• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan beberapa saran yang berkaitan dengan kesimpulan dalam penelitian ini. Adapun saran yang diberikan adalah :

1. Dari hasil penelitian yang dilakukan ketiga faktor menjadi pertimbangan konsumen dalam membeli suatu produk-produk online yaitu variabel kepercayaan , Iklan (advertising) dan persepsi resiko (perceived risk). Dimana para pelaku bisnis harus memberikan jaminan keamanan kepada konsumen agar konsumen tetap setia pada toko online yang dimiliki oleh pelaku usaha, dengan begitu konsumen akan merasa percaya dan tidak merasa tertipu. Kemudian untuk iklan (advertising), sebaiknya pelaku usaha bersikap jujur melalui media yang mereka gunakan sebagai salah satu cara mereka mengiklankan produknya yaitu dengan menjelaskan sebenar-benarnya kualitas produk yang ada melalui iklan yang mereka buat, serta mempertimbangkan akan persepsi resiko (perceived risk) yang

akan dihadapi dalam melakukan pembelian secara online apakah produk yang dibeli akan sesuai harapan atau tidak.

2. Online Shop sebaiknya dapat memahami kebutuhan konsumen dengan

menyediakan informasi yang relevan dan akurat, dan menarik sehingga

dengan tersedianya infomasi yang dibutuhkan konsumen tentunya akan

menjadi bahan pertimbangan bagi konsumen dalam berbelanja secara online

3. Bagi Konsumen, hendaknya lebih cerdas dalam memilih situs online yang terpercaya, terutama mengenai kejujuran dalam bertransaksi, keamanan transaksi pembeli, kesesuaian produk yang ditawarkan pada situs online. 4. Bagi peneliti lanjutan, diharapkan agar menambah variabel lain yang

relevan dengan penelitian agar diperoleh hasil penelitian yang lebih sempurna.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Konsumen

2.1.1 Definisi Perilaku Konsumen

Sebuah perusahaan agar dapat sukses dalam persaingan, maka perusahaan harus berusaha dan menciptakan dan mempertahankan pelanggan dengan cara menghasilkan dan menyampaikan produk yang diinginkan konsumen dengan produk yang layak. Oleh karena itu setiap pelaku bisnis harus berupaya untuk memahami perilaku pelanggannya. Menurut Kotler dan Amstrong (2011:164) perilaku pelanggan mengacu pada perilaku pembelian konsumen akhir individu dan rumah tangga yang membeli barang dan jasa untuk komsumsi pribadi. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa elemen terpenting dari perilaku konsumen adalah proses pengambilan keputusan dalam pembelian.

Dari pendapat beberapa ahli di atas, definisi perilaku konsumen dapat disimpulkan sebagai suatu studi tentang proses pengambilan keputusan oleh konsumen dalam memilih, membeli, memakai, serta memanfaatkan produk, jasa, gagasan, atau pengalaman dalam rangka memuaskan kebutuhan dan hasrat mereka. Menurut Setiadi, (2013:2) Perilaku konsumen merupakan proses yang dinamis yang mencakup perilaku konsumen individual, kelompok dan anggota masyarakat yang secara terus menerus mengalami perubahan. Perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengonsumsi dan menghabiskan produk atau jasa termasuk proses keputusan yang mendahului atau menyusuli tindakan ini.Untuk memahami konsumen dan mengembangkan strategi

pemasaran yang tepat haruslah memahami apa yang mereka pikirkan (kognisi) dan yang mereka rasakan (pengaruh), apa yang mereka lakukan (perilaku), dan apa serta dimana (kejadian di sekitar) yang memengaruhi serta dipengaruhi oleh apa yang dipikirkan, dirasa, dan dilakukan konsumen.

