• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 Saran

1. Penelitian selanjutnya dapat mencoba menggunakan lateks depolimerisasi sebagai bahan tambahan pada mortar, karena lateks tersebut mempunyai bobot molekul dan viskositas mooney yang lebih

rendah dibandingkan dengan lateks lainnya serta mempunyai daya lekat yang lebih baik.

2. Penggunaan lateks DS yang didepolimerisasi sebagai bahan tambahan pada mortar diprediksikan akan menghasilkan kuat lentur lebih baik lagi.

3. Perlu dianalisis lebih lanjut mengenai kuat tekan dan kuat lentur pada mortar yang berumur lebih dari 28 hari.

4. Penambahan lateks pada dosis karet sampai 20% sebagai bahan tambahan pada pembuatan mortar perlu diteliti, mungkin dapat meningkatkan kuat lentur dari mortar yang dihasilkan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdilah, R. H. 2009. Penggunaan Berbagai Jenis Lateks Sebagai Bahan Tambahan Pada Mortar Untuk Aplikasi Beton Jalan Raya. Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian IPB, Bogor.

Adianto, Y. L. D dan Tri Basuki. 2006. Kekuatan Beton Normal Akibat Penggunaan Serat Polypropylene. Makalah dalam majalah Potensi Vol. 8, No.1, Maret 2006: 1-12.

Alfa, A. A. 2003. Pengaruh Kombinasi Surfaktan dan Papain Menurunkan Kadar Protein Lateks dalam Pengolahan Lateks Alam Berprotein Rendah. Makalah Pada Konferensi Agribisnis Karet Menunjang Industri Lateks dan Kayu. Medan: Pusat Penelitian Karet.

Alfa, A. A. 2008. Pemanfaatan Karet Alam Sebagai Bahan Aditif Penguat Aspal dan Beton. Laporan Akhir. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.

Allen, T. O. dan A. P. Roberts. 1993. Production Operation 2: Well Completions, Workover, and Stimulation, Oil, and Gas Consultants International (OCCL), Inc., Tulsa, Oklahoma. USA.

Anonima. 2009. Sodium Dodecyl Sulfate. [Online]. Diperoleh dari http://mpbio.com/product_info/. Diakses pada 2 November 2009.

Anonimb. 2009. Emulgen. [Online]. Diperoleh dari

http://chemical.kao.com/global/products/. Diakses pada 2 November 2009. Anonimc. 2009. Artikel di dalam Internet. [Online]. Diperoleh dari

http://mpfinechemical.com/pages/. Diakses pada 2 November 2009.

Array. 2008. Susu. [Online]. Diperoleh dari http://arrayst.wordpress.com/tentang_dunia_susu/. Diakses pada 2 November 2009.

Badan Pusat Statistik. 2007. Statistik Karet Indonesia. BPS, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2007. Statistik Perhubungan. BPS, Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2009. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Ekspor Menurut Kelompok Komoditi dan Negara. BPS, Jakarta.

Barney, N. A. 1973. Natural Rubber Production Lecture Note 3. Balai Penelitian Perkebunan Bogor. Bogor.

Belie, N. D., R. Verschoore, dan D. V. Nieuwenburg. 1998. Resistance of Concrete with Limestone Sand or Polymer Addition to Feed Acids. Journal American Society of Agricultural Engineers. 41(1): 227-233.

Blackley, D. C. 1966. High Polimer Latices. Palmerton Publishing Co. Inc,. New York.

Cook, P. G. 1992. Latex Natural and Synthetic. Chapman and Hall Ltd., London. Cowd, M. A. 1991. Kimia Polimer. Terjemahan Harry Firman. ITB, Bandung. Craig, A. S. 1969. Concise Encyclopaedic Dictionary of Rubber Technology.

Elsevier Publishing Company, Amsterdam.

Fennema, O. R. 1976. Food Chemistry. Marcel Dekker Inc., New York.

Georgiou, G., C. L. Sung, dan M. M. Shara. 1992. Surface Active Compound from Microorganism. Biotechnology Journal. 10: 60-65.

Goutara, B. Djatmiko, dan W. Tjiptadi. 1985. Dasar Pengolahan Karet. Agroindustri Press, Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Haryadi. 2005. Pengaruh Lateks Alam Pekat Terhadap Kuat Tekan Beton. Skripsi. Jurusan Pendidikan Teknik Bangunan UPI, Bandung.

Hidayat, S. 2009. Semen: Jenis dan Aplikasinya. Kawan Pustaka, Jakarta. Huntsman. 2000. Surfactant Handbook. 2nd edition.

Mulyono, T. 2003. Teknologi Beton. Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta, Jakarta.

