• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.2 Saran

 Sehubungan dengan tingginya angka kejadian TB MDR, maka pasien dengan riwayat pengobatan lebih dari 2 kali pengobatan TB sebelumnya harus

disuspek terjadi TB MDR.

 Jika pasien tidak mengambil pengobatan yang tuntas maka pasien beresiko untuk mendapat infeksi TB kembali jadi pasien haruslah mengambil pengobatan seperti yang dianjurkan oleh tenaga kesehatan agar pasien dapat sembuh sepenuhnya dan dapat mencegah infeksi kembali.

 Dokter harus bertanya kepada pasien apakah pasien tersebut pernah mendapatkan pengobatan TB sebelumnya setelah dokter menegakkan diagnosa.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TUBERKULOSIS PARU 2.1.1 DEFINISI

Tuberkulosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman

Mycobacterium Tuberculosis. Tuberkulosis paru mencakup 80% dari seluruh

kejadian penyakit tuberkulosis, sedangkan 20% selebihnya merupakan tuberkulosis extrapulmonar. Diperkirakan bahawa sepertiga penduduk dunia pernah terinfeksi kuman M.Tuberkulosis (Djojodibroto, 2009).

2.1.2 KLASIFIKASI

Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena 1. Tuberkulosis paru

:

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

2. Tuberkulosis extra paru

Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

1. Tuberkulosis paru BTA positif

Klasifikasi berdasarkan dahak pemeriksaan mikroskopis:

b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.

c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman tuberkulosis positif.

d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

2. Tuberkulosis paru BTA negatif

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada tuberkulosis paru positif Kriteria TB paru negatif harus meliputi yang berikut:

a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS yang hasilnya BTA negatif b) Foto toraks abnormal menunjukan gambaran tuberkulosis

c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian obat antibiotika non OAT. d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk pemberian obat.

Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit

1.Tuberkulosis paru BTA negatif foto toraks positif

Dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas.

2.Tuberkulosis ekstraparu dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:

i. Tuberkulosis ekstra paru ringan, misalnya: tuberkulosis kelenjar limfe, tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.

ii. 2) Tuberkulosis ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, tuberkulosis tulang belakang, tuberkulosis usus, tuberkulosis saluran kemih dan alat kelamin.

Klasifikasi berdasarkan tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu:

1. Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

2. Kasus kambuh (relaps)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh tetapi kambuh lagi.

3. Kasus setelah putus berobat (default )

Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.

4.Kasus setelah gagal (failure)

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

5. Kasus lain

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, dalam kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan (Menkes RI, 2011).

2.1.3 EPIDEMIOLOGI

Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai « Global Emergency ». Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Setiap detik ada satu orang yang terinfeksi tuberkulosis di dunia ini, dan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis (Menkes RI, 2011).

Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000 kematian per tahunnya.

Angka MDR-TB diperkirakan sebesar 2% dari seluruh kasus TB baru (lebih rendah dari estimasi di tingkat regional sebesar 4%) dan 20% dari kasus TB dengan pengobatan ulang. Diperkirakan terdapat sekitar 6.300 kasus MDR TB setiap tahunnya.

Meskipun memiliki beban penyakit TB yang tinggi, Indonesia merupakan negara pertama diantara High Burden Country (HBC) di wilayah WHO South-East Asian yang mampu mencapai target global TB untuk deteksi kasus dan keberhasilan pengobatan pada tahun 2006.

Pada tahun 2009, tercatat sejumlah sejumlah 294.732 kasus TB telah ditemukan dan diobati (data awal Mei 2010) dan lebih dari 169.213 diantaranya terdeteksi BTA+. Dengan demikian, Case Notification Rate untuk TB BTA+ adalah 73 per 100.000

selama 4 tahun terakhir adalah sekitar 90% dan pada kohort tahun 2008 mencapai 91%. Pencapaian target global tersebut merupakan tonggak pencapaian program pengendalian TB nasional yang utama (Aditama, 2011).

