• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.2 saran

6.2 Saran

1. Perlu adanya penyuluhan kepada masyarakat guna memberikan tambahan pemahaman tentang perlunya pengelolaan hutan rakyat demi terciptanya pengelolaan hutan rakyat yang lestari.

2. Perlu peningkatan peran masing-masing pihak guna memacu penambahan produktivitas hutan rakyat sehingga dapat mendatangkan tambahan manfaat bagi masyarakat.

Desa Wonosari mempunyai vst terbesar kedua dengan 164,50 /Ha dengan persebaran volume dominasi jati sebesar 98,46% dan sisanya kayu jenis lain dengan 1,54%. Hal ini menggambarkan bahwa volume yang terdapat pada desa tersebut sangat melimpah untuk jenis jati karena memang masyarakat sangat menggemari jenis ini untuk ditanam pada setiap lahan milik mereka. Jenis jati yang sangat melimpah berbanding lurus dengan volume jati yang ada.

Sedangkan yang terakhir adalah Desa Bejiharjo dengan vst terkecil sebesar 104,06 /Ha dengan persebaran volume setiap jenis ada. Jati mendominasi dengan 79,20%, dilanjutkan mahoni dengan 9,53%, sonokeling dengan 6,43%, akasia dengan 1,65%, sedangkan yang terakhir adalah kayu jenis lain dengan 3,19%. Desa Bjiharjo walaupun memiliki vst terkecil diantara desa lainnya, tetapi memiliki persebaran volume pada tiap jenis yang merata. Hal di atas menunjukkan bahwa volume yang ada di desa ini berasal dari banyak jenis, tidak hanya didominasi oleh satu jenis seperti yang terjadi pada Desa Wonosari.

164,50 /Ha dan yang terakhir adalah Desa Bejiharjo vst 104,06 /Ha. Berikut tabel yang menjelaskan mengenai data di atas:

Tabel 22. Volume standing stock berdasarkan wilayah hutan rakyat

Desa Volume pohon/Ha

Jenis (%)

Total Jati Mahoni Sonokeling Akasia Kayu lain

Bejiharjo 104,06 79,20 9,53 6,43 1,65 3,19 100 Nglipar 249,66 51,22 38,41 3,90 0,00 6,47 100 Wonosari 164,50 98,46 0,00 0,00 0,00 1,54 100 Rata-rata 170,87 76,66 15,61 3,47 0,57 3,69 100,00

Sumber:Data Primer, 2014.

Dilihat dari volume tiap jenis tergambar presentase terbesar jati dengan 76,10%, selanjutnya adalah mahoni dengan 15,61%, berturut-turut dilanjutkan sonokeling dengan 3,47%, akasia 0,57%, dan yang terakhir adalah kayu jenis lain dengan 3,69%.

Desa Nglipar memiliki vst terbesar dengan dominasi tanaman jati 51,22% dari total volume dan yang paling kecil adalah jenis akasia dengan 0%. Mahoni dengan presentase 38,41%, dilanjutkan sonokeling dengan 3,90%, dan yang terakhir adalah kayu jenis lain dengan 6,47%.

Volume standing stock Desa Nglipar memliki jumlah dua kali lipat jika dibandingkan dengan vst yang terdapat di Desa Bejiharjo. Desa Nglipar juga memiliki presentase yang relatif merata tiap jenisnya dengan tidak adanya dominasi salah satu jenis yang dijadikan indikator penelitian. Hal ini memberikan gambaram bahwa di Desa Nglipar terdapat potensi pohon yang merata pada tiap jenis dengan jumlah yang relatif besar.

Sedangkan pada lokasi yang terakhir yaitu pada Desa Wonosari sebagian besar didominasi oleh tanaman jati. Hal ini ditandai dengan hanya ada satu jenis lainnya di luar jati yang ditemukan di daerah tersebut yaitu kayu jenis lain. Jenis lainnya yang dijadikan indikator penelitian yaitu mahoni, sonokeling, dan akasia tidak ditanam di daerah ini. Hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat cenderung menanam tanaman jati saja dibandingkan tanaman lainnya karena memang tanaman jati selain cocok ditanam di daerah tersebut juga memang jenis ini yang mempunyai harga jual yang tinggi.

