BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
C. Saran
Penelitian ini dimasa mendatang diharapkan dapat menyajikan hasil
penelitian yang lebih berkualitas lagi dengan adanya beberapa masukan mengenai
beberapa hal diantaranya:
1. Penelitian lebih lanjut diharapkan dapat memperpanjang periode penelitian
misalnya selama jangka waktu 4 atau 5 tahun.
2. Mengembangkan instrumen pengukuran untuk menghitung kualitas
pengendalian internal perusahaan atas perusahaan – perusahaan publik di
Indonesia, misalnya jumlah anggota audit internal
3. Pengukuran terhadap variabel fee audit pada penelitian mendatang
sebaiknya menggunakan perusahan-perusahaan yang mencantumkan data
tentang fee audit daripada data mengenai professional fees dalam laporan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Keagenan (Agency Theory)
Teori Keagenan (Agency Theory)menyatakan bahwa apabila terdapat pemisahan antara pemilik sebagai principal dan manajer sebagai agen yang menjalankan perusahaan maka akan muncul permasalahan agensi karena
masing-masing pihak tersebut akan selalu berusaha untuk memaksimalisasikan fungsi
utilitasnya (Jensen dan Meckling, 1976). Tujuan utama teori agensi (agency theory) adalah untuk menjelaskan bagaimana pihak-pihak yang melakukan hubungan kontrak dapat mendesain kontrak yang tujuannya untuk meminimalisasi
cost sebagai dampak adanya informasi yang tidak simetris dan kondisi ketidakpastian.
Konservatisme dapat dijelaskan dari perspektif teori keagenan. Teori
tersebut menyatakan perusahaan merupakan nexus of contract yakni tempat bertemunya kontrak antar berbagai pihak yang berpotensi menimbulkan konflik
kepentingan. Konflik tersebut tercermin dari kebijakan dividen, pendanaan, dan
kebijakan investasi (Jensen dan Meckling,1976). Ketiga kebijakan tersebut dapat digunakan oleh investor untuk mengatur manajer dan mentransfer keuntungan
dari kekayaan kreditor. Upaya investor tersebut akan menjadi lebih sulit
dengan adanya laporan keuangan yang konservatif.
Teori keagenan mengasumsikan bahwa masing-masing individucenderung
untuk mementingkan diri sendiri. Manajer sebuah perusahaanmungkin memiliki
kekayaan pemilik pemegang saham. Hak yangdimiliki manajer untuk mengelola
aset perusahaan, menimbulkan adanyakonflik kepentingan antara dua kelompok
(Hikmah dkk., 2011:5).
Perbedaan kepentingan antara principal (pemegang saham) danagen (manajer) dapat menimbulkan suatu informasi asimetri (kesenjanganinformasi).
Masing-masing pihak berusaha memperbesar keuntungan bagidiri sendiri.
Manajer dalam hal ini dapat melakukan tindakan kecurangan (fraud) untuk memanipulasi laba, agar kompensasi ekonomi yangdiberikan oleh principal
semakin besar. Tindakan – tindakan sepertimemanipulasi laba inilah yang menjadi
pentingnya adanya pengendalianinternal dan struktur tata kelola perusahaan
(governance structure)(Wibowo, dkk., 2013:3).Teori agensi menunjukkan pentingnya pemisahan manajemen perusahaan dari pemilik kepada manajer.
Tujuan pemisahan ini untuk mewujudkan efisiensi dan efektivitas dengan
menyewa agen profesional dalam mengelola perusahaan atau pihak ketiga dan
independen, dalam hal ini auditor independen yang dianggap mampu
menghubungkan kepentingan pemilik (principal) dan pihak ketiga (manajemen).
2.2 Corporate Governance
2.2.1 Defenisi Corporate Governance
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI-2006), mendefenisikan Corporate Governance sebagai “Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antar pemegang saham, pengurus (pengelola)
perusahaan, kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang
hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang
mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Tujuan Corporate Governance ialah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders).Organization for Economics Cooperation and Development(OECD)mendefinisikan corporate governance sebagai suatu sistem dimana sebuah perusahaan atau entitas bisnisdiarahkan dan diawasi (Hikmah dkk., 2011:6)
Defenisi lain dari Cadbury Committee (1992) dalam Goodwin Stewart dan Kent, 2006:6), memandang corporate governance sebagai seperangkat aturan yang merumuskan hubungan antara para pemegang
saham, manajer, kreditor, pemerintah, karyawan dan pihak-pihak yang
berkepentingan lainnya baik internal maupun eksternal sehubungan
dengan hak-hak dan tanggung jawab mereka.
