• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

2. Saran

2.1 Praktek Keperawatan

Dalam praktek keperawatan diharapkan kepada petugas kesehatan terutama perawat komunitas untuk dapat terus meningkatkan dan mengembangkan kegiatan akan penyuluhan di sekolah-sekolah yang berkaitan dengan PHBS sehingga dapat meningkatkan kesehatan anak sekolah.

42

2.2 Pendidikan Keperawatan

Dalam institusi pendidikan keperawatan diharapkan untuk mempersiapkan mahasiswa keperawatan dengan melibatkan mahasiswa dalam meningkatkan derajat kesehatan komunitas masyarakat baik ditingkat anak-anak, dewasa dan lansia.

2.3 Penelitian Keperawatan

Diharapkan kepada peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian terkait dengan PHBS untuk melakukan pengambilan data dengan responden yang lebih banyak.

TINJAUAN PUSTAKA 1. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

1.1. Pengertian PHBS

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah semua perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil dari pembelajaran, yang menjadikan seseorang, keluarga, kelompok atau masyarakat mampu menolong dirinya sendiri (mandiri) di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat (Kemenkes, 2011). Hal ini sejalan dengan Proverawati dan Rahmawati (2012), Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) merupakan cerminan pola hidup keluarga yang senantiasa memperhatikan dan menjaga seluruh kesehatan keluarga. Semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesedaran sehingga anggota keluarga keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendir i di bidang kesehatan dan dapat berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat merupakan pengertian lain dari PHBS.

1.2 Tatanan PHBS

Tatanan adalah tempat dimana sekumpulan orang hidup, berkerja, bermain, berinteraksi dan lain-lain (Maryunani, 2013). Tatanan PHBS mencakup semua perilaku yang dipraktikkan di bidang pencegahan dan penanggulangan penyakit, penyehatan lingkungan, kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, gizi, farmasi dan pemeliharaan kesehatan. Perilaku tersebut harus diperaktikkan dimana pun seseorang berada, di rumah tangga, di

8

institusi pendidikan, di tempat kerja, di tempat umum dan di fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan situasi dan kondisi yang dijumpai (Kemenkes, 2011). 1.3 Indikator PHBS

Indikator merupakan suatu alat ukur untuk menunjukkan suatu keadaan atau kecendrungan keadaan dari suatu hal yang menjadi pokok perhatian. Indikator di perlukan untuk menilai apakah aktifitas pokok yang di jalankan telah sesuai dengan rencana dan menghasilkan dampak yang di harapkan (Maryunani, 2013).

2. PHBS di Tatanan Sekolah 2.1 PHBS di Sekolah

Pengertian PHBS di tatanan institusi pendidikan tertuang dalam Peraturan Menkes RI Nomor : 2269/MENKES/PER/XI/2011 bahwa di institusi pendidikan (kampus, sekolah, pesantren, seminari, padepokan dan lain-lain) sasaran primer harus memperaktikkan perilaku yang dapat menciptakan Institusi Pendidikan Ber-PHBS, yang mencakup antara lain mencuci tangan menggunakan sabun, mengonsumsi makanan dan minuman sehat, menggunkan jamban sehat, membuang sampah di tempat sampah, tidak merokok, tidak mengonsumsi Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan zat Adaptif lainnya (NAPZA), tidak meludah sembarang tempat, memberantas jentik nyamuk dan lain-lain.

PHBS di sekolah adalah sekumpulan perilaku yang diperaktikan oleh peserta didik, guru dan masyarakat lingkungan sekolah atas dasar kesadaran

sebagi hasil pembelajaran, sehingga secara msndiri mampu mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam mewujudkan lingkungan sehat (Proverawati & Rahmawati, 2012).

2.2 Manfaat PHBS di Sekolah

Maryunani (2013), ada beberapa manfaat pembinaan PHBS di sekolah, yaitu:

1. Terciptanya sekolah yang bersih dan sehat sehingga siswa, guru dan masyarakat ingkungan sekolah terlindungi dari berbagai gangguan dan ancaman penyakit.