5.5 Analisa Volume Standing Stock Hutan Rakyat.

Dalam rekapitulasi kali ini akan disajikan besaran volume standing stock yang ada pada lakasi penelitian. Vst berguna untuk mengetahui seberapa besar volume yang tersedia pada hutan rakyat tersebut. Berikut data mengenai rekapitulasi volume standing stock yang ada:

Tabel 21. Volume berdasarkan Wilayah

Lokasi

Volume

pohon Luas /Ha

Volume m3 / Ha Karangmojo 56,19 0,54 104,06 Nglipar 124,83 0,5 249,66 Wonosari 85,54 0,52 164,50 Rata-rata PUP 170,87 Sumber:Data Primer, 2014.

Dari data di atas dipeoleh bahwa volume standing stock pada hutan rakyat adalah 170,87 /Ha. Data menunjukkan bahwa volume terbesar berada pada Desa Nglipar dengan 249,66 /Ha, selanjutya Desa Wonosari dengan Vst

Dari data rekapitulasi didapatkan jumlah pohon 687 batang /Ha. Data di atas sangat menarik untuk dikaji bahwa pada setiap daerah sampel pada 3 lokasi yang berbeda menunjukkan karakteristik pohon penyusun dan jumlah yang bervariatif. Desa Bejiharjo mempunyai jenis tegakan penyusun lebih bervariatif dengan ditandai bahwa semua jenis yang menjadi indikator dalam penelitian terdapat tanamannya, atau dapat dibilang bahwa jenis penyusun pada hutan rakyat tersebut lebih banyak. Jumlah pohon paling banyak diantara ketiga lokasi penelitian adalah Desa Wonosari dengan didominasi oleh tanaman jati dengan presentase 98,83%. Jumlah dan jenis penyusun tanaman di Desa Bejiharjo dapat dianalisa bahwa masyarakat sudah berfikir untuk membudidayakan tanaman kayu selain jati walaupun jumlahnya masih relatif kecil, hal ini bagus bagi perkembangan hutan rakyat di sana karena masyarakat sudah berani untuk mencoba membudidayakan lebih banyak lagi jenis tanaman berkayu.

Pada Desa Nglipar jenis tanaman yang ada mengalami penurunan jika dibandingkan dengan Desa Bejiharjo, hal ini ditandai dengan tidak adanya jenis akasia yang ditanam di daerah tersebut. Hal menarik adalah mengenai jumlah penyusun yang tidak lagi didominasi oleh tanaman jati karena jenis tanaman lain yaitu mahoni mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan lokasi sebelumnya, hal ini menunjukkan bahwa mahoni sudah dipandang sebagai salah satu jenis yang dijadikan prioritas untuk ditanam oleh masyarakat serta sebagai jenis alternatif selain jati, yang diangap cocok untuk ditanam dan memiliki nilai jual yang relatif baik.

10,1 , berturut-turut dilanjutkan dengan kelas diameter 41-50 cm dengan 6,41 , sedangkan yang terkecil adalah kelas diameter 0-10 cm dengan volume 0,63 .

5.4 Analisa Komposisi Jenis Tegakan Pohon Penyusun Pada PUP Hutan

Rakyat.

Komposisi jenis tegakan pohon penyusun pada hutan rakyat pada 3 lokasi tersebut menggambarkan mengenai jumlah dan jenis pohon penyusun yang ada pada hutan rakyat tersebut, hal ini diperoleh dari jumlah kumulatif pohon hutan rakyat dari sampel yang diambil. Berikut akan disajikan data mengenai jumlah dan jenis tiap pohon penyusun hutan rakyat:

Tabel 19. Jumlah pohon berdasarkan wilayah.

Lokasi

Jumlah

pohon Luas /Ha Jumlah pohon / Ha Bejiharjo 348 0,54 644

Nglipar 383 0,5 766

Wonosari 341 0,52 656

Rata-rata PUP 687

Sumber:Data Primer, 2014.

