• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 Saran

Berdasarkan dari kesimpulan yang telah diuraikan, maka peneliti memberikan beberapa saran, yaitu:

Bagi peneliti selanjutnya

a. Peneliti hanya menggunakan 8 sampel perusahaan farmasi dalam penelitian ini. Sehingga bagi peneliti selanjutnya diharapkan bisa lebih banyak menggunakan sampel perusahaan farmasi yang lebih banyak sehingga mampu menilai variabel-variabel yang mempengaruhi profitabilitas lebih banyak.

b. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti dengan variabel-variabel lain diluar variabel-variabel penelitian ini agar memperoleh hasil yang lebih baik yang dapat menggambarkan hal-hal apa saja yang dapat berpengaruh terhadap profitabilitas perusahaan farmasi dan memperpanjang periode untuk memperluas cakupan serta menggunakan metode analisis yang berbeda.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Modal Kerja

Setiap perusahaan memerlukan modal kerja yang akan digunakan untuk membiayai aktivitas perusahaan sehari-hari misalnya untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai, membayar upah tenaga kerja langsung, membayar hutang dan lain-lain. Kekurangan uang tunai (kas) akan menyebabkan perusahaan tidak mampu membayar kewajiban jangka pendek, sedangkan kekurangan persediaan akan memnyebabkan perusahaan tidak dapat memperoleh keuntungan karena calon pembeli tidak jadi membeli produk perusahaan. Perusahaan yang membiayai kebutuhan modal kerja dengan pinjaman, jika tidak dilakukan dengan perencanaan yang matang selain akan mengurangi laba yang seharusnya di peroleh, yang akan memberikan beban berat pada perusahaan diwaktu yang akan datang (Sundjaja, 2003 :186)

Menurut Brigham dan Houston (2006 :131) Modal kerja adalah investasi sebuah perusahaan pada aktiva-aktiva jangka pendek (kas, sekuritas, persediaan, dan piutang). Menurut Wild (2005 :186), ada tiga konsep pengertian modal kerja : a. Konsep Kuantitatif

Konsep kuantitatif menyebutkan bahwa modal kerja adalah seluruh aktiva lancar. Dalam konsep ini adalah bagaimana mencukupi kebutuhan dana untuk membiayai operasi perusahaan jangka pendek. Konsep ini sering disebut dengan modal kerja kotor (gross working capital ).

b. Konsep Kualitatif

Konsep kualitatif merupakan konsep yang menitikberatkan kepada kualitas modal kerja. Konsep ini melihat selisih antara jumlah aktiva lancar dengan kewajiban lancar (net working capital ). Keuntungan konsep ini adalah terlihatnya tingkat likuiditas perusahaan. Aktiva lancar yang lebih besar dari kewajiban lancar menunjukkan kepercayaan para kreditor kepada pihak perusahaan sehingga kelangsungan operasi perusahaan akan lebih terjamin dengan dana pinjaman dari kreditor.

c. Konsep Fungsional

Konsep fungsional menekankan kepada fungsi dana yang dimiliki perusahaan dalam memperoleh laba. Artinya sejumlah dana yang dimiliki dan digunakan perusahaan untuk meningkatkan laba perusahaan. Semakin banyak dana yang digunakan sebagai modal kerja seharusnya dapat dapat meningkatkan perolehan laba. Demikian sebaliknya, jika dana yang digunakan sedikit, laba pun akan menurun. Akan tetapi kenyataannya terkadang kejadiannya tidak selalu demikian.

Setiap perusahaan selalu membutuhkan modal kerja untuk membiayai operasinya sehari-hari, dimana uang atau dana yang telah dikeluarkan tersebut diharapkan dapat kembali lagi masuk ke dalam perusahaan dalam waktu yang pendek melalui hasil penjualan produksinya.

