• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

5.2. Saran

Di dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan sedikit saran kepada pembaca khususnya para pecinta sastra yakni :

1. Sebagai seorang mahasiswa di Sastra Daerah ataupun pecinta sastra, sudah seharusnya lebih berkeinginan untuk menggali cerita-cerita hasil sastra daerah yang banyak mengandung nilai-nilai didaktis. Dengan melakukan penggalian kembali, maka hasil-hasil sastra daerah yang semakin menghilang dapat tercipta kelestariannya untuk diwariskan kepada generasi yang akan datang. 2. Untuk mengangkat kembali hasil-hasil sastra lama ke tengah-tengah

kehidupan masyarakat pada jaman moderen ini, dapat kita lakukan misalnya dengan membuat suatu sajian drama, pembuatan film yang bersifat kedaerahan dan kemungkinan-kemungkinan lainnya yang mampu menumbuhkan minat dan kecintaan masyarakat terhadap karya-karya sastra lama. Dengan diangkatnya kembali hasil-hasil karya sastra lama ini, yang banyak mengandung nilai-nilai kebenaran berupa tuntunan moral, maka akan terbentuk kepribadian dan moral masyarakat yang tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, M. Ali. 2000. Nilai-Nilai Didaktis Dalam Cerita Jenaka Abu Nawas Pada Masyarakat Melayu Langkat. Skripsi Sarjana. Medan : FS. USU.

Ali, Muhammad. 2002. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Moderen. Jakarta : Pustaka Amani.

Aminuddin. 1987. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Malang : Sinar Baru Algensindo.

Badudu, J. S. 1988. Inilah Bahasa Indonesia Yang Baik. Jakarta : Pustaka Pelajar. Ary, D. 1982. Metodologi Dalam Penelitian. Surabaya : Usaha Nasional.

Endarswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra (Epistomologi, Model, Teori, Dan Aplikasi). Yogyakarta : Media Pressindo.

Furchan, A. 2004. Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Hasbullah. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada.

Kartono, Kartini. 1997. Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : PT. Pradanya Paramita.

Lubis, Mochtar. 1988. Teknik Mengarang. Jakarta : Gramedia.

Salim, Peter. 2000. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Sastra Anak. Yogyakarta : Gadja Mada University

Press.

Sujadi. 1999. Analisis Didaktis Enam Cerita Rakyat Melayu Serdang. Skripsi Sarjana. Medan : FS. USU.

Sukmadinata. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Rosda Karya. Sumardjo, Jakob, dan Sauni, K.M. 1988. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta :

Gramedia.

Suryabrata, Sumadi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Syahputara, Eri. 2005. Nilai-Nilai Kesabaran Dalam Cerita Nilam Baya Pada Masyarakat Melayu Batubara. Skripsi Sarjana. Medan : FS. USU.

Tarigan, Henry Guntur. 1982. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.

Bandung : Angkasa.

Tua Aritonang, Oktober. 1993. Nilai-Nilai Didaktis Dalam Hikayat Panca

Tanderan Terjemahan Abdullah Bin Abdul Kadir Munsyi. Medan : FS.

USU.

Trisna Jayawati, Maini. 1997. Analisis Struktur Dan Nilai Budaya Cerita Rakyat

Sumatera Utara. Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Depdikbud.

UM. 2005. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Skripsi, Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah Dan Laporan Penelitian. Malang : UM

Yusmalina. 1997. Struktur Dan Nilai-Nilai Didaktis Syair Memuji Pengantin

Masyarakat Melayu Tanjung Pura. Skripsi Sarjana. Medan. FS. USU.

Zubeirsyah, dan Nurhayati Lubis. 2004. Bahasa Indonesia Dan Teknik Penyusunan Karya Ilmiah. Medan : Universitas Sumatera Utara Press.

LAMPIRAN I

SINOPSIS

Labuhan Batu yang wilayahnya terbentang dari Langga Payung sampai ke Selat Malaka mengalir Sungai Barumun yang berliku-liku dan deras airnya. Sungai yang berhulu dari Tapanuli Selatan yang dapat dilalui perahu mengangkut hasil bumi seperti : karet, kelapa sawit, rotan, padi dan lain-lainnya. Selain hasil bumi banyak berbagai jenis hewan yang hidup di daerah itu seperti kera, harimau, buaya serta kelebatan hutan yang ada di pinggiran sungai.

Pada hilir sungai yang merupakan pertemuan antara Sungai Barumun, Sungai Bilah dengan Selat Malaka masyarakatnya sangat ramai dan terdapat tepian mandi serta terdapat pula sebatang pohon kayu tua yang rebah. Bila pagi hari di atas batang kayu dipergunakan kaum ibu atau remaja putri sebagai alas untuk mencuci pakaian atau mencuci alat-alat perlengkapan dapur dan rumah tangga. Bila siang hari atau menjelang sore terdengar riuh gelak canda masyarakat yang mandi, batang kayu ini pun berfungsi sebagai pijakan untuk melompat ke dalam sungai bagi anak-anak remaja untuk berenang-renang atau bermain di sungai, sedangkan untuk makan dan minum mereka mengambil air perigi yang bersih.

