• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Kajian mengenai hasil pemetaan tingkat kerawanan kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat masih bersifat makro sehingga perlu diturunkan menjadi kajian di tingkat yang lebih detail. Hasil pemetaan ini diharapkan dapat dijadikan acuan untuk membangun peta sebaran kebijakan pencegahan kebakaran hutan baik untuk tingkat kabupaten, kecamatan maupun desa. 2. Penelitian ini belum menganalisis mengenai kebijakan pencegahan kebakaran

hutan dan lahan secara spesifik dengan menambahkan beberapa variabel yang berkaitan dengan faktor sosial, ekonomi maupun budaya. Oleh sebab itu, dengan penambahan faktor-faktor tersebut diharapkan dapat membangun peta sebaran prioritas kebijakan pencegahan maupun peta sebaran kebijakan pencegahan dalam pemberian insentif kepada masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Adinugroho WC, IN Suryadiputra, BH. Saharjo, L Siboro. 2005. Panduan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut. Bogor: Proyek Climate Change, Forest and Peatland in Indonesia, Wetland International- Indonesia Programme and Wildfire Habitat Canada.

Anderson IP, ID Imanda, Muhnandar. 1999. Kebakaran Vegetasi di Sumatera Indonesia : Tinjauan Awal Indeks Vegetasi dan Indeks Kekeringan Tanah dalam Kaitannya dengan Peristiwa Kebakaran. Jakarta: Proyek Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran Hutan, Palembang, Departemen Kehutanan & Perkebunan dan Uni Eropa.

[Anonim]. 2003. Kebakaran di daerah tropika: sangat nyata namun kurang dipahami. Burning Issue No. 5. Februari 2003. Jakarta : Project FireFight 2002.

Arianti I. 2006. Pemodelan tingkat dan zona kerawanan kebakaran hutan dan lahan menggunakan sistem informasi geografis di Sub DAS Kapuas Tengah, Propinsi Kalimantan Barat [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Aronoff S. 1998. Geographic Information System: A Management Perpective. Ottawa : WDL Publication, Canada.

[ASMC] ASEAN Specialised for Meteorological Centre. 2002. Fire monitoring and detection by remote sensing. http://intranet.mssinet.gov.sg/asmc/ asmc.html [17 Des 2008]

[Bapedalda Kalbar]. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Kalimantan Barat. 2004. Kebakaran Hutan dan Lahan Serta Usaha-usaha Pengendaliannya di Propinsi Kalimantan Barat. Pontianak: Bapeldalda Kalbar.

Brown AA, KP Davis. 1973. Forest Fire: Control and Use. USA: MacGraw-Hill Inc.

Burrough PA. 1986. Principle of geographic information system : implication for national resources management in Thailand. TDRI Quarterly Newsletter2 (4) : p.14-18.

Chandler C, P Chenery, P Thomas, L Trabaud, D William. 1983. Forest Fire Behavior and Effect. Volume ke-1. New York, Brisbane, Toronto, Singapore: John Wiley and Sons.

Chapman HH, WH Meyer. 1947. Forest Valuation. New York-London: MacGraw-Hill Book Company, Inc.

Clar CR, LR Chatten. 1954. Principle of Forest Fire Management. Sacramento. California: Office of the State Forester.

Chuvieco E, FJ Salas. 1996. Mapping the spatial distribution of forest fire danger Using GIS.Int. Jour. Geograpical Information System. Vol. 10 (3), p.333- 345.

Direktorat Perlindungan Hutan. 1998.Rekapitulasi Data Kebakaran Hutan Tahun 1997 per Fungsi dan per Propinsi Seluruh Indonesia. Bogor: Ditjen PHPA, Departemen Kehutanan.

[ESRI] Environtmental Systems Reaserch Institute. 1990.PC Understanding GIS the ArcInfo Method. New York: Environtmental System Research Institute.

Flannigan MD, BJ Stock, BM Wotton. 2000. Climate change and forest fires.The Science of the Total Environment262 (2000). Pp: 221-229

Fuller M. 1991. Forest Fire. Wiley Nature Editions.. New York, Brisbande, Toronto, Singapore: John Wiley and Sons.

