Perlu adanya kajian lebih lanjut mengenai pengaruh perlakuan suhu dan kecepatan pengadukan pada proses pembuatan sabun terhadap karakteritik sabun yang dihasilkan.
DAFTAR PUSTAKA
Annual Book of ASTM D 460.2001. Volume 15.04. West Conshocken, USA Cavitch, S. M. 1997. The Soapmaker’s Companion A Comprehensive Guide With
Recipes, Techniques & Know How. Storey Books, North Adams.
Henning, R. K. 2000. Jathropha Booklet : A Guide to The Jatropha System and Its Dissemination in Zambia.
Integrated Cassava Project. 2005. dalam http://www.cassavabiz.org/postharvest/
Jellinek, S. 1970. Formulation and Function of Cosmetics. Wiley Interscience, New York.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta
Margono, Tri, et al. 1993. Buku Panduan Teknologi Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation dalam http://digilib.brawijaya.ac.id/virtual_
library/mlg_warintek/ristek-pdii-lipi/Data
Petrucci, R. H. 1987. diterjemahkan oleh Achmadi Suminar. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Edisi ke-4 jilid ke-2. Erlangga, Jakarta.
Piyalli G., et al. 1999. Detergency and Foam Studies on Linear Alkylbenzene Sulphonate and Secondary Alkyl Sulphonate. J. Of Surfactant and Detergent. 2(4) : 489 – 493.
Poucher, W.A. 1974. Perfumes, Cosmetics and Soaps, 7th ed. Chapman and Hall, London in Warta IHP/Jof Argo Based Industry. Vol. 18 No. 1-2 SNI 06-3532. 1994. Standar Mutu Sabun Mandi. Dewan Standarisasi Nasional,
Jakarta.
Shipp, J. J. 1996. dalam D. F. William dan W. H. Schmitt. 2001. Chemistry and Technology of The Cosmetics Toiletries Industry. Blackie Academic and Professional, London.
Spitz, L. 1996. Soap and Detergent Theoretical and Practical Review. AOCS Press, Champaign-Illinois.
Suryani, A.,et al. 2002. Teknologi Emulsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian.
Fateta, IPB, Bogor
Wasitaatmadja, S. M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta.
http://www.britannica.com (2004)
http://www.online-tensiometer.com (2004)
http://www.svlele.com/jatropha_analysis.htm (2005)
7 7 7 7 7 7 7
7 , , , , , , , , 8 8 8 8 8 8 8 8 ; ; ; ; ; ; ; ; 4444 4444 = = = = = = = = , , , , , , , , 9 9 9 9 9 9 9 9
Lampiran 1. Diagram alir pembuatan sabun
0LQ\DNMDUDNSDJDU
1D2+
3HPDQDVDQGDQ SHQJDGXNDQKLQJJDVXKX
&
3HPDQDVDQGDQ SHQJDGXNDQNHPEDOL
KLQJJDVXKX&
.RQGLVLWUDFH 7HSXQJWDSLRND
3HQJDGXNDQKLQJJD KRPRJHQ
$LU
3HQFHWDNDQ
6DEXQ
Lampiran 2. Neraca massa proses pembuatan sabun
Lampiran 3. Analisis fisiko kimia sabun
1. Kadar Air dan Zat Menguap Sabun (SNI 06-3532-1994)
Timbangan 5 ± 0,01 g ke dalam kurs porselen atau piringan gelas yang berdiameter 6 sampai 8 cm, dan tinggi 2 sampai 4 cm. Panaskan dalam oven pada suhu 105 ± 2 0 C selama 2 jam, bila timbul gelombang hancurkan dengan batang pengaduk, kemudian panaskan lagi dan ditimbang hingga bobot tetap.
Kadar air % bobot = Kekurangan Bobot x 100 %
gram contoh
2. Jumlah Asam Lemak (SNI 06-3532-1994)
Timbanglah dengan teliti lebih kurang contoh dalam gelas piala dari 100 - 200 ml tambah 25 ml air, panaskan di atas penangas air hingga sabun melarut semuanya. Larutan sabun dimasukkan dalam labu cassia berskala minimal hingga 0,1 ml dan piala dibilasi dengan air ditambah beberapa tetes SM dan 10- 15 NCL 10 % (7-10 ml H2SO4 25 %).
Asam lemak dibebaskan akan mengapung dan larutan berubah menjadi merah. Masukkan dalam penangas air sampai ½ leher labu terendam.
