• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara"

Copied!
156
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Pada Pt Asuransi Allianz Utama Indonesia (AAUI)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara OLEH:

AGNES LORENTINA BR. SEMBIRING NIM. 170200494

DEPARTEMEN HUKUM DAN KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)
(3)

NIM : 170200494

Judul : Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Polis Asuransi Ditinjau Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian (Studi pada PT Asuransi Allianz Utama Indonesia (AAUI).

Dengan ini menyatakan:

1. Bahwa skripsi ini adalah benar hasil dari penelitian saya sendiri dan tidak menjiplak ataupun mengambil hasil karya orang lain maupun dibuatkan oranglain.

2. Apabila terbukti bahwa saya melakukan kecurangan ataupun pelanggaran, maka saya bersedia untuk bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Medan, April 2021

Agnes Lorentina Br. Sembiring NIM. 170200494

(4)

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik tepat pada waktunya, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Adapun penulisan skripsi ini berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Polis Asuransi Ditinjau Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian (Studi pada PT Asuransi Allianz Utama Indonesia (AAUI).”

Penulis menyadari bahwa sangatlah sulit untuk menyelesaikan skripsi ini tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala rasa hormat, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. OK. Saidin, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(5)

ii

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Prof. Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Bapak Syamsul Rizal, S.H., M.Hum selaku Sekretaris Departemen Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I penulis, yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan saran, arahan dan ilmu yang bermanfaat dalam proses penyusunan skripsi ini, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

8. Bapak Dr. Dedi Harianto, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II penulis, yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan saran, arahan dan ilmu yang bermanfaat dalam proses penyusunan skripsi ini, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

9. Ibu Rafiqoh Lubis, S.H., M.Hum, selaku Dosen Penasehat Akademik Penulis yang telah membimbing penulis selama penulis menimba ilmu perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10. Seluruh dosen dan staf Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara khususnya dosen dan staf Departemen Hukum Keperdataan yang telah mengajar dan membimbing penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(6)

iii

11. Seluruh pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan pelayanan administrasi yang baik selama proses akademik peneliti di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

12. Keluarga Besar Sembiring dan Keluarga Besar Hutabarat yang selalu memberi dukungan dan semangat dalam proses pengerjaan skripsi.

13. Keluarga besar Kepabakal dan GMKI yang selalu memberi dukungan dan semangat dalam proses pengerjaan skripsi.

14. Teman-teman seperjuangan penulis yang telah mengisi hari – hari penulis, saling berbagi suka dan duka Abraham Lambock Eduardo Simanjuntak dan Devi Amelia Purba yang selalu memberi dukungan dan semangat dalam proses pengerjaan skripsi.

15. Teman-teman sepermainan penulis, Muhammad Thobby Andrasma Rangkuti, Muhammad Syafruddin, Romando Situmorang, dan Renaldi Sidabutar. Teman-teman klinis penulis, Ezra Purba, Hans Borneo, Roy Tarigan, Ernestya Tarigan, Abraham Lambock Eduardo Simanjuntak, Devi Amelia Purba, Aldi Napitupulu, Immanuel Sinambela, Olwin Pangaribuan, dan Romando Formasio Situmorang yang telah banyak membantu dalam proses mengerjakan skripsi ini. Teman-teman Grup D Fakultas Hukum USU dan Teman-teman sejawat dan seperjuangan Fakultas Hukum USU angkatan 2017 yang membantu pengerjaan skripsi.

16. Seluruh pihak yang terlibat dan telah banyak membantu penulis baik

(7)

iv

secara langsung maupun tidak langsung, namun tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya terkhusus kepada Kedua orang tua, Ayahanda tercinta, Raskami Sembiring, S.E, dan juga Ibunda tercinta, Dra. Katrin Rosvetij Lumongga Br Hutabarat yang telah memberi dukungan penuh dan semangat tiada henti kepada saya dalam menyelesaikan tahap-tahap pendidikan, khususnya dalam penyelesaian skripsi ini serta yang selalu memenuhi kebutuhan dalam hal financial. Kepada kedua Abangda terkasih Wendy Victor Kristian Sembiring, S.Agr dan Roni Andreas Hariyono, S.Ked, atas dukungan dan semangat tiada henti kepada saya dalam proses pengerjaan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan untuk penulisan selanjutnya. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, April 2021 Penulis

Agnes Lorentina Br. Sembiring

(8)

v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

ABSTRAK ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah... 12

C. Tujuan Penulisan ... 12

D. Manfaat Penulisan ... 13

E. Tinjauan Pustaka ... 14

1. Tinjauan Umum tentang Asuransi ... 14

2. Tinjauan Umum tentang Konsumen ... 26

3. Tinjauan Umum tentang Polis ... 33

F. Metode Penelitian ... 38

G. Keaslian Penulisan ... 42

H. Sistematika Penulisan ... 46

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG POLIS ASURANSI MENURUT UU NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN UU NO 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN ... 48

A. Para Pihak Dalam Perasuransian ... 48

(9)

vi

B. Hak dan Kewajiban Perusahaan Asuransi dan Pemegang Polis ... 51 C.Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Polis

Asuransi Menurut UU Nomor 8 Tahun 1999 dan UU Nomor 40 Tahun 2014 serta Peraturan Pelaksana lainnya ... 63 BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG POLIS ASURANSI PADA PT ASURANSI ALLIANZ UTAMA INDONESIA (AAUI) MENURUT UU NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN UU NO 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN ... 78 A. Pengertian Perlindungan Hukum dan Perlindungan Konsumen ... 78 B. Problematika Yang Timbul Dalam Hubungan Antara Perusahaan Asuransi Dan Pemegang Polis Pada PT Asuransi Allianz Utama Indonesia

(AAUI….……….……….86 C. Penyelesaian Sengketa Pemegang Polis Asuransi Pada PT Asuransi

Allianz Utama Indonesia (AAUI) ... 92 D. Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Polis Asuransi Pada PT Asuransi Allianz Utama Indonesia (AAUI) Berdasarkan UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan UU No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian ... 103

(10)

vii

BAB IV BADAN YANG DIBERIKAN KEWENANGAN DALAM MENGAWASI PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMGANG POLIS ASURANSI PADA PT ASURANSI ALLIANZ UTAMA INDONESIA (AAUI) MENURUT UU NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN UU NO 40 TAHUN 2014

TENTANG PERASURANSIAN ... 114

A. Pembinaan Dan Pengawasan Perlindungan Konsumen ... 114

B. Badan Pengawas Perlindungan Pemegang Polis Pada PT Asuransi Allianz Utama Indonesia (AAUI) berdasarkan UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan UU No 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian…….….………120

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 134

A. Kesimpulan ... 134

B. Saran ... 136 LAMPIRAN

a. Surat Riset dari Fakultas Hukum USU

b. Surat izin riset dan keterangan telah melakukan penelitian pada PT. Asuransi Allianz Utama Indonesia (AAUI)

(11)

viii ABSTRAK

Agnes Lorentina Br. Sembiring* Puspa Melati Hasibuan**

Dedi Harianto***

Pelaksanaan perjanjian asuransi antara pemegang polis dan perusahaan asuransi seringkali timpang, dimana klaim yang diajukan oleh pemegang polis asuransi terhadap perusahaan asuransi tidak jarang berbelit-belit dan ditolak dengan berbagai alasan, sehingga perlindungan bagi kepentingan pemegang polis asuransi menjadi bagian penting. Permasalahan yang terdapat dalam penulisan skripsi ini, yaitu: Bagaimana pengaturan perlindungan hukum terhadap pemegang polis, Bagaimana bentuk perlindungan hukum trhadap pemegang polis asuransi pada PT AAUI, Apakah badan yang diberikan kewenangan dalam mengawasi pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pemegang polis asuransi pada PT AAUI menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang- Undang No. 40 tahun 2014 tentang Perasuransian.

Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah secara Yuridis Normatif, yaitu suatu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada dalam masyarakat. Menggunakan teknik pengumpulan data secara studi kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research) yang dilakukan terhadap perusahaan Asuransi PT. Allianz Utama Indonesia yang berkantor dikota Medan.

Berdasarkan penelitian ini ketentuan hukum mengenai hak dalam upaya melindungi pemegang polis berdasarkan UU No. 40 Tahun 2014 tentang perasuransian yaitu pemegang polis berhak diberikan penggantian karena kerugian.

Pengaturan hukum berdasarkan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, mengatur tentang perilaku pelaku usaha. Bentuk perlindungan hukum terhadap pemegang polis dilaksanakan oleh pemerintah, masyarakat, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM), dan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI). Badan Pengawas Perlindungan Pemegang Polis Pada PT Asuransi Allianz Utama Indonesia (AAUI) dalam UU No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian dan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tata Niaga, dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).

Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Pemegang Polis, Asuransi, Polis.

*) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**) Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(12)

ix

***) Dosen Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(13)

1

Setiap orang akan menghadapi ketidakpastian hidup, ketidakpastian ini besar pengaruhnya terhadap kesejahteraan diri sendiri dan orang tersebut, yaitu ketidakpastian ekonomi yang mempengaruhi kelangsungan hidup seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sama halnya dengan ketidakpastian akan suatu peristiwa yang tidak terduga, misalnya: rumah terbakar, barang-barang dicuri, kecelakaan, dan bermacam-macam kejadian yang menimpanya sejak semula tidak terpikirkan. Kehidupan suatu keluarga menjadi terlantar karena orangtua meninggal dunia. Kemampuan berpenghasilan (earing capacity) akan hilang apabila terjadi kematian, terlebih kematian kepala keluarga pencari nafkah akan menghilangkan sumber kehidupan bagi keluarganya.1

Masalah yang ditakuti manusia adalah kemungkinan kematian yang terlalu dini. Kematian ini merupakan hal yang pasti, namun masalah waktu atau kapan kematian itu datang tidak dapat ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi resiko tersebut diatas yaitu dengan mengalihkan atau melimpahkan resiko tersebut kepada pihak lain atau badan usaha lain. Pihak atau badan usaha lain

1 Oferman Zai, Skripsi: “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Polis Pada Perjanjian Asuransi Jiwa Pada PT. Prudential Life Assurance (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No.826 K/Pdt/2013)” (Medan: UMA, 2017), Hal.1.

(14)

ialah suatu lembaga yang menjamin sekiranya timbul suatu peristiwa yang tidak diinginkan. Lembaga ini lebih dikenal dengan apa yang disebut asuransi.2

Asuransi berasal dari kata verzekering (Belanda) yang berarti pertanggungan.3 Istilah pertanggungan umumnya dipakai dalam literatur hukum dan kurikulum perguruan tinggi hukum di Indonesia. Sedangkan istilah asuransi berasal dari istilah assurantie (Belanda) atau assurance (Inggris) lebih banyak dikenal dan digunakan

oleh kalangan pelaku usaha atau bisnis. Di Inggris, selain istilah assurantie, juga terdapat istilah pendampingnya, yaitu insurance. Bila istilah assurance cenderung digunakan untuk mengidentifikasi jenis asuransi jiwa, maka istilah insurance digunakan untuk jenis asuransi kerugian (umum).4

Menurut Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang nomor 40 tahun 2014 tentang Perasuransian disebutkan bahwa, asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:

1. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau

2. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung

2 Ibid.

3 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi di Indonesia, Cetakan ke-4. (Jakarta: PT.

Pembimbing Masa, 1972) hal.5.

4 Mulhadi, Dasar-Dasar Hukum Asuransi (Depok: PT. Raja Grafindo Persada, 2017) hal.1.

(15)

dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.5

Berbagai persoalan yang mengakibatkan sengketa berkenaan dengan asuransi ini seiring dengan meningkatnya minat masyarakat terhadap asuransi. Ditengah bergesernya trend masyarakat yang mulai menunjukkan minatnya terhadap sistem asuransi, perusahaan asuransi juga harus bisa menunjukkan bahwa betul-betul dapat menjadi andalan dan harapan masyarakat yang membutuhkan perlindungan.6

Para nasabah adalah golongan yang rentan dieksploitasi oleh pelaku usaha, terkadang banyak pelaku usaha yang melakukan wanprestasi terhadap nasabahnya.

Nasabah merupakan konsumen dari suatu pelayanan jasa, sehingga perlindungan konsumen merupakan tuntutan yang tidak bisa diabaikan. Adanya informasi yang asimetris dapat menyebabkan nasabah tidak mendapatkan informasi yang melindungi dirinya secara penuh. Maka diperlukan seperangkat aturan hukum untuk melindungi konsumen. Perlindungan hukum ini terdiri dari asas, tujuan, serta hak dan kewajiban sebagai seorang konsumen.7

Perlindungan konsumen merupakan istilah yang dipakai untuk menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang dapat merugikan

5 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.

6 Oferman Zai, Op.Cit., hal. 3.

7 Ibid.

(16)

konsumen itu sendiri.8 Seperti dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa, perlindungan konsumen adalah “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.”9

Terbitnya Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen memberi jaminan supaya hak-hak tertanggung atau pemegang polis lebih diperhatikan. Keluhan-keluhan konsumen sekarang sudah terjawab dengan hadirnya Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yang dibuat dalam semangat reformasi, selain memberi perlindungan kepada konsumen, juga menempatkan mereka dalam posisi tawar yang lebih kuat.10

Berdasarkan Undang-Undang ini, konsumen berhak meminta keterangan segala sesuatu yang akan diperjanjikan dalam asuransi dan selaku pihak penjual produk, perusahaan asuransi harus bersedia menjelaskan isi dan makna kontrak dalam polis hingga konsumen benar-benar memahaminya. Terhadap konsumen apakah pemakai produk atau pengguna jasa yang merasa dirugikan karena produk/barang atau jasa yang mereka terima tidak sesuai dengan yang diperjanjikan atau

8 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia (Jakarta: PT. Gramedia Widyasarana Indonesia, 2006) hal.20-23.

9 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

10 Celine Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta: Sinar Grafika, 2016) hal.157.

(17)

sebagaimana mestinya, Undang-Undang ini mejamin agar mereka mendapat kompensasi atau ganti rugi.11

Dalam Undang-Undang ini ditegaskan juga hak konsumen untuk memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa yang dibelinya, serta hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan. Masih banyak hak-hak yang diatur dalam undang- undang sehingga posisi konsumen semakin kuat. Sebagai pihak yang berjanji, tertanggung dan penanggung memiliki posisi yang setara tidak ada yang diatas dan dibawah. Hak-hak lainnya yang ditegaskan dalam Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 antara lain adalah:

1. Hak atas kenyamanan dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa.

2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

3. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa secara patut.

4. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.

5. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

6. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan-ketentuan peraturan perundang- undangan lainnya.12

Asuransi termasuk jasa yang bisa dinikmati konsumen (pemegang polis) dengan terlebih dahulu menandatangani polis sebagai bentuk persetujuan keikutsertaan dengan memenuhi kewajiban membayar premi setiap bulan atau

11 Ibid.

12 Pasal 4 Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

(18)

tahunnya. Permasalahan asuransi adalah permasalahan jamak yang penyelesaian akhirnya seringkali membuat konsumen di posisi yang lemah. Hubungan antara perusahaan asuransi dan pemegang polis diatur dalam perjanjian yang mengikat dan disepakati oleh kedua belah pihak. Namun, dalam pelaksanaannya posisi antara pemegang polis dan perusahaan asuransi seringkali timpang, dimana isi perjanjian dibuat dengan kata-kata yang sulit dipahami dan dibuat dalam tulisan kecil-kecil (klasula baku) sehingga kesepakatan tersebut terjadi pada saat pemegang polis hanya memahami sebagian kecil dari perjanjian tersebut. Artinya, pemegang polis hanya membaca sekilas perjanjian tersebut, tanpa dipahami secara mendalam konsekuensi yuridisnya, yang membuat para nasabah asuransi sering tidak tahu apa yang menjadi haknya. Padahal konsumen asuransi sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen mempunyai hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.13

Dalam skripsi ini membahas tentang asuransi kerugian. Asuransi kerugian disebut juga dengan asuransi umum atau general insurance, yaitu “jenis asuransi yang memberi perlindungan atau jaminan pada harta benda dari risiko peristiwa tak terduga.”14 Dalam pengertian yang lebih kompleks, asuransi kerugian merupakan

“jenis asuransi yang memberi ganti rugi kepada seseorang pemilik asuransi yang

13 Celine Tri Siwi Kristiyanti, Op.Cit., hal. 158.

14 Tia Destiana, Skripsi: “Analisis Penerapan Asuransi Kerugian dalam Pembiayaan Kendaraan Bermotor” (Lampung: Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, 2018), hal. 30.

(19)

kemudian disebut sebagai tertanggung yang menderita kerugian atas harta benda miliknya, di mana kerugian tersebut terjadi karena suatu bahaya atau bencana.”15 Jenis kerugian yang dimaksud meliputi:

1. Kehilangan nilai pakai barang.

2. Kerugian atas nilai pakai yang berkurang.

3. Kehilangan keuntungan atas barang yang bersangkutan yang diharapkan keuntungan tersebut oleh tertanggung.16

Perusahaan asuransi sebagai pihak penanggung yang bersedia mengambil alih resiko dari pihak tertanggung, maka terlebih dahulu harus ada hubungan hukum yang mengikat kedua belah pihak. Hubungan hukum tersebut timbul dengan adanya kesepakatan antara kedua belah pihak yang dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis berbentuk akta yang disebut polis. Polis tersebut tidak hanya berisi kesepakatan para pihak mengenai peralihan resiko, namun juga berisi hak dan kewajiban para pihak yang harus dipenuhi. Oleh karena itu, polis berfungsi sebagai alat bukti apabila suatu saat terjadi klaim atau terjadi sengketa antara para pihak.17

Pemegang polis asuransi sebagai pihak yang mengikatkan diri dengan perusahaan asuransi melalui perjanjian asuransi mendapat perlindungan hukum dalam berbagai peraturan perundang-undangan seperti dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, serta dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.

1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Mengingat

15 Ibid

16 Ibid

17 Muhadi, Op. Cit, hal.58.

(20)

pemegang polis asuransi pada umumnya bersifat perorangan atau individual dan tidak sedikit yang kondisi ekonominya yang lemah berhadapan dengan perusahaan asuransi, maka sejumlah peraturan perundang-undangan tersebut lebih menaruh perhatian dan perlindungan hukum kepada pemegang polis asuransi dari kemungkinan atau peluang pelanggaran hukum oleh perusahaan asuransi.18

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/ POJK. 05/ 2015 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank, Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank, yang selanjutnya disingkat LJKNB, adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor perasuransian, dana pensiun, dan lembaga pembiayaan, yang meliputi:

1. Perusahaan asuransi umum, perusahaan asuransi jiwa, dan perusahaan reasuransi, termasuk yang menyelenggarakan seluruh atau sebagian usahanya dengan prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai perasuransian;

2. Perusahaan pialang asuransi, perusahaan pialang reasuransi, dan perusahaan penilai kerugian asuransi sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundangundangan mengenai perasuransian;

3. Dana pensiun, termasuk yang menyelenggarakan seluruh atau sebagian usahanya dengan prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundangundangan mengenai dana pensiun;

18 Fajrin Husain, “Perlindungan Hukum terhadap Pemegang Polis Asuransi Menurut UU No.

40 tahun 2014 tentang Perasuransian”, Lex Crimen, Vol. V No. 6, Agustus 2016, hal.46.

(21)

4. Perusahaan pembiayaan, termasuk yang menyelenggarakan seluruh atau sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai lembaga pembiayaan.19 Berdasarkan pada Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, yang dirinci atas 28 bab dan 92 pasal, maka kedudukan Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 adalah hukum positif yang mengatur perasuransian di Indonesia.

Perlindungan hukum bagi pemegang polis asuransi penting sekali oleh karena polis itu merupakan satu-satunya alat bukti tertulis untuk membuktikan bahwa asuransi telah terjadi. Polis asuransi sebagai bukti terjadinya perjanjian asuransi mengikat melalui perjanjian asuransi yang dibuktikan dengan polis asuransi telah terjadi pemindahan resiko misalnya asuransi jiwa atau asuransi kerugian kepada perusahaan asuransi. Abdul Kadir Muhammad menjelaskan, melalui perjanjian asuransi resiko kemungkinan terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian yang mengancam kepentingan tertanggung itu dialihkan kepada perusahaan asuransi kerugian selaku penanggung.20

Klaim yang diajukan oleh pemegang polis asuransi terhadap perusahaan asuransi tidak jarang berbelit-belit dan ditolak dengan berbagai alasan, sehingga perlindungan bagi kepentingan pemegang polis asuransi menjadi bagian penting dan berkaitan dengan fungsi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam menjalankan fungsi pengaturan dan pengawasan serta perlindungan konsumen jasa asuransi.

19 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/ POJK. 05/ 2015 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank.

20 Kadir Muhammad. Hukum Asuransi Indonesia, Cetakan ke-5 (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2011) hal.166.

(22)

Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2011, yang pada pasal 55 ayat (1) menyatakan bahwa: “sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan Lembaga jasa keuangan lainnya beralih dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK.”21

Dunia perasuransian tidak terlepas dari kecurangan atau fraud asuransi.

Kecurangan dalam asuransi dapat dilakukan sejak proses pendaftaran hingga pengajuan klaim. Secara garis besar, kecurangan biasa dilakukan oleh penjual (biasa disebut agen). Kecurangan yang paling banyak ditemukan adalah Miss-selling yang biasa dilakukan oleh agen dengan memberikan penjelasan yang tidak sesuai dengan detail produk yang sebenarnya atau menjelaskan produk secara rinci.22

Salah satu penyebab mengapa polis tidak dibayar oleh perusahaan asuransi adalah karena kurangnya pengetahuan masyarakat itu sendiri, selain juga karena faktor agen asuransi. Mira Amalia, Ketua Harian YLKI mengatakan: “dari catatan YLKI, pengaduan itu antara lain klaim ditolak, prosedur permohonan klaim dipersulit, perusahaan tidak memiliki dana untuk membayar klaim, atau perusahaan tidak jelas lagi rimbanya.”23

21 Ibid, hal.167.

22 Ibid.

23 Sunarmi, “Pemegang Polis Asuransi dan Kedudukan Hukumnya”. Jurnal Ilmu Hukum.

Vol. 3 No. 1, hal. 7.