Tak jauh dari batang kayu yang rebah berdiri sebuah rumah besar, bertangga dan berkolong tinggi, sehingga anak-anak bebas berjalan atau bermain dibawahnya. Di dalam rumah inilah Aji Kahar bermukim beserta anak dan cucu-cucunya, istrinya telah lama meninggal dunia.

atau tetangganya, tidak pernah ada orang yang mengharapkan uluran tangannya kembali dengan tangan hampa. Dalam setahun selesai memanen padi, ladangnya ditanami dengan jagung atau kedelai atau pun kacang tanah dan lain-lain. Tanamannya tidak pernah diserang hama seperti tikus, walang sengit, atau hama lainnya. Menurut masyarakat setempat bila malam hari ladang Aji Kahar dijaga oleh mahkluk halus berupa siluman yang berwujud buaya.

Suatu hari ketika malam bulan purnama beberapa pemuda secara iseng ingin mencuri hasil tanaman Aji Kahar, mereka melihat seekor buaya yang sangat besar menjaga kebun mereka terkejut dan takut, namun ketika diberitahukan kepada teman-temannya dan dilihat lagi buaya itu tidak ada lagi. Di malam berikutnya mereka membuktikan bahwa buaya itu ada di sawah Aji Kahar yang lain lagi.

Kejadian demi kejadian ini meyakinkan masyarakat bahwa Aji Kahar

memiliki mahkluk siluman berupa buaya, menurut orang-orang tua di kampungnya Aji Kahar pernah berguru kepada Pawang Buaya yang tinggalnya di hulu Sungai Barumun. Hal tersbut ditandai sejak dulu beberapa kali terlihat Aji

Kahar mampu berenang di Sungai Barumun melawan arus dengan sangat lincah

sekali. Aji Kahar juga mempunyai kebiasaan mandi di sungai setiap pagi hari sebelum matahari terbit dan embun masi membasahi bumi, kemudian petang hari sebelum matahari terbenam saat langit terlihat berwarna jingga kemerah-merahan.

Aji Kahar di hati penduduk Kuala Pane perilakunnya sangat baik dan

terpuji, beliau tidak pernah membenci atau menyakiti hati orang lain. Beliau senantiasa mangulurkan tangan bila orang lain yang mengalami kesusahan, Aji

Kahar diusianya yang hampir seabad masih sangat cekatan, oleh karena itulah masyarakat di Kuala Pane sangat menghormati dan mencintai Aji Kahar.

Sepanjang hayatnya belum pernah terdengar Aji Kahar sakit, ketika ditanya bagaimana cara hidup agar sehat, beliau bertutur “bahwa tubuh harus dibawa bergerak sehingga berkeringat, jangan bermalas-malasan, makan, minum tidur secukupnya dan teratur. Berlaku jujur, berfikir secara benar jangan serakah sehingga hidup tentram dan damai”.

Tetapi ada hal yang aneh pada diri Aji Kahar yaitu ujung jari kelingking tangan kirinya puntung tak pernah diketahui oleh seorang pun apa penyebabnya, bahkan keluarga sekalipun tidak mengetahui apa sebabnya, agar jangan diketahui orang lain ia senantiasa memasukkan tangan kirinya ke saku. Hal yang aneh lagi yang pada diri Aji Kahar, beliau pantang meminum air kelapa apa penyebabnya orang juga tidak mengetahui dan Aji Kahar mempunyai kebiasaan menyukai makanan yang berupa daging-daging, sedangkan sayur-sayuran dan buah beliau tidak menyukainya. Untuk mendapatkan daging Aji Kahar tidak pernah kesusahan sebab ternaknya sangat luas dan beratus-ratus ekor ayam.

Pada suatu petang ketika air Sungai Barumun meluap karena hujan dan banjir di tepi sungai ada seorang bocah yang berusia lima tahun tergelincir dan jatuh masuk ke sungai. Bocah itu langsung tenggelam karena tidak pandai berenang, sedangkan sang ibu hanya bisa menangis dengan histeris minta tolong agar ada yang menyelematkan sang bocah, ketika itu juga sang bocah pun tidak terlihat lagi karena sudah dibawa arus air.

