahkan, menggunakan atau melakukan perbuatan lainnya atas hasil dari suatu tindak pidana yang kerap dilakukan oleh Criminal Organization, maupun individu yang melakukan tindakan korupsi, penyuapan, perdagangan narkotika, kejahatan kehutanan, kejahatan lingkungan hidup dan tindak pidana lainnya dengan maksud menyembunyikan, menyamarkan atau mengaburkan asal-usul uang yang berasal dari hasil tindak pidana. Perbuatan menyamarkan, menyembunyikan atau mengaburkan tersebut dilakukan agar hasil kejahatan (Proceeds of crime) yang diperoleh dianggap seolah-olah sebagai uang yang sah tanpa terdeteksi bahwa harta kekayaan tersebut berasal dari kegiatan yang illegal.2

      

1 Phillips Darwin, Money Laundering Cara Memahami Dengan Tepat dan Benar Soal Pencucian Uang, Sinar Ilmu, 2012, hal. 9.

2 Pathorang Halim, Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan Pencucian Uang Di Era Globalisasi, Yogyakarta: Total Media, 2013, hal. 1-2.

Pengaruh pencucian uang pada sistem keuangan dan ekonomi diyakini berdampak negatif bagi perekonomian dunia. Misalnya, dampak negatif terhadap efektivitas penggunaan sumber daya dan dana yang banyak digunakan untuk kegiatan tidak sah dan menyebabkan pemanfaatan dana yang kurang optimal, sehingga merugikan masyarakat.3

Hal tersebut terjadi karena uang hasil tindak pidana diinvestasikan di Negara-negara yang dirasakan aman untuk mencuci uangnya, walaupun hasilnya lebih rendah. Uang hasil tindak pidana ini dapat saja beralih dari suatu Negara yang perekonomiannya baik ke Negara yang perekonomiannya kurang baik disebabkan dampak negatifnya pada pasar financial dapat mengurangi kepercayaan publik terhadap sistem keuangan internasional, pencucian uang dapat mengurangi kepercayaan publik terhadap sistem keuangan internasional. Di samping itu, pencucian uang juga dapat mengakibatkan fluktuasi yang tajam pada nilai tukar suku bunga. Dengan berbagai dampak negatif tersebut, diyakini pencucian uang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dunia4 .Melihat dampak negatif pencucian uang begitu besar membuat Negara-negara menjadikan hal tersebut sebagai salah satu agenda politik yang selalu dibahas yang menjadi perhatian Negara-negara untuk memberantas pencucian uang membutuhkan kerjasama baik secara regional maupun internasional .

Pada tanggal 2 Juni 2001, FATF memasukkan Indonesia dalam daftar hitam Non Cooperative Countries (NCCTs) atau kawasan yang tidak kooperatis dalam menangani tindak pidana pencucian uang, disamping 19 negara lainnya,       

3Juni Sjafrien Jahja, Melawan Money Laundering! Mengenal, Mencegah, & Memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang, Jakarta: Visimedia, 2012, hal. 12.

yaitu Mesir, Rusia, Hongaria, Israel, Lebanon, Filipina, Myanmar, Nauru, Nigeria, Niue, Cook Island, Republik Dominika, Guatemala, St. Kitts, dan Nevis, St. Vincent dan Grenadines serta Ukraina.5

Sebagai bentuk langkah nyata dari komitmen pemerintah dan rakyat Indonesia untuk keluar dari daftar hitam FATF, Indonesia membentuk Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan membentuk Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) yang merupakan Unit Intelijen Financial (Financial Intelligent Unit) yang bertugas untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Berdasarkan Sidang FATF di Paris pada tanggal 11 Februari 2005 Indonesia telah berhasil dikeluarkan dari daftar negara dan teritori tidak kooperatif dalam pemberantasan tindak pidana pencucian uang (Noncooperative Countries and Territories). Keputusan tersebut diambil berdasarkan laporan pemeriksaan langsung dari tim teknis FATF ke pihak kejaksaan, BI, Kepolisian, kehakiman dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada 28 Januari 2005.6

Kegiatan pencucian uang sangat merugikan masyarakat dan Negara karena dapat mempengaruhi atau merusak stabilitas perekonomian nasional serta keuangan Negara. Dalam konteks Indonesia, tindak pidana ini tidak hanya mengancam stabilitas dan integritas sistem perekonomian dan sistem keuangan, tetapi juga membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

      

5NHT Siahaan, Tindak Pidana Pencucian Uang dan Kejahatan Perbankan, Jakarta: CV. Muliasari, 2002, hal. 2.

6http://news.detik.com/berita/288948/indonesia-keluar-dari-daftar-nccts diakses pada 16 Desember 2015.

bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 19457, sehingga Pemerintah Indonesia tetap serius untuk memberantas tindak pidana pencucian uang dengan membenahi peraturan hukum yang mana Undang-Undang No.15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang diubah dengan Undang-Undang No.25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Undang-Undang-Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, kemudian Undang-Undang ini telah dicabut dan diganti Undang-Undang-Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang diharapkan akan dapat menanggulangi kejahatan di bidang pencucian uang. Walaupun peraturan perundang-undangan mengenai tindak pidana pencucian uang terus dibenahi namun praktik pencucian uang di Indonesia masih kurang efektif untuk ditanggulangi oleh perangkat hukum.