Pengertian Corporate Governance (Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara, Nomor : KEP-117/M-MBU/2002), adalah suatu proses dan
struktur yang digunakan oleh organisasi BUMN untuk meningkatkan
keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai
pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan
kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika tersebut dan dapat disimpulkan bahwa corporate governance merupakan suatu sistem yang diterapkan oleh perusahaan untuk mengatur dan mengelola perusahaan secara efektif.
2.2.2 Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance (GCG)
Dalam Permendagri No. 61 tahun 2007, prinsip yang dituntut untuk
dilaksanakan hanya empat prinsip yang pertama.Secara lebih rinci prinsip-
prinsip dasar dalam tata kelola yang baik adalah sebagai berikut:
1. Transparansi (Transparancy); yaitu keterbukaan informasi baik dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan
informasi material dan relevan mengenai perusahaan. Efek terpenting
dari dilaksanakannya prinsip transparansi ini adalah terhindarnya
benturan kepentingan (conflict of interest) berbagai pihak dalam manajemen.
2. Akuntabilitas (Accountability); yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban organ lembaga sehingga pengelolaan lembaga
dapat terlaksana dengan baik. Dengan terlaksananya prinsip ini, lembaga
akan terhindar dari konflik atau benturan kepentingan peran.
3. Responsibilitas (Responsibility); yaitu kesesuaian atau kepatuhan di dalam pengelolaan lembaga terhadap prinsip korporasi yang sehat serta
peraturan perundangan yang berlaku, termasuk yang berkaitan dengan
masalah pajak, hubungan industrial, perlindungan lingkungan hidup,
kesehatan/keselamatan kerja, standar penggajian dan persaingan yang sehat.
4. Independensi (Independency); yaitu suatu keadaan dimana lembaga dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan
pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan
5. Kesetaraan dan kewajaran (Fairness); yang secara sederhana dapat didefinisikan sebagai perlakuan yang adil dan setara didalam memenuhi
hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan
perundangan yang berlaku.
2.2.3Tujuan Penerapan Corporate Governance
Komite Nasional Kebijakan Governance menjelaskan bahwa corporate governance merupakan acuan bagi perusahaan dalam rangka:
1. Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan yang didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan.
2. Mendorong pemberdayaan fungsi dan kemandirian masing-masing organ perusahaan, yaitu dewan komisaris, direksi dan Rapat Umum Pemegang Saham.
3. Mendorong pemegang saham, anggota dewan komisaris dan anggota direksi agar dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakannya dilandasi oleh nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. 4. Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan.
5. Mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dengan tetap memperhatikan pemangku kepentingan lainnya.
6. Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun internasional, sehingga meningkatkan kepercayaan pasa
2.2.4 Good Corporate Governance dan Hukum Perseroan di Indonesia
Kegiatan perusahaan (perseroan) di Indonesia didasarkan atas
payung hukum Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 tentang perseroan
terbatas. Namun Undang-Undang ini kemudian dicabut dan diganti dengan
Undang- Undang Nomor 40 tahun 2007. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1
ayat 1 UU Nomor 40 Tahun 2007, yang dimaksud dengan perseroan adalah
badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan
perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya
terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
Dalam penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40
Tahun 2007, dikatakan alasan pencabutan Undang-Undang Nomor 1 tahun
1995 untuk diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007.
Pertimbangan tersebut antara lain karena adanya perubahan dan
perkembangan yang cepat berkaitan dengan teknologi, ekonomi, harapan
masyarakat tentang perlunya peningkatan pelayanan dan kepastian hukum,
kesadaran sosial dan lingkungan, serta tuntutan pengelolaan usaha yang
sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik.
Ketentuan yang disempurnakan ini, antara lain:
1. Dimungkinkan mengadakan RUPS dengan memanfaatkan teknologiinformasi yang ada, seperti: telekonferensi, video konferensi atau sarana media elektronik lainnya (Pasal 77).