2.2 8 Wajah Kelas Menengah 2.2.1 Definisi Kelas Menengah

Menurut Yuswohady, (2015:5-10) Seiring dengan terlewatinya GDP per kapita US$3000 per tahun pada 2010, konsumen kelas menengah Indonesia tumbuh demikian pesat. Menurut BPS, kenaikan penduduk kelas menengah (penduduk dengan pengeluaran per hari US$2-20 per hari) di Indonesia kini telah mencapai sekitar 8-9 juta penduduk per tahun, jumlah yang luar biasa. Dengan rentang pengeluaran sebesar itu, jumlah penduduk kelas menengah Indonesia kini telah mencapai angka sekitar 130 juta penduduk. Konsumen baru ini memiliki

potensi market yang sangat besar karena mereka memiliki pendapatan

“menganggur” (discretionary income) yang cukup memadai. Rule of thumb yang berlaku umum adalah, mereka memiliki discretionary income sekitar 1/3 dari keseluruhan pendapatan. Discretionary income inilah yang mereka pakai untuk membeli produk dan layanann advance seperti mobil, AC, lemari es, TV flat, gadget terbaru , layanan perbankan dan asuransi, berwisata keluar negeri, nongkrong di kafe, dan sebagainya. Mengacu ke konsep kebutuhan dan motivasi manusia dari Abraham Maslow, begitu suatu masyarakat beranjak menjadi konsumen kelas menengah, maka kebutuhan dasar (basic needs) sudah mulai terlewati. Karena itu, mereka mulai naik ke atas, masuk ke kebutuhan yang lebih

advance seperti self-esteem, status sosial, kebutuhan bersosialisasi, dan sebagainya.

Kelas menegah sering diidentikan sebagai kelompok masyarakat yang memiliki rumah dan layanan kesehatan yang mapan, menikmati pendidikan layak (termasuk pendidikan tinggi) uttuk anak-anak mereka, memiliki cukup pensiun dan job security yang memadai. Mereka juga memiliki pendapatan berlebih (discretionary income) yang memungkinkan mereka membeli TV, Lemari es, AC, Liburan hingga membeli mobil.

Secara umum ada dua pendekatan utnuk mendefinisikan kelas menengah , yaitu pendekatan absolute dan relatif. Lester Thurow (1987) dari MIT’s Sloan School of Management mendefinisikan kelas menengah di Amerika Serikat sebagai kelompok masyarakat yang memiliki pendapatan (income) dalam rentang antara 75% dan 125% dari median pendapatan (median income) per kapita. Jadi, batas bawah (floor) kelas menengah menurut definisi ini adalah sebesar 75% dari angka median pendapatan per kapita. Sedangkan batas atasnya sebesar 125% dari angka median pendapatan per kapita. Kelemahan pendekatan relatif adalah bahwa setiap negara memiliki angka median pendapatan yang berbeda-beda sehingga definisi kelas menengah dari berbagai negara akan berbeda-beda. Pendekatan absolut memperbaiki kelemahan ini dengan menetapkan rentang pendapatan (income) atau pengeluaran (consumption expenditure) tertentu untuk mendefinisikan kelas menengah .

Definisi yang lebih cocok untuk negara-negara Asia dikeluarkan oleh Asia Development Bank (ADB). ADB (2010) mendefinisikan kelas menengah dengan

rentang pengeluaran per kapita sebesar US$2-20. Rentang pengeluaran per kapita tersebut dibagi lagi kedalam tiga kelompok yaitu masyarakat kelas menengah bawah (lower middle class) dengan pengeluaran per kapita per hari sebesar US$2-4; kelas menengah tengah (middle-middle class) sebesar US$4-10; dan kelas menengah atas (upper-middle class) US$10-20 (PPP tahun 2005).