(23)

Ketidaktahuan konsumen dan kurang profesionalnya agen kerap membuahkan persoalan di kemudian hari. Mereka yang terlanjur membeli polis tidak bisa lagi berbuat banyak ketika terjadi ketidaksesuaian antara yang dijanjikan dengan kenyataan yang diterima. Padahal konsumen asuransi mempunyai hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.24

Kasus pengaduan asuransi yang diterima BPKN (Badan Perlindungan Konsumen Nasional) khususnya 3 tahun terakhir yaitu pada tahun 2018-2020 terdapat 32 (Tiga puluh dua) konsumen dengan ragam pokok permasalahan yang diadukan sebagian besar adalah persoalan sulitnya pencairan klaim. PT Asuransi Allianz Utama Indonesia (AAUI) juga dikeluhkan karena konsumen menduga ada kecurangan yang diakukan pihak Allianz pada tiga polis asuransi miliknya.25

Berdasarkan permasalahan terhadap kasus pengaduan konsumen tersebut diatas, maka dilakukan penulisan skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Polis Asuransi Ditinjau Berdasarkan Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang nomor 40 tahun 2014 tentang Perasuransian (Studi pada PT Asuransi Allianz Utama Indonesia (AAUI)”

24 Ibid.

25https://bpkn.go.id/uploads/document/84446200bf56daa6a6a3ef6a866b1cc310ab2e95.pdf, diakses pada tanggal 3 Oktober 2020.

(24)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan perlindungan hukum terhadap pemegang polis menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang No. 40 tahun 2014 tentang Perasuransian serta Peraturan Pelaksana lainnya?

2. Bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap pemegang polis asuransi pada PT Asuransi Allianz Utama Indonesia (AAUI) menurut Undang- Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang- Undang No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian?

3. Apakah badan yang diberikan kewenangan dalam mengawasi pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pemegang polis asuransi pada PT Asuransi Allianz Utama Indonesia (AAUI) menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian?

C. Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaturan perlindungan hukum terhadap pemegang polis menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

(25)

Konsumen dan Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian serta Peraturan Pelaksana lainnya

2. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap pemegang polis asuransi pada PT Asuransi Allianz Utama Indonesia (AAUI) menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian

3. Untuk mengetahui badan yang diberikan kewenangan dalam mengawasi pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pemegang polis asuransi pada PT Asuransi Allianz Utama Indonesia (AAUI) menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian

D. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan ini dilakukan antara lain adalah sebagai berikut:

1. Secara teoretis

a. Pembahasan terhadap skripsi ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan pengetahuan bagi pembaca mengenai perlindungan hukum terhadap pemegang polis asuransi.

b. Pembahasan terhadap skripsi ini juga diharapkan dapat menambah dan melengkapi koleksi karya ilmiah dibidang keperdataan terkait dengan hukum, yakni perlindungan hukum terhadap nasabah atau calon nasabah yang berkeinginan untuk memiliki polis asuransi.

(26)

c. Memberikan informasi dan menambah referensi di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Secara Praktis

Diharapkan agar tulisan ini dapat menjadi masukan bagi para pembaca, baik dikalangan akademisi maupun peneliti dan bagi calon yang ingin memiliki polis asuransi agar memperhatikan aspek hukum dalam kegiatan perasuransian sebagai bentuk perlindungan konsumen.

E. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan Umum tentang Asuransi a. Pengertian Asuransi

Pengertian Asuransi menurut Pasal 246 KUHD. Asuransi adalah:

“Suatu perjanjian dengan mana seseorang mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi untuk memberikan suatu penggantian kepadanya (tertanggung) karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, dan mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak pasti.”26

Dari definisi ini terdapat beberapa unsur yang penting:

1) Adanya suatu persetujuan antara penanggung dan tertanggung;

2) Dalam perjanjian tersebut terdapat unsur pengalihan resiko dari tertanggung kepada penanggung;

3) Untuk mengalihkan resiko itu tertanggung harus membayar premi;

4) Kalau terjadi suatu peristiwa yang semula belum pasti terjadi, penanggung membayar sejumlah uang atau ganti ruginya.27

Pengertian Asuransi menurut Pasal 1774 KUHPerdata. Asuransi adalah:

26 Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

27 Abdul Muis, Hukum Asuransi dan Bentuk-bentuk Perasuransian (Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2015) hal.2.

(27)

“Suatu persetujuan untung–untungan (kansovereenkomst), yaitu suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu.”28

Pengertian Asuransi menurut Mehr dan Cammack. Asuransi merupakan:

“Alat untuk mengurangi risiko keuangan dengan cara menggabungkan sejumlah unit-unit yang berisiko agar kerugian individu secara kolektif dapat diprediksi. Kerugian yang dapat diprediksi tersebut kemudian, dibagi dan didistribusikan secara proporsional di antara semua unit-unit dalam gabungan tersebut.”29

Pengertian Asuransi menurut H.M.N Purwosutjipto. Pertanggungan jiwa adalah:

“Perjanjian timbal balik antara penutup (pengambil) asuransi dengan penanggung, dimana penutup asuransi mengikatkan diri untuk membayar sejumlah premi, sedangkan penanggung mengikatkan diri untuk membayar uang yang jumlahnya telah ditetapkan pada saat ditutupnya pertanggungan kepada penikmat dan didasarkan atas hidup dan matinya seseorang yang ditunjuk.”30

Pengertian Asuransi menurut Wirjono Prodjodikoro. Asuransi atau verzekering adalah:

“Sebagai suatu pertanggungan yang melibatkan dua pihak, satu pihak sanggup menanggung atau menjamin, dan pihak lain akan mendapat penggantian dari suatu kerugian, yang mungkin akan dideritanya sebagai akibat dari suatu peristiwa, yang semula belum tentu akan terjadi atau semula belum dapat ditentukan saat akan terjadinya.”31

b. Sifat Asuransi

28 Pasal 1774 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

29 Mehr, R.I and Cammack, E., Principles of insurance, (Homewood,IL: Richard D. Irwin, Inc, 1972)

30 H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2003) hal.10.

31 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi Indonesia, (Jakarta: Penerbit Intermasa, 2000) hal.12.

(28)

Asuransi atau pertanggungan di Indonesia sebenarnya berasal dari hukum Barat, baik dalam pengertian maupun dalam bentuknya. Asuransi sebagai bentuk hukum di Indonesia yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mempunyai beberapa sifat sebagai berikut:32

1) Sifat Perjanjian

Semua asuransi berupa perjanjian tertentu (Boyzondere Over Komst), yaitu suatu pemufakatan antaar dua pihak atau lebih dengan maksud akan mencapai suatu tujuan, dimana seorang atau lebih berjanji terhadap seorang lain atau lebih (pasal 1315 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).

2) Sifat Timbal Balik (Weder Kerige)

Persetujuan asuransi atau pertanggungan merupakan suatu persetujuan timbal balik (Weder Kerige Overeen Komst), yang berarti bahwa masing- masing pihak berjanji akan melakukan sesuatu bagi pihak lain. Pihak terjamin berjanji akan membayar uang premi, pihak penjamin berjanji akan membayar sejumlah uang (uang asuransi) kepada pihak terjamin, apabila suatu peristiwa tertentu terjadi.

3) Sifat Konsensual

Persetujuan asuransi atau pertangungan merupakan suatu persetujuan yang bersifat konsensual, yaitu sudah dianggap terbentuk dengan adanya kata sepakat antara kedua belah pihak (pasal 251 KUHD).