Tabel 20. Perbandingan potensi jumlah pohon berdasarkan wilayah hutan rakyat

Desa Jumlah pohon/Ha

Jenis (%)

Total Jati Mahoni Sonokeling Akasia Kayu lain

Bejiharjo 644 80,75 8,91 4,31 2,59 3,45 100 Nglipar 766 55,87 35,77 5,48 0,00 2,87 100 Wonosari 656 98,83 0,00 0,00 0,00 1,17 100 Rata-rata 687,00 78,80 14,55 3,25 0,90 2,50 100,00

b. Tegal.

Tabel 17. Volume pohon pada tiap kelas diameter di lahan tegal.

Jenis Kelas diameter (cm) Total volume % 0-10 11-20 21-30 31-40 41-50 50 up Jati 0,67 6,83 13,54 2,14 0,00 0,00 23,19 100,00 Mahoni 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Sonokeling 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Akasia 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Kayu jenis lain 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Jumlah 0,67 6,83 13,54 2,14 0,00 0,00 23,19 100,00 Sumber:Data Primer, 2014.

Jenis jati kembali begitu dominan dengan ditandai tidak adanya jenis lain yang ditanam pada lahan ini, sedangkan volume terbesar terdapat pada kelas diameter 21-30 cm dengan 13,5 dilajutkan kelas diameter 11-20 cm dengan 6,83 , kelas diameter 31-20 cm dengan 2,14 , dan yang terakhir kelas diameter 0-10 cm dengan 0,67 .

c. Wono.

Tabel 18. Volume pohon pada tiap kelas diameter di lahan wono.

Jenis Kelas diameter (cm) Total

volume % 0-10 11-20 21-30 31-40 41-50 50 up Jati 0,63 20,03 10,10 3,01 6,41 2,34 42.52 100.00 Mahoni 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Sonokeling 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Akasia 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Kayu jenis lain 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Jumlah 0,63 20,03 10,10 3,01 6,41 2,34 42,52 100,00 Sumber:Data Primer, 2014.

Data di atas menunjukkan persebaran volume pada tiap kelas diameter jenis jati ada semua, adapun volume terbesar terdapat pada kelas diameter 11-20 cm dengan volume 20 , disusul dengan kelas diameter 21-30 cm dengan

diameter 11-20 cm dengan 5,25 , sedangkan terendah terdapat pada kelas diameter 50 cm ke atas. Jenis ini mengalami peningkatan dibandingakan pada wono di lokasi penelitian sebelumnya. Jenis jati memiliki presentase terbesar pada kelas diameter 21-30 cm dengan 12,36 sedangkan yang terkecil adalah kelas diameter 50 cm dengan 0 .

5.3.3 Desa Wonosari.

a. Pekarangan.

Tabel 16. Volume pohon pada tiap kelas diameter di lahan pekarangan.

Jenis Kelas diameter (cm) Total volume % 0-10 11-20 21-30 31-40 41-50 50 up Jati 0,15 2,25 9,16 6,95 0,00 0,00 18,52 93,37 Mahoni 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Sonokeling 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Akasia 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Kayu jenis lain 0,00 0,63 0,68 0,00 0,00 0,00 1,31 6,63 Jumlah 0,15 2,89 9,85 6,95 0,00 0,00 19,83 100,00 Sumber:Data Primer, 2014.

Pekarangan kali ini jenis jati kembali mendominasi ditandai dengan hanya ada kayu jenis lain yang terdapat di lahan tersebut, adapun kelas diameter pada jati yang terbesar terdapat pada diameter 21-30 cm dengan volume 9,16 , sedangkan kelas diameter terkecil ada pada diameter 41 cm ke atas. Kayu jenis lain volume terbesar ada pada kelas diameter 21-30 cm dengan volume 0,68 dilanjutkan dengan diameter 11-20 cm dengan volume 0,63 .

terbesar mahoni terdapat pada kelas diameter 31-40 cm, sedangkan terendah terdapat pada kelas diameter 41 ke atas. Jenis sonokeling dan akasia tidak terdapat pada lahan ini, sedangkan kayu jenis lain hanya ada satu kelas diameter yang ada yaitu 21-30 cm dengan 0,9 . Berikut tabel yang menjelaskan mengenai data di atas:

Tabel 14. Volume pohon pada tiap kelas diameter di lahan tegal.