2.2.2 Tiga Dimensi Konsumen Kelas Menegah

Dalam mengembangkan model segmentasi hal yang dilakukan adalah befokus untuk bisa menggambarkan nilai-nilai yang dimiliki oleh konsumen kelas menengah Indonesian. Karena nilai-nilai membentuk dan mempengaruhi sikap, perilaku, gaya hidup, dan kebutuhan konsumen dengan mengetahui nilai-nilai kita juga bisa mengungkapkan motif dibalik sikap, perilaku, dan gaya hidup tersebut. Dalam penelitian ini tiga dimensi segmentasi untuk memetakan nilai-nilai, sikap, dan perilaku, dan gaya hidup konsumen yaitu: tingkat kepemilikan sumber daya (ownership of resources), tingkat pengetahuan dan wawasan (knowledgeability), dan tingkat leterhubungan sosial (social connection). Tiga dimensi inilah yang cukup representatif menggambarkan pergeseran nilai-nilai dan perilaku konsumen kelas menengah Indonesia sebagai dampak dari kemajuan sosial-ekonomi yang terjadi di Indonesia sejak beberapa tahun terakhir (Yuswohady, (2015:51-52).

1.Ownership of Resources

Dimensi kepemilikan sumber daya menggambarkan tingkat sumber daya yang dimilki terutama sumber daya financial yang mempengaruhi kemampuan daya beli dan konsumsi terhadap berbagai barang dan jasa.

Besar kecilnya sumber daya yang dimiliki seseorang mencerminkan tingkat hidup (standart of living).

Masyarakat kelas menengah umunya diindentikan dengan kelompok masyarakat yang sudah memiliki standar hidup lumayan karena memiliki asset financial yang cukup signifikan seperti penghasilan riap bulan, rumah, mobil, barang-barang rumah tangga (TV, Lemari es, AC, mesin cuci, dan sebagainya), tabungan atau instrument investasi seperti emas, saham atau reksadana. Ukuran sumber daya disini lebih spesifik adalah asset financial yang bisa mencakup dua hal. Pertama adalah penghasilan (income), yaitu asset yang bisa dengan mudah dan cepat di-monetizing untuk pengeluaran dan konsumsi. Kedua adalah kekayaan bersih (net worth), yaitu seluruh asset yang bisa diperjualbelikan (marketable asset) dikurangi utang. Beberapa contoh marketable asset adalah rumah, mobil, simpanan emas, dan sebagainya. Tumbuhnya kelas menengah di Indonesia tidak terlepas dari meningkatnya kemakmuran dan standar hidup masyarakat sebagai hasil dari proses pembengunan yang dilakukan sejak masa orde baru di awal 1970-an.

2. Knowledgeability

Dimensi knowledgeability menggambarkan tingkat pengetahuan, wawasan, keterbukaan pikiran, adopsi informasi dan teknologi, visi dan tujuan hidup (vision & sense of purpose), penerimaan terhadap moderenisai dan nilai-nilai universaldan terbukanya wawasan seseoarng akan berpengaruh secara mndasar pada pola pikir dan orientasi hidup seseoarang. Pengetahuan dan wawasan yang luas juga akan membuka munculnya ide-ide yang tidak rutin

dan inovasi. Tak hanya itu, meningkatnya kompetensi dan keterampilan seseorang yang diperoleh melalui pendidikan juga akan membuat ia lebih cakap menghadapi persoalan-persoalan hidup yang pada gilirannya akan mengurangi tingkat pentingnya nilai-nilai keamanan (security values). Artinya, ia akan menjadi lebih terbuka dan berani mengambil risiko-risiko, juga pilihan-pilihan hidup. Sementara itu, dengan pergeseran dari masyarakat industrial (industrial society) ke masyarakat berpengetahuan (knowledge society), maka nilai-nilai pun bergeser. Dikalangan masyarakat berpengetahuan, kebutuhan untuk bertahan hidup sudah dianggap terpenuhi dengan sendirinya.