2.1.2 Pentingnya Modal Kerja yang Cukup

Modal kerja yang cukup akan menguntungkan perusahaan, di samping memungkinkan bagi perusahaan untuk beroperasi secara ekonomis atau efisien dan perusahaan tidak mengalami kesulitan keuangan juga akan memberikan beberapa keuntungan (Munawir, 2004 :116). Manfaat dari tersedianya modal kerja yang cukup adalah:

1. Melindungi perusahaan dari akibat buruk berupa turunnya nilai aktiva lancer, misalnya seperti adanya kerugian karena debiur tidak membayar.

2. Memungkinkan perusahaan untuk melunasi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya tepat pada waktunya.

3. Memungkinkan perusahaan untuk dapat membeli barang dengan tunai sehingga dapat memetik keuntungan berupa potongan harga.

4. Menjamin perusahaan memiliki credit standing dan dapat mengatasi peristiwa yang tidak dapat diduga sebelumnya seperti adanya kebakaran, pencurian, dan sebagainya.

5. Memungkinkan untuk memiliki persediaan dalam jumlah yang cukup guna melayani permintaan konsumennya.

6. Memungkinkan perusahaan untuk dapat memberikan syarat kredit yang menguntungkan kepada para pelanggan.

7. Memungkinkan perusahaan untuk dapat beroperasi dengan lebih efisien karena tidak ada kesulitan dalam memperoleh bahan baku, jasa, dan supplies yang dibutuhkan.

8. Memungkinkan perusahaan untuk mampu bertahan dalam periode resesi atau depresi.

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Modal Kerja

Menurut Hampton (1989:180) besarnya modal kerja yang dibutuhkan suatu perusahaan tergantung pada beberapa hal, yaitu:

a. Besar kecilnya skala suatu perusahaan

Kebutuhan modal kerja pada perusahaan besar berbeda dengan perusahaan kecil. Perusahaan besar mempunyai keuntungan akibat lebih luasnya sumber pembiayaan yang tersedia dibandingkan dengan perusahaan kecil yang sangat bergantung pada beberapa sumber saja. Pada perusahaan kecil, tidak tertagihnya beberapa piutang para langganan dapat sangat mempengaruhi unsur-unsur modal kerja lainnya seperti kas dan persediaan.

b. Aktivitas perusahaan

Perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa tidak mempunyai persediaan barang dagangan sedangkan perusahaan yang menjual persediaannya secara tunai tidak memiliki piutang dagang. Hal ini mempengaruhi tingkat perputaran dan jumlah modal kerja suatu perusahaan.

c. Volume penjualan

Volume penjualan merupakan faktor yang sangat penting yang mempengaruhi kebutuhan modal kerja. Bila penjualan meningkat maka kebutuhan modal kerja juga akan meningkat demikian pula sebaliknya.

d. Perkembangan teknologi

Kemajuan teknologi, khususnya yang berhubungan dengan proses produksi akan mempengaruhi kebutuhan modal kerja. Otomatisasi yang mengakibatkan proses produksi yang lebih membutuhkan persediaan bahan baku yang lebih banyak agar kapasitas maksimum dapat tercapai, selain itu akan membuat perusahaan mempunyai persediaan barang jadi dalam jumlah yang lebih banyak pula bila tidak diimbangi dengan pertambahan penjualan yang besar. e. Sikap perusahaan terhadap likuiditas dan profitabilitas

Adanya biaya dari semua dana yang digunakan perusahaan mengakibatkan jumlah modal kerja yang relatif besar mempunyai kecenderungan untuk mengurangi laba perusahaan, tetapi dengan menahan uang kas dan persediaan barang yang lebih besar akan membuat perusahaan lebih mampu untuk membayar transaksi yang dilakukan dan risiko kehilangan pelanggan tidak terjadi karena perusahaan mempunyai persediaan barang yang cukup.