2.1.4 MORFOLOGI

Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau agak bengkok dengan ukuran 0,2 - 0,4 x 1 - 4 um. Pewarnaan Ziehl-Neelsen dipergunakan untuk identifikasi bakteri tahan asam.

Kuman ini tumbuh lambat, koloni tampak setelah lebih kurang 2 minggu bahkan kadang-kadang setelah 6-8 rninggu. Suhu optimum 37°C, tidak tumbuh pada suhu 25°C atau lebih dari 40°C. Medium padat yang biasa dipergunakan adalah Lowenstein-Jensen. PH optimum 6,4- 7,0.

Mycobacterium tidak tahan panas, akan mati pada 6°C selama 15-20 menit. Biakan dapat mati jika terkena sinar matahari langsung selama 2 jam. Dalam dahak dapat bertahan 20-30 jam. Basil yang berada dalam percikan bahan dapat bertahan hidup 8 – 10 hari. Biakan basil ini dalam suhu kamar dapat hidup 6-8 bulan dan dapat disimpan dalam lemari dengan suhu 20oC selama 2 tahun (Hiswani, 2004).

2.1.5 CARA PENULARAN

Penularan tuberkulosis dari seseorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang terdapat dalam paru–paru penderita, persebaran kuman tersebut diudara melalui dahak berupa droplet. Penderita TB- Paru yang mengandung banyak sekali kuman dapat terlihat langung dengan mikroskop pada pemeriksaan dahaknya (penderita BTA positif) adalah sangat menular.

Penderita TB paru BTA positif mengeluarkan kuman–kuman ke udara dalam bentuk droplet yang sangat kecil pada waktu batuk atau bersin. Droplet yang sangat kecil ini mengering dengan cepat dan menjadi droplet yang mengandung kuman tuberkulosis dan dapat bertahan si udara selama beberapa jam.

Droplet yang mengandung kuman ini dapat terhirup oleh orang lain. Jika kuman tersebut sudah menetap dalam paru dari orang yang menghirupnya, maka kuman mulai membelah diri (berkembang biak) dan terjadilah infeksi dari satu orang ke orang lain (Hiswani, 2004).

2.1.6 PATOGENESIS

2.1.6.1 TUBERKULOSIS PRIMER

Paru merupakan port d’entrée lebih dari 90% kasus infeksi TB. Karena ukurannya sangat kecil (<5 µm), kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirupnya dapat mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis non spesifik, sehingga tidak terjadi proses imunologis spesifik. Akan tetapi, pada sebagian kasus lainnya, tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak di dalam makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag.

Selanjutnya, kuman TB membentuk lesi di tempat tersebut, yang dinamakan fokus primer Gohn.

Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe

(limfangitis) dan di kelenjar limfe ( limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus (perihilier), sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Gambungan antara fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks primer (primary complex).

Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB bervariasi selama 2-12 minggu, biasanya berlangsung selama 4-8 minggu. Selama masa inkubasi tersebut, kuman berkembang biak hingga mencapai jumlah 10³-10⁴, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas selular (Werdhani).

2.1.6.2 TUBERKULOSIS SEKUNDER

TB sekunder berasal dari reaktivasi fokus yang dorman. Pada 5% populasi yang terinfeksi TB, reaktivasi endogen dapat terjadi beberapa tahun setelah infeksi primer. Reaktivasi TB ini biasanya terjadi di apeks paru. Lesi di apeks ini didapatkan melalui penyebaran hematogen selama infeksi primer beberapa tahun sebelumnya. Segmen apikal dan posterior dari lobus superior serta segmen apikal lobus inferior merupakan tempat reaktivasi sering terjadi. Hal ini diakibatkan tekanan oksigen di tempat tersebut merupakan yang paling tinggi dibandingkan bagian paru lainnya.

Penjelasan lain adalah sistem pengaliran limfatik di daerah tersebut yang kurang baik. Lesi di apeks tersebut merupakan kelanjutan dari fokus Simon yang terjadi setelah infeksi primer. Setelah reaktivasi, lesi di fokus Simon akan berkonfluens, dan mengalami likuefaksi serta ekskavasi. Infeksi sekunder juga dapat terjadi akibat reinfeksi, walaupun hal ini jarang terjadi bila pasien berdomisili di negara-negara maju (Werdhani).