Jenis Kelas diameteer (cm) Total

volume % 0-10 11-20 21-30 31-40 41-50 50 up Jati 0.14 3.71 9.47 5.42 0 0 18.74 62.10 Mahoni 0.13 1.95 2.83 5.67 0 0 10.58 35.04 Sonokeling 0 0 0 0 0 0 0 0.00 Akasia 0 0 0 0 0 0 0 0.00 Kayu jenis lain 0 0 0.86 0 0 0 0.86 2.86 Jumlah 0.26 5.67 13.16 11.09 0.00 0.00 30.18 100 Sumber:Data Primer, 2014. c. Wono.

Tabel 15. Volume pohon pada tiap kelas diameter di lahan wono.

Jenis Kelas diameter (cm) Total

volume % 0-10 11-20 21-30 31-40 41-50 50 up Jati 0,92 6,54 12,36 6,89 5,82 0,00 32,54 58,71 Mahoni 2,14 5,25 2,84 1,87 1,96 0,00 14,06 25,37 Sonokeling 0,07 1,32 0,31 0,00 0,00 0,00 1,69 3,05 Akasia 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Kayu jenis lain 0,06 0,19 0,93 1,14 0,00 4,82 7,13 12,87 Jumlah 3,19 13,29 16,44 9,90 7,78 4,82 55,42 100,00 Sumber:Data Primer, 2014.

Pada kayu jenis lain volume terbesar terdapat pada kelas diameter 50 cm ke atas dengan volume 4,82 , sedangkan volume terkecil pada jenis ini terdapat pada kelas diameter 41-50 cm. Mahoni diameter terbesar terdapat pada kelas

Pada lahan wono tingkat keragaman jenis meningkat dengan adanya semua jenis tanaman dengan kelas diameter terbanyak terdapat pada pada diameter 11-20 cm, kecuali jenis sonokeling yang kelas diameter terbanyaknya adalah 31-40 cm dengan volume 1,33 dan kayu jenis lain pada kelas diameter 41-50 cm.

5.3.2 Desa Nglipar.

a. Pekarangan.

Tabel 13. Volume pohon pada tiap kelas diameter di lahan pekarangan.

Jenis Kelas diameter (cm) Total

volume % 0-10 11-20 21-30 31-40 41-50 50 up Jati 0.16 2.87 3.40 3.90 2.33 0.00 12.66 32.27 Mahoni 0.19 1.95 5.74 12.05 3.38 0.00 23.31 59.41 Sonokeling 0.00 0.39 0.95 1.83 0.00 0.00 3.18 8.09 Akasia 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Kayu jenis lain 0.00 0.09 0.00 0.00 0.00 0.00 0.09 0.23 Jumlah 0.35 5.30 10.10 17.78 5.71 0.00 39.24 100 Sumber:Data Primer, 2014.

Tabel di atas menunjukkan bahwa ada jenis yang persebaran volume relatif merata disetiap kelas diameter yatu jati. Kelas diameter terbesar terdapat pada diameter 31-40 cm dengan volume 3,897 . Jenis akasia tidak terdapat sama sekali pada semua kelas diameter, sedangkan kayu jenis lain hanya terdapat satu kelas diameter yaitu 11-20 cm dengan volume 0,09 .

b. Tegal.

Pada lahan tegal menunjukkan bahwa dominasi tanaman jati masih terjadi dengan banyaknnya volume pada tiap kelas diameter, volume terbesar terdapat pada kelas diameter 21-30 cm dengan volume 9,47 , sedangkan volume terendah ada pada kelas diameter 41-50cm dan 51 cm ke atas. Kelas diameter

sedangkan yang terkecil terdapat pada kelas diameter 31 ke atas. Lahan pekarangan relatif terdapat semua jenis kecuali akasia yang tidak ada sama sekali, adapun kelas diameter yang banyak terdapat di sana pada semua jenis yang ada adalah pada kelas diameter 11-20 cm.

b. Tegal

Tabel 11. Volume pohon pada tiap kelas diameter di lahan tegal.