2.1.4 Jenis-jenis Modal Kerja

Menurut Taylor (2004: 132) modal kerja dapat digolongkan dalam dua jenis yaitu:

1. Modal kerja permanen (permanent working capital)

Modal kerja yang harus tetap ada pada perusahaan untuk dapat menjalankan fungsinya. Modal kerja permanen ini dapat dibedakan dalam:

a. Modal kerja primer

Modal kerja primer adalah jumlah modal kerja minimum yang harus ada pada perusahaan untuk menjamin kontinuitas usahanya.

b. Modal kerja normal

Modal kerja normal adalah jumlah modal kerja yang diperlukan untuk menyelenggarakan luas produksi yang normal.

2. Modal kerja variable (variable working capital)

Modal kerja variabel adalah modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan keadaan. Modal kerja ini dibedakan dalam:

a. Modal kerja musiman

Modal kerja musiman merupakan modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan karena fluktuasi musim.

b. Modal kerja siklus

Modal kerja siklus merupakan modal kerja yang jumlah kebutuhannya dipengaruhi oleh konjungtur.

c. Modal kerja darurat

Modal kerja yang besarnya berubah karena keadaan darurat yang tidak diketahui sebelumnya (misalnya adanya pemogokan buruh, banjir, perubahan keadaan ekonomi yang mendadak.

2.1.5 Manajemen Modal Kerja

Manajemen modal kerja berkenaan dengan management current account perusahaan (aktiva lancar dan utang lancar). Manajemen modal kerja ini merupakan salah satu aspek terpenting dari keseluruhan pembelanjaan perusahaan.

Menurut Weston dan Brigham (2004 :133) manajemen modal kerja mengacu pada semua aspek penatalaksanaan aktiva lancar dan utang lancar.

Sedangkan manajemen modal kerja Menurut Weston & Copeland (1999: 327) manajemen modal kerja merupakan kegiatan yang mencakup semua fungsi manajemen atas aset lancar dan kewajiban jangka pendek yang terdapat dalam perusahaan agar mampu membiayai pengeluaran untuk operasi sehari-hari.

Tujuan manajemen modal kerja adalah mengelola aset lancar dan utang lancar sehingga diperoleh modal kerja netto yang layak dan menjamin tingkat profitabilitas perusahaan. Oleh karena itu, seorang manager diharapkan mampu mengelola manajemen perusahaan agar pemenuhan modal kerja dapat berjalan dengan efektif dan efisien.

Menurut Eljelly (2004), menyatakan manajemen modal kerja memegang peranan penting dalam membuat perbandingan likuiditas dan profitabilitas perusahaan, yang melibatkan pengambilan keputusan terkait jumlah dan komposisi aktiva lancar dan membiayai aktiva tersebut. Kekurangan modal kerja dalam meningkatkan penjualan dan produksi akan berakibat pada hilangnya potensi pendapatan dan laba yang mungkin diperoleh sehingga timbul pula kemungkinan perusahaan akan terseret ke dalam keadaan insolvent (tidak mampu membayar kewajiban-kewajiban yang sudah jatuh tempo). Perusahaan yang tidak memiliki modal kerja yang cukup, tidak akan mampu melunasi kewajiban jangka pendeknya tepat waktu dan akan dihadapkan pada masalah likuiditas.

Manajemen modal kerja juga menjadi penting, karena berkaitan dengan beberapa aspek, yaitu sebagai berikut:

1. Beberapa penelitian telah memberikan indikasi bahwa sebagian besar waktu manajer keuangan dihabiskan dalam kegiatan internal perusahaan dari hari ke hari dan ini merupakan bagian dari manajemen modal kerja.

2. Jika lebih dari separuh total aktiva perusahaan merupakan aktiva lancar sebagai bagian dari investasi yang besar dan mudah diuangkan, maka aktiva lancar memerlukan perhatian yang seksama dari manajer keuangan.

3. Hubungan antara tingkat pertumbuhan penjualan dan kebutuhan akan permodalan aktiva lancar adalah dekat dan langsung.

4. Manajemen modal kerja sangat penting terutama bagi perusahaan kecil. Meskipun perusahaan kecil dapat mengurangi investasi aktiva tetapnya namun mereka tidak dapat menghindari kebutuhan akan kas, piutang dan persediaan. Karena akses ke pasar modal relatif terbatas, maka penekanan harus ditujukan pada utang dan piutang dagang dan pinjaman bank jangka pendek (Weston & Copeland 1999 :324).