2. Kejelasan mengenai tata cara pengajuan dan pemberian pengesahan status badan hukum dan pengesahan Anggran dasar Perseroan.
3. Memperjelas dan mempertegas tugas dan tanggung jawab direksi dan dewan komisaris, termasuk mengatur mengenai komisaris independendan komisaris utusan.
4. Kewajiban perseroan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Undang-Undang perseroan terbatas Nomor 40 Tahun 2007 tidak
mengatur secara eksplisit tentang GCG. Meskipun begitu, Undang-Undang
ini mengatur secara garis besar tentang mekanisme hubungan, peran,
wewenang, tugas dan tanggung jawab, prosedur dan tata cara rapat, serta
proses pengambilan keputusan dan organ minimal yang harus ada dalam
perseroan, yaitu Rapat Umum Pemegang saham (RUPS), direksi dan Dewan
Komisaris.
Wewenang dari ketiga organ ini diatur dalam Bab I Pasal 1 sebagai
berikut:
Ayat 4 Rapat umum pemegang saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.
Ayat 5 Direksi adalah Organ Perseoran yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuanperseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggran dasar. Ayat 6 Dewan komisaris adalan Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasehat kepada direksi.
2.2.5 Struktur Governance
Struktur governance adalah suatu kerangka di dalam organisasi mengenai bagaimana prinsip governance bisa dibagi, dijalankan, serta dikendalikan. Struktur governance didesain sedemikian rupa agar mampu mendukung berjalannya aktivitas organisasi perusahaan secara bertanggung
jawab dan terkendali. Struktur dari corporate governance menjelaskan distribusi hak-hak dan tanggung jawab dari masingmasing pihak yang
terlibat dalam sebuah bisnis, yaitu antara lain dewan komisaris dan direksi,
manajer, pemegang saham, serta pihak pihak lain yang terkait sebagai
stakeholders. Struktur dari corporate governance juga menjelaskan bagaimana aturan dan prosedur dalam pengambilan dan pemutusan
kebijakan sehingga dengan melakukan itu semua maka tujuan perusahaan
dan pemantauan kinerjanya dapat dipertanggungjawabkan dan dilakukan
dengan baik (Hikmah dkk.,2011:6).
2.2.5.1Dewan Komisaris
Dewan komisaris adalah organ perusahaan yang bertugas dan
bertanggungjawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan
memberikan nasihat kepada direksi serta memastikan bahwa perusahaan
melaksanakan good corporate governance. Dewan komisaris tidak boleh turut serta dalam mengambil keputusan operasional. Kedudukan
masing-masing anggota dewan komisaris termasuk komisaris utama adalah setara
(KNKG, 2006:13).
Menurut Sulistyanto (2008:111), dewan komisaris juga merupakan
pihak yang mempunyai peranan penting dalam menyediakan laporan
keuangan yang reliable selain komite audit. Oleh sebab itu, keberadaan dewan ini akan mempunyai pengaruh terhadap kualitas laporan keuangan
dan dipakai sebagai ukuran tingkat rekayasa keuangan yang dilakukan
seorang manajer. Sejalan dengan pengujian yang membuktikan apakah
besarnya dewan komisaris mempunyai hubungan yang positif dengan
tidak menemukan hubungan antara kedua hal itu karena semakin besar
dewan direktur semakin tidak efisien dan semakin lemah kontrolnya
terhadap manajer. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ada hubungan
negatif antara proporsi independensi dewan komisaris dengan level
manajemen laba. Demikian juga kompetensi dewan komisaris yang
mempunyai hubungan negatif dengan level manipulasi. Atau dengan kata
lain, semakin kompeten dewan komisaris, semakin mengurangi
kemungkinan penyimpangan dalam pelaporan keuangan
Komite Nasional Kebijakan Governance dalam Pedoman GCG Indonesia menyatakan bahwa komisaris independen adalah anggota dewan
komisaris yang tidak berasal dari pihak terafiliasi. Yang dimaksud dengan
terafiliasi adalah pihak yang mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaan
dengan pemegang saham pengendali, anggota direksi dan dewan komisaris
lain, serta dengan perusahaan itu sendiri. Jumlah komisaris independen
harus dapat menjamin agar mekanisme pengawasan berjalan secara efektif
dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan (KNKG 2006:13).