Jenis

Kelas diameter (cm) Total

volume % 0-10 11-20 21-30 31-40 41-50 50 up Jati 0.77 3.60 1.40 1.12 0.00 0.00 6.88 76.76 Mahoni 0.00 0.60 1.49 0.00 0.00 0.00 2.08 23.24 Sonokeling 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Akasia 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Kayu jenis lain 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Jumlah 0.77 4.19 2.88 1.12 0.00 0.00 8.97 100.00 Sumber:Data Primer, 2014.

Data di atas menunjukkan komposisi jenis menurun dibandingkan dengan pada lahan jenis pekarangan karena di sana hanya ditumbuhi 2 jenis tanaman yaitu jati dan mahoni saja. Presentase tertinggi pada jenis jati terdapat pada kelas diameter 11-20 cm dengan volume 3,6 , sedangkan pada mahoni memiliki volume terbesar pada kelas diameter 21-30 dengan jumlah volume 1,49 .

c. Wono.

Tabel 12. Volume pohon pada tiap kelas diameter di lahan wono

Jenis 0-10 11-20 21-30 31-40 41-50 50 up Total volume % Jati 1.41 12.18 10.25 2.03 0.00 0.00 25.87 74.62 Mahoni 0.19 2.03 0.87 0.00 0.00 0.00 3.09 8.91 Sonokeling 0.04 1.01 0.93 1.33 0.00 0.00 3.31 9.55 Akasia 0.06 0.87 0.00 0.00 0.00 0.00 0.93 2.68 Kayu jenis lain 0.05 0.20 0.00 0.00 1.22 0.00 1.47 4.24 Jumlah 1.75 16.29 12.05 3.35 1.22 0.00 34.67 100.00

yang sangat tinggi menyebabkan masyarakat cenderung tidak mau menanam pohon kayu jenis lainnya sehingga jenis mahoni, sonokeling, dan akasia tidak ada sama sekali. Hal ini mengakibatkan dampak positif dan negatif. Dampak positif ialah produk kayu jenis jati begitu melimpah di Desa Wonosari serta perawatan tanaman yang relatif seragam karena memiliki jenis yang sama, tetapi dampak negatifnya produk kayu jenis lainnya tidak ada sama sekali di desa tersebut serta jika ada hama penyakit yang menyerang pada tanaman penyebarannya lebih mudah dan cepat karena hanya didominasi oleh satu jenis tanaman saja (monokultur).

5.3 Volume PUP Hutan Rakyat

5.3.1. Desa Bejiharjo

a. Pekarangan

Tabel 10. Volume pohon pada tiap kelas diameter di pekarangan.

Jenis

Kelas diameter (cm) Total

volume % 0-10 11-20 21-30 31-40 41-50 50 up Jati 0,03 3,61 8,11 0,00 0,00 0,00 11,75 93,56 Mahoni 0,00 0,18 0,00 0,00 0,00 0,00 0,18 1,44 Sonokeling 0,00 0,30 0,00 0,00 0,00 0,00 0,30 2,41 Akasia 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Kayu jenis lain 0,00 0,32 0,00 0,00 0,00 0,00 0,32 2,58 Jumlah 0,03 4,42 8,11 0,00 0,00 0,00 12,56 100,00

Sumber:Data Primer, 2014.

Volume kayu PUP di Desa Bejiharjo diketahui berdasarkan sampel yang diambil berdasarkan 3 lokasi yaitu pekarangan, tegal, dan wono seperti di atas. Pada tabel 10 di atas dapat dilihat bahwa presentase tertinggi terdapat pada jenis jati dengan kelas diameter antara 21 sampai 30 cm yaitu sebesar 8,11 ,

menunjukkan dominasi tanaman jati atas tanaman lainnya yaitu dengan memiliki prosentase 98,83% dari jumlah total tanaman yang ditanam masyarakat. Sisanya yaitu 1,17% diisi oleh tanaman dengan kayu jenis lain, sedangkan lainnya yaitu mahoni, sonokeling, dan akasia tidak ada sama sekali (0%). Dilihat dari jumlah pohon, jati dengan 98,83% menunjukkan jumlah 647 batang/Ha, sedangkan kayu jenis lain dengan 1,2% hanya berjumlah 8 batang/Ha.