4) Sifat Perkumpulan

Jenis asuransi yang bersifat perkumpulan (Vereeninging ) adalah asuransi saling menjamin yang terbentuk diantara para terjamin selaku anggota.

Asuransi seperti ini disebutkan dalam pasal 286 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) yang menyatakan bahwa asuransi itu takluk pada persetujuannya dan peraturannya. Perkumpulan asuransi diatur dalam Pasal 1635, 1654 dan 1655 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer), yang dapat disimpulkan bahwa perkumpulan asuransi saling menjamin merupakan “Zadelijk Lichaam” yang artinya asuransi dalam masyarakat dapat bertindak selaku orang dan dapat mengadakan segala perhubungan hukum dengan orang lain secara sah. Perkumpulan asuransi dapat bertindak kedalam dan keluar, yaitu kedalam dapat mengadakan persetujuan asuransi dengan para anggota selaku terjamin, dan keluar dengan perbuatan hukum lainnya, persetujuan ini takluk pada ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), baik dengan anggota sendiri maupun dengan orang lain.

32 Ibid, hal.10.

(29)

5) Sifat Perusahaan

Asuransi yang mengatur sifat perusahaan adalah asuransi secara premi dimana diadakan antara pihak penjamin dan pihak terjamin, tanpa ikatan hukum diantara terjamin dengan orang lain yang juga menjadi pihak terjamin terhadap si penjamin. Dalam hal ini pihak penjamin biasanya bukan seorang individu, melainkan suatu badan yang bersifat perusahaan, yang memperhitungkan untung rugi dalam tindakannya.

c. Asas-asas Asuransi

Asas-asas Asuransi Pengaturan asuransi terdapat dalam KUHPerdata dalam Buku III yang mengandung 4 asas penting yang terdiri dari:33

1) Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)

Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk membuat atau pun menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratan, serta menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan. Tetapi asas kebebasan berkontrak ini bukan berarti bebas sebebas-bebasnya. Konsekuensi asas ini adalah dilarang membuat kontrak yang bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku atau kesusilaan atau ketertiban umum, maka akan mengakibatkan kontrak tersebut menjadi batal demi hukum atau dapat dibatalkan.

2) Asas Konsensualisme

Sebagaimana telah disebutkan dalam Pasal 1320 tentang syarat-syarat perjanjian, yaitu terhadap kata sepakat sebagai salah satu asas yang tidak dapat dikesampingkan dalam perjanjian.

3) Asas Kekuatan Mengikat (Pacta Sunt Servanda) Asas ini terkandung dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang menyebutkan, “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku bagi mereka yang membuatnya sebagai undang-undang”. Maksudnya bahwa semua yang diperjanjikan haruslah ditepati. Apabila dihubungkan dengan perjanjian asuransi berarti bahwa para pihak dalam perasuransian terikat untuk melaksanakan ketentuan perjanjian yang telah disepakatinya. Sebab, perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak memiliki kekuatan mengikat sebagaimana Undang-undang yang memiliki akibat hukum, hanya saja berlaku bagi mereka yang membuatnya.

4) Asas Itikad Baik (Utmost good faith)

Asas ini tersurat dengan tegas di dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang menyebutkan, “suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad

33 Kun Wahyu Wardana, Hukum Asuransi: Proteksi kecelakaan Transportasi, (Bandung:

Mandar Maju, 2009), hal. 60.

(30)

baik”. Sependapat dengan Mariam Darius, bahwa asas itikad baik pada Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata ini sebagai penyeimbang dari asas pacta sunt servanda yang terkandung dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata.

Gabungan dari kedua asas ini memberikan perlindungan kepada pihak yang lebih lemah sehingga kedudukan para pihak dalam perjanjian asuransi tidak saling mendominasi dan tidak merugikan salah satu pihak antara pihak penanggung dan tertanggung menjadi seimbang. Asas ini berlaku untuk semua perjanjian termasuk dalam perjanjian asuransi yang diartikan pula secara menyeluruh bahwa, dalam pelaksanaan perjanjian tersebut para pihak harus mengindahkan kenalaran dan kepatutan Pasal 1339 KUHPerdata.

5) Asas Kepribadian

Asas ini terkandng dalam Pasal 1315 KUHPerdata yang menyebutkan,

“pada umumnya tak seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkan suatu janji untuk dirinya sendiri”. Asas yang terkandung dalam pasal ini mengisyaratkan bahwa perjanjian antara para pihak hanya berlaku mengikatkan bagi kedua belah pihak saja (mereka saja).

d. Tujuan Asuransi

Menurut Emmy Pangaribuan Simanjuntak, asuransi itu mempunyai tujuan utama, yaitu: “mengalihkan risiko (tertanggung) yang ditimbulkan oleh peristiwa- peristiwa (yang tidak diharapkan terjadi) kepada orang lain (penanggung).”34

Pada awal kelahirannya, asuransi bertujuan untuk mengelola, mengalihkan, atau membagi risiko. Tujuan asuransi berupa mengelola risiko diatas selaras dengan pernyataan dua ahli bernama William Jr dan Richard M. Heins, bahwa:

“Asuransi merupakan sarana utama (kunci) untuk mengelola risiko (insurance is a key tool of risk management). Tetapi dalam perkembangannya, tujuan itu kemudian dipecah menjadi tujuan yang bersifat sosial dan ekonomis. Tujuan yang bersifat sosial, meliputi kesejahteraan anggota dan keamanan sosial (social security). Sedangkan tujuan yang bersifat ekonomis mencakup tujuan

34 Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, Hukum Asuransi Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta, 2004) hal.8.

(31)

pengalihan risiko itu sendiri, kebutuhan akan ganti kerugian (uang asuransi) dan premi.”35

Asuransi memiliki beberapa tujuan, antara lain yaitu: sebagai pemberi jaminan kepada nasabah agar terlindung dari risiko-risiko yang akan diderita jika terjadi kejadian yang tidak terduga. Asuransi juga dapat meningkatkan efisiensi terhadap suatu hal, nasabah tidak perlu melakukan berbagai upaya pengamanan dan pengawasan karena akan banyak menghabiskan waktu dan tenaga. Tujuan asuransi sebagai pemerataan biaya, maksudnya adalah nasabah hanya akan mengeluarkan biaya tertentu dan tidak perlu membayar kerugian yang diderita karena perusahaan asuransi yang akan menanggungnya. Hal ini tentu sangat menguntungkan bagi nasabah karena jumlah kerugian yang diderita jumlahnya tidak tentu.36

e. Prinsip-prinsip Asuransi

Praktik asuransi sebagai suatu sarana pengendalian risiko telah berkembang selama bertahun-tahun, sehingga telah menjadi suatu ilmu pengetahuan yang semakin rumit dan butuh pengkajian lebih dalam. Agar pengetahuan teoretis maupun kemampuan teknis mengenai perasuransian dan penerapannya dapat dipahami harus berpedoman pada prinsip-prinsip yang dianut dalam kegiatan perasuransian. Prinsip- prinsip tersebut antara lain :

1) Prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan (Principle of Insurable Interest)

35 Man Suparman Sastrawidjaja, Aspek-aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga (Bandung: Alumni, 2003) hal.146.