3. Social Connection

Dimensi social connection menggambarkan tingkat keterhubungan

seseorang dengan lingkungan sosialnya. Lingkungan sosial ini mencakup unit yang paling kecil yaitu keluarga dan tetangga, lingkungan masyarakat yang lebih luas seperti negara, hingga lingkungan masyarakat global/universal. Dimensi ini mencerminkan seberapa besar seseorang memengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Kemunculan teknologi dan perangkat sosial (social technologies & tools) seperti internet dan media sosial memungkinkan koneksi anatar-individu kini tak hanya sebatas dilaksanakan secara fisik (phisically/offline-connection) tapi juga secara virtual/online (virtually/online-connection). Perkembangan teknologi yang masih berlangsung sepuluh tahun terakhir ini membawa perubahan besar yang belum pernah ada dalam kemajuan umat manusia sebelumnya.

seiring dengan meningkatnya kesejahteraan ekonomi dan meningkatnya pengetahuan dan wawasan kelas menengah, kebutuhan-kebutuhan untuk berkoneksi sosial ini menjadikan kian pentinga dan cukup dominan mewarnai kebutuhan mereka. Dalam sepuluh tahun terakhir, kebutuhan untuk berkoneksi sosial mengalami revitalisasi, pengayaan (enrichment), dan pendalaman (deepening) dengan berkembangnya teknologi-teknologi yang memudahkan orang dalam berelasi sosial (social technologies). Sepuluh tahun terakhir misalnya, kita menyaksikan terjadinya revolusi media sosial (social media) dengan munculnya layanan-layanan seperti Facebook, Twitter, YouTube, Blacberry Massanger, Yahoo Massanger, Blog dan lain-lain, yang secara mendasar mengubah pola perilaku masyarakat dalam berelasi sosial. Dengan berbagai layanan dan tools tersebut mereka bisa berkoneksi dan berjejaring sosial dengan teman, rekan kerja, anggota keluarga dan dengan siapapun secara mobile dan mereka melakukan itu tak hanya melalui perangkat desktop dirumah tapi juga dengan perangkat mobile seperti smarphone atau tablet (Yuswohady, 2015:51-68).

2.2.3 8 Segmen Generik Kelas Menengah

Dengan menggunakan kerangka kerja teoritik, Middle Class Institute (MCI) melakukan studi untuk memotret dan mengetahui profil konsumen kelas menengah Indonesia, yang mencakup nilai-nilai, sikap, dan perilakunya. Studi ini meliputi focus group discussion (FGD) dan indepth interview ditambah dengan studi etnografi untuk lebih dalam menelusuri background sosialnya. FGD dan

indepth interview dilakukan pada November 2011 dengan mengambil responden yang merepresentasi konsumen kelas menengah yaitu pekerja/profesional, wirausahawan (tradisional/modern), ibu rumah tangga (bekerja/tidak bekerja), pelajar/mahasiswa, dan pegawai pemerintah (PNS) dengan pengeluaran berkisar US$2-20 per hari sesuai definisi kelas menengah yang dirumuskan oleh asian Development Bank (2010).

Dengan mengacu pada dimensi nilai-nilai konsumen seperti sudah dibahas

sebelumnya yaitu: tingakat kepemilikan sumber daya (resources), tingkat

pengetahuan/wawasan (knowledgeability), dan koneksi sosial (social connection), maka kami berhasil mengidentifikasi delapan segmen kelas menengah Indonesia yaitu:

1.Expert

Kebayakan adalah profesional diberbagai bidang mulai dari dokter, arsitek, konsultan, atau pengacara yang selalu berupaya menjadi ahli dibidang yang digelutinya. Setiap hari mereka sibuk denngan menekuni bidang profesinya dari pagi hingga larut malam. Dokter yang sudah laku misalnya, harus mengurusi pasien-pasiennya dari pagi hingga dini hari. Hidupnya cenderung rutin dan monoton, tapi mereka menikmatinya, karena semua pekerjaan itu dilakukan dengan passionate.