Ada dua prinsip mendasar dari pendanaan operasional dalam menajemen modal kerja (Horne, 2005 :313), yaitu kemampuan memperoleh laba berbanding terbalik dengan likuiditas dan kemampuan memperoleh laba searah dengan resiko. Pengendalian jumlah modal kerja yang tepat akan menjamin kontinuitas operasi dari perusahaan secara efisien dan ekonomis. Bilamana modal kerja terlalu besar, maka dana yang tertanam dalam modal kerja melebihi kebutuhan, sehingga mengakibatkan adanya dana menganggur (idle fund), karena dana tersebut sebenarnya dapat digunakan untuk keperluan lain dalam rangka peningkatan laba.

2.1.6 Efisiensi

Efisiensi adalah ketepatan cara antara (usaha dan kerja) dalam menjalankan sesuatu dengan tidak membuang waktu, tenaga, biaya dan kegunaannya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003 :284). Efisiensi dalam pekerjaan adalah perbandingan terbaik antara suatu kerja dengan hasil yang dicapai. Perbandingan ini dapat dilihat dari dua segi : (a) segi hasil (b) segi usaha.

Segi hasil adalah suatu kegiatan yang dapat disebut efisien kalau dengan usaha tertentu memberikan hasil yang maksimal, baik mutu maupun hasilnya. Segi usaha adalah suatu kegiatan disebut efisien kalau hasil tertentu tercapai dengan usaha yang maksimal. Pengertian usaha dapat dikembangkan dengan unsur-unsur antara lain pikiran, jasmani, dan benda termasuk uang, sedangkan efisiensi menurut Drucker dalam Trisnawati (2005:7) adalah mengerjakan pekerjaan yang benar (doing things right). Efisiensi bertujuan untuk meminimalkan biaya-biaya dalam proses operasional perusahaan. Efisiensi modal kerja berarti ukuran seberapa baik suatu perusahaan menggunakan modal kerja yang dimilikinya dengan meminimalkan biaya-biaya yang digunakan dalam operasional perusahaan. Efisien yang dimaksud penelitian ini adalah efisiensi manajemen modal kerja.

2.1.7 Efisiensi Manajemen Modal Kerja

Efisiensi Manajemen modal kerja merupakan salah satu upaya perusahaan untuk mengelola modal kerja sehingga setiap dana yang dioperasikan oleh suatu perusahaan dapat terarah secara efektif dan dana operasi dapat segera kembali dengan mendatangkan keuntungan bagi perusahaan. Efisiensi manajemen modal

kerja adalah kemampuan perusahaan untuk mengelola modal kerja yang ada, sehingga dapat meningkatkan kemakmuran pada perusahaan, manajemen modal kerja yang efisien yaitu mengupayakan agar modal kerja yang tersedia tidak kelebihan dan tidak juga kekurangan.

Alat yang digunakan untuk mengukur efisiensi manajemen modal kerja yaitu

Cash Conversion Cycle (Siklus Konversi Kas). Cash Conversion Cycle (Siklus Konversi Kas) adalah alat yang digunakan untuk mengukur waktu yang diperlukan perusahaan untuk mengumpulkan kas yang berasal dari hasil kegiatan operasi perusahaan yang nantinya akan berpengaruh terhadap jumlah dana yang digunakan untuk disimpan pada current assets.

