• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN

2.1. Tuberkulosis Paru

2.1.12. Penatalaksanaan

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT).

Tabel 2.1: Pengelompokkan OAT Golongan dan Jenis Obat Golongan-1 Obat Lini

Pertama Isoniazid (H) Ethambutol (E) Pyrazinamid (Z) Rifampisin (R) Streptomycin (S) Golongan-2/Obat suntik/

Suntikan lini kedua

Kanamycin (Km) Amikacin (Am) Capreomycin (Cm) Golongan-3/Golongan Floroquinole Ofloxacin (Ofx) Levofloxacin (Lfx) Moxifloxacin (Mfx)

(Strategi Nasional Pengendalian TB, 2011)

Tabel 2.2 : Efek Samping OAT

Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan

Minor

Tidak nafsu makan,mual dan sakit perut

Rifampisin Obat diminum malam sebelum tidur

Nyeri sendi Pyranazinamid Beri aspirin/allopurinol Kesemutan sehingga rasa

terbakar di kaki

INH Beri vitamin B6 (piridoksin) 100mg perhari

Warna kemerahan pada air seni

Rifampisin Beri penjelasan,tidak perlu diberi apa-apa

Mayor

Gatal dan kemerahan pada kulit

Semua jenis OAT Beri antihistamin dan dievaluasi ketat

Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan

Ikterik Hampir semua

OAT

Hentikan semua OAT sehinnga ikterik hilang Binggung dan muntah-muntah Hampir senua obat Hentikan semua OAT dan Golongan-4/Obat

bakteriostatik lini kedua

Ethionamide (Eto) Prothionamide (Pto) Cycloserine (Cso) Para amino salisilat(PAS) Terizidone (Trd) Golongan-5/Obat yang

belum terbukti efikasinya dan tidak direkomendasi Oleh WHO Clofazimine (Cfz) Linezolid (Lzd) Amoxilin-Clavulanate (Amx-Clv) Thioacetazone (Thz) Clarithromycin (Clr) Imipenem (Imp)

lakukan uji fungsi hati Gangguan penglihatan Ethambutol Hentikan ethambutol Purpura dan renjatan (shok) Rifampisin Hentikan rifampisin (Pedomen Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia)

Pengobatan TB dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:

 OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.

 Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.

 Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal (intensif) dan lanjutan.

Tabel 2.3 : Dosis Obat AntiTuberkulosis Kombinasi Dosis Tetap

BB

Fasa Intensif Fasa Lanjutan

2 bulan 4 bulan

Harian Harian 3X/minggu Harian 3X/minggu

RHZE 150/75/400 /275 RHZ 150/75/40 0 RHZ 150/150/50 0 RH 150/75 RH 150/150 30-37 38-54 55-70 2 3 4 2 3 4 2 3 4 2 3 4 2 3 4

>71 5 5 5 5 5

(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.)

Available from:

Tahap Pengobatan TB Paru menurut Program Nasional Penanggulan TB di Indonesia:

1. Tahap intensif

Pada tahap awal (intensif) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.

2. Tahap lanjutan

Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

Paduan OAT Yang Digunakan di Indonesia paduan pengobatan yang digunakan oleh program nasional Penanggulangan TB oleh pemerintah Indonesia:

1. Kategori 1: 2 (HRZE) / 4 (HR)3

Tahap intensif diberikan untuk penderita baru TB paru BTA Positif, penderita TB paru BTA negatif rontgen positif dan penderita TB ekstra paru terdiri dari Isonazid (H),Rifampisin (R),Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E). Obat-obatan ini diberikan

setiap hari selama 2 bulan. Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari HR diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan.

2. Kategori 2: 2 (HRZE)S / (HRZE) / 5 (HR)3E3

Tahap intensif diberikan untuk penderita kambuh (relaps), penderita gagal (failure), dan penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default) diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan HRZE dan suntikan streptomisin (S), diberikan setelah penderita selesai menelan obat. setiap hari. Dilanjutkan 1 bulan dengan HRZE setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu.

3. Kategori 3 : 2(HRZ) / 4(HR)3

Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ), diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu. Obat ini diberikan untuk penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan dan Penderita TB ekstra paru ringan.

Evaluasi penderita meliputi evaluasi klinik, bakteriologik, radiologik, dan efek samping obat serta evaluasi keteraturan berobat.(PDPI,2006)

2.1.12.1 EVALUASI PENGOBATAN TUBERKULOSIS PARU

Evaluasi Klinik

• Penderita dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan

• Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya komplikasi penyakit

Evaluasi Bakteriologik (0-2-6/9)

• Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak • Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik

- Sebelum pengobatan dimulai

- Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif) - Pada akhir pengobatan

• Bila ada fasiliti biakan : pemeriksaan biakan (0 - 2 – 6/9)

Evaluasi Radiologik (0-2-6/9)

Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada: • Sebelum pengobatan

• Setelah 2 bulan pengobatan • Pada akhir pengobatan

Evaluasi Efek Samping Secara Klinik

• Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan darah lengkap

• Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan gula darah , asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek samping pengobatan

• Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid

• Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol.

• Penderita yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan audiometri

• Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal tersebut. Yang paling penting adalah evaluasi klinik kemungkinan terjadi efek samping obat. Bila pada evaluasi klinik dicurigai terdapat efek samping, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya dan penanganan efek samping obat sesuai pedoman

Evaluasi Keteraturan Berobat

• Yang tidak kalah pentingnya selain dari paduan obat yang digunakan adalah keteraturan berobat. Diminum / tidaknya obat tersebut. Dalam hal ini maka sangat penting penyuluhan atau pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan berobat yang diberikan kepada penderita, keluarga dan lingkungan • Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah resistensi.

Kriteria Sembuh

• BTA mikroskopik negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat

• Pada foto toraks, gambaran radiologik serial tetap sama/perbaikan • Bila ada fasiliti biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif

Dokumen terkait