• Tidak ada hasil yang ditemukan

Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah menikah (UU Nomor 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak). Anak merupakan generasi penerus cita cita bangsa yang dipersiapkan untuk dapat mengganti para pendahulunya. Oleh sebab itu, agar setiap anak mampu memikul tanggung jawab tersebut , maka perlu mendapatkan kesempatan yang seluas luasnya untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar, baik secara rohani, jasmani maupun sosial.

Anak sebagai anggota keluarga berperan dalam kelancaran, ketertiban, kesejahteraan, keamanan dan kebahagiaan keluarga. Anak merupakan tumpuan keluarga, mereka harus berkembang sebaik-baiknya, sehingga dengan bimbingan ayah dan ibu mereka berkewajiban menuntut ilmu setinggi tingginya karena anak adalah aset bangsa. Anak adalah penerus cita cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia yang berkualitas. Sebagai bagian dari generasi muda anak berperan dalam menyukseskan suatu bangsa (Pusat Kajian Perlindungan Anak, 1999 : 19)

Anak akan tumbuh dan berkembang menjadi SDM yang berkualitas, apabila berbagai kebutuhanya dapat dipenuhi dengan wajar, baik kebutuhan fisik maupun psikis anak. Kebutuhan fisik adalah kebutuhan Pokok karena terkait langsung dengan pertumbuhan fisik dan kelangsungan hidup anak. Termasuk kedalam jenis kebutuhan ini adalah makan, pakaian, tempat tinggal dan kesehatan. Apabila kebutuhan ini tidak dapat dipenuhi, maka akan menyebabkan terjadinya gangguan pada kondisi fisik dan kesehatan anak.

Kemudian kebutuhan psikis adalah jenis kebutuhan yang berkaitan dengan perkembangan emosional dan kepribadian anak. Termasuk dalam kebutuhan psikis adalah kebutuhan kasih sayang, rasa aman, perlindungan jauh dari rasa takut, kecemasan dan mengadakan hubungan dengan sesama teman. Tidak terpenuhinya kebutuhan baik fisik maupun psikis anak mengakibatkan buruknya kualitas SDM anak di masa depan.

Untuk mewujudkan tumbuh kembang anak secara wajar Konvensi Hak Anak tahun 1989 menegaskan bahwa setiap negara perlu memiliki komitmen tinggi dalam upaya perlindungan anak. Dalam konvensi tersbut dijelaskan, termasuk kedalam hak anak adalah hak akan kelangsungan hidup, perlindungan , pertumbuhan dan perkembangan serta berpartisipasi.Upaya perlindungan anak tersebut dapat dipahami sebagai serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi hak anak, agar terjamin kelangsungan hidupnya

Undang-Undang No 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak menegaskan anak pada dasarnya mempunyai hak yang harus dipenuhi oleh keluarganya yaitu orang tuanya, dimana hak-hak itu meliputi : hak atas kesejahteraan, perlindungan, pengasuhan dan bimbingan. Oleh karena itu anak berhak untuk mendapatkan perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat perkembangan hidupnya secara wajar, tetapi kenyataanya tidak semua anak mendapatkan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang secara wajar.

Zaman pembangunan dan modernisasi saat ini, begitu banyak persaingan global dalam setiap memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga dan keluarga. Hal tersebut tidak jarang menimbulkan munculnya keluarga bermasalah yang menyebabkan masih banhyak anak yang kurang gizi, kurang perhatian, kurang pendidikan, kurang kasih sayang dan kehangatan jiwa, serta kekurangan hak untuk bermain, bergembira, bermasyarakat dan hidup merdeka. Pembangunan ekonomi membuat masalah lain diantaranya adalah anak jalanan,

pekerja anak , eksploitasi seks anak sebagai pekerja seks anak, perdagangan anak, penculikan anak, perlakuan kekerasan dan penyiksaan pada anak

Kondisi ekonomi keluarga yang kurang baik sering menuntut anak untuk turut serta dalam memikul beban ekonomi rumah tangga di keluarganya.Usia yang belum sepantasnya memiliki tanggung jawab untuk bekerja dan memberikan kontribusi berupa uang dan sering anak tidak merasakan massa kanak-kanaknya bahkan anak dipaksa untuk dewasa sebelum waktunya

Menurut Survei Pekerja Anak (SPA) dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang bekerjasama dengan ILO menemukan dari 58,8 juta anak Indonesia pada tahun 2009, 1,7 juta diantaranya menjadi pekerja anak. Definisi anak dalam survei ini adalah 5-17 tahun. Survei menemukan, setidaknya 674 ribu anak di bawah 13 tahun berstatus bekerja, sekitar 321 ribu anak umur 13-14 tahun bekerja lebih dari 15 jam per minggu dan sekitar 760 ribu jiwa anak umur 15-17 tahun bekerja di atas 40 jam per hari (Badan Pusat Statistik, 2009)

Hampir setiap keluarga yang anaknya bekerja disebabkan karena orang tua yang bertindak sebagai pemimpin keluarga merasa kurang mampu dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga, sehingga mereka mempekerjakan anak mereka dalam upaya peningkatan perekonomian keluarga. Ironisnya peningkatan ekonomi keluarga dijadikan faktor utama bagi keluarga tersebut sehingga mengesampingkan faktor sosial dan psikis anak mereka. Bahkan terdapat beberapa kasus anak anak putus sekolah dikarenakan bekerja demi meningkatkan perekonomian keluarga.