Setelah asam lemaknya terpisah dan mengapung kemudian ditambah air panas sampai asam lemaknya berada antara pembagian skala pada leher labu.
Dipanaskan terus lebih kurang ½ jam lagi lalu dibaca 3 kali pada 100oC dengan memakai loupe (dalam penangas mendidih). Banyaknya asam lemak yang benar adalah hasil dari ketiga pembacaan tersebut.
Kadar asam lemak = ml asam lemak x 0,84 x 100 % g zat
0,84 = BD asam lemak pada 1000 C
3. Kadar Fraksi Tak Tersabunkan (SNI 06-3532-1994)
Ke dalam larutan bebas penetapan asam lemak bebas dipipetkan 10 ml
memakai pendingin tegak selama ± 1 jam. Dinginkan, jangan terlalu dingin, titrasi dengan HCl 0,5 N dengan Phenolptalein sebagai petunjuk (misalnya dipergunakan a ml). Kerjakan penetapan blangko: 70 ml alkohol netral dipipetkan 10 ml KOH dalam alkohol 0,5 N, dikerjakan seperti di atas (misalnya dipergunakan b ml).
Kadar lemak tak tersabunkan = (b-a) x N x 0,0561 x 100 % 0,258 x gram zat
56,1 = bobot setara KOH
258 = rata-rata bilangan penyabunan
4. Bagian Tak Larut dalam Alkohol (SNI 06-3532-1994)
Timbang 5 g contoh ke dalam 200 ml gelas piala, tambahkan 10 ml etil alkohol dan uapkan di atas penangas uap sampai kering. Ulangi sampai 3 kali. Akhirnya, larutkan sabun dengan 100 ml etil alkohol yang sebelumnya telah dibuat netral dengan menggunakan indikator pp. Saring larutan melalui krus Gooch atau krus kaca masir dengan menggunakan penghisap dan sebelumnya telah dipanaskan dan ditimbang. Lindungi larutan dari karbon dioksida yang terdapat pada uap lainnya, untuk itu selam pengerjaan krus ditutup dengan kaca arloji. Saring senyawa yang tidak larut dalam alkohol dan cuci dengan alkohol netral melalui kurs Gooch atau kurs kaca masir.
Keringkan kurs tadi pada 130o C dan timbanglah sampai berat konstan.
Senyawa yang tak larut dalam alkohol % bobot = W1 x 100 % W
Keterangan:
W = berat contoh dalam gram
W1 = berat residu dari contoh setelah dikeringkan dalam gram
5. Kadar Alkali Bebas Dihitung Sebagai NaOH (SNI 06-3532-1994)
Timbang 50 gram contoh sabun ke dalam labu erlenmeyer, tambahkan kira-kira 150 ethanol sedikit batu didih. Panaskan pada penangas air sehingga
sabunnya melarut. Tambahkan 10 ml larutan Barium Chlorida panas dan pp sebagai indikator. Putarlah labu agar pencampuran menjadi sempurna kemudian titrasi dengan N asam sulfat sehingga warna merah jambu hilang.
Kadar alkali bebas dinyatakan sebagai NaOH % = 3, 1 V x 100 % W
Keterangan:
W = Berat sabun
V = Asam sulfat yang digunakan
6. Kadar Minyak Mineral (SNI 06-3532-1994)
Dari bekas penetapan asam lemak, pipet lebih kurang 0,3 ml lemak dan tambahkan 5 ml larutan 0,5 N KOH dalam alkohol dan panaskan.
Tambahkan air, bila terjadi kekeruhan menandakan adanya minyak mineral.
7. Stabilitas Busa (Piyali et al., 1999)
Timbang sampel sebanyak ± 1 g, kemudian masukkan ke dalam tabung ulir. Pipetkan ± 9 ml aquades ke dalamnya, kemudian kocok menggunakan vortex selama 1 menit. Hitung tinggi busa setelah pengocokkan, diamkan selama 1 jam dan hitung tinggi busa akhir setelah didiamkan.
Uji Busa (%) = Tinggi busa akhir x 100 %
Tinggi busa awal
8. Stabilitas Emulsi (Piyali et al., 1999)
Sampel bahan emulsi dimasukkan ke dalam wadah dan ditimbang beratnya. Wadah dan bahan tersebut dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 45o C selama 1 jam, kemudian dimasukkan ke dalam pendingin bersuhu di bawah 0o C selama 1 jam dan dikembalikan lagi ke dalam oven pada suhu 45oC selama 1 jam. Kestabilan dihitung berdasarkan persentase bobot tetap.