Gintings AN, H Roliadi, B Ginoga, M Mansur, O Rachman, R Maryani, S Astana, Suyanto. 1998 The Relationship Between Waste Wood Management and The Risk of Transboundary Haze From Forest Fire. Di dalam: The Workshop on Fire Hazard, Transboudary Haze and Sustainable Forestry in East Asia and The Pasific. Surabaya. Indonesia.

Glover D, T Jessup. 2002. Mahalnya Harga Sebuah Bencana. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Grissom P, ME Alexander, B Cella, F Cole, JT Kurth, NP Mallote, DL Matell, W Mawdsley, J Roessler, R Quillin, PC Ward. 2000. Effects of Climate Change on Management and Policy: Mitigation Options In The North American Boreal Forest. Di dalam: Fire, Climate Change, and Carbon Cycling in the Boreal Forest. Eric S, Kasischke, J Brian. Stock, editor. Ecological Studies (138):85-101

Hadi M. 2006. Pemodelan spasial kerawanan kebakaran di lahan gambut : studi kasus Kabupaten Bengkali Propinsi Riau [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Hoffmann A, G Buchholz dan Redhahari. 1999. Manual penilaian sistem peringkat bahaya kebakaran. Working Document. Integrated Forest Fire Management Project. Jakarta: Departemen Kehutanan dan Perkebunan- Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit (GTZ) Jerman.

Jaya INS, 2002.Aplikasi Sistem Informasi Geografis Untuk Kehutanan: Penuntun Praktis Menggunakan Arcinfo Dan Arcview. Bogor : IPB Press

Jaya INS, R Boer, Samsuri. 2007. Developing Fire Risk Index In Central Kalimantan. Bogor : A Project Report, International Research Institute and Bogor Agriculture University.

Kim C, Lee WK, Byun JK, Kim TK, Jeong JH. 1999. Long-term tillage effect on soil chemical properties and organic matter fraction. Soil. Sci. Soc. Am. J. 63:1335-1241

[KLH-UNDP] Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia dan United Nations Development Programme. 1998. Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia: Dampak, Faktor dan Evaluasi. Volume ke-1. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia dan United Nations Development Programme (UNDP)

88

Kolden CA, PJ Weisberg. 2007. Assessing accuracy of manually-mapped wildfire perimeters in topographically dissected area.Fire Ecology Journal3:22-31 [LAPAN] Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. 2004. Sebaran titik

panas menurut penggunaan lahan di Pulau Sumatera. SIMBA-LAPAN. http://www.lapanrs.com/SMBA/rk_bl_20040100_sum_files/tabel3.htm [3 Mar 2009]

Lillesand TM, RW Kiefer. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Yogyakarta: UGM Press.

Murdiyarso D, L Label. 1998. Land-use management and the impacts of transboundary pollution from fires in Southeast Asia: a synthesis. Di dalam: Workshop on Fire Hazard, Transboundary Haze and Sustainable Forestry in East Asia and The Pacific. Surabaya, Indonesia.

Otsuka M, Sumantri, D Hariri, TH Santoso. 1997.Pencegahan Kebakaran Hutan Melalui Pengembangan Tanaman Kehutanan dan Pembinaan Jalur Hijau Terpadu. Bogor: Kerjasama Dirjen PHPA dengan JICA.

Pratondo BJ. 2007. Kajian pembangunan infrastruktur dan data spasial nasional (IDSN) untuk pengendalian kebakaran hutan dan lahan. [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Purnama ED, INS Jaya. 2007. Pemodelan spasial kerawanan kebakaran hutan dan lahan menggunakan teknologi sistem informasi geografis (GIS) dan penginderaan jauh di Propinsi Riau. Jurnal Manajemen Hutan Tropika 13(1):84-97.

Raharjo S. 2003. Komposisi jenis dan adaptasi tumbuhan bawah pada areal bekas kebakaran di bawah tegakan Pinus merkusii Jungh. Et de Vriese: studi kasus di hutan pendidikan Gunung Walat Kabupaten Sukabumi [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Rastioningrum W. 2004. Hubungan unsur-unsur iklim dengan kadar air dalam proses pengeringan bahan bakar di hutan sekunder Jasinga dan perilaku api [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Richard JA. 1993. Remote Sensing Digital Image (An Introduction). New York: Springer-Verlag.