36http://www.mag.co.id/tujuan-

asuransi/#:~:text=Asuransi%20memiliki%20beberapa%20tujuan%2C%20antara,terjadi%20kejadian%

20yang%20tidak%20terduga.&text=Asuransi%20jiwa%20memiliki%20tujuan%20asuransi,mulia%2C

%20yaitu%20sebagai%20tabungan%20nasabah. Diakses pada tanggal 3 Oktober 2020.

(32)

Praktik asuransi sebagai suatu sarana pengendalian risiko telah berkembang selama bertahun-tahun, sehingga telah menjadi suatu ilmu pengetahuan yang semakin rumit dan butuh pengkajian lebih dalam. Agar pengetahuan teoritis maupun kemampuan teknis mengenai perasuransian dan penerapannya dapat dipahami harus berpedoman pada prinsip-prinsip yang dianut dalam kegiatan perasuransian. Prinsip-prinsip tersebut antara lain : KUHD sendiri tidak memberikan rumusan secara otentik mengenai penjabaran unsur kepentingan di atas, dengan demikian pencarian penjabaran unsur beralih kepada doktrin. Menurut Molengraaf seperti dikutip Emmy Pangaribuan Simanjuntak dan dikutip kembali oleh Sastrawidjaja dan Endang, mengatakan bahwa, “pokok pertanggungan adalah hak subyektif yang mungkin akan lenyap atau berkurang karena adanya peristiwa yang tidak tertentu, akan tetapi pendapat beliau tersebut diperluas dengan perkataan: juga termasuk segala pengeluaran- pengeluaran yang mungkin harus dilakukan”.37

2) Prinsip Itikad Baik (Principle of Utmost Good faith)

Kontrak asuransi harus berlandaskan itikad baik (good faith), pihak penanggung perlu menjelaskan secara lengkap hak dan kewajibannya selama masa asuransi. Selain itu yang sangat perlu diperhatikan adalah perlakuan dari penanggung pada saat benar-benar ada risiko yang menimpa tertanggung. Pihak penanggung harus konsisten terhadap hak dan kewajiban yang pernah disampaikan pada tertanggung dan dicantumkan dalam kontrak (polis) termasuk batasan-batasan yang ada sehingga jelas apabila ada risiko yang tidak ditanggung oleh pihak asuransi. Pihak tertanggung juga perlu mengungkapkan secara rinci kondisi yang akan diasuransikan sehingga pihak penanggung memiliki gambaran yang memadai untuk menentukan persetujuan. Kewajiban dari kedua belah pihak mengungkapkan fakta disebut duty of disclosure.38 3) Prinsip Ganti Rugi (Principle of indemnity) Asuransi berdasarkan Pasal

246 KUHD merupakan perjanjian penggantian kerugian. Ganti rugi disini mengandung arti bahwa pengganti kerugian dari penanggung harus seimbang dengan kerugian yang sungguh-sungguh diderita tertanggung.

Tujuan prinsip ganti rugi atau indemnitas adalah untuk mengembalikan posisi keuangan tertanggung pada posisi semula sesaat sebelum terjadinya kerugian. Tertanggung hanya berhak untuk mendapatkan ganti kerugian yang sungguh-sungguh dialaminya, bukan untuk mendapatkan keuntungan. Ketentuan diatas memberi pengaturan bahwa asuransi diancam batal, apabila diadakan asuransi yang kedua atas kepentingan

37 Man Suparman Sastrawidjaja dan Endang, Hukum Asuransi (Perlindungan Tertanggung, Asuransi Tertanggung, Usaha Perasuransian), (Bandung: Alumni, 2003), hal. 56.

38 Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, Bank dan Lembaga keuangan Lain (Jakarta:

Salemba Empat, 2006), hal. 180.

(33)

yang telah diasuransikan dengan nilai yang penuh, pada saat perjanjian asuransi Pasal 253 KUHD mengatur prinsip ganti rugi. Pasal-pasal yang ada kaitannya dengan prinsip ganti rugi antara lain Pasal 246, 250, 252, 253, 277, 278, 280, 284. Pasal 252 KUHD menentukan bahwa : “Kecuali dalam hal-hal yang disebutkan dalam ketentuan-ketentuan undangundang, maka tak bolehlah diadakan suatu pertanggungan kedua, untuk jangka waktu yang sudah dipertanggungkan untuk harganya penuh, dan demikian itu atas ancaman batalnya pertanggungan kedua tersebut.”39

4) Prinsip Subrogasi (Principle of Subrogation)

Apabila terjadinya peristiwa yang tidak diharapkan terjadinya dalam perjanjian asuransi, maka tertanggung dapat menuntut penanggung untuk memberikan ganti rugi. Tetapi apabila sebab terjadinya kerugian itu diakibatkan oleh pihak ketiga, maka berarti tertanggung itu dapat menuntut penggantian dari dua sumber. Sumber pertama dari penanggung dan sumber kedua dari pihak ketiga yang telah menyebabkan kerugian itu.

Penggantian dari dua sumber itu jelas bertentangan dengan asas hukum tentang larangan memperkaya diri sendiri secara melawan hukum (tanpa hak). Sebaliknya, apabila pihak ketiga juga dibebaskan begitu saja dari perbuatannya yang telah menyebabkan kerugian bagi tertanggung sangatlah tidak adil.40

5) Prinsip Sebab Akibat (Principle od proximate Cause)

Kewajiban penanggung untuk mengganti kerugian kepada tertanggung timbul apabila peristiwa yang menjadi sebab adanya kerugian itu dijamin oleh polis dan tidaklah mudah untuk menentukan mana yang menjadi sebab timbulnya kerugian. Terdapat 3 pendapat untuk menentukan sebab timbulnya kerugian dalam perjanjian asuransi, yaitu:

a) Pendapat menurut peradilan di Inggris, yang menyatakan bahwa sebab dari kerugian itu secara urutan kronologis terletak terdekat kepada kerugian itu. Inilah yang disebut penyebab yang efesien (Causa Proxima).

b) Pendapat yang kedua ialah di dalam pengertian hukum pertanggungan, sebab itu tiap-tiap peristiwa yang tidak dapat ditiadakan tanpa ikut melenyapkan kerugian itu. Dalam perkataan lain ialah tiap peristiwa yang dianggap sebagai condition sinequaanon terhadap kerugian itu.

c) Causa remota: bahwa yang menjadi sebab dari timbulnya kerugian itu ialah peristiwa yang terjauh. Ajaran ini merupakan lanjutan dari pemecahan suatu ajaran yang disebut “sebab adequate” yang mengemukakan: bahwa dipandang sebagai sebab yang menimbulkan

39 Mulyadi Nitisusastro, Asuransi dan Usaha Perasuransian di Indonesia, (Bandung:

Alfabeta, 2013) hal. 71.

40 Man Suparman Sastrawidjaja dan Endang, Op.Cit, hal. 57.

(34)

kerugian itu ialah peristiwa yang pantas berdasarkan ukuran pengalaman yang harus menimbulkan kerugian itu.41

6) Prinsip Kontribusi (Principle of Contribution)

Apabila dalam suatu polis ditandatangani oleh beberapa penanggung, maka masing-masing penanggung itu menurut imbangan dari jumlah untuk mana mereka menandatangani polis, hanya akan memikul jumlah kerugian yang sesungguhnya oleh tertanggung. Prinsip kontribusi ini terjadi apabila ada asuransi berganda (double insurance) sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 278 KUHD, yaitu : “Apabila dalam satu- satunya polis, meskipun pada hari-hari yang berlainan, oleh berbagai Penanggung telah diadakan penanggung yang melebihi harga, maka mereka itu bersama-sama, menurut keseimbangan dari pada jumlah- jumlah untuk mana mereka telah menandatangani polis tadi, memikul hanya harga sebenarnya yang dipertanggungkan”.42

Situasi semacam ini, apabila sewaktu-waktu terjadi klaim maka masingmasing pihak perusahaan asuransi yang berperan sebagai penanggung memiliki kewajiban untuk membayar ganti rugi secara proporsional dengan jumlah nominal sesuai dengan yang ditanggungnya.

