• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

B. Saran-saran

1. Saran untuk Orangtua

a. Orangtua yang belum/tidak bercerai

1) Meningkatkan komunikasi intrapersonal yang dalam dengan anak-anaknya, juga antar orangtua itu sendiri (dengan pasangannya). Misalnya dengan cara menjadi pendengar aktif untuk bisa memahami kondisi psikologis, masalah dan keinginan atau harapan anak-anaknya, juga menggunakan “pesan aku” dalam memberikan teguran terhadap anak-anaknya.

2) Mampu berpikir positif dalam menghadapi masalah, khususnya masalah dalam keluarga dan dapat mengambil keputusan yang bijaksana, misalnya: sebelum mengambil keputusan mau menjadi pendengar aktif dari sudut seluruh anggota keluarga. Kemudian diolah/dipikirkan baru mengambil sebuah keputusan.

3) Memberikan kepercayaan dan dukungan kepada anak-anak dengan kasih sayang untuk mengadakan atau melakukan kegiatan yang kreatif dan positif.

4) Memberikan umpan balik setelah kegiatan anak melakukan kegiatan yang kreatif dan positif, misalnya: menanyakan kesan anak terhadap kegiatan tersebut, memberikan pujian tulus, dan lain sebagainya.

5) Melatih anak-anak sejak dini untuk mengadakan refleksi mengenai kegiatan yang telah dilakukan. Misalnya: dengan mengajukan pertanyaan yang kemudian dijawab secara tertulis dalam buku harian mereka, antara lain: manfaat yang dapat diambil dari pengalaman atas kegiatan hari ini, kesulitan atau hambatan yang ditemui dalam hari ini, bagaimana cara mengatasi masalah itu, perasaan yang banyak muncul dalam sehari dan lain sebagainya. 6) Menanamkan kehidupan religiusitas dalam diri anak-anaknya,

misalnya berdoa, menjalankan ibadah agama, membaca kitab suci dan lain-lain.

7) Menanamkan pada anak-anak sejak dini untuk memberikan perhatian dan peduli terhadap sesamanya yang menderita dan berkekurangan, hewan dan tumbuhan serta lingkungan sekitarnya. Misalnya: kunjungan ke panti asuhan, memberi makan pada anak-anak jalanan, merawat hewan peliharaan dengan baik (memberi

makan, memandikan dan lain-lain), menjaga tanaman agar tetap tumbuh dengan baik dan menjaga kebersihan lingkungan.

8) Melatih anak untuk menghadapi dan mengatasi masalahnya secara bijaksana, misalnya: dengan mengajak mereka berdiskusi.

9) Menjadi teladan dan model yang tepat bagi anak-anaknya

10)Peka dan mengenal perubahan-perubahan perilaku pada diri anak, misalnya: tiba-tiba suka menyendiri, suka berbohong, perubahan pola tidur atau pola makan, prestasi belajar merosot tajam, sering melanggar aturan di rumah atau di sekolah, sering melawan otoritas orangtua atau guru (trouble maker), mencuri dan lain-lain. Jika ditemukan segera ambil tindakan dengan cepat, bijaksana dan tetap tenang.

b. Orangtua yang sudah memutuskan untuk bercerai

1) Menciptakan komunikasi yang baik, saling mendukung, saling menghargai dan saling bertanggungjawab antara seluruh anggota keluarga walaupun orangtua sudah bercerai atau berpisah. Walaupun kedua orangtuanya sudah bercerai/berpisah sebagai keluarga, mereka tetap harus bertanggungjawab secara moril, spirituil dan psikologis terhadap kelanjutan hidup anak-anaknya. 2) Orangtua harus bisa mengendalikan emosinya, karena pada

kondisi seperti ini anak-anak yang menderita dan merasa sedih, kecewa serta tertekan akan keadaan keluarganya.

3) Komunikasi interpersonal dalam keluarga harus lebih ditingkatkan dengan mengajak anak untuk menerima kenyataan hidupnya, berdiskusi dan menampung segala permasalahan yang dihadapinya. 4) Memberi dukungan pada anak-anak, maka sebaiknya orangtua

lebih banyak bersikap sabar dan membuka diri demi keterbukaan anak.