Sahardjo BH. 2003a. Segi Tiga Api. Di dalam: Suratmo FG, EA Husaini, INS Jaya, editor. Pengetahuan Dasar Pengendalian Kebakaran Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB Pr. Hlm 123- 126.

Sahardjo BH. 2003b. Tipe Kebakaran Hutan. Di dalam: Suratmo FG, EA Husaini EA, INS Jaya, editor. Pengetahuan Dasar Pengendalian Kebakaran Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB Pr. Hlm 151-153.

Sahardjo BH. 1998. Wildifire in Indonesia. Fire International 161: 22-23

Samsuri. 2008. Model spasial tingkat kerawanan kebakaran hutan dan lahan: studi kasus di wilayah Propinsi Kalimantan Tengah [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Schweithelm J. 1998. The Fire This Time: An Overview of Indonesia’s Forest Fires in 1997/1998. Jakarta: WWF Indonesia Programme.

Soedjito H. 1997. Kebakaran dan kesadaran ekologi. Di dalam: Makalah disampaikan pada diskusi Pasca Kebakaran Hutan; Jakarta, 6 Nov 1997. Jakarta : Yayasan Kehati.

Suratmo. 2003. Cuaca Kebakaran dan Peramalannya. Di dalam : Suratmo FG, EA Husaini, INS Jaya, editor. Pengetahuan Dasar Pengendalian Kebakaran Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB Pr. Hlm 127-146.

Soewarso. 2003. Penyusunan pencegahan kebakaran hutan rawa gambut dengan menggunakan model prediksi [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Sukmawati A. 2006. Hubungan antara curah hujan dengan titik panas (hotspot) sebagai indikator terjadinya kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Pontianak Propinsi Kalimantan Barat [skripsi]. Bogor: Fakutas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Syaufina L. 2008. Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia: Perilaku Api, Penyebab dan Dampak Kebakaran. Malang: Banyumedia Publishing. Tacconi L. 2003. Fires ini Indonesia: Causes, cost and policy implications.

Occasional Paper No. 38. Bogor: Center for International Forestry Research.

Tata MHL. 2001. Pengaruh kebakaran hutan terhadap daya tahan hidup fungi Ektomikoriza dipterocarpaceae: studi kasus di Hutan Lindung Sungai Wain Kalimantan Timur [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Thoha AS. 2006. Penggunaan penginderaan jauh dan sistem informasi geografis untuk deteksi dan prediksi kebakaran gambut di Kabupaten Bengkalis Propinsi Riau [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Xanthopoulos G. 2007. Forest fire policy scenarios as a key element affecting the occurrence and characteristics of fire disasters. Di dalam : An abbreviated version of this document was presented at the 4th International Wildland Fire Conference; Sevilla, 13-17 May 2007. Therma Alkmanos, Ilisia. Athen: National Agricultural Research Foundation, Institute of Mediterranean Forest Ecosystems and Forest Products Technology.

Yunus L. 2005. Metode penilaian ekonomi kerusakan lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan (studi kasus di Kabupaten Sintang Kalimantan Barat [disertasi]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

PEMODELAN SPASIAL RESIKO KEBAKARAN HUTAN

DAN LAHAN DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

LANGGENG KAYOMAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Pemodelan Spasial Resiko Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Provinsi Kalimantan Barat” adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Pebruari 2010

Langgeng Kayoman NRP. E151070231

ABSTRACT

LANGGENG KAYOMAN. Modelling of Risk Level of Forest and Land Fires in West Kalimantan Province. Under the supervision of I NENGAH SURATI JAYA and LAILAN SYAUFINA

The spatial model of land and forest fire risk in West Kalimantan Province is described. The objectives of the study are (a) to identify the main causes of forest and land fires and (b) to establish forest fire risk index in West Kalimantan. The model was derived by considering human and biophysical factors that affect the forest and land fires. Composite Mapping Analysis (CMA) method was used to develop the model. The study found that distance from road network, distance from city, land status, land cover and rainfall significantly affect land and forest fire risk. The mathematical model obtained from this study is : y = 0,000000225x3 - 0,0002x + 0,003841 having coefficient determination of 65.7%. Model validation shows that the model can predict the forest and land fire risk providing 71.82% of accuracy. The model described that approximately 58.2% of forest and land fire risk is contributed by human factors (road distance, city centers distance and land status). While the rest of 41.8%, is contributed by biophysical factors (land cover and rainfall).