Kestabilan (%) = Bobot akhir x 100 %
Bobot awal
9. Nilai pH (SNI 06-3532-1994)
Timbang sampel sebanyak ± 1 g, kemudian masukkan ke dalam tabung film. Pipetkan ± 9 ml aquades ke dalamnya, kemudian kocok secukupnya. Sebelum pengukuran dilakukan, terlebih dahulu pH meter dikalibrasi dengan larutan buffer pH 4 dan 9. Selanjutnya elektroda dibersihkan menggunakan air bebas CO2 dengan pH antara 6,5 sampai 7.
Elektroda yang telah dibersihkan kemudian dicelupkan ke dalam contoh pada suhu 25oC. Nilai pH dibaca pada pH-meter setelah angka stabil dan dicatat.
Apabila dari dua kali pengukuran terbaca mempunyai selisih lebih dari 0,2 maka harus dilakukan pengulangan pengukuran termasuk kalibrasi.
10. Kekerasan Sabun (www.koehlerinstrument.com, 2004)
Pengukuran kekerasan dilakukan dengan menggunakan penetrometer jarum pada penetrometer dijatuhkan ke dalam sampel dan dibiarkan untuk menembus bahan selama lima detik (atau pada interval waktu tertentu yang berbeda) pada temperatur konstan. Kedalaman dari penetrasi jarum ke dalam bahan dinyatakan dalam sepersepuluh milimeter dari angka yang ditunjukkan pada skala penetrometer.
Lampiran 4. Hasil Analisis Kadar Air dan Zat Menguap
a. i). Rekapitulasi data hasil analisis kadar air dan zat menguap (NaOH 30 %) Ulangan
ii). Rekapitulasi data hasil analisis kadar air dan zat menguap (NaOH 35 %) Ulangan
b. Hasil analisis keragaman terhadap kadar air dan zat menguap
Sumber keragaman dF Jumlah kuadrat
Keterangan : *Sig (Signifikansi) lebih kecil dari Į=0,05 berbeda nyata
c. Hasil uji lanjut Duncan pengaruh konsentrasi tepung tapioka terhadap kadar air dan zat menguap
Perlakuan tapioka (%) N Rata-rata Beda taraf nyata (Į=0,05)
0 2 14,367 C
2,5 2 13,887 B C
5 2 13,692 A B
7,5 2 13,495 A
d. Hasil uji lanjut Duncan pengaruh NaOH terhadap kadar air dan zat menguap
Perlakuan NaOH (%) N Rata-rata Beda taraf nyata (Į=0,05)
30 2 14,032 B C
35 2 13,688 A B
Lampiran 5. Hasil Analisis Jumlah Asam Lemak
a. i). Rekapitulasi data hasil analisis jumlah asam lemak (NaOH 30 %) Ulangan
ii). Rekapitulasi data hasil analisis jumlah asam lemak (NaOH 35 %) Ulangan
b. Hasil analisis keragaman terhadap jumlah asam lemak
Sumber keragaman dF Jumlah kuadrat
Keterangan : *Sig (Signifikansi) lebih kecil dari Į=0,05 berbeda nyata
c. Hasil uji lanjut Duncan pengaruh NaOH terhadap jumlah asam lemak
Perlakuan NaOH (%) N Rata-rata Beda taraf nyata (Į=0,05)
30 2 82,745 B
Lampiran 6. Hasil Analisis Kadar Fraksi Tak Tersabunkan
a. i). Rekapitulasi data hasil analisis kadar fraksi tak tersabunkan (NaOH 30 %) Ulangan
ii). Rekapitulasi data hasil analisis kadar fraksi tak tersabunkan (NaOH 35 %) Ulangan
b. Hasil analisis keragaman terhadap kadar fraksi tak tersabunkan
Sumber keragaman dF Jumlah kuadrat
Keterangan : *Sig (Signifikansi) lebih kecil dari Į=0,05 berbeda nyata
c. Hasil uji lanjut Duncan pengaruh konsentrasi tepung tapioka terhadap kadar fraksi tak tersabunkan
Perlakuan tapioka (%) N Rata-rata Beda taraf nyata (Į=0,05)
0 2 7,557 A
2,5 2 7,685 B C
5 2 7,610 A B
7,5 2 7,547 A
d. Hasil uji lanjut Duncan pengaruh NaOH terhadap kadar fraksi tak tersabunkan Perlakuan NaOH (%) N Rata-rata Beda taraf nyata (Į=0,05)
30 2 7,652 B
35 2 7,547 A
Lampiran 7. Hasil Analisis Bahan Tak Larut dalam Alkohol
a. i). Rekapitulasi data hasil analisis bahan tak larut dalam alkohol (NaOH 30 %) Ulangan
b. Hasil analisis keragaman terhadap bahan tak larut dalam alkohol
Sumber keragaman dF Jumlah kuadrat
Keterangan : *Sig (Signifikansi) lebih kecil dari Į=0,05 berbeda nyata
Lampiran 8. Hasil Analisis Kadar Alkali Bebas yang Dihitung Sebagai NaOH
ii). Rekapitulasi data hasil analisis kadar alkali bebas yang dihitung sebagai NaOH (NaOH 35 %).