Berikut disajikan grafik untuk lebih mengetahui jumlah persebaran masing-masing jenis pada tiap jenis lahan yaitu pekarangan, tegal, dan wono.

Gambar 3. Grafik jumlah dan jenis pohon PUP di Desa Wonosari.

Dari grafik tersebut bahwa terlihat jelas masyarakat sangat meminati menanam tanaman jati pada semua jenis lahan mereka. Perincian pada pekarangan berjumlah 102 batang/Ha, tegal 203 batang/Ha, dan wono342 batang/Ha. Kayu jenis lain hanya ada pada lahan jenis pekarangan dengan jumlah 8 batang/Ha, sedangkan pada lahan tegal dan wono tidak ada. Minat terhadap menanam jati

0 50 100 150 200

Pekarangan Tegal Wono

Jum la h P oho n (B at ang ) Jenis Lahan

Grafik Pohon Pada PUP Desa

Wonosari

Jati Mahoni Sonokeling Akasia Kayu jenis lain

separuh dari jumlah pohon jati, dengan perbedaan jumlah seperti di atas memberikan gambaran bahwa masyarakat Desa Nglipar memiliki minat menanam mahoni yang hampir sama besar dengan menanam jati. Hal tersebut cukup menggembirakan mengingat pada sampel sebelumnya jenis jati sangat mendominasi dibandingkan dengan jenis lainnya, sehingga di Desa Nglipar produk kayu yang dihasilkan bukan hanya didominasi oleh kayu jati saja tetapi juga ada produk kayu mahoni yang jumlahnya relatif besar. Selain jenis mahoni yang relatif banyak hal sebaliknya terjadi pada kayu jenis akasia yang tidak ada sama sekali. Hal tersebut mengindikasikan bahwa jenis ini kurang diminati oleh masyarakat Desa Nglipar.

5.2.3 Potensi kayu pada PUP hutan rakyat di Desa Wonosari.

Tabel 9. Jenis dan jumlah pohon di Desa Wonosari.

Jenis lahan

Jumlah pohon

Total % Jati Mahoni Sonokeling Akasia

kayu jenis lain jml % jml % jml % jml % Jml % Pekarangan 53 92,98 0 0 0 0 0 0 4 7,02 57 16,72 Tegal 106 100 0 0 0 0 0 0 0 0 106 31,09 Wono 178 100 0 0 0 0 0 0 0 0 178 52,20 Jumlah 337 98,8 0 0 0 0 0 0 4 1,17 341 100,00 Rata-rata/Ha 647 98,83 0 0 0 0 0 0 8 1,17 655 100

Sumber: Data Primer, 2014.

Potensi kayu yang terdapat di Desa Wonosari dapat diketahui setelah dilakukan pengukuran pada sampel lahan dengan luasan total 0,521 Ha (Pekarangan 0,21 Ha, Tegal 0,19 Ha, dan wono 0,13 Ha). Data pada tabel 9

Berikut ini disajikan grafik yang memaparkan jumlah dan jenis pohon yang tumbuh pada tiap jenis hutan rakyat mulai dari pekarangan, tegal, dan wono pada Desa Nglipar.

Gambar 2. Grafik jumlah dan jenis pohon di Desa Nglipar.

Pemaparan grafik di atas menunjukkan pada lahan pekarangan tanaman jenis jati dan mahoni memiliki jumlah yang sama yaitu 86 batang/Ha, dilanjutkan dengan sonokeling 16 batang/Ha, dan yang terakhir kayu jenis lain dengan 2 batang/Ha. Lahan kedua yaitu tegal memiliki urutan yaitu jati dengan 128 batang/Ha, mahoni 50 batang/Ha, dan yang terakhir kayu jenis lain 4 batang/Ha. Terakhir pada wono dengan jumlah pohon jati 214 batang/Ha, mahoni 138 batang/Ha, sonokeling 26 batang/Ha, serta kayu jenis lain dengan jumlah 16 batang/Ha.