Di Indonesia, persoalan anak bekerja dan kelangsungan pendidikannya belakangan ini kembali mencuat karena dipicu situasi krisis ekonomi yang berkepenjangan. Persoalan anak tersebut menjadi kian kompleks dan sulit terpecahkan tatkala krisis ekonomi melanda sejumlah negara Asia, terutama Indonesia. Secara substansial, akibat atau dampak situasi

krisis ekonomi yang berkepanjangan terhadap kehidupan anak anak dari keluarga miskin adalah :

1. Pilihan dan kesempatan anak anak dari keluarga miskin untuk tumbuh dan berkembang secara wajar akan makin berkurang, khusunya kesempatan anak untuk meneruskan sekolah hingga minimal jenjang SLTP tidak mustahil akan makin menghilang.

2. Proses kemiskinan yang merupakan konsekuensi dari terjadinya krisis ekonomi yang merambah ke berbagai daerah, besar kemungkinan akan akan menyebabkan anak anak potensial terpuruk dalam kondisi hubungan kerja yang merugikan, eksploitatis, dan tidak mustahil pula memaksa mereka masuk pada sektor yang sesungguhnya tidak dapat ditoleransi

3. Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia bukan tidak mungkin menyebabkan batas toleransi terhadap kasus eksploitasi dan pelibatan anak dalam kegiatan produktif menjadi makin longgar, sebab situasi dan kondisi yang ada dinilai sebagai faktor pendorong yang tak terelakkan. Bahkan, bisa jadi pula terjadinya situasi krisis ekonomi yang berkepanjangan kemudian berubah menjadi “kambing hitam” untuk menutupi kurangnya perhatian dan ketidakmampuan kita menangani masalah pekerja anak (Suyanto, 2013;114)

Medan merupakan salah satu kota metropolitan dimana masih terdapat banyak masalah ekonomi. Sebagai salah satu kota besar yang sedang melakukan pembangunan, selain harus berjuang mengentaskan kemiskinan juga harus memperhatikan anak usia sekolah. Di setiap pelosok kota Medan dapat dilihat banyak anak yang bekerja mencari uang. Pekerja anak di Kota Medan bisa kita temukan di pasar, pelayan di tempat makan (restaurant), pekerja rumah tangga dan buruh bangunanKecamatan Medan Perjuangan dengan luas wilayahnya 4,36 km2

Kecamatan Medan Perjuangan adalah salah satu daerah padat pemukiman di Kota Medan, dengan penduduknya berjumlah 93.328 Jiwa. Walaupun bukan sebagai daerah pusat industri di Kecamatan Medan Perjuangan ini banyak terdapat industri-industri kecil sepert : Perabot Rumah Tangga, Moulding Komponen,Konveksi, Pengolahan Kopi, Sulaman Bordir,

Syrup Markuisa, Roti / Bika Ambon, dll

Kelurahan sei kera hilir sendiri merupakan areal perkotaan yang juga masih banyak dijumpai pekerja anak. Pekerja anak disini bervariasi namun kebanyakan dari mereka bekerja di sektor informal.Pekerjaan informal yang dilakukan anak-anak meliputi beragam kegiatan. Banyak kegiatantersebut berlangsung di jalanan dan anak yang disuruh mengerjakannya hanya dibekali denganperlengkapan minim, misalnya, pekerjaan mengangkut beban. Beberapa jenis pekerjaan informal yang dilakukan anak-anak dapatdianggap sebagai pekerjaan mencari uang secara mandiri (“self-employment”), Sebagaian dari mereka bekerja ,membantu mobil menyebrang di persimpangan, pelayan restoran menjadi petugas kebersihan dan ada pula yang bekerja sebagai penjahit. Sebagian dari mereka ada yang sudah putus sekolah namun ada juga yang membagi waktunya antara sekolah dan bekerja.

Anak yang bekerja di persimpangan biasanya bekerja membantu kendraan roda 4 untuk menyebrang.kebanyakan dari mereka masih anak anak dan mengharapakn upah 1000-2000 Rupiah per mobil. Anak-anak yang bekerja sebagai pelayan bertugas melayani pembeli, mengangkat sisa piring kotor dan membersihkan meja setelah pengunjung selesai makan.Mereka bekerja paruh waktu dimana sebagian dari mereka bekerja sehabis mereka pulang sekolah. Pekerjaan mereka dimulai dari jam 15.00 – 23.00 mengikuti shift kerja selama 8 jam. Pekerjaan ini ternasuk pekerjaan yang melelahkan dimana anak hanya diberikan waktu istirihat makan malam hanya setengah jam selebihnya anak harus bekerja melayani pengunjung dan disini mereka dituntut harus tetap berdiri tanpa duduk terkecuali pada waktu istirahat. Anak juga tidak memiliki waktu untuk belajar dan beristirahat setelah

pulang sekolah seperti anak anak lainya. Mereka selesai bekerja pukul 23.00 dimana keesokan harinya harus berangkat kesekolah pada pagi hari. Hal demikian tentu mengorbankan kesehatan fisik anak dimana tidak ada waktu jeda pada mereka.

Anak yang bekerja menjadi petugas kebersihan biasanya bekerja hal hal menyapu, mengepel dan melakukan kegiatan kebersihan lainya. Lalu ada juga anak yang bekerja sebagai tukang jahit bekerja di salah satu rumah jahit. Dia bekerja menjahit baju dari siang sampai malam.

Dengan melihat kondisi anak anak yang bekerja tersebut yang sangat jauh berbeda dari hak hak yang seharusnya mereka dapat, yang tidak sesuai dengan undang undang kesejahteraan anak untuk itu penulis tertarik menuangkanya dalam bentuk skripsi yang berjudul “Kontribusi anak dalam membantu perekonomian keluarga di Kelurahan Sei Kera Hilir II Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan”.

Dokumen terkait