• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

B. Saran

perlindungan hukum oleh Pengadilan Umum dan Pengadilan Administrasi di Indonesia termasuk kategori perlindungan hukum ini.

Prinsip kedua yang mendasari perlindungan hukum terhadap tindak pemerintahan adalah prinsip negara hukum. Dikaitkan dengan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia mendapat tempat utama dan dapat dikaitkan dengan tujuan dari negara hukum

Muchsin, membedakan perlindungan hukum menjadi dua bagian, yaitu:181 a. Perlindungan Hukum Preventif Perlindungan yang diberikan oleh

pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundang undangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasanbatasan dalam melakukan sutu kewajiban.

b. Perlindungan Hukum Represif. Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.

Sehingga atas dua pandangan yang dipaparkan oleh para pakar di atas, bahwa Perlindungan hukum yang diberikan kepada subyek hukum dalam bentuk

179 Setiono, Disertasi, Op.Cit, hal. 5.

180 Phillipus M. Hadjon. Op.Cit, hal. 20.

181 Muchsin, Op.Cit, hal. 20.

perangkat aturan hukum dan cara cara tertentu baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif. Hal tersebut merupakan representasi dari fungsi hukum itu sendiri untuk memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.

2. Pengertian Perlindungan Konsumen

Konsumen sebagai istilah yang sering dipergunakan dalam percakapan sehari-hari, yang berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Pengertian dari consument itu tergantung dalam

posisi mana ia berada. Secara harafian arti consumer adalah (lawan dari produsen) setiap orang yang menggunakan barang.182

Dalam berbagai literatur ditemukan sekurang-kurangnya dua istilah mengenai hukum yang mempersoalkan konsumen, yaitu “hukum konsumen” dan

“hukum perlindungan konsumen”. Istilah “hukum konsumen” dan “hukum perlindungan konsumen” sudah sangat sering terdengar. Namun, belum jelas benar apa saja yang masuk ke dalam materi keduanya. Juga, apakah kedua cabang hukum itu identik.183 M.J Leder menyatakan : “In a sence there is no such creature as consumer law.” Sekalipun demikian, secara umum sebenarnya hukum

konsumen dan hukum perlindungan konsumen itu seperti yang dinyatakan oleh Lowe, yakni: “rules of law which recognize the bargaining weakness of the individual consumer and which ensure that weakness is not unfairly exploted.”184

182 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.Cit, hal. 22.

183 Shidarta, Op.Cit, hal. 9.

184 Ibid, hal. 23.

Karena posisi konsumen yang lemah maka ia harus dilindungi oleh hukum. Salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum adalah memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat. Jadi, sebenarnya hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen adalah dua bidang hukum yang sulit dipisahkan dan ditarik batasnya.185

Az. Nasution menjelaskan bahwa kedua istilah itu berbeda, yaitu bahwa hukum perlindungan konsumen adalah bagian dari hukum konsumen. Hukum konsumen menurut beliau adalah: “Keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan atau jasa konsumen, di dalam pergaulan hidup.”186 Sedangkan, hukum perlindungan konsumen diartikan sebagai: “Keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang dan atau jasa konsumen.”187

Pada dasarnya, baik hukum konsumen maupun hukum perlindungan konsumen membicarakan hal yang sama, yaitu kepentingan hukum (hak-hak) konsumen. Bagaimana hak-hak konsumen itu diakui dan diatur di dalam hukum serta bagaimana ditegakkan di dalam praktik hidup bermasyarakat, itulah yang menjadi materi pembahasannya. Dengan demikian, hukum perlindungan konsumen atau hukum konsumen dapat diartikan sebagai keseluruhan peraturan hukum yang mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban konsumen dan produsen

185 Indah Pradini Naska, Skripsi: “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Pada Produk Olahan Kopi (Studi Pada Opal Coffee Medan).” (Medan: USU, 2014) hal. 23.

186 Az. Nasution, Aspek-Aspek Hukum Masalah Perlindungan Konsumen, (Jakarta:

Binacipta, 2011) hal. 12.