2.2.5.2Komisaris Independen
Dalam rangka memberdayakan fungsi pengawasan Dewan
Komisaris, keberadaan Komisaris Independen sangat dibutuhkan. Komisaris
Independen Komisaris independen merupakan sebuah badan dalam
perusahaan yang biasanya beranggotakan dewan komisaris yang independen
yang berasal dari luar perusahaan yang berfungsi untuk menilai kinerja
untuk menyeimbangkan dalam pengambilan keputusan khususnya dalam
rangka perlindungan terhadap pemegang saham minoritas dan pihak – pihak
lain yang terikat (Susiana dan Herawaty, 2007:9).
Definisi komisaris independen menurut ketentuan Bapepam No.
Kep-29/PM/2004, adalah anggota komisaris yang berasal dari luar emiten
atau perusahaan publik, tidak mempunyai saham, baik langsung maupun
tidak langsung pada emiten atau perusahaan publik, tidak mempunyai
afiliasi dengan emiten atau perusahaan publik, komisaris, direksi atau
pemegang saham utama emiten atau perusahaan publik serta tidak memiliki
hubungan usaha, baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan
dengan kegiatan usaha emiten atau perusahaan publik. Keberadaan
komisaris independen telah diatur Bursa EfekJakarta melalui peraturan BEJ
tanggal 1 Juli 2000. Dikemukakan bahwa perusahaan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia harus mempunyai komisaris independen yang secara
proporsional sama dengan jumlah saham yang dimiliki pemegang saham
yang minoritas (bukan controlling shareholders). Dalam peraturan ini, persyaratan jumlah minimal komisaris independen adalah 30% dariseluruh
anggota dewan komisaris.
Beberapa kriteria tentang komisaris independen menurut Forum For Corporate Governance di Indonesia (FCGI, 2000:8) adalah sebagai berikut:
a) Komisaris independen bukan merupakan anggota manajemen.
b) Komisaris independen bukan merupakan pemegang saham mayoritas, atau seorang pejabat dari atau dengan cara lain yang berhubungan
secara langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas perusahaan.
c) Komisaris independen dalam kurun waktu tiga tahun terakhir tidak dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai eksekutif oleh perusahaan atau perusahaan lainnya dalam satu kelompok usaha dan tidak pula dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai komisaris setelah tidak lagi menempati posisi seperti ini.
d) Komisaris independen bukan merupakan penasehat profesional perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok dengan perusahaan tersebut.
e) Komisaris independen bukan merupakan seorang pemasok atau pelanggan yang signifikan dan berpengaruh dari perusahaan lainnya yang atau kelompok, atau dengan cara lain berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan pemasok atau pelanggan tersebut.
f) Komisaris independen tidak memiliki kontrak kontraktual dengan perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok selain sebagai komisaris perusahaan tersebut.
g) Komisaris independen harus bebas dari kepentingan dan urusan bisnis apapun atau hubungan yang dapat atau secara wajar dapat dianggap sebagai campur tangan secara material dengan kemampuannya sebagai seorang komisaris untukbertindak demi kepentingan yang menguntungkan perusahaan.
Keberadaan komisaris independensi dimaksudkan untuk
menciptakan iklim yang lebih obyektif, independen, menjaga keterbukaan
serta mampu memberikan keseimbangan antara kepentingan pemegang
saham mayoritas dan perlindungan terhadap kepentingan pemegang saham
minoritas (Sudana dan Arlindiani, 2011:42).
2.2.5.3 Komite Audit
Konsep komite audit mulai diperkenalkan kepada dunia usaha di
Amerika Serikat pada tahun 1930-an. Kemudian pada tahun 1970-an, New York Stock Exchange (NYSE) mulai mewajibkan keberadaan komite audit sebagaipersyaratan pencatatan, sejak itu banyak negara yang membuat
ketentuanmengenai komite audit. Sejalan dengan kecenderungan
melalui Pedoman Good Corporate Governance yang diterbitkan pada bulan Mei 2002.