2.Climber

Mereka adalah pegawai pabrik (blue collar), salesman, supervisor, dan sebagainya yang berupaya keras membanting tulang untuk menaikkan status ekonominya. Harapan utama mereka adalah mendongkrak karier dan

menaikan taraf kehidupan menjadi lebih baik. Karena umumnya masih mengawalli karier, mereka masih suka pindah-pindah kerja (job-hunter), risk-taker dalam karier, dan cenderung melihat bahwa “career is a journey”. Seperti halnya Expert, mereka memiliki sedikit waktu luang karena pagi-pagi harus berangkat ke kantor atau pabrik dan lepas magrib baru bisa pulang ke rumah dalam kondisi capek. Umumnya mereka memiliki family-values yang tinggi dan bekerja keras melulu untuk keluarga. Karena itu mereka adalah sosok “hero of their family

3.Aspirator

Mereka adalah performer yang sudah mapan dan cukup puas dengan

kondisi ekonomi saat ini. Mereka juga terbuka mind terhadap globalisasi dan mengadopsi nilai-nilai universal. Karena sudah merasa cukup, orientasi hidup mereka tidak lagi selfish. Ia mulai memikirkan hal-hal di luar dirinya: mulai peduli dengan anggota DPR yang hobi korupsi; mulai peduli mengapa pesawat kok jatuh melulu; mulai peduli dengan pemanasan global atau hutan Kalimatan yang dibabat habis. Ia punya harapan menjadi influencer bagi masyarakat, lingkungan, dan negaranya. Jadi tidak benar seluruh kelas menengah Indonesia acuh tak acuh terhadap negaranya.

4.Performer

Mereka adalah kalangan professional dan entrepreneur yang memiliki ambisi luar biasa untuk membangun kopetensi diri. Mereka adalah self-achiver yang menggunakan kompetensi dan keterampilan sebagai alat untuk mendongkrak tingkat ekonomi. Karena itu, mereka selalu meng-update

informasi, mengadopsi teknologi, dan terus belajar untuk meng-improve diri. Karena memegang informasi dan teknologi, mereka cenderung melihat persaingan (dengan rekan-rekan kerja) secara positif. Performer lebih selfish dengan misi hidup mencapai kebebasan keuangan (financial freedom). Ya, karena mereka belum puas dengan tingkat kehidupan ekonomi saat ini.

5.Trend-setter

Mereka adalah yang memilki daya beli lebih tinggi (more resources) disbanding follower. Karena lebih mampu, mereka ingin menjadi panutan dalam gaya hidup (peripheral lifestyle) seperti fashion, gaya selebriti, gadget, dan sebagainya. Bagi teman-temanya, “they are victim of trends”, mereka menemukan eksistensinya ketika diikuti dan menjadi center of attention di lingkungan teman-temannya. Untuk bisa terus mengikuti tren dan isu-isu terbaru, mereka aktif berkoneksi di lingkkungan teman-temannya menggunakan Facebook atau Twitter. Dengan karakteristik seperti itu, tak diragukan lagi bahwa mereka adalah orang-orang narsis (narcissist) dan cenderung self-centered.

6.Follower

Umumnya adalah kalangan muda (SMA dan Kuliah) yang membutuhkan panutan (role model) untuk menemukan dan menunjukkan eksistensinya. Kenapa butuh panutan? Ya karena mereka masih mencari jati diri, belum punya banyak pengalaman, dan wawasannya masih terbatas (short-term vision, less sense of purpose). Mereka adalah generasi galau (ababil:”ABG Labil”). Karena hal ini pula, tangible aspect seperti tampilan fisik,

kepemilikan barang mahal, atau citra diri menjadi sesuatu yang penting. Bagi mereka teman adalah segalanya (friends are everything) dan diterima di lingkungan teman merupakan sesuatu yang penting untuk menujukkan eksistensi mereka. Koneksi dengan teman (connection with friends) mereka lakukan melalui media sosial seperti Facebook dan Twitter.

7.Settler

Mereka adalah flow-er yang sudah memiliki kemamouan hidup. Sosok ini merintis warung atau punya lahan luas hasil warisan yang menghasilkan sumber keuangan cukup besar bagi kehidupan ekonomi. Mereka tidak lagi memiliki keresahan hidup dari sisi ekonomis. Hanya saja, berbeda dengan Aspirator atau Performer, mereka bukanlah sosok yang knowledgebility, bisa jadi cuma lulusan SD atau SMP. Karena tingkat pengetahuan yang terbatas, mereka cenderung memegang nilai-nilai tradisional dan fobia terhadap perkembangan informasi, teknologi dan globalisasi. Karena sudah puas dengan sukses yang dicapai saat ini, mereka cenderung tidak belajar dan mengembangkan diri (They are at the comfort zone).