Prinsip semacam ini, penanggung memiliki hak otoritas guna mengajak penanggung-penanggung lain yang memiliki kepentingan serupa untuk turut andil dalam membayar ganti rugi kepada pihak tertanggung, meskipun secara jumlah nominal masing-masing pihak penanggung tidak lantas harus sama.43

f. Fungsi Asuransi

Fungsi dasar asuransi dalam pandangan Sri Redjeki Hartono adalah “suatu upaya untuk menanggulangi ketidakpastian terhadap kerugian khusus untuk kerugian- kerugian murni, dan bukan kerugian yang bersifat spekulatif.”44

Asuransi memiliki fungsi yang diklasifikasikan kedalam beberapa fungsi sebagai berikut:

41 Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, (Jakarta; Sinar Grafika, 2001), hal. 31.

42 Pasal 278 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

43 Zian Farodis, Buku pintar asuransi: mengenal dan memilih asuransi yang menguntungkan nasabah (Yogyakarta: Sarifah, 2014) hal. 37.

44 Junaedy Ganie, Hukum Asuransi di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013) hal.44.

(35)

1) Fungsi Utama (Primer) a) Pengalihan Risiko

Pengalihan risiko ini memiliki arti bahwa risiko akan dialihkan pada perusahaan asuransi sebagai pihak penanggung. Sehingga jumlah ketidakpastian kerugian yang diderita oleh nasabah akibat suatu peristiwa yang tidak terduga akan diganti oleh pihak asuransi dalam bentuk ganti rugi atau santunan klaim karena nasabah telah membayar premi.

b) Penghimpunan Dana

Dana yang bersumber dari nasabah akan dihimpun dan kemudian oleh perusahaan asuransi dana tersebut akan di dikelola sedemikian rupa supaya dapat berkembang. Hasil dari pengelolaan uang dari nasabah nantinya akan digunakan untuk membayar ganti rugi apabila nasabah mengalami kejadian yang tak terduga dan merugikan.

c) Penyeimbangan Premi

Perusahaan asuransi akan mengatur agar pembayaran premi seimbang dengan risiko yang akan ditanggung oleh pihak asuransi. Dengan demikian kedua belah pihak tidak akan merasa dirugikan dengan adanya perjanjian tersebut. Untuk selain asuransi jiwa, jumlah premi akan ditentukan dengan berdasarkan tarif premi yang dikalikan dengan nilai pertanggungan yang diinginkan. Untuk asuransi jiwa, biasanya besarnya premi biasanya sesuai dengan kesepakatan atau ketetapan perusahaan asuransi.45

2) Fungsi Tambahan (Sekunder) a) Ekspor secara Tidak Langsung

Asuransi memungkinkan penjualan komiditas atau barang tidak nyata ke luar negeri. Sebab, perusahaan asuransi tertentu bisa menawarkan produknya ke luar negeri.

b) Merangsang Pertumbuhan Ekonomi

Asuransi secara tidak langsung merangsang pertumbuhan ekonomi.

Pasalnya, ada aktivitas jual-beli, menabung, dan pengendalian kerugian di dalamnya. Dengan demikian, berefek pula pada aktivitas ekonomi suatu negara.46

g. Manfaat Asuransi

45http://www.mag.co.id/tujuanasuransi/#:~:text=Untuk%20asuransi%20jiwa%2C%20biasany a%20besarnya,pencegahan%20kerugian%20dan%20meminimalisir%20kerugian , diakses pada tanggal 3 Oktober 2020.

46 Helda Sihombing, “Asuransi” (https://lifepal.co.id/media/fungsi-asuransi/), diakses pada tanggal 3 Oktober 2020.

(36)

Asuransi dapat memberikan manfaat, baik bagi masyarakat secara umum, maupun dunia usaha secara khusus, yaitu:47

1. Mendorong masyarakat untuk lebih memikirkan masa depannya. Berbagai jenis asuransi yang ada sebenarnya dimaksudkan agar masyarakat dapat berjaga-jaga terhadap hal-hal yang tidak diinginkan di masa datang

2. Dana yang dikumpulkan oleh industri asuransi dapat digunakan untuk investasi yang sangat diperlukan bagi pembangunan suatu bangsa

3. Mendorong masyarakat untuk tidak tergantung pada pihak lain. Semakin modern kehidupan masyarakat akan mengakibatkan semakin berkurangnya rasa kebersamaan. Dengan polis asuransi, seseorang dapat mengatasi sendiri musibah yang dideritanya karena menerima pembayaran ganti kerugian atau uang santunan dari perusahaan asuransi

4. Ahli-ahli dari perusahaan asuransi dapat memberikan saran secara cuma- cuma untuk mengelola risiko dan mengurangi kemungkinan kerugian yang mungkin timbul

5. Setiap perusahaan hanya perlu menyisihkan Sebagian kecil dana untuk premi tanpa perlu membuat cadangan dana yang besar untuk menghadapi segala kemungkinan kerugian, sehingga modal perusahaan dapat digunakan sebaik-baiknya. Pengusaha sendiri juga dapat lebih memusatkan perhatiannya untuk kepentingan kemajuan perusahaan

Menurut Riegel dan Miller, dalam “Insurance and Practices”, mengemukakan beberapa faedah (manfaat) asuransi, yaitu sebagai berikut:48

1. Asuransi menyebabkan orang (masyarakat) dan pengusaha (perusahaan) berada dalam keadaan aman (kekhwatiran). Karena dengan membeli polis asuransi, orang-orang dan para pengusaha akan memiliki rasa aman atau tenang jiwanya. Ketentraman hati yang diberikan oleh asuransi inilah salah satu jasa utama yang diterima tertanggung bila ia telah membayar premi asuransi. Bila seseorang telah membayar premi asuransi, mereka terbebas dari kekhawatiran kerugian besar dengan memikul suatu kerugian kecil dalam hal ini berupa premi yang telah dibayar.

2. Dengan asuransi, efisiensi perusahaan (business efficiency) dapat dipertahankan. Guna menjaga kelancaran perusahaan (going concern)

47 Salusra Satria, Pengukuran Kinerja Keuangan Perusahaan Asuransi Kerugian di Indonesia dengan Analisis Rasio Keuangan Early Warning System, (Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI, 1994) hal.23-24.

48 Abbas Salim, Asuransi dan Manajemen Risiko, Edisi Revisi ke-2, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000) hal.12-13.

(37)

dalam menjalankan aktivitasnya, maka dengan asuransi risiko dapat dicegah atau dikurangi.

3. Asuransi sebagai dasar bagi pemberian kredit (insurance serves as a basis of credit). Kreditor lebih percaya pada perusahaan yang risiko kegiatan usahanya diasuransikan. Pemberi kredit tidak hanya tertarik dengan keadaan perusahaan serta kekayaannya yang ada saat ini, tetapi juga sejauh mana perusahaan tersebut telah nali melindungi diri dari kejadian- kejadian yang tidak terduga dimasa depan. Cara untuk memeroleh perlindungan tersebut adalah dengan memiliki polis asuransi. Misalnya, pinjaman hipotek (jangka panjang), si pemberi kredit (bank) biasanya menghendaki syarat-syarat agar si debitur memunyai asuransi. Dengan kata lain, rumah, kapal, pabrik, dan lain-lain yang dijadikan barang jaminan untuk mendapatkan kredit bank, harus disertai dengan asuransi.