Sesuai dengan Kep.29/PM/2004, komite audit adalah komite yang
dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan
pengelolaan perusahaan. Keberadaan komite audit sangat penting bagi
pengelolaan perusahaan. Komite audit merupakan komponen baru dalam
sistem pengendalian perusahaan. Selain itu komite audit dianggap sebagai
penghubung antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak
manajemen dalam menangani masalah pengendalian (Nasution dan
Setiawan,2007:7).
Keberadaan komite audit diatur melalui Surat Edaran Bapepam
Nomor SE- 03/PM/2002 (bagi perusahaan publik) dan Keputusan Menteri
BUMN Nomor KEP-103/MBU/2002 (bagi BUMN). Komite Audit terdiri
dari sedikitnya tiga orang, diketuai oleh komisaris independen
perusahaan dengan dua orang eksternal yang independen serta
menguasai dan memiliki latar belakang akuntansi dan keuangan. Dalam
pelaksanaan tugasnya, komite audit mempunyai fungsi membantu dewan
komisaris untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan, menciptakan
iklim disiplin dan pengendalian yang dapat mengurangi kesempatan
terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan perusahaan, meningkatkan
efektifitas fungsi internal audit (SPI) maupun eksternal audit,
mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian dewan
Tujuan dibentuknya komite audit meliputi aspek-aspek sebagai berikut :
a. Penyusunan Laporan Keuangan
Meskipun direksi dan dewan komisaris bertanggung jawab terutama atas
penyusunan laporan keuangan dan auditor eksternal bertanggung jawab atas
audit eksternal laporan keuangan, komite audit melaksanakan pengawasan
independen atas proses penyusunan laporan keuangan dan pelaksanaan audit
eksternal.
b. Manajemen Risiko dan Kontrol
Meskipun direksi dan dewan komisaris terutama bertanggung jawab atas
manajemen risiko dan kontrol, komite audit memberikan pengawasan
independen atas proses pengelolaan risiko dan kontrol.
c. Corporate Governance
Meskipun direksi dan dewan komisaris yang bertanggung jawab atas
pelaksanaan corporate governance, namun komite audit melaksanakan pengawasan independen atas proses pelaksanaan corporate governance.
2.3 Internal Audit
2.3.1 Definisi Audit Internal
American Accounting Association mendefinisikannya sebagai “proses sistematis untuk secara objektif memperoleh dan mengevaluasi
asersi mengenai tindakan dan kejadian-kejadian ekonomis untuk
meyakinkan derajat kesesuaian antara asersi ini dengan kriteria yang
ditetapkan dan mengomunikasikannya ke pengguna yang berkepentingan”
yang dilakukan di semua jenis audit, tetapi istilah “tindakan dan kejadian
ekonomi” mengarah pada aspek keuangan akuntansi.
Definisi audit internal menurut Standarts for the Professional Practice of Internal Auditing “Audit internal adalah fungsi penilaian independen yang dibentuk dalam perusahaan untuk memeriksa dan
mengevaluasi aktivitas-aktivitasnya sebagai jasa yang diberikan kepada
perusahaan” (Sawyer et al, 2005:9).
Pernyataan ini lebih merupakan semacam pendahuluan, bukan
sebuah definisi karena tidak memberikan pemaparan lebih jauh mengenai
tanggung jawab auditor internal, dan tidak juga menekankan bahwa audit
tidak lagi hanya berkaitan dengan aspek akuntansi.
Menurut Sawyer (2005:10), audit internal adalah sebuah penilaian
yang sistematis dan objektif yang dilakukan auditor internal terhadap
operasi dan kontrol yang berbeda-beda dalam organisasi untuk menentukan
apakah:
1. Informasi keuangan dan operasi telah akurat dan dapat diandalkan 2. Risiko yang dihadapi perusahaan telah diidentifikasi dan diminimalisasi 3. Peraturan eksternal serta kebijakan dan prosedur internal yang bisa
diterima telah diikuti
4. Kriteria operasi yang memuaskan telah dipenuhi
5. Sumber daya telah digunakan secara efisien dan ekonomis
6. Tujuan organisasi telah dicapai secara efektif-semua dilakukan dengan tujuan untuk dikonsultasikan dengan manajemen dan membantu anggota organisasi dalam menjalankan tanggung jawabnya secara efektif
Definisi ini tidak hanya mencakup peranan dan tujuan auditor
internal, tetapi juga mengakomodasikan kesempatan dan tanggung jawab.
ada di standardan menangkap lingkup yang luas dari auditor internal
modern yang lebih menekankan pada penambahan nilai dan semua hal yang
berkaitan dengan resiko, tata kelola dan kontrol.