Sumber keragaman dF Jumlah kuadrat
Keterangan : *Sig (Signifikansi) lebih kecil dari Į=0,05 berbeda nyata
Lampiran 9. Hasil Analisis Minyak Mineral
a. Rekapitulasi data hasil analisis minyak mineral
Tepung tapioka
0 % 2,5 % 5 % 7,5 %
NaOH 30 % Negatif Negatif Negatif Negatif NaOH 35 % Negatif Negatif Negatif Negatif
Lampiran 10. Hasil Analisis Derajat Keasaman (pH)
a. i). Rekapitulasi data hasil analisis derajat keasaman (pH) (NaOH 30 %) Ulangan
ii). Rekapitulasi data hasil analisis derajat keasaman (pH) (NaOH 35 %) Ulangan
b. Hasil analisis keragaman terhadap derajat keasaman (pH)
Sumber keragaman dF Jumlah kuadrat
Keterangan : *Sig (Signifikansi) lebih kecil dari Į=0,05 berbeda nyata
c. Hasil uji lanjut Duncan pengaruh NaOH terhadap derajat keasaman (pH)
Perlakuan NaOH (%) N Rata-rata Beda taraf nyata (Į=0,05)
30 2 9,471 A
Lampiran 11. Hasil Analisis Stabilitas Emulsi
a. i). Rekapitulasi data hasil analisis stabilitas emulsi (NaOH 30 %) Ulangan
ii). Rekapitulasi data hasil analisis stabilitas emulsi (NaOH 35 %) Ulangan
b. Hasil analisis keragaman terhadap stabilitas emulsi
Sumber keragaman dF Jumlah kuadrat
Keterangan : *Sig (Signifikansi) lebih kecil dari Į=0,05 berbeda nyata
Lampiran 12. Hasil Analisis Stabilitas Busa
a. i). Rekapitulasi data hasil analisis stabilitas busa (NaOH 30 %) Ulangan
ii). Rekapitulasi data hasil analisis stabilitas busa (NaOH 30 %) Ulangan
b. Hasil analisis keragaman terhadap stabilitas busa
Sumber keragaman dF Jumlah kuadrat
Keterangan : *Sig (Signifikansi) lebih kecil dari Į=0,05 berbeda nyata
c. Hasil uji lanjut Duncan pengaruh NaOH terhadap stabilitas busa
Perlakuan NaOH (%) N Rata-rata Beda taraf nyata (Į=0,05)
30 2 83,918 A
Lampiran 13. Hasil Analisis Kekerasan Sabun
a. i). Rekapitulasi data hasil analisis kekerasan sabun (NaOH 30 %) Ulangan
ii). Rekapitulasi data hasil analisis kekerasan sabun (NaOH 35 %) Ulangan
b. Hasil analisis keragaman terhadap kekerasan sabun
Sumber keragaman dF Jumlah kuadrat
Keterangan : *Sig (Signifikansi) lebih kecil dari Į=0,05 berbeda nyata
c. Hasil uji lanjut Duncan pengaruh konsentrasi tepung tapioka kekerasan sabun Perlakuan tapioka (%) N Rata-rata Beda taraf nyata (Į=0,05)
0 2 4,220 C
2,5 2 4,060 B C
5 2 3,955 A B
7,5 2 3,760 A
d. Hasil uji lanjut Duncan pengaruh NaOH terhadap kekerasan sabun
Perlakuan NaOH (%) N Rata-rata Beda taraf nyata (Į=0,05)
30 2 4,590 B
35 2 3,407 A
Lampiran 14. Contoh lembar uji organoleptik sabun
Nama panelis : Tanggal : Sampel : Sabun mandi dari minyak jarak pagar
Instruksi : Berikan penilaian kesukaan anda terhadap tekstur, penampakan, dan pembusaan sabun, serta kesan lembut dan kesan kesat pada kulit.
