• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

B. Saran

Adapun saran-saran yang dapat penulis kemukakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. UUK dan PKPU telah mengatur secara tegas terkait dengan kepailitan, baik pengaturan mengenai persyaratan dalam kepailitan, pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit maupun pihak-pihak yang dapat dinyatakan pailit oleh pengadilan niaga. Oleh karena itu, setiap pihak khususnya kreditor harus mematuhi ketentuan dalam UUK dan PKPU

tersebut. Apabila UUK dan PKPU telah mengatur secara tegas terkait pihak yang berwenang dalam mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap debitor tertentu, maka kreditor harus mengikuti ketentuan yang ada. Dengan kata lain, bahwa kreditor harus melalui otoritas yang berwenang dalam mengajukan permohonan pernyataan pailit tersebut, sehingga perkara kepailitan sebagaimana yang dialami oleh PT. AAA Sekuritas yang dipailitkan oleh kreditornya sendiri secara langsung (tanpa melalui OJK) tidak terjadi kembali di kemudian hari.

2. Khusus dalam hal debitor adalah perusahaan efek, baik sebagai penjamin emisi efek, perantara pedagang efek/pialang maupun manajer investasi, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh OJK. Akan tetapi, sampai saat ini OJK belum mengeluarkan peraturan terkait dengan prosedur kepailitan perusahaan efek. Oleh karena itu, mengingat OJK merupakan lembaga yang memiliki kewenangan dalam pengaturan dan pengawasan kegiatan usaha di sektor pasar modal, maka OJK perlu membuat suatu peraturan yang secara khusus mengatur tata cara/prosedur dalam mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan yang bergerak di sektor pasar modal sebagaiman OJK telah membuat peraturan mengenai prosedur kepailitan perusahaan perasuransian, sehingga dengan adanya aturan tersebut, kepastian hukum terkait pihak yang berwenang dalam mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan yang bergerak di sektor pasar modal semakin jelas/pasti.

3. Pengadilan niaga sebagai lembaga peradilan yang berwenang mengadili dan memutus permohonan pernyataan pailit, baik yang diajukan oleh debitor sendiri, kreditor, maupun otoritas yang berwenang, seperti Kejaksaan, Bank Indonesia, OJK, dan Menteri Keuangan, harus menggunakan ketentuan sebagaimana yang telah diatur secara tegas dalam UUK dan PKPPU, sehingga putusan yang dihasilkan dalam suatu perkara kepailitan sesuai/berdasarkan dengan UUK dan PKPU. Karena apabila putusan yang dihasilkan tidak sesuai dengan ketentuan kepailitan yang berlaku, maka hal tersebut akan menimbulkan ketidakpastian hukum serta menimbulkan polemik di masyarakat sebagaiman putusan pailit terhadap PT. AAA Sekuritas. Selain itu, hal tersebut tentu akan merugikan pihak-pihak terkait, tidak hanya pihak debitor yang dinyatakan pailit, tetapi juga pihak lain yang dirugikan akibat adanya putusan pernyataan pailit tersebut, seperti para nasabah lain dari PT. AAA Sekuritas. Hal tersebut juga akan merugikan lembaga peradilan karena telah menggunakan/menerapkan ketentuan hukum yang salah dalam membuat suatu keputusan.

BAB II

PENGATURAN HUKUM TENTANG PIHAK-PIHAK YANG DAPAT MENGAJUKAN PERMOHONAN PERNYATAAN PAILIT DALAM

UNDANG-UNDANG KEPAILITAN

A. Persyaratan Permohonan Pernyataan Pailit

Dalam mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap debitor kepada pengadilan niaga, terdapat persyaratan yang harus dipenuhi. Ketentuan hukum mengenai persyaratan tersebut telah diatur dalam UUK dan PKPU. Ketentuan hukum tersebut diatur dalam Pasal 2 ayat (1).

Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU menyatakan bahwa:

“Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya”.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa permohonan pernyataan pailit terhadap debitor hanya dapat diajukan apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Debitor harus mempunyai dua atau lebih kreditor.

Salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam mengajukan permohonan pernyataan pailit adalah debitor harus mempunyai dua atau lebih kreditor. Dengan demikian, undang-undang hanya memungkinkan seorang debitor dinyatakan pailit apabila debitor tersebut memiliki paling sedikit dua kreditor. Syarat mengenai

keharusan adanya dua atau lebih kreditor dikenal sebagai concursus creditorum.36

Dalam hal seorang debitor hanya memiliki satu orang kreditor, maka eksistensi undang-undang kepailitan kehilanganraison d’etre-nya. Apabila terhadap debitor yang hanya memiliki seorang kreditor dibolehkan dalam pengajuan permohonan pernyataan pailit, maka harta kekayaan debitor, yang menurut Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Dengan kata lain, bahwa permohonan pernyataan pailit tidak dapat dilakukan apabila debitor hanya memiliki satu orang kreditor.

37

merupakan jaminan utangnya, tidak perlu diatur cara membagi hasil penjualannya, karena sudah pasti seluruhnya menjadi sumber pelunasan bagi kreditor tunggal itu.38

Dengan demikian, persyaratan pertama yang mensyaratkan debitor harus mempunyai lebih dari seorang kreditor ini selaras dengan ketentuan Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata39

36

Sutan Remy Syahdeini, Hukum Kepailitan: Memahami Undang-Undang No. 37

Tahun 2004 tentang Kepailitan, (Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 2008), hal. 53.

37Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa, segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.

38Aco Nur, Op.Cit., hal. 93.

39 Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa, kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar-

yang menentukan pembagian secara teratur semua harta pailit kepada para kreditornya, yang dilakukan berdasarkan prinsip pari passu pro rata parte. Dalam hal ini, yang dipersyaratkan bukan berapa besar piutang yang mesti ditagih oleh seorang kreditor dari debitor yang bersangkutan, melainkan berapa banyak orang yang menjadi kreditor dari debitor

yang bersangkutan. Disyaratkan bahwa debitor mempunyai utang kepada minimal dua orang kreditor.40

2. Debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.

Syarat lain yang harus dipenuhi untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit adalah syarat debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Dalam Pasal 1 angka 6 UUK dan PKPU menyatakan bahwa:

“Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang, baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor”. Utang yang dimaksud dalam syarat ini adalah utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Suatu utang dikatakan jatuh waktu dan dapat ditagih jika utang tersebut sudah waktunya untuk dibayar. Dalam suatu perjanjian biasanya diatur kapan suatu utang harus dibayar. Jika suatu perjanjian tidak mengatur ketentuan mengenai jatuh waktu utang, utang tersebut sudah waktunya untuk dibayar setelah pemberitahuan adanya kelalaian diberikan kepada debitor. Dalam pemberitahuan tersebut, suatu jangka waktu yang wajar harus diberikan kepada debitor untuk melunasi utangnya.41

Terhadap istilah “jatuh waktu dan dapat ditagih”, Sutan Remy Sjahdeni berpendapat bahwa kedua istilah itu berbeda pengertian dan kejadiannya. Suatu

40Aco Nur, Op.Cit., hal. 93.

utang dapat saja telah dapat ditagih tetapi belum jatuh waktu. Utang yang telah jatuh waktu dengan sendirinya menjadi utang yang telah dapat ditagih, namun utang yang telah dapat ditagih belum tentu merupakan utang yang telah jatuh waktu. Utang hanyalah jatuh waktu apabila menurut perjanjian kredit atau perjanjian utang piutang telah sampai jadwal waktunya untuk dilunasi oleh debitor sebagaimana ditentukan di dalam perjanjian tersebut.42

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka pengertian utang diberikan batasan secara tegas, demikian pula pengertian jatuh waktu dan dapat ditagih, hal ini semata-mata untuk menghindari adanya berbagai penafsiran.

Menurut penjelasan Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU, yang dimaksud “utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih” adalah:

“Kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau mejelis arbitrase”.

43

3. Atas Permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.

Permohonan pernyataan pailit dapat dimohonkan oleh debitor itu sendiri maupun oleh satu atau lebih kreditornya. Dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU, yang dimaksud dengan “kreditor” adalah:

“Baik kreditor konkuren, kreditor separatis maupun kreditor preferen. Khusus mengenai kreditor separatis dan kreditor preferen, mereka dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka miliki terhadap harta debitor dan haknya untuk didahulukan. Bilamana terdapat sindikasi kreditor maka

42Ibid., hal. 27.

masing kreditor adalah kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2”.