187 Ibid.

yang timbul dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan demikian, jika perlindungan konsumen diartikan sebagai segala upaya yang menjamin adanya kepastian pemenuhan hak-hak konsumen sebagai wujud perlindungan kepada konsumen, maka hukum perlindungan konsumen tiada lain adalah hukum yang mengatur upaya-upaya untuk menjamin terwujudnya perlindungan hukum terhadap kepentingan konsumen.188

Pengertian Perlindungan Konsumen menurut Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Perlindungan Konsumen adalah “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada Konsumen.”189 Kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen tersebut antara lain adalah dengan meningkatkan harkat dan martabat konsumen serta membuka akses informasi tentang barang dan/atau jasa baginya, dan menumbuh kembangkan sikap pelaku usaha yang jujur dan bertanggung jawab.190

Khusus mengenai perlindungan konsumen, menurut Yusuf Shofie, Undang-undang Perlindungan Konsumen di Indonesia mengelompokkan norma-norma perlindungan konsumen ke dalam 2 (dua) kelompok, yaitu:191

a. Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha.

b. Ketentuan tentang pencantuman klausula baku.

188 Indah Pradini Naska, Op.Cit, hal. 23-24

189 Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

190 Siahaan N.H.T, Hukum Konsumen Perlindungan Konsumen Dan Tanggung Jawab Produk, (Jakarta: Pantai Rei, 2005) hal. 22.

191 Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 26.

Dengan adanya pengelompokan tersebut ditujukan untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen dari atau akibat perbuatan yang dilakukan pelaku usaha. Berkenaan dengan perlindungan konsumen dapat dirinci bidang-bidang perlindungan konsumen, yaitu sebagai berikut:192

a. Keselamatan fisik;

b. Peningkatan serta perlindungan kepentingan ekonomis konsumen;

c. Standard untuk keselamatan dan kualitas barang serta jasa;

d. Pemerataan fasilitas kebutuhan pokok;

e. Upaya-upaya untuk memungkinkan konsumen melaksanakan tuntutan ganti kerugian;

f. Program pendidikan dan penyebarluasan informasi;

g. Pengaturan masalah-masalah khusus seperti makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetik.

Pengertian Perlindungan Konsumen menurut Janus Sidobalok.

Perlindungan Konsumen adalah: “Keseluruhan peraturan dan hukum yang mengatur hak dan kewajiban konsumen dan produsen yang timbul dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dan mengatur upaya untuk menjamin terwujudnya perlindungan hukum terhadap kepentingan konsumen.”193

Sementara itu, Janus Sidabalok mengemukakan ada 4 (empat) alasan pokok mengapa konsumen perlu dilindungi, yaitu sebagai berikut:194

a. Melindungi konsumen sama artinya dengan melindungi seluruh bangsa sebagaimana diamanatkan oleh tujuan pembangunan nasional menurut UUD 1945;

b. Melindungi konsumen perlu untuk menghindarkan konsumen dari dampak negatif penggunaan teknologi;

c. Melindungi konsumen perlu untuk melahirkan manusia-manusia yang sehat rohani dan jasmani sebagai pelaku-pelaku pembangunan, yang berarti juga untuk menjaga kesinambungan pembangunan nasional;

192 Taufik Simatupang, Aspek Hukum Periklanan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004), hal. 11-13.

193 Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010), hal. 6.

194 Ibid..

d. Melindungi konsumen perlu untuk menjamin sumber dana pembangunan yang bersumber dari masyarakat konsumen.

B. Problematika Yang Timbul Dalam Hubungan Antara Perusahaan Asuransi Dan Pemegang Polis Pada PT Asuransi Allianz Utama Indonesia (AAUI)

Perkembangan ekonomi Indonesia melalui perusahaan asuransi semakin meningkat seiring dengan munculnya pemikiran dalam masyarakat mengenai suatu ketidakpastian mengenai aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Kesadaran akan resiko yang akan terjadi itulah yang membawa masyarakat untuk terlibat dalam asuransi. Perkembangan usaha perasuransian di suatu negara mengikuti perkembangan ekonomi masyarakatnya. Semakin tinggi tingkat pendapatan per kapita masyarakat, makin mampu masyarakat memiliki harta kekayaan dan makin dibutuhkan pula perlindungan keselamatannya dari ancaman bahaya. Karena pendapatan masyarakat meningkat, dengan demikian kemampuan membayar premi semain meningkat, dengan demikian, usaha perasuransian juga berkembang.195

Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan haknya masih rendah, yang disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen. Di sisi lain, kondisi dan fenomena tersebut dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah. Konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui

195 Rovita Ayuningtyas, Tesis: “Perlindungan Konsumen Asuransi Pasca Terbuntuknya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan” (Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2015) hal. 3.

kiat promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen.196 Perusahaan Asuransi khususnya pada PT Asuransi Allianz Utama juga memiliki problematika yang berdampak kepada konsumen atau pemegang polis, hal ini terdiri dari :

1. Problematika dalam Pembayaran Premi Asuransi.

Pembayaran premi merupakan salah satu unsur pemenuhan perjanjian asuransi, dimana pihak pemegang polis memiliki kewajiban untuk melakukan pembayaran sejumlah uang (premi) kepada perusahaan asuransi. Pembayaran premi sering juga menjadi suatu permasalahan yang sering timbul dalam dunia perasuransian dalam hal pelaksanaannya. Pembayaran premi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: Auto Debet dan melalui agen asuransi.197 Bagi seorang pemegang polis yang tidak banyak memiliki waktu luang biasanya akan memilih Auto Debet sebagai bentuk pembayaran preminya, sementara bagi orang yang

memiliki waktu luang dan mempercayai agen asuransi akan lebih memilih untuk melakukan pembayaran melalui agen asuransi.198

Dampak pelaksanaan pembayaran premi kepada konsumen melalui dua tahapan ini juga berbeda, pelaksanaan pembayaran premi melalui auto debet dilaksanakan melalui bank, yang mana pembayaran ini pada suatu bank tertentu akan dikenakan biaya administrasi dan tidak mempererat kekerabatan antara pihak agen dan juga pemegang polis. Sedangkan pelaksanaan pembayaran premi

196 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.Cit., hal. 34.

197 Wawancara dengan Togar Marbun selaku Business Partner (BP), pada tanggal 18 Februari 2021 di Kantor Asuransi Allianz Utama Medan.

198 Janiel J Sitompul, Op. Cit, hal.76.

melalui agen asuransi dilaksanakan melalui perantara agen asuransi itu sendiri, yang mana pembayaran ini dilakukan dengan cara pemegang polis membayarkan preminya (uang) kepada agen asuransi sesuai dengan jumlah yang telah disepakati.199

Problematika dalam pembayaran premi asuransi terjadi ketika pemegang polis tidak membayarkan atau terlambat membayarkan premi asuransinya kepada perusahaan asuransi. Bagi pemegang polis yang melakukan pembayaran premi secara auto debet, problematika yang timbul adalah ketika pemegang polis tidak memiliki saldo yang cukup di dalam rekeningnya, sehingga pihak perusahaan asuransi tidak bisa melakukan pendebetan premi terhadap rekening pemegang polis.200

2. Sulitnya Pembayaran Klaim Ganti Kerugian.

Salah satu penyebab mengapa polis tidak dibayar oleh perusahaan asuransi adalah karena kurangnya pengetahuan masyarakat itu sendiri, selain juga karena faktor agen asuransi. pengaduan itu antara lain klaim ditolak dan prosedur permohonan klaim dipersulit. Banyak masyarakat lebih mempercayai omongan agen daripada fakta tertulis hitam di atas putih. Semestinya konsumen lebih mempercayai apa yang tertulis di atas kertas. Bila perlu melakukan konfirmasi ke perusahaan apakah brosur yang diberikan agen itu benar.201

199 Wawancara dengan Jefri Sianipar selaku Business Partner (BP), pada tanggal 18 Februari 2021 di Kantor Asuransi Allianz Utama Medan.

200 Wawancara dengan Togar Marbun selaku Business Partner (BP), pada tanggal 18 Februari 2021 di Kantor Asuransi Allianz Utama Medan.

201 Sunarmi, Op. Cit, hal. 10.

Ketidak tahuan konsumen dan kurang profesionalnya agen kerap membuahkan persoalan di kemudian hari. Mereka yang terlanjur membeli polis tidak bisa lagi berbuat banyak ketika terjadi ketidak sesuaian antara yang dijanjikan dengan kenyataan yang diterima. Padahal konsumen asuransi mempunyai hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.202