LANGGENG KAYOMAN. Pemodelan Spasial Resiko Kebakaran Hutan Dan Lahan di Provinsi Kalimantan Barat. Dibimbing oleh I NENGAH SURATI JAYA dan LAILAN SYAUFINA.

Kebakaran hutan di Indonesia pada tahun 1997/1998 telah mendapatkan perhatian luas baik nasional maupun internasional. Peristiwa tersebut menghanguskan 11,7 juta Ha hutan dengan kerugian ekonomi sebesar 1,62 – 2,7 milyar dollar dan menghasilkan emisi karbon berkisar 206,6 juta ton karbon serta dampak asapnya mempengaruhi kehidupan 75 juta jiwa (Tacconi 2003). Untuk sektor transportasi udara, kerugian total berkisar antara Rp 100,78 – Rp 122,69 milyar. Kerugian yang ditimbulkan belum termasuk dampak terhadap kerusakan ekologis, hilangnya keanekaragaman hayati, menurunnya produktivitas tanah, timbulnya dampak sosial di masyarakat dan lain sebagainya.

Provinsi Kalimantan Barat telah mengalami kejadian kebakaran hutan dan lahan sejak puluhan tahun lalu dan tercatat pertama kali oleh Garlach pada tahun 1881 di Taman Nasional Danau Sentarum (Meijaarad & Dennis 1997, diacu dalam KLH-UNDP 1998). Berdasarkan data Bapedalda Kalbar (2002), luas total wilayah hutan dan lahan yang terbakar dari tahun 1990 hingga 2002 diperkirakan 43.414,23 Ha, belum termasuk kebakaran pada tahun 1995 dan 1998 yang kerugian ditaksir sebesar Rp 83.608.154.625,- Sedangkan menurut Direktorat Perlindungan Hutan (1998) luas wilayah kebakaran pada tahun 1997 di Provinsi Kalimantan Barat mencapai 26.590,36 ha dengan total kerugian Rp 38.535.540.000,-

Bila dikaitkan dengan pengamatan titik panas (hotspot) dalam 5 tahun terakhir (2004 – 2008), Kalimantan Barat memiliki tingkat kepadatan titik panas yang tinggi di Indonesia. Berdasarkan data hotspot yang terpantau oleh Satelit NOAA, di Kalimantan Barat pada tahun 2004 terdeteksi titik panas sebanyak 10.311 titik, 3.200 titik pada tahun 2005 dan 29.266 titik pada tahun 2006, 7.561 titik di tahun 2007 dan 5.528 titik di tahun 2008. Fenomena yang menarik dari rekapitulasi data hotspot 5 tahun terakhir menunjukkan bahwa pada tahun 2007 dan 2008, Kalimantan Barat memiliki jumlahhotspottertinggi di Indonesia.

Berdasarkan catatan sejarah kejadian kebakaran tersebut di atas dan dampak negatif yang ditimbulkannya maka upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan haruslah dilakukan secara terpadu. Salah satu upaya untuk mendukung pencegahan yang efektif dan efisien adalah melalui kegiatan penelitian dan penyediaan informasi tingkat bahaya kebakaran yang memanfaatkan data-data hotspot dan data-data pendukung lainnya untuk diolah dan dianalisis menjadi suatu model spasial menggunakan teknologi penginderaan jauh (Remote Sensing) dan Sistem Informasi Geografis (SIG) sehingga memudahkan pemantauan resiko kebakaran hutan dan lahan pada suatu daerah.

Penelitian ini bertujuan untuk 1) membangun model spasial kerawanan dan memetakan sebaran resiko kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Kalimantan Barat dan 2) mengidentifikasi faktor-faktor penentu yang menjadi penyebabnya. Model ini akan divisualisasikan dalam bentuk peta sebaran tingkat kerawanan dan peta resiko kebakaran hutan dan lahan. Dengan pembangunan model spasial ini

diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengambilan kebijakan dalam upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan berdasarkan sudut pandang spasial. Pengetahuan tentang pembagian tingkat resiko memudahkan pemetaan kebijakan pencegahan baik di tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan maupun desa.

