BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.2 Saran
Diharapkan peneliti selanjutnya dapat mengidentifikasi/mengisolasi zat mempunyai efek farmakolgis sebagai antibakteri dari tumbuhan rosela.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. (1989). Materia Medika Indonesia. Jilid V. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan. Halaman 194-197, 513-520, 536, 539-540,549-552.
Depkes RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Cetakan Keenam. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan. Halaman 92-94, 195-199.
Depkes RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan Pertama. Jakarta : Depkes RI. Hal. 10-11
Depkes RI. (2001). Inventaris Tumbuhan Obat Indonesia I. Jilid 2. Jakarta: Depkes RI. Hal.164.
Difco Laboratories. (1977). Difco manual of Dehydrated culture Media and Reagent for Microbiology and clinical Laboratory Procedures. 9th edition. Michigan. Detroit. P. 32,93
Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 9.
Dwidjoseputro, D. (1988). Dasar – Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit Djambatan. Hal. 22 – 47.
Fransworth, N.R., (1966). Biological and Phytochemical Screening of Plants, Journal of Pharmaceutical Sciences. Volume 55. No.3. Chicago: Reheis Chemical Company. Pages 247-268.
Harbone, J.B. (1987). Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan, terjemahan K.Padmawinata. Edisi II. Bandung : ITB Press. Hal. 102-103, 147-148.
Jawetz, E. Menick, J,L., dan Adelberg, E. A. (2001). Mikrobiologi Kedokteran. Ahli bahasa: Eddy Mudihardi. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Hal 350. Lay, B.W. (1994). Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta: Raja Grafindo
Persada. Hal. 57-58, 109.
Lee, J. (1983). Microbiology. First Edition. USA: The Barnes and Nobel Outline Series. Pages 57-58.
Mardiah. (2009). Rosela. Jakarta: Penerbit: Agro Media Pustaka. Hal 13-14, 21, 30.
Markham, K.R. (1988). Cara Mengidentifikasi Flavonoida. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 23-47.
Mursito. (2001). Ramuan Tradisional Untuk Kesehatan Anak. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal.2.
Pelczar, M. J., dan E.C.S.Chan. (1986). Dasar-Dasar Mikrobiologi I. Jakarta: Penerbit UI-Press. Hal. 101.
Pratiwi, S. T. (2008). Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hal 105-117
Robinson, T. (1995). Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung: ITB. Hal 71 – 72
Tim Mikrobiologi FK Universitas Brawijaya. (2003). Bakteriologi Medik. Cetakan Pertama. Malang: Bayu Media Publishing.
Tjitrosoepomo, G. (1994). Taksonomi Tumbuhan (Schizophyta, Thallophyta, bryophyte, Pteridophyta). Yogyakara: Gadjah Mada University Press. Halaman 4-20.
Widyanto, P.S. (2009). Rosella. Jakarta: Penerbit: Penebar Swadaya. Hal. 4, 6-7, 9, 11-12, 14.
World Health Organization. (1992). ”Quality Control Methods For Medicinal Plant Material”. Switzerland: WHO. Pages 31-33.
Lampiran 3. Gambar Rosela dan dan Serbuk Simplisia Rosela
Rosela
1
2 4 4
5
Lampiran 4. Mikroskopik Serbuk Simplisia Rosela
Keterangan: 1. Papilla
2. Rambut Penutup monoseluler 3. Kalsium oksalat bentuk druse 4. Lapisan Epidermis
5. Rambut Penutup Bentuk Bintang
2 3
Lampiran 5. Bagan Pembuatan Ekstrak Etanol Rosela
Dimaserasi selama 3 jam dengan pelarut etanol 96%
Dimasukkan ke dalam perkolator
Dituangkan pelarut etanol 96% secukupnya sampai semua terendam (satu lapis di atas simplisia), didiamkan selama 24 jam
Dibuka kran infus dan dibiarkan cairan menetes dengan kecepatan 1 ml/menit Ditambahkan cairan penyari dari atas dengan menggunakan corong pisah dengan kecepatan aliran sama dengan kecepatan perkolator
Diuapkan dengan alat rotary evaporator Dipekatkan dengan freeze dryer
200 g Simplisia
perkolat ampas
Ekstrak kental 55,9974 g
Lampiran 6. Bagan Pengujian Aktivitas Antibakteri
Diambil 1 ose
Disuspensikan ke dalam 10 ml NaCl 0,9% Diinkubasi selama 3 jam
Diukur kekeruhan pada panjang gelombang 580 nm sampai diperoleh transmitan 25%
Dimasukkan 0,1 ml inokulum ke dalam cawan petri steril
Ditambahkan 20 ml media nutrient agar suhu 45-50oC ke dalam cawan petri yang berisi inokulum bakteri.
Dihomogenkan dan dibiarkan hingga memadat
Ditanamkan pencadang logam
Dimasukkan 0,1 ml ekstrak dengan berbagai konsentrasi
Diinkubasi pada suhu 36-37oC selama 18-24 jam
Diukur diameter hambatan pertumbuhan di sekitar pencadang logam menggunakan jangka sorong.