Nadarajah, M. dan U. G. Fernando. Development Of Natural Rubber Latex Portland Cement Mixes For Engineering Applications. J Rubber. Res. Inst. Desember 1978: 5-12, Sri Lanka.

Naik, T. R. dan R. Siddique. 2002. Blended Fly Ash Cement. Departement of Civil and Mechanics College of Engineering and Applied Science The University of Wisconsin, Milwaukee.

Nazaruddin dan F. B. Paimin. 1998. Karet: Strategi Pemasaran Tahun 2000, Budidaya dan Pengolahan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Ohama, Y. 1995. Concrete and Mortars “Properties and Process Technology. Handbook of Polymer Modified. Nayes Publications, USA.

Ostroumov, S. A. 2006. Biological Effects Of Surfactants. Taylor and Francis Group, CRC Press, Boca Raton.

Pratomo, A. 2005. Pemanfaatan Surfaktan Berbasis Minyak Sawit Pada Industri Perminyakan. Makalah dalam Prosiding Seminar Nasional Pemanfaatan Oleokimia Berbasis Minyak Sawit Pada Berbagai Industri Pada tanggal 24 November 2005. Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC), Bogor.

Roestaman, S., E. Kurniawati, R. Ranastra, H. Gunawan, R. Mastra, dan B. Subrata. 2007. Penelitian dan Pengembangan Penambahan Bahan Karet Dalam Campuran Beton Untuk Mendapatkan Beton Karet (Flexible Concrete). Laporan Akhir Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan, Bandung.

Scherer, R. 1921. Casein, Its Preparation And Technical Utilisation. Scott, Greenwood, & Son, London.

Solichin, M. 1991. Faktor-faktor yang mempengaruhi Viskositas Mooney dalam pengolahan SIR 3CV. Lateks, 6(2): 67-75.

Subramaniam, A. 1992. Reduction of Extractable Protein Content in Latex Product. Di dalam Sensitivity to Latex in Medical Devices. Proceeding International. Latex Conference November 1992. Baltimore, Maryland. Sudjana. 1994. Desain dan Analisis Eksperimen. Edisi III. Transito. Bandung. Sukontasukkul, P dan C. Chaikaew. 2005. Concrete Pedestrian Block Containing

Crumb Rubber from Recycled Tires. Thesis. Departement of Civil Engineering – King Mongkut’s Institute of Technology, North Bangkok. Suparto, D. 2002 Pengetahuan tentang Lateks Hevea. Kursus Teknologi Barang

Jadi dari Lateks. Balai Penelitian Teknologi Karet. Bogor, 1-9.

Tanaka, Y. 1998. A New Approach to Produce Highly Deproteinized Natural Rubber. Kuliah Tamu Mengenai Karet Alam, BPTK Bogor, Bogor.

Tangpakdee, J. 1998. Structure Characterization of Natural Rubber – Analysis of Biosynthesis Mechanism, Branching Formation and Role of Rubber in

Hevea Tree. Thesis. Departement of Material Systems Engineering Faculty of Technology, Tokyo University of Agriculture and Technology, Tokyo. Utama, M. 2007. Teknologi Lateks Alam Iradiasi. Pusat Pengembangan

Informatika Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional, Batan.

Winarno, F. G. 1980. Enzim Pangan. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Metode Analisis Lateks

1.1. Penetapan Total Alkalinitas (ASTM D 1076-97)

Pertama masukkan sejumlah ± 5 g lateks ke dalam botol timbang 10 cm3. Setelah itu timbang botol timbang yang telah berisi lateks dengan ketelitian 1 mg. Lalu tuangkan lateks ke dalam gelas piala yang telah berisi 300 cm3 air suling. Botol timbang ditimbang kembali, perbedaan bobot botol timbang adalah bobot contoh (W). Kemudian tambahkan 6 tetes indikator merah methyl 0,1% dalam alkohol. Titrasi dengan HCl 0,1 N sedikit demi sedikit sambil diaduk (digoyang) sampai tercapai titik equivalen, yaitu apabila larutan berubah dari kuning menjadi merah jambu (pink). Setelah itu catat penggunaan HCl 0,1 N (V). Alkalinitas dihitung sebagai garam NH3 per 100 g lateks sebagai berikut:

Total Alkalinitas (% NH3) dalam fasa lateks = (1,7 × V × N) / W

Total Alkalinitas (% NH3) dalam fasa air = (1,7 × V × N) / W (1 – TS/100) Dimana:

N = Normalitas larutan HCl

V = Volume HCl 0,1 N yang dibutuhkan W = Bobot contoh, g

TS = Kadar jumlah padatan

1.2. Penetapan Kadar Karet Kering (ASTM D 1076-97)

Pengujian kadar karet kering menggunakan alat antara lain neraca, batang pengaduk, cawan alumunium, oven, dan mesin giling. Bahan yang digunakan adalah aseton. Analisis yang dilakukan duplo diawali dengan menimbang sampel seberat 10 g (W1) di dalam cawan alumunium. Sampel ditambahkan aseton secukupnya dan digumpalkan dengan bahan pengaduk. Sampel yang sudah menggumpal dipanaskan sampai serum bening. Sampel

digiling sampai berbentuk lembaran tipis (krep) dan dikeringkan pada suhu 70oC selama 1 jam. Sampel didinginkan di dalam desikator dan ditimbang beratnya (W2). Kadar karet kering dihitung dengan perhitungan sebagai berikut:

W2

KKK (%) = × 100% W1

Keterangan:

W1 = Bobot sampel awal (gram) W2 = Bobot sampel kering (gram)

1.3. Penetapan Kadar Jumlah Padatan (ASTM D 1076-97)

Alat yang digunakan adalah pinggan alumunium diameter 60 mm, oven, desikator, dan neraca dengan ketelitian 0,1 mg. Pertama masukkan sejumlah lateks ke dalam botol timbang (W1). Setelah itu tuangkan 2,5 ± 0,5 g lateks dari botol timbang ke dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobotnya (W3). Timbang kembali botol timbang berisi sisa lateks (W2). Perbedaan bobot kedua penimbangan tersebut adalah merupakan bobot contoh (W). Sampel dipanaskan di dalam oven bersuhu 100oC selama 2 jam. hingga terbentuk film kering. Setelah itu, sampel didinginkan di dalam desikator dan ditimbang (W4). Kadar jumlah padatan dihitung dengan perhitungan sebagai berikut:

W4 – W3

KJP (%) = × 100%

W Keterangan:

W = Bobot sampel awal (gram)

W3 = Bobot pinggan alumunium (gram)

1.4. Penetapan Waktu Kemantapan Mekanik (ASTM D 1076-97)

Sampel sebanyak 100 gram ditimbang dan diencerkan hingga KJP 55 ± 0,2% dengan penambahan amoniak 0,6%. Sampel dipanaskan di penangas air hingga suhu 36 – 37oC. Sampel ditimbang seberat 80 gram dan disaring. Setelah itu, sampel diputar dengan mixer klaxson pada kecepatan 14000 ± 200 rpm dan stopwatch dihidupkan. Sambil tetap diaduk tiap 15 detik sampel diambil dengan cara menyentuhkan ujung kaca pengaduk ke pada lateks dan teteskan lateks yang menempel di ujung pengaduk ke dalam pinggan petri yang telah berisi air, amati keadaan lateks di dalam air tersebut. Pengamatan diakhiri jika flokulat telah terbentuk, berupa bintik-bintik putih yang tidak pecah oleh goyangan.

1.5. Penetapan Bilangan Asam Lemak Esteris (ASTM D 1076-97)

Sampel sebanyak 50 gram ditimbang di dalam gelas piala, kemudian ditambahkan 5 ml amonium sulfat 35% dan diaduk menggunakan batang pengaduk. Sampel dipanaskan di penangas air bersuhu 70oC selama 3 – 5 menit. Serum sebanyak 25 ml diambil dari sampel dan ditambahkan 5 ml H2SO4 (2 + 5). Serum tersebut sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam tabung Markham dan ditambahkan 1 tetes silikon anti busa. Setelah itu didestilasi hingga volumenya mencapai 100 ml. Hasil destilasi ditambahkan 1 tetes BTB dan dititrasi dengan barium hidroksida 0,01 N sampai berubah warna menjadi biru muda dan tidak berubah selama 10 – 20 detik. Standarisasi barium hidroksida menggunakan KH-phtalat. Aquades sebanyak 20 ml digunakan sebagai blanko. Bilangan ALE dapat dihitung dengan persamaan berikut:

100 – KKK (50 × 25)

S = W =

1,02 × 2 (50 + S) × 3

561 × (Volume titrasi – volume blanko) × N Bilangan ALE =

Keterangan:

N = Normalitas barium hidroksida KJP = Kadar Jumlah Padatan

1.6. Penetapan Bilangan KOH dan pH (ASTM D 1076-97)

Pertama yang dilakukan adalah penetapan kadar jumlah padatan. Setelah itu timbang sejumlah lateks yang setara dengan 50 g padatan di dalam piala gelas 400 cm3 (W). Kemudian tentukan pH dengan pH-meter sebagai pH lateks dan catat suhu pengukuran pada 23 ± 1oC (untuk penentuan pH). Kemudian tambahkan formaldehide 5% hingga kadar amonia menjadi 0,5% terhadap fasa air (Vf) dan tambahkan air suling hingga KJP menjadi 30% (Va). Lalu ukur pH dengan pH-meter dan tambahkan perlahan-lahan 5 cm3 larutan KOH sambil diaduk, setelah 10 detik pH diukur. Pengukuran pH diulang pada setiap penambahan 1 cm3 larutan KOH. Penambahan KOH diakhiri pada saat perubahan pH mencapai maksimum. Perhitungan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

™ Penimbangan lateks 100 × 50 W =

KJP

™ Volume formaldehide yang diperlukan

{(0,5 × KJP) + [(100 × %NH3) – 50]} × W Vf =

189 ™ Volume air suling yang diperlukan

100 × 50 Va = - (W + Vf) 30 ™ Bilangan KOH 561 × V × N Bil. KOH = W × KJP

1.7. Pengujian Viskositas Brookfield (ASTM D 1084-63)

Pengukuran viskositas brookfield dilakukan dengan viskometer brookfield dengan satuan cp (centi poise). Spindel dan kecepatan yang digunakan dalam pengukuran ditentukan oleh kekentalan bahan. Bila spindel dan kecepatan yang digunakan untuk pengukuran tidak sesuai maka nilai viskositas tidak terbaca. Besarnya kecepatan dan faktor pengali tiap spindel pada pengukuran viskositas dapat dilihat pada Tabel. Pengujian dilakukan dengan cara memasukkan spindel ke dalam contoh sampel (lateks). Langkah selanjutnya adalah menghidupkan viskometer brookfield.

Tabel 18. Kecepatan dan faktor pengali pada viskositas brookfield

Kecepatan 1 2 3 4 Faktor Finder

0,3 200 1 M 4 M 20 M 0,6 100 500 2 M 10 M 1,5 40 200 800 4 M 3 20 100 400 2 M 6 10 50 200 1 M 12 5 25 100 500 30 2 10 40 200 60 1 5 20 100 1.8. Penetapan Kadar Nitrogen (SNI 06-1993-1990)

Contoh uji ditimbang sebanyak ± 0,1 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu mikro kjeldahl. Setelah itu ditambahkan ± 0,65 gram katalis selenmium dan ± 2,5 ml H2SO4 pekat. Contoh didekstruksi sekitar dua jam atau sampai timbul warna hijau, setelah itu didinginkan dan diencerkan dengan 10 ml aquades. Larutan dipindahkan ke dalam alat destilasi dan dibilas dua atau tiga kali dengan 3 ml air suling kemudian ditambahkan 5 ml NaOH 67%.

Alirkan air melewati alat destilasi dan tampung destilat ke dalam erlenmeyer yang berisi 10 ml asam borat 2% dan dua tetes indikator nitrogen. Destilat dititrasi dengan larutan H2SO4 0,01 N. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna dari hijau menjadi ungu muda. Blanko dibuat

dengan cara yang sama dengan semua pereaksi tetapi tanpa contoh karet. Kadar nitrogen dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

(V1 – V2) N × 0,0140

Kadar Nitrogen (%) = × 100%

Ws

Keterangan:

V1 = Volume H2SO4 untuk titrasi larutan yang berisi contoh (ml) V2 = Volume H2SO4 untuk titrasi larutan blanko (ml)

N = Normalitas H2SO4 Ws = Bobot contoh (gram)

Lampiran 2. Metode Analisis Semen

2.1. Uji Konsistensi Normal (ASTM C 187 – 68)

Uji ini menggunakan metode trial and error. Sebanyak 140 gram air (28% dari jumlah semen) dimasukkan ke dalam mixer kemudian dicampur dengan 500 gram semen lalu diamkan selama 30 detik. Aduk adonan dengan menggunakan mixer pada kecepatan 140+5 rpm. Diamkan selama 15 detik dan bersihkan adonan yang menempel di pinggiran cawan mixer. Aduk kembali dengan kecepatan 285+10 selama 60 detik.

Adonan yang sudah terbentuk kemudian dibentuk menjadi bola dengan menggunakan tangan. Adonan tersebut kemudian dilempar dari tangan ke tangan sebanyak enam kali dengan jarak sekitar 6 inchi. Letakkan adonan ke dalam cincin melalui bagian cincin yang lebar, kemudian ratakan permukaannya. Balik cincin dan ratakan kembali permukaan cincin. Letakkan cincin di bawah tongkat flunger. Atur agar tongkat flunger tepat berada di permukaan adonan. Lepaskan tongkat flunger selama tiga puluh detik lalu catat penurunan tongkat.

