• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Fisiologi Hidung

Hidung memiliki tiga fungsi utama yaitu penciuman, pernafasan, dan perlindungan. Ketiga fungsi ini dibantu oleh anatomi kavum nasi yang berliku-liku sehingga menciptakan area perrmukaan yang luas. Permukaan kavum nasi yang bersilia meningkatkan kontak dengan udara yang masuk, sehingga memaksimalkan fungsi penciuman serta menghasilkan pemanasan, kelembaban, dan filtrasi yang efisien terhadap udara yang masuk ke hidung sebelum mencapai saluran pernafasan bawah (Walsh, Kern, 2006).

Ketika udara melewati hidung, terdapat tiga fungsi pernafasan normal yang dilakukan oleh kavum nasi yaitu, udara dipanaskan oleh permukaan luas pada konka dan septum yang total areanya sekitar 160 cm², udara dilembabkan ketika melewati hidung, kelembaban berasal dari kadar air yang terdapat pada mukus yang tertransudasi secara langsung dari pembuluh-pembuluh darah pada hidung, dan udara difiltrasi, rambut-rambut dan vibrissae pada lubang hidung, memfiltrasi partikel-partikel besar yang masuk ke hidung. Ketiga fungsi tersebut disebut dengan air conditioning function pada saluran pernafasan bagian atas (Guyton, 2006; Walsh, Kern, 2006).

Rambut-rambut pada lubang hidung penting untuk menyaring partikel dari luar yang berukuran besar. Yang lebih penting lagi adalah membersihkan partikel dengan presipitasi turbulen. Ketika udara masuk ke hidung akan berbenturan dengan beberapa hambatan yaitu, konka yang menyebabkan turbulensi udara, septum, dan dinding faring. Saat udara berbenturan dengan salah satu hambatan tersebut, maka harus mengubah arah gerakannya. Partikel-partikel yang ada di udara memiliki massa dan momentum yang lebih besar daripada udara tersebut, sehingga tidak dapat mengubah arah gerakannya secara cepat seperti yang dapat udara lakukan. Oleh karena itu, partikel-partikel tersebut diteruskan, membentur

10

permukaan hambatan, dan terperangkap di dalam lapisan mukosa kemudian ditranspor oleh silia ke faring untuk di telan. Mekanisme turbulensi tersebut sangat efektif untuk membersihkan partikel-partikel yang ukurannya lebih dari 6 mikrometer (Guyton, 2006).

2.3. Sistem Mukosiliar Hidung 2.3.1. Histologi Mukosa Hidung

Epitel organ pernapasan yang biasanya berupa epitel kolumnar bersilia pseudostratified, berbeda-beda pada berbagai bagian hidung, tergantung pada tekanan dan kecepatan aliran udara, demikian pula suhu, dan derajat kelembaban udara. Jadi, mukosa pada ujung anterior konka dan septum sedikit melampaui os internum masih dilapisi oleh epitel squamous berlapis tanpa silia-lanjutan epitel kulit vestibulum nasi. Sepanjang jalur utama arus inspirasi epitel menjadi kolumnar, silia pendek dan agak iregular. Sel-sel meatus media dan inferior yang terutama menangani arus ekspirasi memiliki silia yang panjang yang tersusun rapi. Sinus mengandung epitel kuboidal dan silia yang sama panjang dan jaraknya antaranya. Kekuatan aliran udara yang melewati berbagai lokasi juga mempengaruhi ketebalan lamina propria dan jumlah kelenjar mukosa. Lamina propria tipis pada daerah di mana aliran udara lambat atau lemah, namun tebal di daerah aliran udara yang kuat. Jumlah kelenjar penghasil sekret dan sel goblet, yaitu sumber dari lapisan mukus, sebanding dengan ketebalan lamina propria. Lapisan mukus yag sangat kental dan lengket menangkap debu, benda asing, dan bakteri yang terhirup, dan melalui kerja silia benda-benda ini di angkut ke faring, selanjutnya ditelan dan dihancurkan dalam lambung. Lisozim dan imunoglobulin A (IgA) ditemukan pula dalam lapisan mukus, dan melindungi lebih lanjut terhadap patogen. Lapisan mukus hidung diperbarui tiga sampai empat kali dalam satu jam. Silia, yaitu struktur kecil mirip rambut bergerak serempak secara cepat ke arah aliran lapisan, kemudian membengkok dan kembali tegak dengan lebih lambat. Kecepatan pukulan silia kira-kira 700-1.000 siklus per menit.