Aji Kahar mendengar dari kejahuan ada yang minta-minta tolong disaat

lama kemudian anak itu pun terselamatkan walaupun pingsan karena banyak minum air lalu ibunya memeluk sambil menangis dan akhirnya bocah itu terselamatkan berkat pertolongan Aji Kahar. Sang ibu pun seraya berkata “untung ada Atok, andai kata Atok tidak menolong kami tak tahulah apa yang terjadi. Terima kasih Atok, terima kasih”. Aji Kahar hanya tersenyum dan berkata” Bersyukurlah atas keselamatan yang diberikan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kalau begitu Atok juga beramanah dan ini pesan Atok, kalau nanti Atok meninggal dunia, tolong mandikan Atok dengan air kelapa sebalum jasad Atok dikebumikan, itu pesan Atok ya!”. Lalu Aji Kahar pun berlalu tanpa menunggu jawaban. Sang ibu tidak menanggapi pesan Aji Kahar yang aneh dan tidak lazim itu. Pesan yang sama pernah diminta oleh Aji Kahar kepada anaknya, namun ia tidak perna menjelaskan mengapa harus dimandikan dengan air kelapa.

Tak lama dari kejadian di sungai itu, setelah beberapa hari tak seperti biasanya Aji Kahar belum beranjak dari peraduannya. Putra Aji Kahar menyuruh anaknya untuk membangunkan Aji Kahar, dan tak lama kemudian terdengar suara nyaring sang cucu “Atok, bangun Tok, hari sudah siang, ayo kesungai kita mandi Tok!”. Tiada juga jawaban dari kamar Aji Kahar. Lalu cucu Aji Kahar

menghampiri ayahnya sambil berkata “Atok sudah ku tarik tangnnya Yah, tapi tak mau bangun juga, tak ada suaranya barangkali Atok sakit Yah”. Terkejut putra Aji

Kahar mendengar keterangan anaknya, dan bergegas ia ke kamar Aji Kahar

dibukannya jendela untuk menujukan hari sudah siang didekati ayahnya yang sedang terbaring. Tiada juga jawaban dipegangnya tangan Aji Kahar terasa dingin dan kaku, mengertilah ia bahwa Aji Kahar telah meninggal dunia.

Berita meninggalnya Aji Kahar tersiar ke seluruh masyarakat Kuala Pane, penduduk merasa kehilagan dengan sosok Aji Kahar yang baik hati itu, namun penduduk lupa akan pesan Aji Kahar ketika dia meniggal, sebelum jasadnya dikebumikan agar dimandikan dengan air kelapa.

Hari berganti malam, malam berganti pagi seperti biasannya masyarakat Kuala Pane setiap pagi untuk berladang, ketika salah satu warga yang hendak ke ladang ditemuinya kuburan Aji Kahar terbongkar dan lubangnya sebesar batang kelapa, lalu warga terkejut dan memanggil keluarga Aji Kahar. Setelah melihat kejadian itu anak Aji Kahar masuk ke kuburan dan memastikan apakah jasad Aji Kahar masi ada di kuburan, ternyata tidak ada sama sekali, hatinya sangat sedih dan berfikir : “ Siapakah yang tegah merusak kuburan ayah dan kemanakah jasad ayah?” Bukankah sepanjang malam turun hujan sangat deras. Mungkinkah ada orang yang ingin memperoleh ilmu hitam dengan mengambil jasad ayah?”

Untuk menutupi kecurigaan masyarakat, kuburan yang sudah digali itu ditutup kembali dan seperti biasa anak Aji Kahar pun selalu berjiarah, namun setiap hari anak Aji Kahar berfikir dan berfikir lantas ia teringat apakah ada hubungan dengan pesan beliau dulu, yaitu apabila Aji Kahar meninggal sebelum dikebumikan jasadnya dimandikan dengan air kelapa.

Setelah beberapa bulan Aji Kahar meninggal, ada beberapa anak sedang mandi-mandi di Sungai Barumun sambil berlompat-lompatan sambil menyelam kesana kemari tapi tiba-tiba terdengar suara “tolong...tolong...tolong...” teriakan seorang anak yang tenggelam ketengah sungai, namun tiba-tiba di dalam air timbul darah yang sangat banyak dan akhirnya anak itu hilang.

Sejak saat itu penduduk tidak berani lagi bermain, mandi atau mencuci di Sungai Barumun. Setelah berbulan-bulan lamanya akhirnya penduduk melupakan kejadian itu dan mereka kembali ke Sungai tetapi beramai-ramai dan di air yang dangkal. Namun pada siang hari seorang gadis mandi di Sungai Barumun tiba-tiba ia berteriak “tolong...tolong...tolong...” ibu-ibu yang berada di tepi sungai itu pun terkejut melihat anak gadis itu hanyut terseret dan air pun berubah berwarna merah akhirnya penduduk pun yakin bahwa gadis itu dimangsa ular atau buaya. Pada malam hari masyarakat berdoa bersama-sama kepada sang pencipta, meminta petunjuk agar orang yang mereka cari dapat kembali, berhari-hari mereka mencari siang dan malam namun tak dapat juga. Ketentraman Kuala Pane pun akhirnya terganggu mereka khawatir malapetaka itu akan terulang kembali.