Grafik di atas menunjukkan bahwa jenis mahoni secara jumlah relatif sama banyaknya dengan jenis tanaman Jati, seperti pada pekarangan yang memiliki jumlah yang sama. Lahan tegal dan wono jumlah mahoni hampir

0 20 40 60 80 100 120

Pekarangan Tegal Wono

Jum la h P oho n (B at ang ) Jenis Lahan

Grafik Pohon Pada PUP Desa Nglipar

Jati Mahoni Sonokeling Akasia Kayu jenis lain

dua jenis tanaman tersebut yang lebih cocok ditanam dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi.

5.2.2 Potensi kayu pada PUP hutan rakyat di Desa Nglipar.

Tabel 8. Jenis dan jumlah pohon di Desa Nglipar

Jenis lahan

Jumlah pohon

Total % Jati Mahoni Sonokeling Akasia

kayu jenis lain Jml % jml % jml % jml % Jml % Pekarangan 43 45,3 43 45,3 8 8,4 0 0 1 1,05 95 24,80 Tegal 64 70,3 25 27,5 0 0 0 0 2 2,2 91 23,76 Wono 107 54,3 69 35 13 6,6 0 0 8 4,06 197 51,44 Jumlah 214 55,9 137 35,8 21 5,5 0 0 11 2,87 383 100,00 Rata-rata/Ha 428 55,9 274 35,8 42 5,5 0 0 22 2,87 766 100

Sumber: Data Primer, 2014.

Potensi kayu yang terdapat di Desa Nglipar di atas dapat diketahui setelah dilakukan pengukuran pada sampel lahan milik Bapak Kasidi dan Sabar Budiman dengan luasan total 0,5Ha (Pekarangan 0,27Ha, Tegal 0,172Ha, dan wono 0,06Ha).

Data di atas menunjukkan dominasi oleh tanaman dengan jenis jati dengan 55,9%, dilanjutkan mahoni 35,8%, selanjutnya sonokeling dengan 5,5%, kayu jenis lain 2,87% serta akasia dengan 0%. Jumlah pohon per hektar pada tiap jenis ialah 428 batang/Ha untuk jati, 274 batang/Ha untuk mahoni, 42 batang/Ha untuk sonokeling dan kayu jenis lain dengan 22 batang/Ha, sedangkan jenis akasia tidak ada sama sekali.

Data di atas dapat dianalisa bahwa lahan hutan rakyat yang berjenis wono menjadi lahan yang sangat diminati untuk ditanami mayoritas jenis tanaman, mulai jati, mahoni, sonokeling, dan akasia. Hal ini sesuai dengan definisi dari wono itu sendiri sebagai lahan hutan yang semua arealnya ditanami oleh tanaman berkayu, tanpa campuran tanaman pertanian maupun tanaman pangan lainnya. Sangat wajar jika lahan ini sangat didominasi oleh jenis-jenis pohon yang ditanam dengan tujuan untuk diambil kayunya. Lahan selanjutnya ialah pekarangan yang masih didominasi oleh tanaman jati, tetapi pada urutan kedua ditempati oleh kayu jenis lain dengan jumlah 13 batang/Ha, sedangkan jenis lainnya jumlahnya berada di bawah kayu jenis lain.

Hal ini dapat dianalisa dengan karakteristik pekarangan itu sendiri bahwa lahan ini ditanam dengan tanaman kayu dicampur dengan tanaman pertanian dan tanaman pangan lainnya. Kayu jenis lain sendiri relatif banyak ditemukan karena jenis ini juga meliputi tanaman buah-buahan yang selain diambil kayunya juga diambil buahnya sebagai hasil yang bernilai ekonomi bagi masyarakat. Terakhir adalah lahan tegal yang hanya ditanami oleh tanaman jati dan mahoni sedangkan jenis lainnya tidak ditemukan. Hal tersebut dapat diindakasikan bahwa tanaman kayu hanya ditanam pada areal sengkedan guna untuk menanggulangi erosi supaya lahan yang kosong dapat ditanami tanaman pertanian maupun pangan lainnya, sehingga pemilik lahan lebih mengoptimalkan hasil dari tanaman pertanian dan pangan lainnya. Tanaman jati dan mahoni dipilih karena memang

Berikut ini juga disajikan grafik yang menyajikan jumlah dan jenis pohon yang tumbuh pada PUP hutan rakyat di Desa Bejiharjo

Gambar 1. Grafik jumlah dan jenis pohon pada PUP Desa Bejiharjo.