11

2.3.1.1 Silia Respiratorik

Silia yang panjangnya sekitar 5-7 mikron terletak pada lamina akhir sel-sel permukaan epitelium, dan jumlahnya sekitar 100 per mikron persegi, atau sekitar 250 per sel pada saluran pernapasan atas. Silia tampaknya bekerja hampir otomatis. Misalnya, sel dapat saja terbelah menjadi pecahan-pecahan kecil tanpa menghentikan gerakan silia. Suatu silia tunggal akan terus bergerak selama bagian kecil sitoplasma yang menyelubungi korpus basalis silia tetap melekat padanya. Masing-masing silia bergerak secara metakronis dengan silia disekitarnya. Bila gerakan silia diamati, maka silia akan membengkok bersamaan dan berurutan. Gerakan tersebut tidak hanya terkoordinasi menurut waktu, tetapi juga menurut arahnya pada jutaan epitel dalam sinus, yang merupakan faktor penting dalam mengangkut mukus ke nasofaring (Boies,1997).

Gambar 2.3. Struktur Normal Silia. Sumber: Munkholm & Mortensen, 2014. Mucociliary Clearance: Pathophysiological Aspects. Halaman 172. Gambar 1.

2.3.1.2 Palut Lendir (mucous blanket)

Lapisan ganda palut lendir dihasilkan oleh kelenjar serosa dan kelenjar goblet, yang memiliki ketebalan 12-15 µm. Palut lendir berfungsi sebagai lubrikan dan menjerat partikulat-partikulat kecil. Jumlahnya sekitar 1-2 L per hari.

Pada kondisi sehat, pH palut lendir sedikit asam. Palut lendir disusun oleh glikoprotein (2.5-3%), garam (1-2%), dan air (9%). Mukus dijumpai di semua bagian hidung kecuali vestibulum nasi dan sinus paranasal. Pergerakan silia

12

mendorong mukus beserta partikel yang terjerat menuju ke faring dan esofagus (Ballenger, 2003).

2.3.2. Transpor Mukosiliar

Transpor mukosiliar atau sistem pembersihan adalah dua sistem yang bekerja sama satu dengan yang lainnya yang tergantung pada gerakan aktif silia mencapai serpihan mukus pada permukaan luminal dan mendorong serpihan-serpihan tersebut ke esofagus (Ballenger, 2003).

Lapisan tipis dari mukus melapisi epitel hidung. Lapisan tersebut terdiri dari 2 lapisan: lapisan viskositas rendah yang menyelubungi silia (sol phase) dan lapisan yang lebih kental (gel phase). Mukus berasal dari sel goblet, seron-mucus dan kelenjar serous, eksudasi dari pembuluh darah dan air mata. Albumin dan immunoglobulin, lisozim, lactoferin, sitokin, dan mediator-mediator lain sama seperti ion-ion yang terdapat pada lapisan mukosa. Gerakan silia menyebabkan mukus terdorong menuju nasofaring, kecuali pada bagian anterior dari konka inferior dimana transpor mukosa hidung berada di depan. Partikel dan zat yang terperangkap atau terlarut di dalam mukus akan ditelan dan dihancurkan oleh enzim-enzim yang terdapat di saluran cerna. Peningkatan atau penurunan dari lapisan mukosa menghasilkan gangguan pada transportasi. Pembersihan mukosiliar juga dapat terganggu akibat disfungsi silia seperti pada fibrosis kistik atau diskinesia silia primer (Gaga, Vignola, Chanez, 2001).

Lapisan mukosa akan dibawa ke nasofaring setiap 10-15 menit oleh gerakan silia dan digantikan dengan mukus baru yang disekresikan oleh kavum nasi dan mukosa sinus. Aktifitas silia dapat terganggu akibat penurunan kelembaban, penurunan temperatur, atau kohesi dari permukaan mukosa yang berlawanan (Walsh, Kern, 2006).

Lapisan mukosa bergerak dengan kecepatan 2-25mm/menit. Secara terperinci, yang mengontrol frekuensi gerakan silia belum diketahui. Namun, frekuensi gerakan silia akan meningkat jika sel-sel tersebut terpapar oleh NO atau sebuah mekanis, calsium-mediated stimulus, sedangkan IL-3 akan menurunkan frekuensinya. Selain itu, aktivitas fisik yang intensif juga dapat menurunkan

13

fungsi transpor mukosiliar. Penggunaan NaCl memicu peningkatan frekuensi gerakan silia dan memperbaiki fungsi transpor mukosiliar (Beule, 2010).