Pasal 1 angka 2 UUK dan PKPU menyatakan bahwa:

“Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan”.

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (3), (4), dan (5) UUK dan PKPU, apabila debitor adalah bank, maka permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia. Dan dalam hal debitor adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, maka permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal. Serta apabila debitor adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, maka permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.

4. Debitor harus berada dalam keadaan insolvent, yaitu debitor tidak membayar lebih dari 50% utang-utangnya. Debitor harus telah berada dalam keadaan berhenti membayar, bukan sekedar tidak membayar kepada satu atau dua kreditor.44

Dalam syarat ini, debitor harus dalam keadaan insolvent, yaitu debitor telah berada dalam keadaan berhenti membayar kepada para kreditornya, bukan hanya tidak membayar kepada satu atau dua orang kreditor saja, sedangkan kepada kreditor lainnya debitor masih melaksanakan kewajiban pembayaran

44

terhadap utang-utangnya dengan baik. Dalam hal debitor hanya tidak membayar kepada satu atau dua orang kreditor, sedangkan kepada kreditor lainnya debitor masih membayar utang-utangnya, maka terhadap debitor tidak dapat diajukan permohonan pernyataan pailit kepada pengadilan niaga tetapi diajukan gugatan secara perdata kepada pengadilan negeri.45

Dalam UUK dan PKPU, pengaturan tentang syarat kepailitan diatur dengan lebih tegas, hal ini semata-mata untuk menghindari adanya:46

a. Perebutan harta debitor apabila dalam waktu yang sama ada beberapa kreditor yang menagih piutangnya dari debitor.

b. Kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang menuntut haknya dengan cara menjual barang milik debitor tanpa memperhatikan kepentingan debitor atau para kreditor lainnya.

c. Kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh salah seorang kreditor atau debitor sendiri. Misalnya, debitor berusaha untuk memberi keuntungan kepada seorang atau beberapa orang kreditor tertentu sehingga kreditor lainnya dirugikan, atau adanya perbuatan curang dari debitor untuk melarikan semua harta kekayaannya dengan maksud untuk melepaskan tanggung jawabnya terhadap para kreditor.

B. Pihak-Pihak yang Dapat Mengajukan Permohonan Pernyataan Pailit Dalam UUK dan PKPU telah ditentukan pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit. Pihak-pihak tersebut adalah:

1. Debitor sendiri

Ketentuan Pasal 2 ayat (1)UUK dan PKPU menyatakan bahwa:

“Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya”.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit kepada pengadilan niaga adalah pihak debitor sendiri dan satu atau lebih kreditor.

Ketentuan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menytakan bahwa:

“Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan”. Sedangkan ketentuan Pasal 1 angka 4 UUK dan PKPUmenyatakan bahwa: “Debitor pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan”.

Dalam hal debitor yang mengajukan permohonan pernyataan pailit telah terikat dalam pernikahan yang sah, permohonan pernyataan pailit tersebut hanya dapat diajukan atas persetujuan suami atau istrinya sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 4 ayat (1) UUK dan PKPU. Persetujuan dari suami atau istri tersebut berkaitan dengan harta bersama yang diperoleh selama pernikahan.

Debitor mengajukan permohonan pernyataan pailit untuk dirinya sendiri (Voluntary Petition) biasanya dilakukan dengan alasan bahwa dirinya maupun kegiatan usaha yang dijalankannya tidak mampu lagi untuk melaksanakan seluruh kewajibannya terutama dalam melakukan pembayaran utang-utangnya terhadap para kreditornya. Dalam memeriksa dan menyelesaikan permohonan pernyataan pailit terhadap debitor itu sendiri, kadang kala hakim mewajibkan pembuktian melalui audit pejabat publik meskipun jika dilihat dari sudut pandang hukum yang berlaku tidaklah tepat, karena hal tersebut hanya akan mempersulit debitor yang akan mengajukan permohonan pernyataan pailit. Akan tetapi, dalam Voluntary Petition ini terdapat kekhawatiran bahwa debitor dapat beritikad buruk dengan mengajukan permohonan pernyataan pailit sebagai alasan untuk menghindari pembayaran utang-utangnya kepada para kreditornya. Dalam sejarahnya Voluntary Petition ini banyak dilakukan sebagai rekayasa debitor yang telah membuat utang sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk tidak membayar utang tersebut.47

Berkaitan dengan Voluntary Petition tersebut, Retno Wulan Sutantio mengemukakan kemungkinan terjadinya masalah-masalah sebagai berikut:48

a. Permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh debitor yang dilakukan dengan sengaja setelah membuat utang kanan kiri dengan maksud untuk tidak membayar, maka permohonan tersebut akan ditolak oleh pengadilan niaga. Perbuatan tersebut dalam bahasa Belanda disebut “knevelarij” dan diancam dengan Pasal 79a KUHP dengan hukuman penjara empat tahun.