5) Tetap memberi kepercayaan kepada anak dengan catatan orangtua juga harus tahu dan mengenal segala kegiatan dari teman-temannya serta memberikan umpan balik yang tepat, misalnya: mengajak diskusi tentang kegiatan atau sekedar menanyakan pengalamannya. 6) Memiliki pandangan yang positif terhadap kenyataan hidup (per-ceraian) dan terhadap anak-anaknya agar mereka dapat menjalani hidup dengan baik.

c. Bagi Masyarakat

1) Memberikan dukungan dan kepercayaan pada remaja yang orang-tuanya bercerai untuk terlibat dalam organisasi yang ada di masyarakat (contoh: karang taruna).

2) Ikut mengembangkan harga diri yang positif pada diri anak

3) Menciptakan kegiatan yang bisa membantu mereka menemukan makna hidupnya, misalnya kegiatan kemanusiaan atau sosial, kegiatan yang membangun kreativitas (seni musik), kegiatan keagamaan (retret dan rekoleksi) dan lain sebagainya.

d. Bagi Konselor, khususnya Konselor Sekolah

1) Senantiasa mengajak konseli untuk menemukan makna hidupnya/ pengalamannya dalam setiap proses konseling.

2) Memberikan bimbingan tentang kemampuan mengatasi konflik dalam diri dan konflik dengan orang lain, kemampuan mengatasi berbagai masalah hidup sehubungan dengan perceraian orangtua, dan bimbingan untuk membentuk konsep dan harga diri yang positif.

3) Senantiasa mengajak konseli atau peserta didik untuk membuat buku pribadi yang berisi tentang refleksi kegiatan harian dan mengenali perasaan-perasaan yang muncul.

4) Memberikan dukungan dan kepercayaan pada remaja yang orang-tuanya bercerai serta mampu menjadi teman dan pendengar yang baik.

e. Bagi Peneliti lain

1) Meninjau kembali hasil penelitian ini. Peninjauan tersebut dilakukan dengan harapan mendapat pembaharuan untuk meningkatkan kualitas hasil penelitian tersebut.

2) Penelitian ini menggunakan rentang usia antara 12-23 tahun, maka untuk penelitian lebih lanjut bisa juga mengambil responden dengan usia yang sama.

3) Penelitian ini menggunakan responden dari sekolah yang berbeda-beda, maka untuk penelitian lebih lanjut bisa juga mengambil

responden dengan sekolah dari tingkatan kelas yang sama dan kategori subjek yang lebih spesifik.

4) Meninjau kembali langkah-langkah penelitian ini. Peninjauan tersebut dilakukan dengan harapan mendapat pembaharuan untuk meningkatkan kualitas langkah-langkah penelitian, dengan tujuan untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih berkualitas.

5) Meninjau kembali pedoman wawancara, pedoman observasi partisipasi dan observasi perilaku non verbal yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam penelitian ini. Peninjauan tersebut dilakukan dengan harapan mendapat pembaharuan untuk meningkatkan kualitas hasil penelitian tersebut.

104

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. & Muhammad Asrori. 2004. Psikologi Remaja (Perkembangan Peserta Didik). Jakarta: Bumi Aksara.

Allport, W. 2003. Logoterapi. Terapi Psikologi Melalui Pemaknaan Eksistensi, penerjemah: Djamaludin. Jogjakarta: Kreasi Wacana.

Artikel: Angka Perceraian di Bantul Terus Meningkat. Diambil dari Harian Kompas 25 Juni 2008. (2008, 19 Agustus). http://www.kompas.com Bastaman, H.D. 2007. Logoterapi (Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup

dan Meraih Hidup Bermakna). Jakarta: Raja Grafindo Persada. Basuki, S. 2006. Metode Penelitian. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.

Boeree, G. 2006. Personality Theories, penerjemah: Injionak. Yogyakarta: Prima Sofi.

Cole, K. 2004. Mendampingi Anak Menghadapi Perceraian Orangtua. Jakarta: Prestasi Pustaka Karya.