2.3.3. Patofisiologi Terganggunya Sistem Transpor Mukosililiar

Ozon (O3) adalah hasil dari reaksi photochemical antara radiasi ultraviolet, NO2 dan hidrokarbon yang merupakan derivat dari asap kendaraan. Jumlah O3 tergantung kepada jumlah NO2 yang dihasilkan kendaraan pada cuaca cerah yang akan mengubah NO2 menjadi O3. O3 adalah polusi udara yang paling utama pada cuaca cerah, karena jumlahnya bisa mencapai lebih dari 90% dari total level oksidan di kota dengan cuaca cerah (Olivieri& Scoditti, 2005).

Bagan 2.1 Patofisiologi Terganggunya Sistem Transpor Mukosiliar

O3 secara potensial menyebabkan pembentukan produk reaktif sekunder dan tersier, yang akan menyebabkan peningkatan reactiveO2 species (ROS) intraselular. O3 juga meningkatkan permeabilitas sel epitel, menyebabkan alergen

NO2dan Hidrokarbon

O3 (Ozon)

Peningkatan intraselular ROS dan pelepasan sitokin-sitokin inflamasi(IL-1,

IL-6, IL-8, TNF)

Kerusakan jaringan dan destruksi sel epitel respiratori

Terganggunya sistem transpor mukosiliar Radiasi Ultraviolet

14

dan toksin menjadi mudah masuk serta menyebabkan terjadinya perlepasan sitokin-sitokin inflamasi (Interleukin (IL)-1, IL-6, IL-8, dan tumour necrosis factor (TNF)). Sehingga akan terjadi kerusakan jaringan dan destruksi sel epitel respiratori yang akan menyebabkan terganggunya sistem transpor mukosiliar.

2.3.4. Faktor yang Mempengaruhi Transpor Mukosiliar

Disfungsi mukosiliar hidung dibagi menjadi kelainan primer dan sekunder. Kelainan primer berupa diskinesia silia primer dan fibrosis kistik. Kelainan sekunder berupa influenza, sinusitis kronis, rinitis atrofi, rinitis vasomotor, deviasi septum, sindroma Sjogren, dan penyakit adenoid (Sakakura, 1997).

Menurut Waguespack (1995), keadaan yang mempengaruhi transpor mukosiliar adalah faktor fisiologis atau fisik, polusi udara dan rokok, kelainan kongenital, rinitis alergi, infeksi virus atau bakteri, obat-obat topikal, obat-obat sistemik, bahan pengawet, dan tindakan operasi.

2.3.5. Pemeriksaan Fungsi Mukosiliar

Fungsi transpor mukosiliar dapat diperiksa dengan menggunakan partikel, baik yang larut maupun tidak larut dalam air. Zat yang bisa larut seperti sakarin, obat topikal, atau gas inhalasi, sedangkan yang tidak larut adalah lamp black,

colloid sulfur, 600-µm alluminium disc atau substansi radioaktif seperti human

serum albumin, teflon, bismuth trioxide (Waguespack, 1995; Jorissen, Willems, Boeck, 2000).

Penilaian terhadap fungsi transpor mukosiliar dapat dinilai dari beberapa aspek, yaitu:

a. Pembersihan Mukosiliar

Pemeriksaan ini merupakan suatu tes yang sederhana dengan meletakkan 0.5 mm sakarin pada bagian anterior konka inferior. Lalu dinilai berapa lama waktu yang dibutuhkan sampai terasa manis dimulut, normalnya kurang dari 30 menit.

15

Ketika tes sakarin menunjukkan waktu yang mamanjang atau jika dicuigai terdapat abnormalitas dari silia, lakukan pemeriksaan silia secara langsung

dengan mengambil sampel menggunakan cuuped spatula (Rhinoprobe) dan

amati aktivitas silia di bawah mikroskop dengan sel fotometrik. Normalnya 12-15 Hz pada konka inferior.

c. Mikroskop Elektron

Jika waktu pembersihan mukosiliar dan frekuensi kecepatan silia abnormal, sampel diambil dengan spatula atau dengan biopsi langsung untuk diperiksa

dengan mikroskop elektron untuk mendiagnosa kondisi-kondisi seperti primary

ciliary dyskinesia (PCD).

d. Pengukuran Nitric Oxide

Kadar nitric oxide yang terdapat pada udara ekspirasi hidung dan paru-paru dapat membantu untuk menentukan fungsi normal mukosiliar. Jika terjadi inflamasi, maka akan terjadi peningkatan kadar nitric oxide (Ballenger, 2003).

Dokumen terkait