2. Meningkatkan semangat proses belajar mengajar yang berdampak pada prestasi belajar siswa.

3. Citra sekolah sebagai institusi pendidikan semakin meningkat sehingga mampu menarik minat orang tua.

4. Meningkatkan citra pemerintah daerah di bidang pendidikan. 5. Menjadi percontohan sekolah sehat bagi daerah lain.

3. Indikator PHBS di Sekolah

Ada beberapa indikator yang dipakai sebagai ukuran untuk menilai PHBS sekolah atau kegiatan peserta didik dalam menerapkan PHBS di sekolah, antara lain:

3.1 Mencuci tangang dengan air yang megalir dan menggunakan sabun

Kedua tangan kita sangat penting untuk membantu menyelesaikan berbagai pekerjaan. Makan dan minum sangat membutuhkan kerja dari tangan.

10

Jika tangan bersifat kotor, maka tubuh sangat beresiko terhadap masuknya mikroorganisme. Cuci tangan dapat berfungsi untuk menghilangkan/mengurangi mikroorganisme yang menempel di tangan. Cuci tangan harus dilakukan dengan menggunakan air bersih dan sabun (Proverawati & Rahmawati, 2012). Maryunani (2013), air yang tidak bersih banyak mengandung kuman dan bakteri penyebab penyakit. Bila digunakan, kuman berpindah ke tangan. Pada saat makan, kuman dengan cepat masuk ke dalam tubuh yang bisa menimbulkan penyakit. Sabun dapat membersihkan kotoran dan membunuh kuman, karena tanpa sabun kotoran dan kuman masih tertinggal di tangan.

Proverawati dan Rahmawati (2012), waktu yang tepat untuk mencuci tangan yaitu pada saat setiap kali tangan kita kotor (setelah: memegang uang, memegang binatang, berkebun, dll), setelah buang air besar, setelah menceboki bayi atau anak, sebelum makan dan menyuapi anak, sebelum memegang makanan, sebelum menyusui bayi, sebelum menyuapi anak, setelah bersin, batuk, membuang ingus, setelah pulang dari bepergian dan sehabis bermain/memberi makan atau memegang hewan peliharaan.

3.2 Mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah

Perilaku anak jajan di sembarang tempat yang kebersihannya tidak dapat di kontrol oleh pihak sekolah dan tidak terlindung dan dapat tercemar oleh debu dan kotoran yang mengandung telur cacing, hal ini dapat menjadi sumber penularan infeksi kecacingan pada anak. Selain melalui tangan, tranmisi telur cacing dapat juga melaui makanan dan minuman, terutama makanan jajanan

yang tidak dikemas dan tidak di tutup rapat. Telur cacing yang ada di tanah/debu akan sampai pada makanan tersebut jika diterbangkan oleh angin atau dapat juga melalui lalat yang sebelumnya hinggap di tanah/selokan, sehingga kaki-kakinya membawa telur cacing tersebu, terutama pada jajanan yang tidak tertutup (Proverawati & Rahmawati, 2012).

Hartono (2011), tidak jajan di sembarang tempat, melainkan dikantin sekolah, dalam hal ini di sampaikan alasan-alasan sebagai berikut.

a. Makanan dan minuman yang dijual dikantin sekolah cukup bergizi, terjamin kebersihannya, terbebas dari zat-zat berbahaya, serta terlindung dari jamahan serangga dan tikus.

b. Di kantin tersedia air bersih yang mengalir dan sabun untuk mencuci tangan dan peralatan makan minum.

c. Di kantin tersedia tempat sampah yang tertutup dan saluran pembuangan air kotor.

d. Kantin mendapat pengawasan secara teratur dari guru, murid, dan komite sekolah.

3.3 Menggunakan jamban yang bersih dan sehat

Proverawati dan Rahmawati (2012), jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa (cemplung) yang di lengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya. Jenis-jenis jamban yang digunakan:

12

1. Jamban cemplung

Adalah jamban yang penampungannya berupa lubang yang berfungsi menyimpan kotoran/tinja ke dalam tanah dan mengendapkan kotoran kedasar lubang. Untuk jamban cemplung diharuskan ada penutup agar tidak berbau. 2. Jamban tangki septik/leher angsa

Adalah jamban berbentuk leher angsa yang penampungannya berupa tangki septik kedap air yang berfungsi sebagai wadah proses penguraian/dekomposisi kotoran manusia yang dilengkapi dengan serapan.