Penelitian ini menemukan bahwa penyebab kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat adalah 1) faktor aktivitas manusia yang dipengaruhi oleh jarak terhadap kota (x1), jarak terhadap jalan (x4), penggunaan lahan (x5) dan 2) faktor

biofisik yang dipengaruhi oleh tutupan lahan (x6) dan jumlah curah hujan (x8).

Faktor aktivitas manusia memiliki bobot 58,2% sedangkan faktor biofisik memiliki bobot 41,8 %. Bobot tertinggi yang mempentaruhi terjadinya kebakaran dimiliki oleh peubah tutupan lahan, penggunaan lahan dan jarak dari jalan yang masing-masing bernilai 36,5%, 29,4% dan 15,29%.

Model matematis tingkat kerawanan hutan dan lahan di Kalimantan Barat adalah y = 0,000000225x3 - 0,0002x + 0,003841. Model yang disusun oleh peubah jarak terhadap jalan, tutupan lahan, jarak terhadap kota, jumlah curah hujan dan penggunaan lahan memiliki koefisien determinasi yang cukup (65,7%), dan dapat digunakan untuk menduga kepadatan hotspot per km2.

Hasil uji z-test two sample mean, model Z1 dan model Z2 memberikan dugaan kepadatan hotspot yang tidak berbeda secara signifikan sehingga kedua model tersebut dapat dihitung akurasinya. Perhitungan dengan matrik koinsidensi menunjukkan bahwa model Z2 lebih akurat dalam menduga kepadatan hotspot model Z1 dengan 3 kelas kerawanan memiliki akurasi 37,18% sedangkan model Z1 dengan 5 kelas kerawanan memiliki akurasi 20,26%. Untuk model Z2 dengan 5 kelas kerawanan memiliki akurasi 45,58% sedangkan model Z2 dengan 3 kelas kerawanan memiliki tingkat akurasi yang paling baik yaitu 71,82%.

Berdasarkan pemetaan zona kerawanan kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat (model Z2), daerah terluas untuk kategori kerawanan tinggi terletak pada Kabupaten Sanggau dengan luas 680.142 Ha, disusul kemudian oleh Kabupaten Ketapang (567.097 Ha) dan Kabupaten Sintang (522.032 Ha). Ditinjau dari jenis penggunaan lahannya, APL memiliki persentase luas areal untuk tingkat kerawanan tinggi sebesar 66,56% (2.656.986 Ha) dan eks HPH sebesar 16.65% (664.860 Ha). Dari peta ini diketahui bahwa 11,41% (199.917 Ha) dari luas total areal gambut berada pada areal dengan kelas kerawanan tinggi. Sedangkan areal dengan kerawanan tinggi berada di lahan bukan gambut memiliki luas berkisar 12.974.671 Ha atau 29,23% dari luas areal bukan gambut.

Wilayah berdasarkan tingkat resiko dibagi menjadi lima kelas resiko yaitu resiko sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Wilayah dengan tingkat resiko tinggi memiliki luas 6.746.877 Ha (45,82%) dan wilayah tingkat resiko sedang memiliki luas 6.510.004 Ha (44,21%). Sedangkan wilayah dengan tingkat resiko sangat tinggi memiliki luas yang paling kecil dengan persentase hanya 0,92% (142.074 Ha). Selain tingkat kerawanan, pengambilan kebijakan pencegahan juga perlu mempertimbangkan tingkat resiko berdasarkan nilai kerugian yang diderita oleh suatu wilayah apabila terjadi kebakaran hutan dan lahan sehingga menjadi informasi penting dalam menentukan prioritas pencegahan kebakaran hutan dan lahan

Kata Kunci :Resiko Kebakaran Hutan, CMA, Faktor Biofisik, Faktor Aktivitas Manusia

Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

PEMODELAN SPASIAL RESIKO KEBAKARAN HUTAN

DAN LAHAN DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

LANGGENG KAYOMAN

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Pada

Mayor Ilmu Pengelolaan Hutan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

Judul Tesis : Pemodelan Spasial Resiko Kebakaran Hutan dan Lahan Di Provinsi Kalimantan Barat

Nama : Langgeng Kayoman

NRP : E151070231

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. I Nengah Surati Jaya, M.Agr. Dr. Ir. Lailan Syaufina, M.Sc.