Permasalahan lain yang turut menyebabkan sulitnya pembayaran klaim ganti kerugian adalah terjadinya perubahan terhadap polis asuransi. Apabila obyek yang diasuransikan atau alamat tertanggung mengalami perubahan selama masa berlakunya polis sehingga terjadi, misalnya perubahan fungsi/okupasi, nilai atau kepemilikan, pemegang polis wajib memberitahukan hal ini kepada pihak perusahaan asuransi. Hal ini akan sangat membantu seandainya terjadi klaim.203

a. Perubahan risiko. Fungsi / okupasi obyek pertanggungan berubah, misalnya dari rumah tinggal menjadi gudang, atau dari mobil pribadi menjadi mobil sewaan.

b. Perubahan nilai. Nilai obyek pertanggungan telah berubah, dan tertanggung ingin mendapatkan penggantian yang sesuai jika terjadi klaim.

c. Pindah tempat dan pindah tangan

1) Pindah tempat, maksudnya: Jika obyek pertanggungan mengalami perpindahan lokasi.

2) Pindah tangan, maksudnya: Pertanggungan akan batal jika barang yang diasuransikan pindah tangan, baik berdasarkan suatu persetujuan atau karena tertanggung meninggal dunia. Kecuali jika penanggung setuju akan perubahan tersebut. 204

202 Ibid.

203 Janiel J Sitompul, Op. Cit, hal.76.

204 Sunarmi, Op. Cit, hal. 11-12.

Perubahan-perubahan tersebut akan dicatatkan pada lembaran kertas yang disebut dengan endorsemen. Endorsemen lazim digunakan karena menerbitkan suatu polis baru untuk menampung perubahan tersebut akan memakan biaya dan waktu. Permasalahan lainnya yang menyebabkan sulitnya pembayaran klaim ganti kerugian adalah adanya ketidaksesuaian data terhadap pemegang polis dengan perusahaan asuransi.205

3. Kurangnya pengetahuan pemegang Polis terhadap isi polis

Salah satu kelemahan yang merugikan kepentingan pemegang polis adalah bahwa isi kontrak asuransi di samping memuat bahasa-bahasa hukum, juga sangat teknis dan spesifik dimana pada umumnya sangat sulit untuk memahami isi polis asuransi. Salah satu asas yang sangat penting dalam hukum perikatan di Indonesia adalah asas kebebasan berkontrak.206 Hal mana dalam prinsip ini tidak hanya memberikan kebebasan pada para pihak yang berkontrak untuk mengajukan klausul perikatan yang disepakati, tetapi juga memberikan kebebasan bagi para pihak tersebut untuk menyepakati penyelesaian sengketa di luar pengadilan (arbitrase/mediasi) sebagai alternatif penyelesaian sengketa bilamana atas permasalahan yang bersangkutan tidak dapat diselesaikan secara musyawarah oleh para pihak dalam melaksanakan klausul dalam kontrak tersebut.207

Selain itu kontrak asuransi harus dijelaskan dengan baik kepada calon pemegang polis, bagaimana hak dan kewajiban pemegang polis berkaitan dengan

205 Wawancara dengan Togar Marbun selaku Business Partner (BP), pada tanggal 18 Februari 2021 di Kantor Asuransi Allianz Utama Medan.

206 Lina Jamilah, “Asas Kebebasan Berkontrak Dalam Perjanjian Standar Baku”. Fakultas Hukum Unisba. Vol. XIII. No. 1. Maret-Agustus 2012, hal. 1.

207 Sunarmi, Op. Cit, hal. 9.

kontrak, apa akibatnya apabila pemegang polis melanggar ketentuan yang ada dalam polis. Untuk dapat memahami polis atau kontrak, perlu dimengerti perjanjian. Asuransi dari polis asuransi itu sendiri. Oleh karena itu, ada baiknya diberi penjelasan perihal perjanjian asuransi ini.

Sudah jelas bahwa hal yang penting dari polis ini adalah pembayaran premi tertentu dan disetujuinya pasal-pasal dan ketentuan-ketentuan selanjutnya.

Kelalaian membayar premi atau tidak mematuhi ketentuan-ketentuan tersebut berarti melalaikan kewajiban dan dapat menyebabkan tidak berlakunya polis atau kontrak itu jika sampai perusahaan asuransi memberitahukan pembatalannya.