Dariyo, A. 2003. Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta: Grasindo. ---. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Ghalia Indonesia. Faisal, S. 1990. Penelitian Kualtatif: Dasar-dasar dan Aplikasii. Malang:

Yayasan Asih Asah Asuh.

Fadjri, R. 2002. Belahan-Jiwa yang Terbelah. Diambil dari Majalah Tempo Edisi 04/XXXI. Jakarta. (2008, 15 Januari). http://majalah.tempointeraktif.com Ihromi, T.O. 2004. Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia.

Koeswara, E. 1992. Logoterapi : Psikoterapi Victor Frankl. Yogyakarta: Kanisius.

Latipun. 2001. Psikologi Konseling. Malang: Universitas Muhammadiyah.

MacGreggor, C. 2004. The Divorce Helpbook for Kids (Pertolongan Mandiri Bagi Anak-anak Korban Perceraian, penerjemah: Agustina. Jakarta: Grasindo.

Manurung, H.U. dan Manurung M.R. 1995. Manajemen Keluarga. Jakarta: Indonesia Publishing House.

Moleong, L.J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Remaja Rosda Karya.

Santrock, W. 2002. Life-Span Development (Perkembangan Masa Hidup). Jakarta: Erlangga.

---. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja, penerjemah: Shinto & Sherly. Jakarta: Erlangga.

Schultz, D. 1991. Psikologi Pertumbuhan (Model-model Kepribadian Sehat). Yogyakarta: Kanisius.

Shochib, M. 2000. Pola Asuh Orang Tua (Dalam Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri). Jakarta: Rineka Cipta.

Sumaryono, F.T. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Buku Paparan Kuliah Penelitian BK II, Prodi Bimbingan dan Konseling. USD (tidak diterbitkan).

Tasmin, S. (2002, 18 April). Perceraian dan Kesiapan Mental Anak. (2008, 15 Januari). http://www.e-psikologi.com/epsi/individual_detail.asp?id=112 Thohir. (2003, 2 Juni). Delik, hal. 1. http://almanaar.wordpress.com

Walgito, B. 2004. Bimbingan dan Konseling Perkawinan. Yogyakarta: Andi. Winkel, W.S. 1997. Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Gramedia.

Winkel, W.S. dan M.M. Sri Hastuti, 2004. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi

106

LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN

Langkah-langkah penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan karakterisik penelitian kualitatif yang desainnya bersifat sementara, dimana desain tersebut akan terus-menerus disusun sesuai dengan kenyataan di lapangan. Langkah-langkah penelitian dijabarkan berdasarkan teori Victor Frankl mengenai makna hidup. langkah-langkah penelitian tersebut, antara lain:

I. Indikator Kebermaknaan Hidup

Indikator kebermaknaan hidup yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan penjabaran dari teori Victor Frankl. Indikator kebermaknaan hidup tersebut meliputi:

A. Konsep Dasar atau Landasan Filosofis logoterapi

Konsep dasar atau landasan filosofi logoterapi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Kebebasan Berkehendak (The freedom of will)

Kebebasan berkehendak pada diri responden dapat ditunjukkan/diwujudkan dengan: Kebebasan untuk menyatakan sikap yang dapat dilihat dari cara pandang responden dalam memberikan penilaian terhadap dirinya sendiri, dunianya dan masa depannya, dengan tolok ukur moralitas, masa depannya untuk mengubah kondisi (buruk) saat ini agar lebih baik dan mampu memilih dan menentukan hal-hal terbaik bagi dirinya. Sebaliknya

jika pandangannya negatif, maka responden memilih untuk tenggelam dalam keterbatasannya dan menjadi pesimis terhadap hidupnya. Menurut Frankl (dalam koeswara, 1992:46-47), hanya ada dua jenis orang yang boleh dikatakan tidak memiliki kebebasan berkeinginan, yaitu para penderita Skizoprenia yang menderita delusi bahwa keinginan mereka dimanipulasi serta pikiran mereka dikendalikan oleh orang lain, dan orang-orang normal dalam kondisi tertentu, misalnya di bawah pengaruh obat-obatan terlarang.

b. Hasrat untuk Hidup Bermakna (The Will to Meaning)