Menurut Bagir Manan, substansi hukum dan penegak hukum secara hakiki sesungguhnya sekedar dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan karena:

“Keberhasilan suatu perundang-undangan tergantung pada penerapannya. Apabila penegak hukum tidak dapat berfungsi dengan baik, peraturan perundang-undangan yang bagaimanapun sempurnanya tidak atau kurang memberikan arti sesuai dengan tujuannya. Penegak hukum merupakan dinamisator peraturang perundang-undangan, melalui putusan dalam rangka penegakan hukum, peraturan perundang-undangan menjadi hidup dan diterapkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat. Bahkan peraturan perundang-undangan yang kurang baik akan tetap mencapai sasaran atas tujuannya apabila ditangan para penegak hukum yang baik, karena itu politik pembentukan dan penegakan hukum yang baik harus disertai pula dengan politik pembinaan sumber daya manusia, tata kerja dan pengorganisasian serta prasarana dan sarana.”8

      

7Phillips Darwin, Money Laundering Cara Memahami Dengan Tepat dan Benar Soal Pencucian Uang, Sinar Ilmu, 2012. hal. 11

8Bagir Manan, Pengembangan Sistem Hukum Nasional Dalam Rangka emantapkan Negara Kesatuan RI Sebagai Negara Hukum, Makalah Kursus Reguler Angkatan XXX Lembaga Ketahanan Nasional Departemen Pertahanan dan Keamanan, 29 Oktober 1997.

Semangat dan tujuan dari Undang-Undang Undang-Undang No.15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang diubah dengan Undang-Undang No.25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Undang-Undang-Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, kemudian Undang-Undang ini telah dicabut dan diganti Undang-Undang-Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang diharapkan akan dapat menanggulangi kejahatan di bidang pencucian uang dalam pengimplementasiannya begitu memerlukan peranan aparat penegak hukum, salah satu diantarnya yaitu Kepolisian.

Polisi pada hakekatnya dapat dilihat sebagai hukum yang hidup, karena ditangan Polisi tersebut hukum mengalami perwujudannya, setidak-tidaknya dihukum pidana. Apabila hukum bertujuan menciptakan ketertiban dalam masyarakat, diantaranya dengan melawan kejahatan. Akhirnya, Polisi yang akan menentukan secara konkret apa yang disebut sebagai penegakan ketertiban. Siapa-siapa yang harus ditundukkan, Siapa-siapa-Siapa-siapa yang harus dilindungi dan seterusnya. Melalui Polisi hal-hal yang bersifat falsafi dalam hukum dapat ditransformasi menjadi ragawi dan manusiawi.9

Kepolisian adalah salah satu Aparat Penegak Hukum yang bertanggung jawab untuk menanggulangi tindak pidana pencucian uang. Kepolisian dalam menangani beberapa kasus melakukan penyelidikan tanpa harus di menunggu laporan hasil invesitigasi dari PPATK. Tindakan awal penyelidikan yang dilakukan oleh Kepolisian akan berlanjut dengan serangkaian kegiatan berikutnya       

9Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis , Yogyakarta: Genta Publishing, 2009, hal 111.

yaitu dengan adanya proses penyidikan, sistem pembuktian oleh kejaksaan hingga putusan oleh hakim dan berakhir di Lembaga Pemasyarakatan. Jadi Peranan dari Kepolisian adalah pondasi awal dalam menanggulangi tindak pidana pencucian uang disamping laporan PPATK tentang adanya transaksi-transaksi yang mencurigakan untuk ditindak lanjuti melalui proses penyidikan.

Tabel 1.

Data tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang ditangani oleh Subdit II Ditreskrimsus Poldasu Tahun 2013- 2015

NO Penanganan Perkara 2013 2014 2015

1 Proses - - 4

2 Dilimpahkan - - 4

3 SP3 - - -

4 P21 - - 4

Sumber: Ditreskrimsus Poldasu

Medan, 3 Februari 2016 Subdit II Ditreskrimsus Poldasu Dari data di atas dapat dilihat jumlah kasus yang ditangani oleh Ditreskrimsus Poldasu bahwa pada tahun 2013 dan 2014 tidak ada kasus mengenai tindak pidana pencucian uang , dan pada tahun 2015 sebanyak 4 kasus yang diproses, 4 kasus yang dilimpahkan, tidak ada kasus yang di SP3, dan 4 kasus tersebut berhasil diselesaikan.

Menurut Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan PPATK Agus Santoso mengemukakan seusai acara sosialisasi pemberantasan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme di Kantor Pusat Bank Sumut Jl.Imam Bonjol Medan bahwa “Provinsi Sumatera Utara (Provsu) merupakan satu dari 5 Provinsi yang masuk dalam

kategori "merah" potensi transaksi mencurigakan”.10 Hal ini menjelaskan bahwa begitu banyak pelaku yang patut diduga pelaku tindak pidana pencucian uang yang terjadi di Sumatera Utara, namun apabila dilihat dari data tabel 1 diatas dapat diketahui bahwa masih sedikit kasus yang dijerat dengan undang-undang pencucian uang padahal padahal begitu banyaknya kasus dari tindak pidana asal yang dapat digunakan untuk menjerat pelaku tindak pidana pencucian uang.

Permasalahan yang menjadi salah satu point penting dalam penelitian ini adalah bagaimana peranan kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencucian uang di Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu). Hal inilah yang mendorong penulis untuk membahas mengenai “Kajian Hukum Mengenai Peran Kepolisian Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Pencucian Uang (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara (POLDASU)) ” dengan ditinjau dari perspektif Hukum Pidana Indonesia dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Tindak Pidana Pencucian.

Dokumen terkait