Polis merupakan dokumen yang berisi kesepakatan antara pihak pemegang polis dan pihak perusahaan asuransi berkenaan dengan risiko yang hendak diasuransikan. Polis adalah bukti perjanjian penutupan asuransi tersebut. Standar polis biasanya terdiri atas:208

a. Schedule (Ikhtisar pertanggungan), berisi hal-hal pokok yang perlu diketahui oleh tertanggung.

b. Judul Polis c. Pembukaan

d. Penjaminan (operative clause) e. Pengecualian

f. Tanda tangan pihak perusahaan asuransi g. Uraian

Keterangan mengenai Pemegang Polis dan obyek yang diasuransikan dapat dilihat pada dokumen asli maupun duplikat ikhtisar polis. Pihak asuransi menyarankan pemegang polis meluangkan waktu untuk mempelajari isi polis yang telah diterima sehingga pemegang polis mengetahui apa isi dari polis yang dimilikinya dan dapat diketahui secara jelas hak dan kewajiban masing-masing

208 A.Hasmy Ali, Bidang Usaha Asuransi, (Bumi Aksara: Jakarta, 1993) hal. 42.

pihak terutama pada saat terjadi klaim. Mengingat sulitnya memperoleh pembayaran ganti kerugian maka pemegang polis sebelum membeli polis asuransi harus hati-hati. Mengonsumsi asuransi jangan hanya diukur dari rendahnya premi, adanya hubungan pertemanan, perusahaan asuransi yang selalu muncul di iklan, tetapi juga harus memahami apa yang terdapat dalam isi polis yang dimilikinya.209 C. Penyelesaian Sengketa Pemegang Polis Asuransi Pada PT Asuransi

Allianz Utama Indonesia (AAUI)

1. Penyelesaian Sengketa Pemegang Polis Asuransi Pada PT Asuransi Allianz Utama Indonesia (AAUI) Melalui Pengadilan Jalur penyelesaian melalui pengadilan ini dikenal oleh masyarakat umum untuk menyelesaikan berbagai macam sengketa yang terjadi tidak hanya sengketa bisnis tetapi juga sengketa-sengketa perdata lainnya, mulai dari pemeriksaan bukti surat, saksi-saksi bahkan juga pemeriksaan ahli. Namun, beracara di pengadilan terkadang membutuhkan waktu yang panjang untuk mendapat putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewisjde) karena jenjangnya Pengadilan Negeri (PN), Pengadilan Tinggi (PT), dan Mahkamah Agung (MA).210

Setiap konsumen atau pemegang polis yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha atau perusahaan asuransi melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara pemegang polis dan perusahaan asuransi atau melalui peradilan yang berada dilingkungan peradilan umum. Dengan demikian proses penyelesaian sengketa asuransi melalui pengadilan negeri, dilakukan seperti halnya mengajukan gugatan sengketa perdata pada umumnya, dengan

209 Wawancara dengan Togar Marbun selaku Business Partner (BP), pada tanggal 18 Februari 2021 di Kantor Asuransi Allianz Utama Medan.

210 Andi Muhammad Reza Pahlevi N dan Fandi Ramadhan ,”Proses Penyelesaian Sengketa Perasuransian di Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia (BMAI)”, Vol. 7 No.

2, Desember 2018, hal. 180.

mengajukan tuntukan ganti rugi baik berdasarkan perbuatan melawan hukum, wanprestasi atau kelalaian dari pelaku usaha/produsen yang menimbulkan cedera, kematian atau kerugian bagi konsumen. Bahwa pelaku usaha atau pemegang polis yang menolak atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen atau pemegang polis dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen.211

Terhadap putusan pengadilan negeri atas gugatan konsumen atau pemegang polis dapat diajukan banding dan kasasi, sebagaimana perkara perdata biasa. Pada umumnya penyelesaian sengketa konsumen melalui litigasi kurang disukai oleh konsumen atau pemegang polis kerena beberapa alasan, diantaranya:

a. Biaya perkara yang mahal

Biaya perkara dalam proses penyelesaian sengketa melalui pengadilan sangat mahal, lebih-lebih bila dikaitkan dengan lamanya penyelesaian sengketa, karena semakin lama penyelesaian sengketa, semakin banyak pula biaya yang harus dikeluarkan. Biaya ini akan semakin bertambah jika diperhitungkan biaya pengacara juga yang tidak sedikit.212

b. Membutuhkan waktu yang lama

Penyelesaian sengketa melalui litigasi pada umumnya lambat (waste of time). Proses pemeriksaan bersifat sangat formal (formalistic) dan teknis (technically). Sifat formal dan teknis pada lembaga peradilan sering mengakibatkan penyelesaian sengketa yang berlarut-larut, sehingga membutuhkan waktu yang lama. Apalagi dalam sengketa bisnis, dituntut suatu penyelesaian sengketa yang cepat dan biaya murah serta bersifat informal procedure213.

c. Pengadilan pada umumnya tidak responsive

Pengadilan sering dianggap tidak responsif dalam menyelesaikan perkara.