Hasrat untuk hidup bermakna pada diri responden dapat ditunjukkan/diwujudkan dengan: adanya keinginan, cita-cita dan harapan hidup yang muncul pada diri responden.

c. Makna Hidup (The Meaning of Life)

Makna hidup pada diri responden dapat ditunjukkan/diwujudkan dengan: hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi setiap orang sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan (the purpose in life)

B. Sumber-sumber Makna Hidup

Sumber-sumber makna hidup yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Nilai-nilai Kreatif (Creative Values)

Nilai-nilai kreatif pada diri responden dapat diwujudkan dalam kegiatan berkarya, bekerja, mencipta serta melaksanakan tugas dan kewajiban sebaik-baiknya dengan penuh tanggungjawab

b. Nilai-nilai Pengalaman (Experiential Values)

Nilai-nilai pengalaman pada diri responden dapat diwujudkan dengan cara memperoleh pengalaman tentang sesuatu atau seseorang yang bernilai bagi kita. (Boeree, 2006: 396). Hal ini berkenaan dengan keyakinan dan penghayatan akan nilai-nilai kebenaran, kebajikan, keindahan, keimanan dan keagamaan serta cinta kasih. Menghayati dan meyakini suatu nilai dapat menjadikan seseorang menghayati perasaan berarti dalam hidupnya (Bastaman, 2007: 48).

c. Nilai-nilai Bersikap (Attitudinal Values)

Nilai-nilai bersikap pada diri responden dapat diwujudkan berupa sikap menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran dan keberanian dari segala bentuk penderitaan yang kita hadapi. Sikap menerima dengan penuh ikhlas dan tabah segala penderitaan yang kita hadapi dapat mengubah pandangan kita. Pandangan yang semula diwarnai penderitaan menjadi pandangan yang mampu melihat makna dan hikmah dari penderitaan itu. Penderitaan dapat memberikan makna dan guna

apabila kita dapat mengubah sikap terhadap penderitaan itu menjadi lebih baik lagi

II. Rumusan Kerangka Pertanyaan

Rumusan kerangka pertanyaan yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain adalah sebagai berikut:

A. Data Responden

Data responden yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: 1. Data diri responden

2. Ciri-ciri fisik responden

3. Penyakit fisik yang pernah diderita responden

4. Gangguan organ tubuh yang pernah diderita responden 5. Cacat tubuh yang ada pada diri responden

6. Cita-cita responden

7. Minat dan kegemaran responden

8. Kecenderungan karakteristik Responden

9. Prestasi responden di bidang akademik dan non akademik B. Data Ayah Responden

Data ayah responden yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:

1. Data diri ayah responden 2. Pekerjaan ayah responden 3. Umur ayah responden

4. Penyakit fisik yang pernah diderita ayah responden

5. Gangguan organ tubuh yang pernah diderita ayah responden 6. Cacat tubuh yang ada pada diri ayah responden

7. Sikap/perilaku ayah terhadap responden 8. Hubungan ayah dengan responden 9. Hubungan ayah dengan ibu responden 10. Pengalaman indah dan berkesan dengan ayah 11. Pengalaman buruk dengan ayah

12. Pandangan responden terhadap sosok ayahnya (baik sebelum maupun setelah perceraian)

C. Data Ibu Responden

Data ibu responden yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:

1. Data diri ibu responden 2. Pekerjaanibu responden 3. Umuribu responden

4. Penyakit fisik yang pernah diderita ibu responden

5. Gangguan organ tubuh yang pernah diderita ibu responden 6. Cacat tubuh yang ada pada diri ibu responden

7. Sikap/perilaku ibu terhadap responden 8. Hubungan ibu dengan responden 9. Hubungan ibu dengan ibu responden 10. Pengalaman indah dan berkesan dengan ibu

11. Pengalaman buruk dengan ibu

12. Pandangan responden terhadap sosok ibunya (baik sebelum maupun setelah perceraian)

D. Data Keluarga Responden

Data keluarga responden yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:

1. Penyebab/alasan kedua orangtua responden bercerai

2. Awal mula terjadinya pertengkaran pada orangtua responden 3. Perasaan responden ketika perceraian orangtuanya terjadi

4. Pikiran yang muncul pada diri responden ketika perceraian orangtuanya terjadi

5. Sikap yang ditunjukkan responden ketika perceraian orangtuanya terjadi

6. Kegiatan/aktivitas yang dilakukan responden setelah kedua orangtuanya bercerai

7. Pandangan responden mengenai percerian orangtuanya

8. Pandangan keluarga lain terhadap perceraian orangtua responden 9. Pandangan masyarakat terhadap perceraian orangtua responden E. Data Setelah Perceraian Orangtua Responden

Data setelah perceraian orangtua responden yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:

1. Pelajaran yang didapatkan responden ketika kedua orangtuanya bercerai

2. Bagaimana keadaan ekonomi keluarga responden, baik sebelum ataupun setelah perceraian kedua orangtuanya

3. Apa yang melatar belakangi kegiatan/aktivitas responden

4. Motivasi seperti apa yang ada pada responden, sehingga responden dapat berubah menjadi lebih baik

5. Saran responden mengenai penulisan skripsi yang berkaitan dengan perceraian kedua orangtuanya

III. Rumusan Pertanyaan

Rumusan pertanyaan dalam penelitian ini mengadopsi pertanyaan pada pedoman wawancara Sullivan dan dipadukan dari teori Frankl mengenai makna hidup. Rumusan pertanyaan dalam penelitian ini, antara lain adalah sebagai berikut:

A. Pedoman Wawancara Sullivan

Indikator yang tercakup dalam pertanyaan dari pedoman wawancara Sullivan adalah sebagai berikut:

1. Kebebasan berkehendak: item pertanyaan termasuk di dalam item pertanyaan bagian hereditas dan masa muda.

2. Hasrat hidup bermakna: item pertanyaan termasuk di dalam item pertanyaan bagian hereditas dan masa muda, sifat responden di masa muda dan remaja

3. Makna hidup: item pertanyaan termasuk di dalam item pertanyaan bagian hereditas dan masa muda, sifat responden di masa muda dan remaja

B. Rumusan Pertanyaan dari Teori Frankl

Indikator yang tercakup dalam pertanyaan dari rumusan yang dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan teori Frankl. adalah sebagai berikut:

1. Kebebasan berkehendak: item pertanyaan yang digunakan adalah item nomer 1, 2, 3, 6, 8, 9, 16, 17, 21, 23, 25, 26, 29, dan 31. 2. Hasrat hidup bermakna: item pertanyaan yang digunakan adalah

item nomer 1, 2, 3, 4, 8, 9, 14, 15, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 25, 26, dan 29.

3. Makna hidup: item pertanyaan yang digunakan adalah item nomer 1, 2, 3, , 4, 6, 8, 9, 14, 15, 18, 19, 20, 22, 23, 24, dan 32.

4. Kerohanian item pertanyaan yang digunakan adalah item nomer 4, 10, 11, 12, 13, dan 15.

5. Tanggungjawab: item pertanyaan yang digunakan adalah item nomer 1, 2, 3, 8, 16, 17, 23, 25, dan 26.

6. Nilai kreatif: item pertanyaan yang digunakan adalah item nomer 1, 2, 3, 4, 7, dan 17.

7. Nilai pengalaman: item pertanyaan yang digunakan adalah item nomer 1, 2, 3, 4, 5, 6, 16, 17, 21, 23, 25, 26, 29, dan 31.

8. Nilai bersikap: item pertanyaan yang digunakan adalah item nomer 1, 2, 3, 4, 5, 7, 15, 16, 17, 21, 23, dan 29.

PEDOMAN OBSERVASI NON VERBAL

Pedoman observasi non verbal yang digunakan dalam penelitian ini, berdasarkan teknik-teknik nonverbal yang dikemukakan oleh Mehrabian. Tujuan digunakannya pedoman observasi nonverbal ini adalah peneliti ingin mengumpulkan data dari reponden secara lebih mendalam, yang berkaitan dengan latar belakang responden sebagai remaja yang orangtuanya bercerai dan kehidupan dari responden itu sendiri. pedoman observasi non verbal itu adalah sebagai berikut:

1. Senyuman: untuk menyatakan sikap menerima

2. Cara duduk: untuk menyatakan sikap rileks dan sikap mau memperhatikan.

3. Anggukan kepala: untuk menyatakan penerimaan dan menunjukkan pengertian.

4. Gerak-gerik lengan dan tangan: untuk memperkuat apa yang diungkapkan secara verbal.

5. Berdiam diri: untuk menyatakan banyak hal, seperti: sulit mengungkapkan perasaannya, malu untuk berbicara/gelisah, antipati terhadap peneliti karena bersikap bermusuhan, bingung dan mengharapkan saran, dan lega sudah mengungkapkan semua perasaannya.

6. Mimik (ekspresi wajah, roman muka, air muka, raut muka): untuk menunjang atau mendukung dan menyertai reaksi-reaksi verbal (misalnya: mengerutkan dahi, mengangkat alis, senyum, wajah cerah). 7. Kontak mata: untuk menunjang atau mendukung tanggapan verbal

dan/atau menyatakan sikap dasar.

8. Variasi dalam nada suara dan kecepatan bicara: untuk menyesuaikan diri dengan ungkapan perasaan konseli (misalnya: responden berbicara lebih lembut, lebih lambat, dengan nada suara lebih tinggi atau lebih rendah).

HASIL OBSERVASI NONVERBAL

Hasil observasi nonverbal yang ditunjukkan responden dan yang dapat ditangkap oleh peneliti adalah sebagai berikut (hasil observasi nonverbal responden juga terdapat di dalam hasil wawancara):

A. Perilaku nonverbal responden Mamat

1. Awalnya Mamat sedikit gugup saat bercerita, tetapi dengan didukung situasi tempat yang nyaman dan tenang, Mamat nampak mulai santai saat bercerita

2. Pada saat Mamat menceritakan perasaannya ketika berhadapan dengan ayahnya, kelihatan tatapan matanya menerawang. Ekspresi wajahnya nampak tenang seakan-akan Mamat kembali ke masa itu, masa di saat ia dapat bersama ayahnya

3. “saya ingin Mamat menceritakan ibu Mamat secara mendalam sejauh pengenalan Mamat terhadap ibu, bagaimana Mamat?”. Mamat diam sejenak, matanya menerawang seakan-akan menyusun banyak kalimat untuk mengawali cerita mengenai ibunya.

4. Penulis bertanya “bagaimana perasaanmu pada saat itu?”. Mamat terdiam sejenak, sorot matanya menerawang. Penulis mendapat kesan bahwa Mamat kelihatan sedih saat mengenang kejadian waktu itu. Mamat kemudian melanjutkan ceritanya.

5. Penulis meminta pada Mamat untuk menceritakan perceraian kedua orangtuanya secara mendalam. Awalnya Mamat terdiam, sedikit demi sedikit ia mengambil nafas panjang untuk menenangkan hatinya. Kemudian Mamat mulai menceritakan penyebab kedua orangtuanya bercerai

6. Penulis menanyakan pada Mamat, “sejak kapan ia mempunyai pemikiran seperti itu?”. Sambil tersenyum, Mamat menjawab bahwa pemikiran itu muncul saat ia mulai menginjak SMA.

7. Saya pikir kamu belum bisa berpikiran sejauh itu. Saya senang bisa mengenal dan belajar banyak dari kamu”, tegas penulis. Mamatpun menanggapinya dengan tersenyum malu.

B. Perilaku nonverbal responden Gogok

1. Gogok dan penulispun mengungkapkan kekagumannya dengan berkata “Hebat sekali kamu Gogok”. Dan Gogokpun menanggapi ungkapan itu dengan senyuman simpul.

2. Sambil bersantai sejenak dan menikmati makanan dan minuman seadanya, Gogokpun merilekskan badannya, ia luruskan kakinya dan ia sandarkan badannya di tembok yang ada di belakangnya. Kami bersantai dan membicarakan hal lain yang berkaitan dengan sekolah Gogok yang baru.