Pengelolaan modal kerja yang efektif dalam suatu perusahaan dapat dilihat dari indikator siklus konversi kasnya (CCC) Deloof (2003), Gill, Biger dan Mathur (2010) dan Enqvist, Graham dan Nikkinen (2012). Perusahaan dengan pengelolaan modal kerja yang efektif dan efisien dapat dilihat dari siklus konversi kasnya yang semakin pendek. Perusahaan dengan siklus konversi kas yang pendek mengindikasikan perusahaan mampu mengumpulkan piutangnya dengan cepat dan membayar supplier lebih lambat namun dengan tetap menjaga kredibilitasnya. Hal ini akan berdampak pada profitabilitas dan likuiditas yang optimal.

Cash Conversion Cycle dapat di perpendek dengan cara memperpanjang umur pembayaran utang. Namun perlu dicatat, manajemen diharapkan dapat memperlambat pembayaran utang tanpa merusak reputasi dan kredibilitasnya. Dalam arti pelambatan pembayaran utang hanya boleh dilakukan sampai batas

memperlambat pembayaran utang maka perusahaan dapat memanfaatkan dana yang ada untuk keperluan lainnya ataupun dapat disimpan dalam investasi jangka pendek yang bersifat likuid sehingga akan mendatangkan pemasukan bagi perusahaan.

Perusahaan dapat meningkatkan laba dengan mempersingkat siklus konversi kas secepat mungkin tanpa mengganggu operasi, karena siklus konvesi kas yang pendek dapat mengurangi besarnya pembiayaan eksternal ataupun internal yang dibutuhkan. Menurut brigham dan Houston (2006 :566), model siklus konversi kas terdiri atas 3 komponen yang menyusunnya yaitu periode piutang, periode persediaan, dan periode utang perusahaan.

2.1.8 Inventory Conversion Period

Inventory Conversion Period merupakan jangka waktu sejak pembelian bahan baku yang kemudian diolah menjadi barang jadi untuk dijual. Dalam mengelola persediaan, muncul biaya-biaya yang harus ditanggung perusahaan. (Brealey et al., 2007 :143). Berdasarkan hal tersebut maka periode persediaan harus dipercepat agar dapat menekan biaya-biaya tersebut sehingga hal ini akan dapat menguntungkan bagi perusahaan (Syamsuddin, 2009 :205). Di sisi lain perusahaan harus menjaga agar tidak terjadi kehabisan persediaan yang berakibat perusahaan tidak dapat memenuhi permintaan pelanggan. (Syamsuddin, 2009 :234).

Menurut Brigham dan Houston (2004 :567) periode konversi persediaan dapat diukur dengan cara membagi inventory dengan sales kemudian dikali 365.

Upaya mempercepat periode persediaan dapat meningkatkan keuntungan perusahaan dikarenakan pengelolaan persediaan ini menimbulkan biaya-biaya yang harus ditanggung perusahaan. Dengan mempercepat periode ini maka dapat mengurangi biaya-biaya yang harus ditanggung perusahaan sehingga hal ini dapat menguntungkan perusahaan. Akan tetapi harus diwaspadai agar tidak terjadi kehabisan persediaan yang berakibat perusahaan tidak dapat memenuhi permintaan pelanggan.

2.1.9 Receivables collection period

Receivables collection period merupakan jangka waktu sejak barang jadi dijual secara kredit hingga penerimaan kas dari pengumpulan piutang. Adanya piutang berarti terdapat kas yang terikat didalamnya sehingga harus segera dibebaskan agar tersebut dapat segera digunakan untuk kepentingan-kepentingan perusahaan terutama untuk investasi yang menguntungkan perusahaan (Syamsuddin, 2009 :242). Berdasarkan hal tersebut maka periode ini harus dipercepat agar dapat memberi keuntungan bagi perusahaan. Akan tetapi terdapat resiko perusahaan kehilangan pelanggan akibat upaya yang agresif dengan mempercepat pengumpulan piutang (Syamsuddin, 2009 :273).

Menurut Brigham dan Houston (2004 :567) periode pengumpulan piutang dapat diukur dengan cara membagi piutang usaha dengan penjualan kemudian dikali 365.