8.Flow-er

Mereka adalah sosok yang tidak puas dengan tingkat kehidupan ekonominya saat ini, namun mereka tak tahu bagaimana harus mengubahnya. Karena tingkat pendidikan dan pengetahuan yang terbatas, mereka cenderung kurang meng-update informasi dan mengadopsi teknologi sehingga wawasan dan visi hidupnya terbatas. Dengan keterbatasan itu, hidup mereka cenderung pasrah dan mengalir (flow) di

tengah perubahan kehidupan (tknologi, informasi, sosial. Politik, dan sebagainya) yang cepat dan bergolak. Keluarga dan (terutama) adalah asset terbesar yang mereka miliki. Ditengah pergolakan hidup yang cepat pegangan mereka hanya satu, yaitu kayakinan agama (high spiritual values). Karena itu, mereka cenderung menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhirat.

2.2.4 Gaya Hidup Digital

Apabila diperhatikan, sekarang ini muncul tren banyaknya iklan-iklan situs e-commerce di televise. OLX, Lazada, Zalora, dan lainnya merupakan beberapa contoh situs e-commerce yang rajin beriklan ditelevisi. Mereka rela mengeluarkan banyak uang untuk menarik masyarakat agar belanja di situs jual-beli, yang tentu potensinya sangat besar. Tahun ini diperkirakan nilai transaksi e-commerce di Indonesia akan tembus sampai US$ 290 juta dengan jumlah 10.743.000 orang bertransaksi. Fantastis, seiring tumbuhnya kelas menengah dan penetrasi internet, maka bisnis e-commerce pun sangat menjanjikan dan menguntungkan.

2.3 Riset Inventure

Karakteristik kalangan menengah berhasil diidentifikasi pertama kalinya dalam survei Consumer 3000.

Sumber : Center For Middle-Class Consumer Studies.

Gambar 2.1

Apa yang terjadi pada konsumen itu, menurut Yuswohady, Direktur Centerfor Middle Class Consumer, merupakan fenomena Consumer 3000 (C3000), yaitu tumbuhnya konsumen kelas menengah baru. Terminologi C3000 diambil dari ambang batas (treshold) PDB per kapita suatu negara yang akan mencapai akselerasi perkembangan ekonomi luar biasa. Sejak akhir 2010, untuk pertama kali dalam sejarah, Indonesia melampaui angka ambang batas tersebut.

Yuswohady mengatakan, terlampauinya ambang batas itu menandakan jumlah kelas menengah di Indonesia mulai signifikan. Data Bank Dunia (2011) menunjukkan, konsumen menengah dengan kriteria pengeluaran US$ 2-20 per hari telah mencapai 134 juta jiwa, berarti lebih dari 50% penduduk Indonesia. Mereka membentuk pasar yang sangat besar. Mereka merupakan pendorong perkembangan ekonomi yang luar biasa. Karakter, perilaku dan gaya konsumsi mereka pun akan semakin menarik diperhatikan. Itu sebabnya, Inventure dan Majalah SWA mengadakan studi tentang kelas menengah di Indonesia. “Sebuah survei pertama di Indonesia yang menguak tentang karakteristik masyarakat kelas menengah,”. Secara keseluruhan, survei C3000 ingin menjelaskan bagaimana perilaku kelas menengah, dinamika perilaku/karakter-karakter yang unik. Yuswohady percaya, kelas menengah memiliki karakter unik. Umumnya mereka mengalami revolusi dari pertumbuhan yang cepat. Sehingga, menimbulkan pergeseran dari pemikiran konvensional ke modern. Contoh telak bisa kita lihat pada kehadiran gerai 7-Eleven. Di luar negeri, 7-Eleven dianggap biasa dan tidak populer. Berbeda dengan di Indonesia, 7 Eleven justru sangat ngetop, bahkan turut mengubah lanskap bisnis convenience store di Tanah Air.