Konsistensi normal didapat apabila penurunan tongkat sebesar 10+1 mm. Apabila penurunan belum memenuhi ketentuan ulangi langkah di atas dengan jumlah air yang berbeda.

2.2. Uji Penentuan Waktu Pengikatan Awal

Sejumlah air sesuai dengan yang didapatkan dari uji konsistesi normal dimasukkan ke dalam mixer kemudian dicampur dengan 500 gram semen lalu diamkan selama 30 detik. Aduk adonan dengan menggunakan mixer pada kecepatan 140+5 rpm. Diamkan selama 15 detik dan bersihkan adonan yang menempel di pinggiran cawan mixer. Aduk kembali dengan kecepatan 285+10 selama 60 detik.

Adonan yang sudah terbentuk kemudian dibentuk menjadi bola dengan menggunakan tangan. Adonan tersebut kemudian dilempar dari tangan ke tangan sebanyak enam kali dengan jarak sekitar 6 inchi. Letakkan

adonan ke dalam cincin melalui bagian cincin yang lebar, kemudian ratakan permukaannya. Balik cincin dan ratakan kembali permukaan cincin.

Diamkan adonan di dalam cetakan selama tiga puluh menit. Kemudian letakkan cincin di bawah jarum. Atur agar jarum tepat berada di permukaan adonan. Lepaskan jarum selama tiga puluh detik lalu catat penurunan tongkat. Catat penurunan jarum tiap 15 menit sampai jarum mencapai penurunan 25 mm. Buat grafik penurunan jarum, kemudian tentukan waktu penurunan dengan menggunakan interpolasi.

Lampiran 3. Metode Analisis Mortar

3.1. Pengujian Kuat Tekan Mortar Kubus (ASTM 109 - 95)

Sejumlah air (sesuai dengan nilai rasio air : semen yang dibutuhkan) dimasukkan ke dalam mixer lalu tambahkan 500 g semen. Putar mixer dengan kecepatan 140+5 rpm selama tiga puluh detik. Dalam keadaan mixer masih berputar, tambahkan 1375 g pasir ke dalam mixer selama tiga puluh detik. Ubah kecepatan mixer menjadi 285+10 selama tiga puluh detik. Diamkan selama sembilan puluh detik dan bersihkan adonan di pinggiran cawan mixer. Aduk lagi dengan kecepatan 285+10 rpm.

Masukkan semua adonan kembali ke dalam mixer kemudian aduk kembali dengan kecepatan 285+10 rpm selama lima belas detik. Masukkan adonan ke dalam cetakan yang berukuran 50 x 50 x 50 mm atau 2 x 2 x 2 inchi sampai terisi setengah. Padatkan adonan di dalam cetakan dengan alat pemadat dengan 32 kali tekanan. Isi kembali cetakan sampai penuh dan padatkan kembali dengan 32 kali tekanan. Diamkan di tempat yang lembab selama 24 jam. Setelah 24 jam keluarkan mortar yang sudah memadat dari dalam cetakan dan rendam di dalam air bersih.

Pengujian dilakukan pada hari ke-28, lalu angkat contoh dari tempat perendaman, seka dengan lap sampai kering dan bersih kemudian diangin-anginkan. Tempatkan mortar di tengah permukaan penahan dari mesin tekan. Catat beban maksimal yang bisa ditahan lalu hitung kuat tekan dengan rumus:

T = W A Keterangan: T = Kuat tekan (kg/cm2) W = beban maksimal (kg) A = Luas permukaan (cm2)

3.2. Pengujian Kuat Lentur Mortar Balok dengan Dua Pembebanan

Sejumlah air (sesuai dengan nilai rasio air : semen yang dibutuhkan) dimasukkan ke dalam mixer lalu tambahkan 500 g semen. Putar mixer dengan kecepatan 140+5 rpm selama tiga puluh detik. Dalam keadaan mixer masih berputar, tambahkan 1375 g pasir ke dalam mixer selama tiga puluh detik. Ubah kecepatan mixer menjadi 285+10 selama tiga puluh detik. Diamkan selama sembilan puluh detik dan bersihkan adonan di pinggiran cawan mixer. Aduk lagi dengan kecepatan 285+10 rpm.