Stok kultur
Inokulum bakteri
Media padat
Lampiran 7. Perhitungan Kadar Air Simplisia Rosela
% Kadar air simplisia = %
1. Berat Sampel = 5,0061 g Volume awal = 1,9 ml Volume akhir = 2,3 ml Kadar air =
– = 7,98% 2. Berat sampel = 5,0055 g Volume awal = 2,3 ml Volume akhir = 2,6 ml Kadar air = – = 5,99%
Lampiran 8. Perhitungan Kadar Sari Larut dalam Air Simplisia Rosela
% Kadar sari larut dalam air =
1. Berat sampel = 5,0085 g Berat sari = 0,2909 g
Kadar sari larut dalam air = = 29,040%
2. Berat sampel = 5,0076 g Berat sari = 0,2839 g
Kadar sari larut dalam air = = 28,345%
3. Berat sampel = 5,0093 g Berat sari = 0,3050 g
Kadar sari larut dalam air = = 30,440%
Lampiran 9. Perhitungan Kadar Sari Larut dalam Etanol Simplisia Rosela
% Kadar sari larut dalam etanol =
1. Berat sampel = 5,0082 g
Berat sari = 0,2885 g
Kadar sari larut dalam etanol = = 28,8%
2. Berat sampel = 5,0086 g
Berat sari = 0,2675 g
Kadar sari larut dalam etanol = = 26,7%
3. Berat sampel = 5,0071 g
Berat sari = 0,2733 g
Kadar sari larut dalam etanol = = 27,29%
% Kadar abu total =
1. Berat sampel = 2,0003 g
Berat abu = 0,1703 g
Kadar abu total = = 8,513%
2. Berat sampel = 2,0004 g
Berat abu = 0,1684 g
Kadar abu total = = 8,418%
3. Berat sampel = 2,0003 g
Berat abu = 0,1651 g
Kadar abu total = = 8,253%
Lampiran 11. Perhitungan Kadar Abu Tidak Larut dalam Asam Simplisia Rosela
% Kadar abu tidak larut dalam asam=
1. Berat sampel = 2,0003 g
Berat abu = 0,0026 g
Kadar abu tidak larut dalam asam = = 0,129%
2. Berat sampel = 2,0004 g
Berat abu = 0,0027 g
Kadar abu tidak larut dalam asam = = 0,134%
3. Berat sampel = 2,0003 g
Berat abu = 0,0030 g
Kadar abu tidak larut dalam asam = = 0,149%
% Rata-rata kadar abu tidak larut dalam asam = = 0,1373%
Lampiran 12. Hasil Pengukuran Diameter Hambatan Pertumbuhan Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.
Konsentrasi (mg/ml)
Diameter Hambatan Pertumbuhan (mm) Escherichia coli Staphylococcus aureus
D1 D2 D3 D* D1 D2 D3 D* 500 24,4 23,2 23,2 23,6 25,9 25,5 25,7 25,7 400 21,4 20,8 20,8 21,0 24,8 24,0 24,7 24,5 300 20,4 20,2 20,3 20,3 22,7 22,2 22,6 22,5 200 19,4 19,6 19,2 19,4 21,5 21,1 21,3 21,3 100 18,7 18,7 18,4 18,6 20,4 19,9 20,3 20,2 900 17,6 17,4 17,6 17,5 19,1 19.2 19,0 19,1 80 16,7 16,7 16,7 16,7 17,9 17,7 17,8 17,8 70 15,4 15,4 15,2 15,3 16,6 16,6 16,6 16,6 60 14,8 14,8 14,8 14,8 15,6 15,4 15,5 15,5 50 13,5 13,3 13,4 13,4 14,4 14,1 14,4 14,3 40 12,4 12,4 12,5 12,4 13,8 13,8 13,5 13,7 30 12,0 11,8 12,2 12,0 12,7 12,9 12,5 12,7 20 11,8 11,3 11,7 11,6 12,2 12,1 12,3 12,2 10 10,1 10,3 10,2 10,2 10,5 10,6 10,4 10,5 Blanko - - - -
Keterangan: Blanko = etanol, (-) = tidak terdapat daerah hambatan, (*)=Diameter Hambatan Pertumbuhan rata-rata.
Lampiran 13. Gambar Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Rosela terhadap Escherichia coli.
Escherichia coli Escherichia coli 500 mg/ml 400 mg/ml
Lampiran 13. Lanjutan Escherichia coli Escherichia coli 300 mg/ml 200 mg/ml 90 mg/ml 100 mg/ml
Lampiran 13. Lanjutan Escherichia coli 50 mg/ml 60 mg/ml 70 mg/ml Escherichia coli 30 mg/ml 80 mg/ml 10 mg/ml
Lampiran 13. Lanjutan Escherichia coli 20 mg/ml Blanko 40 mg/ml
Lampiran 14. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Rosela Terhadap Staphylococcus aureus.
Staphylococcus aureus 400 mg/ml 500 mg/ml Staphylococcus aureus
Lampiran 14. Lanjutan Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus 100 mg/ml 200 mg/ml 300 mg/ml
Lampiran 14. Lanjutan 20 mg/ml 90 mg/ml 70 mg/ml Staphylococcus aureus 10 mg/ml 60 mg/ml 80 mg/ml Staphylococcus aureus
Lampiran 14. Lanjutan 50 mg/ml 40 mg/ml Staphylococcus aureus 30 mg/ml