Ketua Anggota

Diketahui,

Koordinator Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Pengelolaan Hutan

Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

Tanpa bimbingan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Kasih dalam setiap langkah kehidupan penulis, sulit rasanya untuk menghadapi rintangan, tantangan dan hambatan dalam penyelesaian tesis ini. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat-Nya atas selesainya penulisan tesis yang berjudul Pemodelan Spasial Resiko Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Kalimantan Barat“

Ide penulisan tesis ini merupakan inspirasi dari aktivitas penulis dalam kegiatan pencegahan kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat serta keprihatinan terhadap berbagai dampak yang ditimbulkannya sehingga merupakan suatu tantangan bagi penulis untuk memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi permasalahan tersebut.

Besar harapan agar hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi setiap pembaca untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai kebakaran hutan dan lahan. Secara khusus bagi pengambil kebijakan, tesis ini diharapkan dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam membuat kebijakan pecegahan kebakaran hutan dan lahan.

Penulis juga menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna sehingga masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahan dalam penulisannya. Segala kritik, saran dan masukan yang membangun sangat diharapkan bagi perbaikan dan penyempurnaan tesis ini.

Bogor, Februari 2010

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 26 Nopember 1976 di Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat, sebagai anak pertama dari dua bersaudara, dari ayah Drs. Heru Djamari, M.Sc dan ibu (alm) Retno Rudiati. Penulis menikah dengan Yunita Semestiana R.A, SP pada tanggal 25 Agustus 2007, dan telah dianugerahi seorang putri bernama Maheswari Alissa Anindya Kayoman yang lahir pada bulan Juni tahun 2008.

Penulis memulai pendidikan dasar pada tahun 1982 di SD Negeri Coblong 4 Bandung serta menyelesaikannya pada tahun 1987 di SD Swasta Pertiwi Pontianak. Kemudian penulis meneruskan pendidikan lanjutan di SLTP Negeri 11 Pontianak. Pada tahun 1990, penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 3 Pontianak. Penulis memasuki jenjang perguruan tinggi pada tahun 1993 dengan mengambil Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura Pontianak dan meraih gelar Sarjana Kehutanan pada tahun 1998.

Pada tahun 1999, penulis melanjutkan studi pada program Magister Manajemen di Universitas Tanjungpura, Pontianak dalam bidang Manajemen Pemasaran dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2000 penulis diangkat menjadi staf Depertamen Kehutanan yang ditugaskan di Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat hingga saat ini. Penulis mengambil studi S2 pada tahun 2007 di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Mayor Ilmu Pengelolaan Hutan.

Penulis mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kasih atas segala pertolongan-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Sangat disadari pula bahwa keberhasilan dalam penulisan tesis ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. I Nengah Surati Jaya, M. Agr selaku ketua komisi pembimbing yang dengan tulus telah meluangkan waktu, tenaga, perhatian dan pikiran dalam membimbing penulis hingga tesis ini selesai.

2. Ibu Dr. Ir. Lailan Syaufina, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing yang secara sabar dan lemah lembut telah memberikan motivasi, saran dan masukan dalam penyempurnaan tesis ini.

3. Bapak Dr. M. Buce Saleh, MS selaku penguji luar komisi atas nasehat, saran dan masukan untuk perbaikan tesis ini.

4. Bapak Dr. Ir. Didik Suharjito, MS selaku ketua Departemen Manajemen Hutan yang telah banyak memberikan arahan selama penulis menempuh pendidikan Pascasarjana di IPB.

5. Bapak Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS selaku koordinator Mayor Ilmu Pengelolaan Hutan yang telah memfasilitasi berbagai urusan yang berkaitan dengan kelancaran studi.

6. Departemen Kehutanan yang mensponsori perkuliahan ini dan Pusat Diklat Kehutanan Bogor atas pelayanan adminstrasi yang dibutuhkan.

7. Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat beserta

Dokumen terkait