2.1.7 FAKTOR RESIKO

Untuk terpapar penyakit TBC pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: status sosial ekonomi, status gizi, umur jenis kelamin, dan faktor toksis untuk lebih jelasnya dapat kita jelaskan seperti uraian dibawah ini :

1. Faktor Sosial ekonomi

Disini sangat erat dengan keadaan rumah, kepadatan hunian, lingkungan perumahan, lingkungan dan sanitasi tempat bekrja yang buruk dapat memudahkan penularan TBC. Pendapatan keluarga sangat erat juga dengan penularan TBC, karena pendapatan yang kecil membuat orang tidak dapat hidup layak dengan memenuhi syarat – syarat kesehatan.

2. Status Gizi.

Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi dan lain – lain akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang sehingga rentan terhadap penyakit termasuk TB-Paru. Keadaan ini merupakan faktor penting yang berpengaruh di negara miskin, baik pada orang dewasa maupun pada anak – anak.

3. Umur.

Penyakit TB-Paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif (15-50) tahun. Dewasa ini dengan terjadinya transisi demografi menyebabkan usia

harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut lebih dari 55 tahun sistem imunologis seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk penyakit TB Paru.

4. Jenis Kelamin.

Penyakit TB-paru cenderung lebih tinggi pada jenis pada jenis kelamin laki –laki dibandingkan perempuan. Menurut WHO, sedikitnya dalam periode setahun ada sekitar 1 juta perempuan yang meninggal akibat TB-paru, dapat disimpulkan bahwa pada kaum perempuan lebih banyak terjadi kematian yang disebabkan oleh TB-Paru dibandingkan dengan akibat proses kehamilan dan persalinan. Pada jenis kelamin laki–laki penyakit ini lebih tinggi karena merokok tembakau dan minum alkohol sehingga dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah dipaparkan dengan agent penyebab TB-Paru (Hiswani, 2004).

2.1.8 MANIFESTASI KLINIS

Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat.

Gejala sistemik/umum:

 Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)

 Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul

 Penurunan nafsu makan dan berat badan  Perasaan tidak enak (malaise), lemah Gejala khusus:

 Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan

kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”,suara nafas melemah yang disertai sesak.

 Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.

 Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.

 Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang (Werdhani).

2.1.9 PEMERIKSAAN FISIS

Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia,suhu demam,badan kurus atau berat badan menurun.

Pada pemeriksaan fisis pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan pun terutama pada kasus-kasus dini atau sudah terinfiltrasi secara asimtomatik. Bila dicurigai adanya infiltrate yang agak luas, maka di dapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara napas bronchial. Akan didapatkan juga suara napas tambahan berupa ronki basah,kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrate diliputi oleh penebalan pleura, suara napasnya menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi memberi suara hipersonar atau timpani dan akultasi bersuara amforik (Crofton, 2002).

2.1.10 PEMERIKSAAN PENUNJANG

2.1.10.1 PEMERIKSAAN SPUTUM

Pemeriksaaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaaan dahak untuk penegakan diagnosis pada semua suspek TB dilakukan dengan mengumpul 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):

• S(Sewaktu)

Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.

• P(Pagi)

Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidue. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas Fasyankes.

• S(Sewaktu)

Dahak dikumpulkan di Fasyankes pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.

Pemeriksaan dahak BTA lazimnya dilakukan 3 X berturut-turut untuk menghundari faktor kebetulan. Bila hasil pemeriksaan dahak minimal 2 X positif, maka pasien sudah dapat dipastikan sakit TB paru (Hudoyo, 2008). Untuk interpretasi pemeriksaan mikroskopis dahak pasien dapat dibaca dengan skala IUATLD (rekomendasi WHO). Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) yaitu :

- Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan

- Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+) - Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+) - Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

2.1.10.2 PEMERIKSAAN FOTO TORAKS

Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut:

• Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif.

• Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT(non fluoroquinolon).

• Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi pericarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma) (Werdhani).

2.1.10.3 PEMERIKSAAN RADIOLOGIS

Tuberkulosis dapat memberikan gambaran yang bermacam-macam pada foto rontgen toraks, tetapi ada beberapa gambaran yang karakteristik untuk tuberkulosis paru yaitu:

 apabila lesi terdapat terutama di lapangan atas paru  bayangan berawan atau beracak

 terdapat kavitas tunggal atau multipel  terdapat kalsifikasi

 apabila lesi bilateral terutama bila terdapat pada lapangan atas paru  bayangan abnormal yang menetap pada foto toraks setelah foto ulang

beberapa minggu kemudian (Crofton, 2002)

2.1.10.4 BRONKOSKOPI

Pemeriksaan bronkoskopi adalah pemeriksaan sistem pernapasan dengan menggunakan endoskop. Endoskop adalah alat untuk memeriksa rongga di dalam organ. Endoskop yanh digunakan untuk pemeriksaan organ paru disebut bronkoskop. Pemeriksaan bronkoskopi termasuk dalam golongan tindakan invasive. Ada dua macam pemeriksaan bronkoskopi, yaitu pemeriksaan dengan bronkoskop rigid dan pemeriksaan dengan bronkoskop serat-optik lentur dapat terlihat 85% dari keseluruhan jumlah bronkus subsegmental turunan ke-5 dan 55% dari keseluruhan humlah bronkus subsegmental turunan ke-6. Visualisasi dan washing (cuci bronkus) merupakan prosuder standar pemeriksaan bronkoskopi. Prosedur lain yang dapat dilakukan adalah: biopsi transbronkial(TBB), broncho alveolar lavage(BAL), transbronkial needle aspiration(TBNA),ultrasonografi bronkoskopik, dan bronkoskopi autofluoresen.

Indikasi dilakukan bronkoskopi,yaitu:

• Pemeriksaan hemoptysis,mencari asal pendarahan

• Pengambilan benda asing(corpus alienum)

• Terapi pada atelectasis

• Penggunaan di ICU: Intubasi intratrakea, menghisap secret

• Mendiagnosis dan menentukan staging kanker paru

• Mendiagnosis nodul di perifer dan infiltrate

• Mendiagnosis penyakit paru interstial

• Mendiagnosis pneumonia dengan cara mendapatkan sekret atau mucus di trakea atau bronkus

• Mendiagnosis penyebab batuk

• Mendiagnosis penyebab efusi pleura

Walaupun penggunaan bronkoskop dinilai dapat ditoleransi oleh pasien, terdapat kemungkinan timbulnya komplikasi, yaitu hipoksemia, pendarahan, demam, aritmia kordis, bronkospasme, pneumonia, dan pnuemotoraks. Pemeriksaan bronkoskopi yang sampai menyebabkan kematian kejadiannya sangat kecil, yaitu 0,01%, sedangkan penyebab komplikasi mayor, jumlahnya kurang dari 1%. Pemeriksaan bronkoskopi dapat menyebabkan penurunan Pa02 antara 15-20mmHG (Djojodibroto, 2009).

2.1.10.5 Bronchoalveolar Lavage (BAL)

Bilas bronkoalveolar dilakukan (Bronkoalveolar Lavage) dilakukan untuk memperoleh konstituen alveolus. BAL berbeda dengan bronkial washing. Pada

bronkial washing, cairan garam fisiologik yang digunakan untuk mendapatkan sel

bronkus hanya beberapa mL. Pada BAL, diperlukan 150-300mL cairan garam fisiologik. Cairan garam yang disemprotkan dapat diambil kembali sebanyak 40-60%

untuk diperiksa. Cairan yang disemprotkan pertama sebanyak 20-30mL, dibuang karena banyak mengandung sel bronki. Untuk menghindari sampling errors, dan menghindari kontaminasi oleh darah, BAL dilakukan sebelum brushing atau TBB. Bronkskop langsung mengarah ke perifer,yaitu ke bronkus subsegmental turunan ke-4 atau turunan ke-5. Garam fisiologik disemprotkan dan langsung diisap kembali. Komplikasi BAL adalah hipoksemia, demam, bronkospasme, dan pendarahan (Djojodibroto, 2009).