Jauh di hulu Sungai Barumun tinggallah seorang Pawang Buaya, yang memiliki kecepatan berenang melebihi kemampuan orang biasa.

Konon kabarnya Pawang Buaya berpantang makan ikan, karena ikan adalah sahabatnya. Apabila Pawang Buaya menangkap ikan maka ia berbicara kepada ikan untuk membujuknya lantas sang ikan ditangkap direntengi dirotan. Pawang Buaya memiliki ilmu kebatinan.

Dengan kejadian sering hilangnnya orang di Sungai Barumun maka penduduk meminta tolong kepada Pawang Buaya. Pawang Buaya pun dengan hati yang tulus tanpa mengharapkan imbalan materi mencari orang yang hilang itu. Melalui jampi-jampi Pawang Buaya diketahuilah bahwa bocah dan gadis yang hilang si Sungai Barumun itu telah dimangsa buaya. Atas permintaan masyarakat maka Pawang Buaya dapat memusnahkan buaya yang sangat ganas itu agar

masyarakat dapat kembali tenang. Dan dengan mantra-mantra dan ajian Pawang Buaya menyelam dan berseruh di dalam air :

“Wahai para buaya sang raja air Datanglah engkau menghadapku Datanglah beriring megah berbanjar Bunga si panggil panggil telah kutabur Datanglah berarak beriring patuh Perintah hamba berbuat begitu Hai engkau si raja air

Aku tahu mula mu jadi Buku tebu tulang-tulangmu

Badanmu dari tanah liat keras terbakar Urat nadimu berongga liat lapang Tengguli kental adalah darahmu Besi berat adalah kulitmu Purih pinang jadi ekormu Duri pandan sisik belakangmu

Tunjang berombang jadi taring gigimu Keras ekormu memangsa pecah Kalau merontah musuh-musuh

Gemelutuk gigimu waktu mengunyah Hai engkau si raja air

Kujemput engkau dengan tujuh tali Kusimpul-simpul dengan tujuh kaitan

Tak dapat engkau ingkari Boleh diikat sebelum dijerat Hai engkau si raja air

Terimalah hadiah tergantung Kiriman putri raja Sungai Barumun Datanglah wahai si raja air

Naiklah ke darat Hamba menantimu”.

Tak lama kemudian Pawang Buaya muncul dipermukaan air wajahnya ceria dan tidak lagi membaca mantra-mantra. Pawang Buaya berkata pada penduduk “kita tunggu malam ini kita akan kedatangan tamu istimewa yaitu si raja air penguasah sungai”.

Tak lama kemudian terdengar suara air berkecipak dan sesosok mahkluk hitam sebesar batang kelapa merayap naik kedarat mendekati Pawang Buaya berganti-gantian. Dan Pawang Buaya berkata pada masyarkat “ ketahuilah penduduk bahwa Sungai Barumun itu dihuni oleh mahkluk air yaitu buaya, tetapi buaya-buaya ini bukan memangsa manusia karena mereka berkata padaku bahwa mereka memangsa kera dan ikan yang ada di pinggiran sungai. Namun kita masi menunggu tamu istimewa kita yang belum datang”, lalu Pawang Buaya kembali membaca mantra-mantra dipinggiran sungai untuk memanggil tamu istimewanya itu.

Tak lama kemudian air kembali berkecipak dan terlihat seekor buaya yang sangat besar telah datang dan naik ke darat, ia pun jalan sangat pelan-pelan karena ia merasa malu baik kepada Pawang Buaya maupun penduduk. Lalu Pawang

Buaya menjelaskan bahwa yang memangsa manusia itu adalah buaya ini dan ia adalah Buaya Aji Kahar karena ia merasa lapar maka ia memangsa manusia.

Setelah kejadian itu maka Pawang Buaya datang kekeluarga Aji Kahar dan bercerita. Semasa mudah Pawang Buaya dan Aji Kahar teman seperguruan sama-sama memiliki ilmu kebatinan raja air, yang seharusnya ketika beliau meninggal sebelum dikebumikan jasadnya dimandikan dengan air kelapa.

Kini buaya tersebut telah kembali ke alam baqa dan kematian Aji Kahar

telah sempurna, setelah Buaya Aji Kahar dimandikan dengan air kelapa. Sejak itu penduduk Kuala Pane merasa tentram dan berani bermain air di Sungai Barumun serta mencuci ataupun mandi. Air Sungai Barumun menjadi tenang, setenang perasaan penduduk yang kini hidup makmur tentram dan damai.

Dokumen terkait