Survei dilakukan dalam dua jenis: kualitatif dan kuantitatif. Studi kualitatif

dilakukan melalui focus group discussion (FGD). etnografi (menyelami

keseharian), dan netnografi (menangkap pembicaraan masyarakat dari sosial media). Adapun studi kuantitatif diancangkan akan berlangsung di lima kota besar di Indonesia. Kelima kota besar itu diharapkan bisa mewakili masyarakat Indonesia secara keseluruhan.

Saat ini baru proses FGD yang sudah berjalan. Meski demikian, Inventure dan SWA berhasil mengidentifikasikan delapan karakter konsumen menengah Indonesia. Pertama, The Aspirator, yang mencerminkan karakter idealis, memiliki tujuan, peduli, dan memiliki keinginan untuk memberi aspirasi. Kedua, The Performer istilah ini mencerminkan kalangan profesional dan entrepreneur yang terus berusaha mengejar karier (self achievement). Ketiga, The Expert, sebutan bagai orang yang career-oriented, peduli untuk terus meningkatkan keahlian, sehingga pakar dalam menekuni profesinya. Keempat, The Climber istilah ini mencerminkan karakter economic-oriented, supaya kehidupannya jauh lebih baik. Kelima, The Settler menggambarkan konsumen yang sedikit bersosialisasi, tidak meng-update informasi, tetapi tinggi resources (banyak uang). Keenam, The Flower kelompok ini kurang berpendidikan dan belum banyak terkoneksi. Dalam menghadapi perubahan ini mereka mengacu ke norma dan agama. Tujuh, The Trendsetter, menggambarkan pencipta inovasi dalam tren. Kelompok ini mapan, tetapi pendidikannya kurang. Umumnya adalah pedagang sukses, kondisi mereka mapan, tetapi sulit dikembangkan baik dari koneksitas maupun pendidikannya.

Terakhir, delapan The Follower, yakni merek yang hanya mengikuti tren karena minimnya pengetahuan, tetapi pandai bersosialisasi.

Pengelompokan karakter itu berdasarkan diagram empat sumbu vertikal dan horisontal. Sumbu kiri disebut less socially connected dan sumbu kanan

disebut more socially connected. Sementara sumbu bawah dinamai less

knowledgeable dan sumbu atas dinamai more knowledgeable. Yuswohady mengatakan, karakter konsumen sangat tergantung pada tingkat keterhubungan konsumen dengan teknologi dan lingkungan sosialnya, serta besaran kadar pengetahuan, pandangan, dan pola pikir mereka. Melalui diagram itu, dijelaskannya, sekecil apa pun tarikan masing-masing sumbu, pasti akan mengubah karakter konsumen. Namun, untuk mendapatkan garis perbedaan karakter yang lugas, Yuswohady hanya membelah setiap bidang menjadi dua bagian berdasarkan potensi daya belinya. Sisi bagian dalam berwarna kuning tua, sedangkan bagian luar berwarna kuning muda pada bagan. Bagan bagian dalam (kuning tua) menunjukkan pasar yang berdaya beli rendah, tetapi prospek dan jumlahnya sangat besar. Adapun bagan bagian luar (kuning muda), memperlihatkan kelompok berdaya beli tinggi, tetapi jumlahnya belum banyak. Yang terpenting, pemilik merek dan pemasar menjadi tahu adanya pergeseran perilaku atau tren masyarakat kelas menengah. Pemilik merek atau pemasar bisa mencari peluang dari keadaan itu. Mereka bisa membenahi merek dan strategi pemasaran, atau membuat produk yang sedang diinginkan pasar. “Survei ini bisa membantu mereka dalam membaca dan menjadi guidance untuk strategi bisnis mereka ke depan, sehingga pasar yang dituju relevan,”.

2.4 Belanja Online (Online Shopping) 2.4.1 Definisi Belanja Online

Belanja online adalah suatu bentuk perdagangan menggunakan perangkat

Dokumen terkait