2.1.11 DIAGNOSIS

Diagnosis TB Paru

• Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu

sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).

• Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB. Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.

• Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.

Diagnosis TB ekstra paru

• Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya.

• Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, bakteriologis dan atau histopatologi yang diambil dari jaringan tubuh yang terkena

Diagnosis TB pada Orang Dengan HIV AIDS (ODHA)

Pada ODHA, diagnosis TB paru dan TB ekstra paru ditegakkan sebagai berikut:

1. TB Paru BTA Positif, yaitu minimal satu hasil pemeriksaan dahak positif. 2. TB Paru BTA negatif, yaitu hasil pemeriksaan dahak negatif dan gambaran

klinis & radiologis mendukung Tb atau BTA negatif dengan hasil kultur TB positif.

3. TB Ekstra Paru pada ODHA ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, bakteriologis dan atau histopatologi yang diambil dari jaringan tubuh yang terkena. (Menkes RI, 2011)

2.1.12 PENATALAKSANAAN

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT).

Tabel 2.1: Pengelompokkan OAT Golongan dan Jenis Obat Golongan-1 Obat Lini

Pertama Isoniazid (H) Ethambutol (E) Pyrazinamid (Z) Rifampisin (R) Streptomycin (S) Golongan-2/Obat suntik/

Suntikan lini kedua

Kanamycin (Km) Amikacin (Am) Capreomycin (Cm) Golongan-3/Golongan Floroquinole Ofloxacin (Ofx) Levofloxacin (Lfx) Moxifloxacin (Mfx)

(Strategi Nasional Pengendalian TB, 2011)

Tabel 2.2 : Efek Samping OAT

Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan

Minor

Tidak nafsu makan,mual dan sakit perut

Rifampisin Obat diminum malam sebelum tidur

Nyeri sendi Pyranazinamid Beri aspirin/allopurinol Kesemutan sehingga rasa

terbakar di kaki

INH Beri vitamin B6 (piridoksin) 100mg perhari

Warna kemerahan pada air seni

Rifampisin Beri penjelasan,tidak perlu diberi apa-apa

Mayor

Gatal dan kemerahan pada kulit

Semua jenis OAT Beri antihistamin dan dievaluasi ketat

Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan

Ikterik Hampir semua

OAT

Hentikan semua OAT sehinnga ikterik hilang Binggung dan muntah-muntah Hampir senua obat Hentikan semua OAT dan Golongan-4/Obat

bakteriostatik lini kedua

Ethionamide (Eto) Prothionamide (Pto) Cycloserine (Cso) Para amino salisilat(PAS) Terizidone (Trd) Golongan-5/Obat yang

belum terbukti efikasinya dan tidak direkomendasi Oleh WHO Clofazimine (Cfz) Linezolid (Lzd) Amoxilin-Clavulanate (Amx-Clv) Thioacetazone (Thz) Clarithromycin (Clr) Imipenem (Imp)

lakukan uji fungsi hati Gangguan penglihatan Ethambutol Hentikan ethambutol Purpura dan renjatan (shok) Rifampisin Hentikan rifampisin (Pedomen Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia)

Pengobatan TB dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:

 OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.

 Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.

 Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal (intensif) dan lanjutan.

Tabel 2.3 : Dosis Obat AntiTuberkulosis Kombinasi Dosis Tetap

BB

Fasa Intensif Fasa Lanjutan

2 bulan 4 bulan

Harian Harian 3X/minggu Harian 3X/minggu

RHZE 150/75/400 /275 RHZ 150/75/40 0 RHZ 150/150/50 0 RH 150/75 RH 150/150 30-37 38-54 55-70 2 3 4 2 3 4 2 3 4 2 3 4 2 3 4

>71 5 5 5 5 5

(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis &

Dokumen terkait