Penggunaan jamban akan bermanfaat untuk menjaga lingkungan bersih, sehat, dan tidak berbau. jamban mencegah pencemaran sumber air yang ada di sekitarnya. Jamban juga tidak mengundang datangnya lalat atau serangga yang dapat menjadi penular penyakit diare, kolera disentri, typus, kecacingan, penyakit saluran pencernaan, penyakit kulait dan keracunan (Proverawati & Rahmawati, 2012).

Faktor resiko lain,perilaku anak BAB tidak di jambanatau di sembarang tempat menyebabkan pencemaran tanah dan lingkungan oleh tinja yang berisi telur cacing. Penyebaran infeksi kecacingan tergantung dari lingkungan yang tercemar tinja yang mengandung telur cacing. Infeksi pada anak sering terjadi karena menelan tanah yang tercemar telur cacing atau melalui tangan yang terkontaminasi dengan telur cacing (Proverawati & Rahmawati, 2012).

3.4 Olahraga yang teratur dan terukur

Olahraga adalah serangkaian gerak gerak raga yang teratur dan terencana untuk memelihara gerak (yang berarti mempertahankan hidup) dan

meningkatkan kemampuan gerak (yang berarti meningkatkan kualitas hidup) (Proverawati & Rahmawati, 2012). Sedangkan Proverawati dan Rahmawati (2012), gerak adalah ciri kehidupan. Tiada hidup tanpa gerak dan apa guna hidup bila tidak mampu bergarak. Memelihara gerak adalah mempertahankan hidup, meningkatkan kemampuan gerak adalah meningkatkan kulaitas hidup. Oleh karena itu bergeraklah untuk lebih hidup, jangan hanya bergerak karena masih hidup.

Aktivitas fisik dilakukan secara bertahap, hingga mencapai 30 menit, jika belum terbiasa dapat dimulai dengan beberapa menit setiap hari dan tingkatkan secara bertahap. Lakukan aktifitas fisik sebelum makan atau setelah 2 jam sesudah makan. awali aktivias fisik dengan pemanasan dan peregangan. Lakukan gerakan ringan dan perlahan ditingkatkan sampai sedang. Jika sudah terbiasa melakukan aktivitas tersebut, lakukan lebih rutin paling sedikit 30 menit dalam sehari, sehingga dapat menyehatkan jantung, paru-paru serta alat tubuh lainnya (Proverawati & Rahmawati, 2012).

3.5 Memberantas jentik nyamuk

Memberantas jentik nyamuk adalah kegiatan memeriksa tempat-tempat penampungan air di sekolah (bak di jamban, kolam, vas bunga, dan lain-lain) menggunakan senter untuk melihat apakah terdapat jentik nyamuk. Bila ya, maka jentik nyamuk tersebut harus dibunuh. Hal ini perlu dilakukan agar sekolah menjadi bebas nyamuk, sehingga sekolah dan masyarakat sekitar terhindar dari penyakit yang ditularkan oleh nyamuk (malaria, demam berdarah, kaki gajah, dan lain-lain) (Hartono, 2011).

14

Proverawati & Rahmawati (2012), Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) adalah pemeriksaan tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk (tempat-tempat penampungan air) yang ada di dalam rumah seperti bak mandi/WC, vas bunga, katakan kulkas dan lain-lain dan di luar rumah seperti talang air, alas pot kembang, ketiak daun, lubang pohon, pagar bambu, dan lain-lain di lakukan secara teratur sekali dalam seminggu.

Gerakan 3 M Plus adalah tiga cara plus yang dilakukan pada saat Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) , yaitu:

1. Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air seperti bak madi, tatakan kulkas, tatakan pot kembang dan tempat air minum burung.

2. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air seperti lubang bak kontrol, lubang pohon, lekukan-lekukan yang dapat menampung air hujan.

3. Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air seperti ban bekas, kaleng bekas, plastik-plastik yang dibuang sembarangan (botol bekas/gelas aqua, plastik kresek dan lain-lain).

Plush menghindari gigitan nyamuk, yaitu: 1. Menggunakan kelambu ketika tidur.