Dari gambar 1 dapat dilihat jenis jati mendominasi pada semua jenis lahan baik pekarangan dengan jumlah 92 batang/Ha, tegal 87 batang/Ha, maupun wono dengan jumlah 340 batang/Ha. Jumlah tersebut masih sangat banyak jika dibandingkan dengan jenis mahoni yang hanya memiliki 9 batang/Ha pada pekarangan, 15 batang/Ha pada tegal, dan 33 batang/Ha pada wono. Sonokeling berjumlah 6 batang/Ha pada pekarangan, 0 batang/Ha pada tegal, dan 22 batang/Ha pada wono. Dilanjutkan dengan akasia yang berjumlah 0 batang/Ha pada pekarangan, 0 batang/Ha pada tegal, dan 17 batang/Ha pada wono. Terakhir adalah kayu jenis lain yang memiliki jumlah 13 batang/Ha pada pekarangan, 0 batang/Ha pada tegal, dan 9 batang/Ha pada wono.

0 50 100 150 200

Pekarangan Tegal Wono

Jum la h P oho n (B at ang ) Jenis lahan

Grafik Pohon Pada PUP Desa

Bejiharjo

Jati Mahoni Sonokeling Akasia Kayu jenis lain

Tabel 7. Jenis dan jumlah pohon Desa Bejiharjo Jenis lahan Jumlah pohon Total % Jati Mahoni Sonokeling Akasia

kayu jenis lain Jml % Jm l % Jml % Jml % Jml % Pekaranga n 50 76,92 5 7,69 3 4,62 0 0 7 10,7 65 18,68 Tegal 47 85,45 8 14,55 0 0,00 0 0 0 0,00 55 15,80 Wono 184 80,70 18 7,89 12 5,26 9 3,95 5 2,19 228 65,52 Jumlah 281 80,75 31 8,91 15 4,31 9 2,59 12 3,45 348 100,0 0 Rata-rata/Ha 520 81 57 8,91 28 4,31 17 2,59 22 3,45 644 100

Sumber: Data Primer, 2014.

Berdasarkan data pada tabel 7 di atas, dapat dilihat dengan jelas bahwa jenis yang mendominasi pada ketiga jenis lahan tersebut adalah jati dengan 81%, diikuti mahoni dengan 8,91%, selanjutnya berturut-turut dengan sonokeling 4,31%, akasia 2,59% dan kayu jenis lain 3,45%. Pohon yang tumbuh di Desa Bejiharjo berjumlah 644 batang/Ha. Perinciannya tanaman jati dengan jumlah 520 batang/Ha, mahoni 57 batang/Ha, dilanjutkan dengan jenis sonokeling 28 batang/Ha, akasia 17 batang/Ha, serta yang terakhir kayu jenis lain dengan jumlah 22 batang/Ha. Dilihat dari data tersebut masyarakat cenderung menanam tanaman jati dikarenakan trend kebutuhan pasar akan kayu jati semakin hari semakin meningkat. Dilihat dari karakteristiknya, wilayah Gunungkidul yang bertanah kapur memang sangat cocok untuk ditanami tanaman jati, sehingga pertumbuhan tanaman jati dapat tumbuh subur, serta faktor yang tidak kalah penting ialah dari segi ekonomi. Kayu jati memiliki harga jual yang relatif tinggi dan stabil dari tahun ke tahun sehingga masyarakat termotivasi untuk menanam tanaman ini.

5.2 Potensi Hutan Rakyat.

Potensi merupakan hal yang sangat penting untuk diketahui jika ingin melihat mengenai pemanfaatan hasil dari hutan rakyat. Potensi yang dihitung di PUP hutan rakyat ini masih sebatas mengetahui potensi pohon yang ada, belum menginjak pada potensi hasil hutan non kayu maupun jasa lingkungan yang didapatkan. Data dari sampel di atas menunjukkan bahwa lahan di Desa Bejihajo sebesar 34,61%, Desa Nglipar 32,09% dari total sampel, dan yang terakhir Desa

Dokumen terkait