Hal-hal ini disebabkan karena pengadilan dianggap kurang tanggap

211 Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen ditinjau dari Hukum Acara serta kendala implementasinya, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hal. 58.

212 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.Cit, hal. 235.

213 Ibid.

membela dan melindungi kepentingan serta kebutuhan para pihak yang berperkara dan masyarakat menganggap pengadilan sering tidak berlaku secara adil.

d. Putusan pengadilan dianggap tidak menyelesaikan masalah 214

Sering putusan pengadilan dianggap tidak dapat menyelesaikan masalah dan memuaskan para pihak. Hal itu disebabkan karena dalam suatu putusan ada pihak yang merasa menang dan kalah (win-lose), di mana dengan adanya perasaan menang dan kalah tersebut tidak akan memberikan kedamaian pada salah satu pihak, melainkan akan menumbuhkan bibit dendam, permusuhan dan kebencian. “Disamping itu, ada putusan pengadilan yang membingungkan dan tidak memberi kepastian hukum (uncertainly) serta sulit untuk diprediksikan (unpredicable).” 215

e. Kemampuan hakim yang bersifat generalis

Para hakim dianggap mempunyai kemampuan terbatas, terutama dalam abad IPTEK dan globalisasi sekarang, karena pengetahuan yang dimiliki hanya dibidang hukum, sedangkan diluar pengetahuannya bersifat umum, bahkan awam. Dengan demikian sangat mustahil mampu menyelesaikan sengketa yang mengandung kompleksitas berbagai bidang.216 Yusuf Shofie berpandangan untuk permasalahan konsumen dengan lembaga pengadilan tidak diketahui dengan pasti secara kuantitatif. Namun demikian, ada saja pertimbangan-pertimbangan hakim yang bernuansa perlindungan konsumen meskipun minim.217

Diantara sekian banyaknya kelemahan-kelemahan dari mekanisme penyelesaian sengketa melalui litigasi menyebabkan banyaknya keluhan dari masyarakat yang mencari keadilan. Usaha-usaha penyelesaian sengketa secara cepat terhadap tuntutan ganti kerugian oleh konsumen telah dilakukan di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang memberikan kemungkinan konsumen untuk mengajukan penyelesaian sengketanya diluar pengadilan, yaitu melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS), yang putusannya dinyatakan final dan mengikat, sehingga tidak

214 Ibid.

215 Susanti Adi Nugroho, Op.Cit, hal. 128.

216 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.Cit, hal. 236.

217 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.Cit, hal. 181.

lagi dikenal upaya hukum banding maupun kasasi. Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) merupakan solusi dari kelemahan-kelemahan yang dirasakan dalam penyelesaian sengketa melalui litigasi.218

2. Penyelesaian Sengketa Pemegang Polis Asuransi Pada PT Asuransi Allianz Utama Indonesia (AAUI) Melalui Lembaga Arbitrase Penyelesaian Sengketa (LAPS) Sektor Jasa Keuangan Sehubungan dengan diterbitkannya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.

61/POJK.07/2020 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (POJK No. 61/POJK.07/2020), PT Asuransi Allianz menjelaskan bahwa:219

a. Otoritas Jasa Keuangan telah membentuk Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPSSJK). Efektif sejak tanggal 1 Januari 2021, setiap sengketa di sektor jasa keuangan (termasuk sengketa yang timbul berdasarkan Polis atau perjanjian asuransi lainnya antara Anda dan Allianz) yang diselesaikan di luar

a. Otoritas Jasa Keuangan telah membentuk Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPSSJK). Efektif sejak tanggal 1 Januari 2021, setiap sengketa di sektor jasa keuangan (termasuk sengketa yang timbul berdasarkan Polis atau perjanjian asuransi lainnya antara Anda dan Allianz) yang diselesaikan di luar

Dokumen terkait