2. Memakai obat yang mencegah gigitan nyamuk.

3. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam kamar 4. Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi yang memadai

5. Memperbaiki saluran talang air yang rusak

6. Menaburkan larvasida (bubuk pembunuh jentik) di tempat-tempat yang sulit di kuras.

7. Memelihara ikan pemakan jentik di kolam/bak penampung air, misalnya ikan cupang atau ikan nila.

8. Menanam tumbuhan pengusir nyamuk misalnya, Zodia, Lavender, rosemerry dan lain-lain.

3.6 Tidak merokok di sekolah

Rokok ibarat pabrik bahan kimia. Dalam satu batang rokok yang dibakar dan dihisap akan keluar sekitar 4.000 jenis bahan kimia berbahaya. Diantaranya yang paling berbahaya adalah Nikotin, Tar, dan Carbon Monoksida (CO). Nikotin menyebabkan ketagihan dan merusak jantung serta aliran darah. Tar menyebabkan kerusakan sel paru dan menimbulkan kanker. Sedangkan CO menyebabkan berkurangnya kemampuan darah membawa ogsigen, sehingga sel-sel tubuh akan mati. Merokok, apalagi di dalam ruangan, akan mencemari udara, sehingga orang-orang yang tidak merokok pun (disebut perokok pasif) ikut menghirup bahan kimia berbahaya yang ada dalam asap rokok (Hartono, 2011).

Menurut Proverawati dan Rahmawati (2012), merokok baik secara aktif maupun secara pasif membahayakan tubuh, seperti:

1. Gangguan pada mata, seperti katarak. 2. Menyebabkan kerontokan rambut

16

4. Menyebabkan paru-paru kronis.

5. Merusak gigi dan menyebabkan bau mulut yang tidak sedap. 6. Menyebabkan stroke dan serangan jantung.

7. Tulang lebih mudah patah. 8. Menyebabkan kanker kulit.

9. Menyebabkan kemandulan dan impotensi 10. Menyebabkan kanker rahim dan keguguran.

Saat ini jumlah perokok, terutama perokok remaja terus bertambah, khususnya di negara-negara berkembang. keadaan ini merupakan tantangan berat bagi upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Bahkan organisasi kesehatan dunia (WHO) telah memberikan peringatan bahwa dalam dekade 2020-2030 tembakau akan membunuh 10 juta orang per tahun, 70% diantaranya terjadi di negara-negara berkembang.

3.7 Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan

Hartono (2011), alasan perlunya menimbang berat berat badan dan mengukur tinggi badan secara berkala, yakni untuk memantau perkembangan berat bdan dan tinggi badan sehingga dapat diketahui apakah dalam keadaan normal atau telah terjadi gizi kurang atau gizi lebih. Hal ini bermanfaat untuk mencegah terjadinya gangguan pertumbuhan atau kelainan akibat gizi kurang atau gizi lebih, yang berpengaruh langsung terhadap proses belajar.

Indikator status gizi berdasarkan indeks BB/U memberikan indikasi masalah gizi secara umum. Indikator ini tidak memberikan indikasi tentang masalah gizi yang sifatnya kronis ataupun akut karena berat badan berkorelasi

positif dengan umur dan tinggi badan. Dengan kata lain , berat badan yang rendah dapat di sebabkan karena pendek (masalah gizi kronis) atau sedang menderita diare atau penyakit infeksi lain (masalah gizi akut) (Promosi Kesehatan RI, 2013)

Melakukan intervensi dini tumbuh kembang berarti melakukan tindakan koreksi untuk memperbaiki penyimpangan tumbuh kembang pada anak. Sehingga pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak merupakan salah satu dari perilaku hidup bersih dan sehat (Proverawati & Rahmawati, 2012). 3.8 Membuang sampah pada tempatnya

Sampah merupakan salah satu penyebab tidak seimbangnya lingkungan hidup, yang umumnya terdiri dari komposisi sisa makanan, daun-daun, plastik, kain bekas, karet dan lain-lain (Proverawati & Rahmawati, 2012). Sampah adalah limbah yang bersifat padat, terdiri dari bahan yang bisa membusuk (organik) dan tidak membusuk (anorganik). Sampah harus dikelola dengan baik dan benar, karena bila tidak akan dapat menjadi tempat perkembangbiakan bibit penyakit. Sampah akan menarik binatang-binatang yang dikenal dalam aspek kesehatan dapat menyebarluaskan penyakit, seperti misal lalat, keceoa, tikus, dan anjing. Sampah yang tidak di kelola dengan baik dan benar dapat menimbulkan penyakit-penyakit yang berkaitan erat dengan sampah antara lain: demam berdarah, dysentri, thypus dan lain-lain (Maryunani, 2013).