Tuliskan penilaian anda dalam tabel sebagai berikut.
5 = sangat suka
Berdasarkan penilaian secara umum urutkan sabun mandi yang paling disukai menurut kode :
• Berikan selang waktu pemakaian antar sampel + 30 menit
• Pastikan tidak ada sisa busa sebelum pemakaian sampe berikutnya
• Uji dilakukan minimal terhadap telapak tangan dan lengan
Lampiran 15. Contoh hasil uji organoleptik
Lampiran 16. Hasil uji organoleptik (tekstur)
Lampiran 17. Hasil penilaian panelis terhadap tekstur sabun
Lampiran 18. Hasil Uji Friedman terhadap kesukaan panelis terhadap tekstur sabun
N Nilai P dF Statistika Friedman
25 0,000*) 7 38,26
Keterangan : *) Sig (Signifikansi) lebih kecil dari Į=0,05, berpengaruh nyata
Sampel N Median Jumlah Rangking
102 25 3,3125 148,0
296 25 2,6875 106,0
364 25 2,6875 114,5
631 25 2,0625 70,0
183 25 2,9375 128,5
467 25 2,4375 95,5
478 25 2,8125 139,0
703 25 2,5625 98,5
MEDIAN UTAMA = 2.6875
Lampiran 19. Hasil uji organoleptik (penampakan)
Lampiran 20. Hasil penilaian panelis terhadap penampakan sabun
Lampiran 21. Hasil Uji Friedman terhadap kesukaan panelis terhadap penampakan sabun
N Nilai P dF Statistika Friedman
25 0,000*) 7 59,00
Keterangan : *) Sig (Signifikansi) lebih kecil dari Į=0,05, berpengaruh nyata
Sampel N Median Jumlah Rangking
102 25 3,1250 138.5
296 25 3,1250 120.5
364 25 3,0000 96.5
631 25 3,0000 87.5
183 25 3,6250 153.0
467 25 3,1250 123.5
478 25 3,0000 82.5
703 25 3,0000 98.0
MEDIAN UTAMA = 3,1250
Lampiran 22. Hasil uji organoleptik (pembusaan)
Lampiran 23. Hasil penilaian panelis terhadap pembusaan sabun
Lampiran 24. Hasil Uji Friedman terhadap kesukaan panelis terhadap pembusaan sabun
N Nilai P dF Statistika Friedman
25 0,000*) 7 44,51
Keterangan : *) Sig (Signifikansi) lebih kecil dari Į=0,05, berpengaruh nyata
Sampel N Median Jumlah Rangking
102 25 2,9375 137,0
296 25 2,8125 123,0
364 25 2,6875 101,0
631 25 2,0625 70,0
183 25 3,3125 156,0
467 25 2,6875 108,0
478 25 2,5625 110,0
703 25 2,4375 95,0
MEDIAN UTAMA = 2,6875
Lampiran 25. Hasil uji organoleptik (kesan lembut)
Lampiran 26. Hasil penilaian panelis terhadap kesan lembut sabun
Lampiran 27. Hasil Uji Friedman terhadap kesukaan panelis terhadap kesan lembut sabun
N Nilai P dF Statistika Friedman
25 0,046*) 7 14,28
Keterangan : *) Sig (Signifikansi) lebih kecil dari Į=0,05, berpengaruh nyata
Sampel N Median Jumlah Rangking
102 25 3,0000 103,5
296 25 3,0000 118,5
364 25 3,0000 115,5
631 25 3,0000 96,5
183 25 3,0000 128,0
467 25 3,0000 128,0
478 25 3,0000 111,5
703 25 3,0000 98,5
MEDIAN UTAMA = 3,0000
Lampiran 28. Hasil uji organoleptik (kesan kesat)
Lampiran 29. Hasil penilaian panelis terhadap kesan kesat sabun
Lampiran 30. Hasil Uji Friedman terhadap kesukaan panelis terhadap kesan kesat sabun
N Nilai P dF Statistika Friedman
25 0,933*) 7 2,42
Keterangan : *) Sig (Signifikansi) lebih besar dari Į=0,05, tidak berpengaruh nyata
Sampel N Median Jumlah Rangking
102 25 3,0000 113,5
296 25 3,0000 106,5
364 25 3,0000 111,5
631 25 3,0000 122,5
183 25 3,0000 111,0
467 25 3,0000 106,0
478 25 3,0000 114,5
703 25 3,0000 115,0
MEDIAN UTAMA = 3,0000