Masukkan semua adonan kembali ke dalam mixer kemudian aduk kembali dengan kecepatan 285+10 rpm selama lima belas detik. Masukkan adonan ke dalam cetakan yang berukuran 50 x 50 x 250 mm sampai terisi setengah. Padatkan adonan di dalam cetakan dengan alat pemadat dengan 32 kali tekanan. Isi kembali cetakan sampai penuh dan padatkan kembali dengan 32 kali tekanan. Diamkan di tempat yang lembab selama 24 jam. Setelah 24 jam keluarkan mortar yang sudah memadat dari dalam cetakan dan rendam di dalam air bersih.

Pengujian dilakukan pada hari ke-28. Lalu angkat contoh dari tempat perendaman, seka dengan lap sampai kering dan bersih kemudian diangin-anginkan sampai permukaan benda uji kering. Benda uji balok ditaruh di atas plat yang bertumpu pada dua garis dan pembebanan di letakan juga pada dua garis, setelah itu contoh ditekan bagian atasnya. Beban maksimum dicatat kemudian dihitung dengan rumus:

R= PL/bd2 Keterangan:

R= Kuat Lentur P= Beban Maksimum L= Panjang area uji b= lebar benda uji d= tebal benda uji

Lampiran 4. Gambar Prosedur Pembuatan dan Pengujian Mortar

Latesk Pekat, Lateks DS, Lateks DPNR Larutan Kasein Larutan Lateks

Pasir Galunggung Saringan 4,75 mm Semen Holcim

Hasil Pengadukan Semen, Pasir, Lateks

Hasil Pencetakan Mortar Untuk Uji Kuat Lentur (Kiri) dan Kuat Tekan (kanan)

Perendaman (Proses Curing) Selama 28 Hari

Lampiran 5. Gambar Hasil Pencampuran Semen Lateks Tanpa Bahan Penstabil

100

Lampiran 6. Data Pengamatan Penelitian Pendahuluan

Lateks Pekat

5% KARET terhadap SEMEN Air : Semen : Pasir = 17,5 : 50 : 0

Jumlah Air dalam Bahan Penstabil Diperhitungkan Bahan

Penstabil Dosis (%) Pengamatan

Waktu Setting (Menit) Ulangan

1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rata-Rata

Emal

1 Langsung Menggumpal, Apabila ditarik seperti karet 0 0 0 0,00

3 Tidak Menyatu (Tidak Stabil) 1 0,3 2,17 1,16

5 Kental (++) → Tidak Menyatu (Tidak Stabil) 15,62 7 9,23 10,62

7 Kental (+) → Tidak Menyatu (Tidak Stabil) 26,05 15 17,72 19,59

Emulgen

1 Tidak Menyatu (Tidak Stabil) 0,5 0,52 0,35 0,46

3 Tidak Menyatu (Tidak Stabil) 1,5 1,63 2,02 1,72

5 Kental (++) → Tidak Menyatu (Tidak Stabil) 2 1,97 2,63 2,20

7 Kental (+) → Tidak Menyatu (Tidak Stabil) 3 2,03 3,73 2,92

Kasein

1 Langsung Menggumpal/Tidak Menyatu 0 0 0,17 0,06

3 Kental (+++) → Tidak Menyatu (Tidak Stabil) 17,98 24 16,62 19,53

5 Kental (++) → Kental (+++)→ Tidak Menyatu (Tidak Stabil) 132 108 113 117,67

Lampiran 7. Gambar Hasil Pencampuran Semen Lateks Dengan Emal

Emal 1% Emal 3%

Lampiran 8. Gambar Hasil Pencampuran Semen Lateks Dengan Emulgen

Emulgen 1% Emulgen 3%

Lampiran 9. Gambar Hasil Pencampuran Semen Lateks Dengan Kasein

Kasein 1% Kasein 3%

Kasein 5% Awal Kasein 5% Akhir

Lampiran 10. Analisis Keragaman dan Uji Lanjut Waktu Setting

10.1. Hasil Analisis Ragam

Dependent Variable: respon (Waktu Setting), pada α = 5% Sumber Keragaman df Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Nilai F Pr > F Model 11 137873.7280 12533.9753 637.03 <.0001* Galat 24 472.2180 19.6758 Total 35 138345.9460

R Kuadrat CV Akar dari MSE respon Mean 0.996587 13.84073 4.435736 32.04842

Sumber

Keragaman Df Tipe I SS Kuadrat Tengah Nilai F Pr > F BP 2 53549.22750 26774.61375 1360.79 <.0001* Dosis 3 33995.28214 11331.76071 575.93 <.0001* BP*Dosis 6 50329.21834 8388.20306 426.32 <.0001* * Berbeda Nyata

10.1.1 Hasil Uji Lanjut Duncan Interaksi BP dan Dosis Terhadap Waktu Setting

Duncan's Multiple Range Test for respon (Uji Lanjut Interaksi) Pengelompokan Duncan Rata-Rata N Perlakuan