Maryunani (2013), terdapat dau cara pembungan sampah, yaitu dahulu dan sekarang.

18

1. Cara pembungan sampah dahulu

Untuk pedesaan, pada umumnya dampah biasanya di tangani dengan beberapa cara, yaitu dengan di bakar, di buang ke lubang galian, di buat kompos.

2. Cara pembungan sampah sekarang

Dengan berkembangnya dunia usaha dan juga ilmu pengetahuan, sekarang ini sampah dapat dikelola dengan lebih menguntungkan, yaitu yang dikenal dengan istilah pendekatan 3R (reduce, reuse dan recycle) yang di jelaskan sebagai berikut:

a. Reduce

Reduce adalah upaya pengelolaan sampah dengan cara mengurangi volume sampah itu sendiri. Cara ini sifatnya lebih mengarah ke pendekatan pencegahan. Misalnya, bila membeli sayuran pilihlah sayuran yang sedikit mungkin di buang.

b. Reuse

Reuse yaitu suatu cara untuk menggunakan kembali sampah yang ada, untuk keperluan yang sama atau fungsinya sama. Misalnya, botol syrup digunakan kembali untuk botol syrup, atau untuk botol kecap.

c. Recycle

Recycle atau daur ulang adalah pemanfaatan limbah melalui pengolahan fisik atau kimia, untuk menghasilkan produk yang sama atu produk yang lain. Misalnya, sampah organik di olah menjadi kompos, besi bekas di olah kembali menjadi barang-barang seni dari besi dan lain-lain.

4. Anak Usia Sekolah 4.1 Sekolah

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematis melaksanakan program bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam rangka membantu siswa agar mampu mengembangkan potensinya, baik yang menyangkut aspek moral-spiritual, intelektual, emosional, maupun sosial (Yusuf, 2012).

4.2 Peranan Sekolah

Hurlock (1986) dalam Yusuf (2012), mengemukakan bahwa sekolah merupakan faktor penentu bagi perkembangan kepribadian anak (siswa), baik dalam cara berfikir, bersikap maupun cara berprilaku. Sekolah berperan sebagai substitusi keluarga, dan guru substitusi orang tua. Sedangkan menurut Havighurst (1961) dalam Yusuf (2012), menyatakan bahwa sekolah mempunyai peranan atau tanggung jawab penting dalam membantu para siswa mencapai tugas perkembangannya.

4.3 Anak Masa Usia Sekolah Dasar

Sekolah merupakan perpanjangan tangan pendidikan kesehatan bagi keluarga. Sekolah, terutama guru pada umumnya lebih dipatuhi oleh murid-muridnya. Oleh sebab itu lingkungan sekolah, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial yang sehat akan sangat berpengaruh terhadap perilaku sehat bagi anak-anak atau murid (Ali, 2010).

Yusuf (2012), menyatakan bahwa masa usia sekolah sering juga sering disebut sebagai masa intelektual atau masa keserasian bersekolah. Pada umur

20

berapa tepatnya anak matang untuk masuk sekolah dasar, sebenarnya sukar dikatakan karena kematangan tidak ditentukan oleh umur semata-mata. Namun pada umur 6 atau 7 tahun, biasanya anak telah matang untuk memasuki sekolah dasar. Pada masa keserasian bersekolah ini secara relatif, anak-anak lebih mudah di didik dari pada masa sebelum dan sesudahnya. Masa ini di perinci lagi menjadi dua fase, yaitu:

1. Masa kelas-kelas rendah sekoolah dasar, kira-kira 6 atau 7 tahun sampai umur 9 atau 10 tahun. Beberapa sifat anak-anak pada masa ini antara lain sebagai berikut.

a. Adanya hubungan positif yang tinggi antara keadaan jasmani dan prestasi (apabila jasmaninya sehat banyak prestasi yang diproleh).

b. Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan permainan yang tradisional. c. Adanya kecendrungan memuji diri sendiri (menyebut nama sendiri). d. Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak yang lain.

e. Apabila tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal itu dianggap tidak penting.

f. Pada masa ini (terutama usia 6,0 - 8,0 tahun) anak menghendaki nilai (angka rapor) yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak.

2. Masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar, kira-kira umur 9,0 atau 10,0 sampai umur 12,0 atau 13,0 tahun. Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini ialah:

a. Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret, hal ini menimbulkan adanya kecendrungan untuk membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis.

b. Amat realistik, ingin mengetahui, ingin belajar.

c. Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal dan mata pelajaran khusus, yang oleh para ahli yang mengikuti teori faktor ditafsirkan sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor (bakat-bakat khusus). d. Sampai kira-kira umur 11,0 tahun anak membutuhkan guru atau orang-orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi keinginannya. Selepas umur ini pada umumnya anak menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha untuk menyelesaikannya.

e. Pada masa ini, anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang tepat (sebaik-baiknya) mengenai prestasi sekolah.

f. Anak anak pada usia ini gemar membentuk kelompok sebaya biasanya untuk dapat bermain bersama-sama. Dalam permainan itu biasanya anak tidak lagi terikat kepada peraturan permainan yang tradisional (yang sudah ada), mereka membuat peraturan sendiri.

Masa keserasian bersekolah ini diakhiri dengan suatu masa yang biasanya disebut poeral. Berdasarkan penelitian para ahli, sifat-sifat khas anak-anak masa poeral dapat diringkas dalam dua hal, yaitu:

1. Ditujukan untuk berkuasa: sikap, tingkah laku, dan perbuatan anak poeral ditujukan untuk berkuasa; apa yang diidam-idamkannya adalah si kuat, si jujur, si juara, dan sebagainya.

22

2. Ekstraversi: berorientasi keluar dirinya; misalnya, untuk mencari teman sebaya untuk memenuhi kebutuhan fisiknya. Anak-anak masa ini membutuhkan kelompok-kelompok sebaya, pada mereka dorongan bersaing besar sekali, karena pada masa ini sering diberi ciri sebagai masa "competitive socialization".

Suatu hal penting pada masa ini ialah sikap anak terhadap otoritas (kekuasaan), khususnya otoritas orang tua dan guru. Anak-anak poeral menerima otoritas orang tua dan guru sebagai suatu hal yang wajar. Justru karena hal tersebut, anak-anak mengharapkan adanya pihak orang tua dan guru serta pemegang otoritas orang dewasa lain.

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Anak usia sekolah merupakan kelompok masyarakat yang mempunyai resiko tinggi akan penyakit (Maryunani, 2013). Oleh karena itu, pada masa ini anak usia sekolah dasar perlu mendapat pengawasan kesehatan, karena pada tahap ini merupakan proses tumbuh kembang yang teratur. Anak pada usia ini pada 5-6 hari dalam seminggu akan pulang dan pergi ke sekolah dengan melewati berbagai macam kondisi lalu lintas dan lingkungan yang mengalami polusi, sumber penyakit, bergaul dengan teman yang semuanya rawan terkena penyakit (Zaviera, 2008).

Masa usia sekolah dasar juga sering disebut sebagai masa intelektual atau masa keserasian bersekolah. Pada masa keserasian bersekolah ini secara relatif, anak-anak lebih mudah di didik dari pada masa sebelum dan sesudahnya (Yusuf, 2012). Sekolah selain berfungsi sebagai tempat pembelajaran juga dapat menjadi ancaman penularan penyakit jika tidak di kelola dengan baik. lebih dari itu, usia sekolah bagi anak juga merupakan masa rawan terserang penyakit (Maryunani, 2013).

Mulai masuk sekolah merupakan hal penting bagi tahap perkembangan anak. Banyak masalah kesehatan terjadi pada anak usia sekolah, seperti misalnya pelaksanaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) seperti menggosok gigi dengan baik dan benar, mencuci tangan menggunakan sabun, karies gigi, kecacingan, kelainan refreksi/ketajaman penglihatan dan masalah gizi. Pelayanan

2

kesehatan pada anak termasuk pula intervensi pada anak usia sekolah (Kemenkes RI, 2013).

Jumlah anak di indonesia rata-rata 30% dari total penduduk indonesia dan usia sekolah merupakan masa keemasan untuk menamkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) sehingga berpotensi sebagai change agent atau agen perubahan untuk mempromosikan PHBS, baik di lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat. Peserta didik atau murid/siswa pada hakekatnya merupakan kelompok paling mudah dan cepat untuk menerima perubahan. Diharapkan dengan kelompok sasaran anak sekolah ini maka apabila sejak kecil terbiasa,

Dokumen terkait