3. Penulis mencoba bertanya pada Gogok, “apakah sikap Gogok sudah tepat dalam menyikapi perceraian kedua orangtuanya?”. Dengan tersenyum kecut, Gogokpun mengungkapkan.

4. “Apakah selama ini dengan keadaan Gogok sebagai remaja yang orangtuanya bercerai, Gogok pernah menanyakan semua itu pada Tuhan?”. Dengan sorot matanya yang tajam, Gogok mengatakan bahwa dirinya pernah menanyakan itu semua pada Tuhan.

C. Perilaku nonverbal responden Lala

1. Lalapun mengatakan iya dan menganggukkan kepalanya sebagai tanda bahwa Lala sepakat dengan pandangan penulis. Saat Lala bercerita mengenai ibu, penulis mengamati pada saat itu mata Lala terlihat sedih, terlihat seperti seseorang yang ingin menangis saat bercerita mengenai ibunya.

2. Awalnya Lala sedikit bingung mengenai topik yang akan dibicarakan, tetapi dengan senyum manisnya ia mengatakan bahwa dirinya akan berusaha memberikan informasi yang selengkap-lengkapnya.

3. Dengan kalimat yang gugup atau terbata-bata, Lala mencoba menjawab pertanyaan itu. Ia mengatakan bahwa “Kehidupannya itu tidak enak.

4. Dengan sedikit malu-malu, Lala mengatakan bahwa dirinya belum bisa melaksanakan kewajibannya sebagai anak dengan penih tanggungjawab.

D. Perilaku nonverbal responden Titi

1. Sambil tersenyum, Titipun mulai bercerita mengenai sosok ibu. Titi menyebutkan bahwa nama ibu adalah Y.E.

2. Wajahnya gembira saat saya datang berkunjung ke desanya

3. Pandangan Titi yang menerawang mengingatkan penulis pada saat Titi merasa putus asa mengenai keluarganya dan ia mengungkapkan permasalahan keluarganya disertai tangisan dan Titi tidak tahu harus berbuat apa pada saat itu

4. Kami mengingat saat masih bekerja di salah satu toko di Yogyakarta sambil tertawa.

5. Adanya tanda mengenai sejauhmana keyakinan dan keimanan Titi pada Tuhan sambil cengar-cengir, Titi menjelaskan bahwa dulunya ia tidak taat dalam menjalani kegiatan agamanya.

6. Dengan nada yang mantap, ia mulai mengungkapkan bahwa selama ini ia tidak ingin hidupnya seperti orangtuanya dan memunyai pengharapan yang lebih besar dari kedua orangtuanya

PEDOMAN OBSERVASI PARTISIPASI

Pedoman observasi yang digunakan dalam penelitian ini, didasarkan pada 9 hal yang menjadi perhatian dalam observasi. Pedoman ini berupa pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan pada responden (remaja yang orangtuanya bercerai) untuk memperoleh data, sebagai bahan informasi melengkapi penelitian ini. pertanyaan-pertanyaan dalam metode observasi ini berkaitan dengan hal-hal yang dapat diamati dalam penelitian, antara lain:

A. Konteks

1. Dimana responden bertempat tinggal selama ini, apakah di kos atau di rumah sendiri?

2. Bagaimana keadaan tempat tinggal responden, apakah menunjukkan kerapihan, kebersihan, kenyamanan dan keamanan atau sebaliknya?

3. Seberapa luas ruang tempat tinggal responden

4. Lingkungan seperti apakah yang berada di sekitar tempat tinggal responden saat ini?

B. Aktor

1. Bersama siapa saja responden tinggal di kos atau di rumahnya sendiri?

2. Berapa jumlah anggota keluarga responden yang tinggal di kos atau di rumahnya?

3. Bagaimana relasi atau komunikasi yang terjalin antara responden dengan anggota keluarga yang terlibat, apakah terlibat akrab (perhatian) atau saling suek (mendiamkan satu sama lain)?

4. Bagaimana perilaku seksual orang-orang yang terlibat dalam kehidupan responden?

5. Bagaimana perlakuan yang ditunjukkan antar lawan jenis/sejenis pada orang-orang yang terlibat dalam kehidupan

Dokumen terkait