A 208.667 3 Kasein7 B 117.667 3 Kasein5 C 19.590 3 Emal7 C 19.533 3 Kasein3 D 10.617 3 Emal5 E 2.920 3 Emulgen7 E 2.200 3 Emulgen5 E 1.718 3 Emulgen3 E 1.157 3 Emal3 E 0.457 3 Emulgen1 E 0.057 3 Kasein1 E 0.000 3 Emal1

Keterangan: Huruf yang beda menyatakan bahwa berbeda nyata, sedangkan huruf yang sama menyatakan bahwa tidak berbeda nyata.

105

Lampiran 11. Data Pengaruh Lateks Pekat Terhadap Bobot dan Kuat Tekan beserta Nilai FAS

Jenis Lateks Dosis (%) Ulangan Bobot Awal (g) Bobot Akhir (g) Beban Max (kg) Uji Kuat Tekan (kg/cm2) FAS (%)

KONTROL 0 1 280 282 6220 248,8 55 2 273 278 6300 252 Rata-Rata 276,5 280 250,4 1 1 266 272 5000 200 60 2 273,5 278 5100 204 Rata-Rata 269,75 275 202 3 1 263,5 272 3700 148 60 2 251,5 261 4900 196 L P Rata-Rata 257,5 266,5 172 A E 5 1 253,5 259 2700 108 55 T K 2 256 257 3280 131,2 E A Rata-Rata 254,75 258 119,6 K T 7 1 248 250 2450 98 55 S 2 228 230 2500 100 Rata-Rata 238 240,00 99,00 9 1 233 243 2100 84 55 2 236,5 237 2200 88 Rata-Rata 234,75 240,00 86

106

Lampiran 12. Data Pengaruh Lateks DS Terhadap Bobot dan Kuat Tekan beserta Nilai FAS

Jenis Lateks Dosis (%) Ulangan Bobot Awal (g) Bobot Akhir (g) Beban Max (kg) Uji Kuat Tekan (kg/cm2) FAS (%)

KONTROL 0 1 280 282 6220 248,8 55 2 273 278 6300 252 Rata-Rata 276,5 280 250,4 1 1 278 280 6000 240 60 2 280 281 5100 204 Rata-Rata 279,00 280,5 222 3 1 279 287 5200 208 55 2 277 284 5100 204 L Rata-Rata 278,00 285,50 206,00 A 5 1 264 269 4900 196 50 T D 2 258 263 5000 200 E S Rata-Rata 261 266 198 K 7 1 245 247 3250 130 45 S 2 252 253 3300 132 Rata-Rata 248,5 250,00 131,00 9 1 240 247 3050 122 45 2 253 261 3250 130 Rata-Rata 246,50 254,00 126,00

107

Lampiran 13. Data Pengaruh Lateks DPNR Terhadap Bobot dan Kuat Tekan beserta Nilai FAS

Jenis Lateks Dosis (%) Ulangan Bobot Awal (g) Bobot Akhir (g) Beban Max (kg) Uji Kuat Tekan (kg/cm2) FAS (%)

KONTROL 0 1 280 282 6220 248,8 55 2 273 278 6300 252 Rata-Rata 276,5 280 250,4 1 1 259,5 263 5100 204 65 2 264 268 3800 152 Rata-Rata 261,75 265,5 178,00 3 1 252,5 255 4620 184,8 65 L 2 257 261 3500 140 A D Rata-Rata 254,75 258,00 162,40 T P 5 1 248,5 253 4200 168 60 E N 2 259 264 3800 152 K R Rata-Rata 253,75 258,5 160,00 S 7 1 251,5 253 4000 160 55 2 250 251 2700 108 Rata-Rata 250,75 252,00 134,00 9 1 251 252 2800 112 55 2 248,5 250 2750 110 Rata-Rata 249,75 251,00 111,00

Lampiran 14. Analisis Keragaman dan Uji Lanjut Bobot Awal

14.1. Hasil Analisis Ragam

Dependent Variable: respon (Bobot Awal), pada α = 5% Sumber Keragaman df Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Nilai F Pr > F Model 14 4565.800000 326.128571 8.24 0.0001* Galat 15 594.000000 39.600000 Total 29 5159.800000

R Kuadrat CV Akar dari MSE respon Mean 0.884879 2.455268 6.292853 256.3000

Sumber

Keragaman dF Tipe I SS Kuadrat Tengah Nilai F Pr > F

JL 2 532.850000 266.425000 6.73 0.0082*

Dosis 4 3077.300000 769.325000 19.43 <.0001* JL*Dosis 8 955.650000 119.456250 3.02 0.0312* * Berbeda Nyata