Upaya mempercepat periode piutang akan menguntungkan perusahaan dikarenakan kas yang terikat dalam piutang dapat segera dibebaskan dan kembali digunakan perusahaan dalam menjalankan bisnisnya termasuk untuk digunakan pada kesempatan yang menguntungkan. Akan tetapi upaya ini menandakan upaya yang agresif dari perusahaan untuk mengumpulkan piutangnya yang dapat berakibat perusahaan kehilangan pelanggan di kemudian hari.

2.1.10 Payables Defferal Period

Payables deferral period merupakan jangka waktu sejak pembelian bahan baku hingga dilakukan pembayaran atas bahan baku yang dibeli tersebut. Utang usaha pada dasarnya menguntungkan bagi perusahaan karena dapat menggunakan bahan baku tanpa harus membayar terlebih dahulu. (Brealey et al., 2007:171), jika pembayarannya diperlambat maka hal ini semakin menguntungkan perusahaan. Akan tetapi perusahaan harus tetap menjaga relasi yang baik dengan pemasok dan tetap memanfaatkan potongan tunai yang menguntungkan perusahaan. (Syamsuddin, 2009 :234) .

Menurut Brigham dan Houston (2004 :567) periode pembayaran utang dapat diukur dengan cara membagi utang lancar dengan harga pokok penjualan dikali 365.

Account payable merupakan salah satu sumber pembiayaan perusahaan yang bersifat jangka pendek (Gitman 2011 :682). Payable Deferral Period merupakan jangka waktu yang dibutuhkan perusahaan dalam melakukan

pembayaran atas hutang-hutangnya. Apabila perusahaan membayar mampu menunda pembayaran hutang-hutangnya tanpa meningkatkan biaya operasi maka profitabilitas perusahaan akan semakin tinggi (Brigham dan Houston 2009 :496). 2.1.11 Cash Conversion Cycle

Menurut Brigham dan Houston (2004 :568), siklus konversi kas dapat dipersingkat dengan cara:

1. Mengurangi periode konversi persediaan dengan memproses dan menjual barang secara lebih cepat.

2. Mengurangi periode penerimaan piutang dengan mempercepat penagihan, atau

3. Memperpanjang periode pembayaran utang dengan memperlambat pembayaran yang dilakukan.

Sedangkan menurut Gitman ( (2012: 641), cash conversion cycle (CCC) adalah lama waktu yang dibutuhkan sebuah perusahaan umtuk mengkonversi kas yang diinvestasikan dalam operasinya menjadi penerimaan kas sebagai hasil dari kegiatan operasinya.

Menurut Brigham dan Houston (2004 :568) siklus konversi kas dapat diukur dengan menambahkan inventory conversion period dan receivable

Perusahan akan mendapatkan keuntungan dengan mempercepat penerimaan kas dan memperlambat pengeluaran kas untuk pembayaran utang. Perusahaan akan memperlambat pengeluaran kas atau pembayaran utang. Perusahaan akan mempercepat penerimaan kas untuk dapat menggunakan uang tersebut lebih cepat untuk meningkatkan efesiensi yang pada akhirnya meningkatkan profitabilitas. Sebaliknya, perusahaan berusaha menunda pembayaran hutang selama yang mereka bisa tanpa harus menurunkan kepercayaan kreditor sehingga perusahaan mampu meningkatkan manfaat kas yang telah didapatkan (Horne dan Wachowiz, 2008: 223). Cash conversion period merupakan kombinasi dari penjumlahan inventories conversion period dengan reivables collection period dikurangi payable deferral period. Menurut Brigham dan Houston (2006: 568) mengemukakan bahwa mempersingkat cash conversion cycle akan menghasilkan profitabilitas yang lebih tinggi. Jika sebuah perusahaan menjual lebih cepat, mengumpulkan piutang lebih cepat, dan membayar hutang lebih lama tanpa mempengaruhi penjualan dan meningkatkan biaya operasional, maka periode pengumpulan kas akan berkurang, biaya bunga akan berkurang, biaya bunga akan dapat dikurangi dan profit akan meningkat.