47

b. Permohonan pernyataan pailit diajukan oleh teman baik atau keluarga debitor dengan alasan yang tidak kuat sehingga permohonan itu akan tidak diterima atau ditolak oleh pengadilan niaga. Tindakan ini dilakukan dengan maksud untuk menghambat agar kreditor lain tidak mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap debitor tersebut atau setidak-tidaknya akan menghambat kreditor lain mengajukan permohonan pernyataan pailit.

Menurut Sutan Remy Syahdeini, bahwa rekayasa yang dilakukan debitor tersebut dapat pula dilakukan untuk menghilangkan jejak-jejak kecurangan (fraud) yang telah dilakukan oleh pengurus dari perusahaan debitor. Bahkan permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh debitor seringkali menimbulkan penafsiran sebagai upaya untuk menghindar dari tuntutan pidana.49

2. Satu atau lebih kreditor

Meskipun permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh debitor sendiri (Voluntary Petition) menimbulkan kekhawatiran dengan menafsirkan permohonan tersebut sebagai upaya debitor untuk menghindari pembayaran utang-utangnya kepada para kreditornya, undang-undang secara tegas telah memberikan hak kepada debitor untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap dirinya kepada pengadilan niaga. Oleh karena itu, hak tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Ketentuan mengenai satu atau lebih kreditor dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit kepada pengadilan niaga adalah ketentuan Pasal

2ayat (1) UUK dan PKPU sebagaimana debitor dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit atas dirinya sendiri.

Selama berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan, permohonan pernyataan pailit pada umumnya diajukan oleh kreditor, baik kreditor yang merupakan perusahaan maupun kreditor perorangan. Dalam hukum kepailitan dikenal prinsip paritas creditorum, artinya bahwa semua kreditor konkuren mempunyai hak yang sama atas pembayaran piutangnya. Hasil kekayaan debitor yang telah dijual akan dibagikan secara seimbang dan proporsional menurut besarnya piutang mereka masing-masing, kecuali apabila diantara para kreditor tersebut terdapat alasan-alasan yang sah untuk didahulukan karena kreditor tersebut memiliki hak jaminan kebendaan (secured creditor) atau kreditor tersebut memiliki preferensi untuk diistimewakan.50

Mengenai seorang kreditor dapat mengajukan permohonan agar debitor dinyatakan pailit, ketentuan ini dalam praktiknya, baik yang terjadi di negeri Belanda maupun di peradilan Indonesia (sebelum dibentuknya pengadilan niaga) bila hanya seorang kreditor saja tidak boleh mengajukan kepailitan. Namun demikian, ada juga sarjana yang berpendapat bahwa seorang saja kreditor boleh mengajukan kepailitan debitornya, asalkan debitor tersebut memiliki lebih dari seorang kreditor, bila tidak, kepailitan akan kehilangan rasionya karena tujuan kepailitan adalah untuk melindungi para kreditor yaitu untuk mengadakan pembagian harta kekayaan debitor di antara para kreditor. Sementara itu yang dimaksud dengan “kreditor” adalah baik kreditor konkuren, kreditor separatis,

maupun kreditor preferen. Khusus mengenai kreditor separatis dan preferen, mereka dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka miliki terhadap harta debitor dan haknya untuk didahulukan. Apabila terdapat sindikasi kreditor, maka masing-masing kreditor adalah kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 UUK dan PKPU.51