2.3.2Tujuan, tugas dan ruang lingkup Internal Audit
Tujuan utama pengendalian intern menurut Tugiman (2006:17)
adalah meyakinkan keandalan (reliabilitas dan integritas) informasi;
kesesuaian dengan berbagai kebijaksanaan, rencana, prosedur, dan
ketentuan perundang-undangan; perlindungan terhadap harta organisasi;
penggunaan sumber daya yang ekonomis dan efisien, serta tercapainya
berbagai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
2.4 Eksternal Auditor
Eksternal auditor adalah profesi audit yang melakukan audit atas laporan
keuangan dari perusahaan, pemerintah, individu atau organisasi lainnya.
Eksternalauditor ini mempunyai independensi dari perusahaan yang diaudit.
Pengguna dariinformasi keuangan perusahaan seperti investor, agen
pemerintah dan umum bergantung pada eksternal auditor untuk menghasilkan
informasi yang tidak biasdan independensi. Eksternal berbeda dengan internal
auditor :
1. Tanggung jawab utama internal auditor adalah menilai strategi dan praktek
manajemen risiko perusahaan, kerangka kerja pengendalian manajemen
(termasuk teknologi informasinya), dan proses governance,
2. Internal auditor tidak memberikan pendapat atas laporan keuangan perusahaan. Peran utama eksternal auditor adalah untuk memberikan pendapat
apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material. Secara normal,
eksternal auditor mereview prosedur pengendalian teknologi informasi saat
menilai pengendalian internal keseluruhan.
2.5 Fee Audit
Iskak (1999) dalam Suharli dan Nurlaelah (2008:137) mendefinisikan
audit fee adalah honorarium yang dibebankan oleh akuntan publik kepada perusahaan auditee atas jasa audit yang dilakukan publik terhadap laporan
keuangan. Penetapan biaya audit yang dilakukan oleh KAP berdasarkan
perhitungan dari biaya pokok pemeriksaan yang terdiri dari biaya langsung dan
tidak langsung. Biaya langsung terdiri dari biaya tenaga yaitu manager,
supervisor, auditor junior dan auditor senior. Sedangkan biaya tidak langsung
seperti biaya percetakan, biaya penyusunan komputer, gedung dan asuransi.
Setelah dilakukan perhitungan biaya pokok pemeriksaan maka akan dilakukan
tawar menawar antar klien yang bersangkutan dengan kantor akuntan publik.
Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) menerbitkan Surat Keputusan
No. KEP.024/IAPI/VII/2008 pada tanggal 2 Juli 2008 tentang Kebijakan
Penentuan Fee Audit. Dalam bagian Lampiran 1 dijelaskan bahwa panduan ini dikeluarkan sebagai panduan bagi seluruh Anggota Institut Akuntan Publik
Indonesia yang menjalankan praktik sebagai akuntan publik dalam menetapkan
besaran imbalan yang wajar atas jasa profesional yang diberikannya. Dijelaskan
dalam Surat Keputusan mengenai penetapan fee audit, yang harus dipertimbangkan oleh akuntan publik adalah:
b) Tugas dan tanggungjawab menurut hukum.
c) Independensi.
d) Tingkat keahlian dan tanggungjawab yang melekat pada apekerjaan yang
dilakukan, serta tingkat kompleksitas pekerjaan.
e) Banyaknya waktu yang diperlukan dan secara efektif digunakan oleh
akuntan publik dan sifatnya menyelesaikan pekerjaan.
f) Basis penetapan fee yang disepakati.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi besar kecilnya audit fee yaitu: a. Besar kecilnya auditee
Masalah besar kecilnya audit fee menjadi krusial jika ketika kita banyak melihat yayasan ataupun organisasi nirlaba yang memerlukan jasa
audit namun kondisi keuangannya minim.