Bahkan, setelah uang pinjaman (kredit) didapatkan, sekian persen dari pinjaman (kredit) yang diterima tersebut akan dipotong oleh bank sebagai premi asuransi kredit.

4. Asuransi merupakan alat tabungan (saving). Bagi kebanyakan tertanggung atau pemegang polis, dorongan berasuransi didasarkan pada manfaat agar dimasa depan tertanggung atau pemegang polis bisa mendapatkan tabungan masa depan, baik untuk menikmati hari tua, untuk pendidikan anak, membeli properti, menyenangkan diri (liburan) ataupun investasi.

Manfaat ini sangat terasa pada jenis asuransi sejumlah uang, seperti asuransi jiwa.

5. Asuransi dipandang sebagai sumber pendapatan (earning power). Bagi sebagian orang, berasuransi menjadi sumber pendapatan tetap atau bahkan seumur hidup. Motivasi seperti ini merupakan tujuan mulia agar kehidupan tertanggung atau pemegang polis besrta tanggungannya (anggota keluarga) tetap terjamin pendapatannya. Motivasi berasuransi seperti ini sangat relevan bila dihubungkan dengan situasi/kondisi ekonomi yang dari tahun ke tahun semakin sulit dan membutuhkan biaya besar. Di sisi lain, rasa ekonomi yang bisa mengancam setiap saat berpengaruh pada ketidakmampuan perusahaan atau pemberi kerja dalam membayar gaji atau upah karyawan/pekerja.

Selaras dengan pendapat sebelumnya, mengenai manfaat asuransi juga bisa diperhatikan pendapat berikut ini:49

1. Rasa aman dan perlindungan. Polis asuransi yang dimiliki tertanggung akan memberikan rasa aman dari risiko atau kerugian yang mungkin timbul. Kalau risiko tersebut bernar-benar terjadi, pihak Tertanggung

49 Sigit Triandanu dan Totok Budisantoso, Op. Cit, hal.178.

(38)

(insured) berhak atas nilai kerugian sebesar nilai polis atau ditentukan berdasarkan perjanjian antara tertanggung dan penanggung.

2. Pendistribusian biaya dan manfaat yang lebih adil. Prinsip keadilan diperhitungkan dengan matang untuk menentukan nilai pertanggungan dan premi yang harus ditanggung oleh pemegang polis secara periodik dengan memerhatikan secara cermat faktor-faktor yang berpengaruh besar dalam asuransi tersebut. Untuk mendapatkan nilai pertanggungan, pihak Penanggung sudah membuat kalkulasi yang tidak merugikan kedua belah pihak. Semakin besar nilai pertanggungan, maka semakin da besar pula premi periodik yang harus dibayar oleh tertanggung.

3. Polis asuransi dapat dijadikan sebagai jaminan untuk memeroleh kredit.

Dalam pratik saat ini polis sering kali dijadikan sebagai jaminan 1e untuk mendapatkan kredit atau pembiayaan, baik bersumber dari bank ataupun lembaga keuangan non bank.

4. Merupakan tabungan dan sumber pendapatan. Premi yang dibayarkan setiap periode memiliki substansi yang sama dengan tabungan. Pihak Penanggung juga memperhitungkan bunga atas premi yang dibayarkan dan juga bonus (sesuai perjanjian kedua belah pihak).

5. Asuransi merupakan alat penyebaran risiko. Risiko yang seharusnya ditanggung oleh tertanggung, kemudian dibebankan kepada pihak lain yakni penanggung dengan imbalan sejumlah premi tertentu yang didasarkan atas nilai pertanggungan.

6. Membantu meningkatkan kegiatan usaha. Investasi yang dilakukan oleh para investor dibebani dengan risiko kerugian yang bisa diakibatkan oleh berbagai macam sebab (pencurian, kebakaran, kecelakaan, dan lain sebagainya).

2. Tinjauan Umum tentang Konsumen a. Pengertian Konsumen

Konsumen sebagai istilah yang sering dipergunakan dalam percakapan sehari- hari, yang berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Pengertian dari consument itu tergantung dalam posisi mana ia berada.

Secara harafian arti consumer adalah (lawan dari produsen) setiap orang yang menggunakan barang.50

50 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.Cit, hal.22.

(39)

Pengertian konsumen antara Negara yang satu dengan Negara yang lain tidak sama. Sebagai contoh, di Spanyol konsumen diartikan tidak hanya individu (orang), tetapi juga suatu perusahaan yang menjadi pembeli atau pemakai terakhir. Konsumen dalam hal ini tidak harus terikat dalam hubungan jual beli, sehingga dengan sendirinya konsumen tidak identik dengan pembeli.51

Di Perancis, berdasarkan doktrin dan yurisprudensi yang berkembang konsumen diartikan sebagai “the person who obtains goods of services for personal purposes”. Defenisi ini mengandung dua unsur, yaitu:52

1) Konsumen hanya orang.

2) Barang atau jasa yang digunakan untuk keperluan pribadi atau keluarganya.

Pengertian konsumen di Eropa, bersumber dari Product Liability Directive (selanjutnya disebut Directive) sebagai pedoman bagi Negara Masyarakat Ekonomi Eropa dalam menyusun ketentuan hukum Perlindungan Konsumen. Berdasarkan Directive tersebut yang berhak menuntut ganti kerugian adalah pihak yang menderita

kerugian (karena kematian atau cedera) atau kerugian berupa kerusakan benda selain produk yang cacat itu sendiri.53

A. Z. Nasution menegaskan beberapa batasan tentang konsumen, yakni : 1) Konsumen adalah setiap yang mendapatkan barang atau jasa digunakan

untuk tujuan tertentu.

51 Abdul Halim Barkatulah, Hukum Perlindungan Konsumen, (Banjarmasin: FH Unlam Press, 2008), hal.8.

52Ibid, hal.9.

53 Ibid

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini (tabel 3 hal.54) menunjukkan perilaku melakukan payudara sendiri pada kelompok kontrol sebelum diberi leaflet yaitu dalam kategori kurang

Namun kadang kala remaja juga dapat terjerumus dalam suatu kelompok yang membuat mereka menjadi remaja yang tidak baik menurut pandangan keluarga maupun masyarakat, biasanya

Meskipun kebebasan beragama secara jelas telah diatur, namun pada kenyataannya sekarang ini masih banyak masyarakat dunia yang tidak mengamalkan dan

Kemudian di dalam berbagai Undang-Undang (UU) di bawah UUD diantaranyaUndang-Undang tentang perlindungan Anak jelas menyatakan akta kelahiran menjadi hak anak dan tanggung

Faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak badan antara lain: sikap tax professional, niat tax professional, kondisi keuangan perusahaan, fasilitas perusahaan dan

Kelemahan dalam pasal ini adalah, tidak disebutkannya bentuk perjudian apa yang diperbolehkan tersebut, ataukah sama bentuk perjudian sebagaimana yang

5.000.000.000.00 (lima miliar rupiah)”, dan hukuman bagi para pelaku yang merupakan orang terdekat korban juga diatur dalam Undang-Undang ini yang terdapat pada ayat (3) Pasal

Angkutan Udara (Pesawat) memiliki salah satu fasilitas yang dapat dipergunakan oleh penumpang untuk menyimpan barang bawaan mereka yaitu bagasi. Namun