Berdasarkan uraian tersebut maka dalam suatu siklus konversi kas, periode piutang dan periode persediaan harus dikelola secepat mungkin sedangkan periode utang harus diperlambat sehingga upaya-upaya ini dapat mempersingkat siklus konversi kas dan pada akhirnya akan berpengaruh pada peningkatan profitabilitas perusahaan.

2.1.12 Firm Size

Menurut Rajan dan Zingales (2005:83), ada tiga teori yang secara implisit menjelaskan hubungan antara ukuran perusahaan dan tingkat keuntungan, antara lain :

a. Teori teknologi, yang menekankan pada modal fisik, economies of scale, dan lingkup sebagai faktor-faktor yang menentukan besarnya ukuran perusahaan yang optimal serta pengaruhnya terhadap profitabilitas.

b. Teori organisasi, menjelaskan hubungan profitabilitas dengan ukuran perusahaan yang dikaitkan dengan biaya transaksi organisasi, didalamnya terdapat teori critical resources

c. Teori institusional mengaitkan ukuran perusahaan dengan faktor-faktor seperti sistem perundang-undangan, peraturan anti-trust, perlindungan patent, ukuran pasar dan perkembangan pasar keuangan

Perusahaan yang berukuran besar memiliki peluang yang besar untuk memiliki sumber pendanaan dari berbagai sumber, sehingga untuk mendapatkan pinjaman dari kreditur akan lebih mudah karena perusahaan yang berukuran besar mempunyai probabilitas yang lebih besar untuk bersaingan atau bertahan dalam industri. Ukuran perusahaan bisa diukur dengan menggunakan total assets, log size, nilai pasar saham dan lain-lain (Putri, dkk. 2014).

2.1.13 Status Perusahaan (Perusahaan BUMN dan BUMS)

Berdasarkan peraturan pemerintah ada dua bentuk perusahaan di indonesia yaitu Badan Usaha Milik Pemerintah (BUMN) dan Badan Usaha Milik Swasta (BUMS). Bentuk perusahaan ini didasarkan pada kepemilikannya. Berdasarkan

undang-undang Republik Indonesia no.19 tahun 2003 tentang BUMN, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah badan usaha yang seluruh atau sebahagian besar modalnya adalah milik negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam sistem perekonomian nasioal, disamping badan usaha milik swasta dan koperasi. Dalam menjalakan kegiatan usahanya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) dan koperasi menajalankan peran saling mendukung bedasarkan demokrasi ekonomi.

Berdasarkan UUD 1945 pasal 33, bidang- bidang usaha yang diberikan kepada pihak swasta adalah mengelola sumber daya ekonomi yang bersifat tidak vital dan strategis atau yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak. Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) adalah badan usaha yang modalnya dimiliki oleh swasta. Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) dibedakan menajadi Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) dalam negeri dan Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) luar negeri. Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) dalam negeri adalah badan usaha yang modalnya dimiliki oleh masyarakat dalam negeri. Sedangkan Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) luar negeri adalah badan usaha yang modal usahanya dimilikimoleh masyarakat luar negeri.

2.1.14 Profitabilitas

Dalam kegiatan operasional perusahaan, profit merupakan elemen penting dalam menjamin kelangsungan perusahaan. Dengan adanya kemampuan memperoleh laba dengan menggunakan semua suber daya perusahaan maka

tujuan-tujuan perusahaan akan dapat tercapai. Penggunaan semua sumber daya tersebut akan memungkinkan perusahaan untuk memperoleh laba yang tinggi.

Profitabilitas merupakan hak yang penting bagi perusahaan karena disamping dapat menilai efisiensi kerja, juga merupakan alat untuk meramalkan laba masa yang akan datang dan merupakan alat pengendali bagi manajemen. Dengan berpedoman pada profitabilitas, manajemen dapat mengambil dan menentukan langkah yang tepat untuk meningkatkan profitabilitas dimasa yang akan datang.

Dokumen terkait