14.1.1 Hasil Uji Lanjut Duncan Jenis Lateks Terhadap Bobot Awal Duncan's Multiple Range Test for respon (Jenis Lateks)

Pengelompokan Duncan Rata-Rata N JL

A 261.250 10 LDS

B A 256.700 10 LDPNR

B 250.950 10 LP

14.1.2 Hasil Uji Lanjut Duncan Dosis Karet Terhadap Bobot Awal Duncan's Multiple Range Test for respon (Dosis Karet)

Pengelompokan Duncan Rata-Rata N Dosis

A 268.750 6 1

A 263.083 6 3

A 261.083 6 5

B 244.833 6 9

14.1.3 Hasil Uji Lanjut Duncan Interaksi Jenis Lateks dan Dosis Karet Terhadap Bobot Awal

Duncan's Multiple Range Test for respon (Uji Lanjut Interaksi) Pengelompokan Duncan Rata-Rata N Perlakuan

A 278.000 2 LDS3 B A 274.750 2 LDS1 B A C 269.750 2 LP1 B D A C 267.500 2 LDPNR5 B D E C 261.750 2 LDPNR1 B D E C 261.000 2 LDS5 F D E C 257.500 2 LP3 F D E 254.750 2 LP5 F D E 253.750 2 LDPNR3 F E G 250.750 2 LDPNR7 F E G 250.000 2 LDS9 F E G 249.750 2 LDPNR9 F H G 242.500 2 LDS7 H G 238.000 2 LP7 H 234.750 2 LP9

Keterangan: Huruf yang beda menyatakan bahwa berbeda nyata, sedangkan huruf yang sama menyatakan bahwa tidak berbeda nyata.

Lampiran 15. Analisis Keragaman dan Uji Lanjut Bobot Akhir

15.1. Hasil Analisis Ragam

Dependent Variable: respon (Bobot Akhir), pada α = 5% Sumber

Keragaman df Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Nilai F Pr > F Model 14 5049.866667 360.704762 8.97 <.0001*

Galat 15 603.500000 40.233333

Total 29 5653.366667

R Kuadrat CV Akar dari MSE respon Mean 0.893249 2.434300 6.342975 260.5667

Sumber

Keragaman df Tipe I SS Kuadrat Tengah Nilai F Pr > F

JL 2 644.266667 322.133333 8.01 0.0043*

Dosis 4 3470.533333 867.633333 21.57 <.0001* JL*Dosis 8 935.066667 116.883333 2.91 0.0358* * Berbeda Nyata

15.1.1 Hasil Uji Lanjut Duncan Jenis Lateks Terhadap Bobot Akhir Duncan's Multiple Range Test for respon (Jenis Lateks)

Pengelompokan Duncan Rata-Rata N JL

A 266.700 10 LDS

B 259.500 10 LDPNR

B 255.500 10 LP

15.1.2 Hasil Uji Lanjut Duncan Dosis Karet Terhadap Bobot Akhir Duncan's Multiple Range Test for respon (Dosis Karet)

Pengelompokan Duncan Rata-Rata N Dosis

A 272.833 6 1

B A 270.000 6 3

B 264.333 6 5

C 248.333 6 9

15.1.3 Hasil Uji Lanjut Duncan Interaksi Jenis Lateks dan Dosis Karet Terhadap Bobot Akhir

Duncan's Multiple Range Test for respon (Uji Lanjut Interaksi) Pengelompokan Duncan Rata-Rata N Perlakuan

A 285.500 2 LDS3 B A 278.000 2 LDS1 B A 275.000 2 LP1 B A C 271.000 2 LDPNR5 B D C 266.500 2 LP3 B E D C 266.000 2 LDS5 B E D C 265.500 2 LDPNR1 F E D C 258.000 2 LDPNR3 F E D C 256.000 2 LP5 F E D G 254.000 2 LDS9 F E D G 252.000 2 LDPNR7 F E G 251.000 2 LDPNR9 F G 250.000 2 LDS7 G 240.000 2 LP7 G 240.000 2 LP9

Keterangan: Huruf yang beda menyatakan bahwa berbeda nyata, sedangkan huruf yang sama menyatakan bahwa tidak berbeda nyata.

Lampiran 16. Analisis Keragaman dan Uji Lanjut Kuat Tekan

16.1. Hasil Analisis Ragam

Dependent Variable: respon (Kuat Tekan), pada α = 5% Sumber Keragaman df Jumlah Kuadrat

Dokumen terkait