Pada dasarnya kepailitan dapat diajukan oleh semua jenis kreditor. Tidak ada batasan mengenai kualifikasi kreditor yang dapat mengajukannya. Sepanjang kreditor tersebut dapat membuktikan secara sederhana bahwa ada lebih dari satu utang, dan salah satunya telah jatuh waktu, maka secara formil, hakim wajib menyatakan debitor pailit. Meskipun akhirnya secara logis, kepailitan idealnya lebih banyak dimanfaatkan oleh kreditor bersaing (konkuren) yang tidak memiliki hak prioritas apapun terhadap aset debitor, sehingga memerlukan mekanisme kepailitan untuk mengamankan kepentingan tagihan-tagihan mereka terhadap harta debitor. Sementara itu, kreditor yang dijamin (kreditor separatis maupun preferen) karena hak mereka relatif telah terjamin dari alokasi hasil penjualan harta debitor (misalnya pemegang hak tanggungan/fidusia-pelunasan yang diambil dari penjualan barang jaminan), maka bagi mereka, kebutuhan untuk mengajukan

Ketentuan Pasal 1 angka 2 UUK dan PKPU menyatakan bahwa:

“Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan”.

kepailitan tidak semendesak kreditor konkuren dalam menjamin pelunasan piutang-piutang mereka.52

a. Kreditor Konkuren

Adapun golongan kreditor dalam kepailitan sebagaimana yang dikenal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah:

Kreditor konkuren diatur dalam Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kreditor konkuren adalah para kreditor dengan hak pari passu dan pro rata parte; artinya para kreditor secara bersama-sama memperoleh pelunasan (tanpa ada yang didahulukan) yang dihitung berdasarkan besarnya piutang masing-masing dibanding piutang mereka secara keseluruhan dan seluruh harta kekayaan debitor. Dengan demikian, para kreditor konkuren mempunyai kedudukan yang sama atas pelunasan piutang dari harta debitor tanpa ada yang didahulukan.53

Dengan kata lain, kreditor konkuren adalah kreditor yang tidak termasuk dalam golongan kreditor separatis dan preferen. Pelunasan piutang-piutang mereka dicukupkan dari hasil penjualan atau pelelangan harta pailit sesudah diambil bagian golongan kreditor separatis dan preferen.54

b. Kreditor preferen

Kreditor preferen adalah kreditor yang diistimewakan, yaitu kreditor yang oleh undang-undang, semata-mata karena sifat piutangnya mendapatkan pelunasan terlebih dahulu. Kreditor preferen merupakan kreditor yang mempunyai hak istimewa. Hak istimewa sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1134 Kitab

52Sunarmi, Op.Cit., hal. 43-44.

Undang-Undang Hukum Perdata adalah suatu hak yang oleh undang-undang diberikan kepada seseorang yang berpiutang, sehingga tingkatannya lebih tinggi daripada orang yang berpiutang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya.55 Dengan demikian, kreditor preferen merupakan kreditor yang pelunasan piutangnya lebih didahulukan dari kreditor separatis dan konkuren dalam proses kepailitan.56

c. Kreditor separatis

Kreditor separatis adalah kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebut dengan nama gadai dan hipotek. Saat ini sistem hukum jaminan Indonesia mengenal beberapa macam jaminan. Pertama, jaminan gadai, diatur dalam Bab XX Pasal 1150-1160 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang diberlakukan terhadap benda-benda bergerak. Dalam sistem jaminan gadai, seorang pemberi gadai (debitor) wajib melepaskan penguasaan atas benda yang akan dijaminkan tersebut kepada penerima gadai (kreditor). Kedua, jaminan hipotek, diatur dalam Bab XXI Pasal 1162-1232 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang pada saat ini hanya diberlakukan untuk kapal laut yang berukuran minimal dua puluh meter persegi dan sudah terdaftar di syahbandar, serta pesawat terbang. Ketiga, jaminan hak tanggungan, diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, yang merupakan jaminan atas hak-hak atas tanah tertentu berikut kebendaan yang melekat di atas tanah. Dan keempat, jaminan hak fidusia, diatur dalam

55

Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yang objek jaminannya berupa benda-benda yang tidak dapat dijaminkan dengan gadai, hipotek, dan hak tanggungan.57

Kreditor separatis merupakan kreditor yang dapat menjual sendiri benda jaminan seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Dapat dikatakan sebagai kreditor yang tidak terkena kepailitan. Artinya, para kreditor separatis ini tetap dapat melaksanakan hak-hak eksekusinya meskipun debitornya telah dinyatakan pailit.

Dokumen terkait