• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP

B. Saran-saran

Gambaran dalam skripsi ini hanya sekelumit pemikiran dari seorang KH. Husein Muhammad, yang sedang ”memulung” wacana terpinggirkan. Dengan basis ulama pemikir kritis, khususnya di bidang pemberdayaan perempuan dalam

aspek ke-Islaman, rasanya tak akan ada habisnya jika membahas pemikiran beliau. Oleh karena itu:

1. Karena masih sedikit sekali yang meneliti tentang kajian jender dan gerakan Islamnya, maka akan sangat menarik jika ada penulis lain yang meneliti tentang hal yang sejenis.

2. Penelitian tentang kajiaan jender akan sangat membantu memperluas ilmu pengetahuan tentang sejarah kontemporer

3. Partisipasi aktif para intelektual muda dalam mengemukakan gagasan-gagasan, khususnya dari kalangan pesantren yang identik dengan kitab kuningnya, demi memperluas khasanah dengan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai dasar keislaman akan sangat membantu perjuangan kesetaraan jender.

Adelina, Shelly, Perempuan; Ayo Berpolitik, jadilah Pemimpin, Jakarta: PSKW UI, 2008.

Amva, Masriyah, Cara Mudah Menggapai Impian, Bandung: Nuansa, 2008. Anshar, Maria Ulfah, Nalar Politik Perempuan Pesantren, Cirebon: Fahmina

Institute, 2006.

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, Jakarta: Bina Aksara, 1989.

Audah, Abd al Qodir, al Tasyri’ sl Jinaiy al Islamy, Beirut: Dar al-Katib al-Arabi, Vol. 1, tt.

Bawani, Imam, Tradisionalisme dalam Pendidikan Islam, Surabaya : Al-Ikhlas, 1993.

Best, John W., Metodologi Penelitian Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional, 1982.

Bruinessen, Martin Van, Kitab-kitab Kuning Pesantren dan Tarekat, Bandung: Mizan, 1995.

Burhanudin, Jajat, (ed), Ulama Perempuan Indonesia, Jakarta: Gramedia, 2002. Chittick, William C. the Sufi Path of Knowledge, Hermeneutika al-Qur’an Ibn

Arabi, Yogyakarta: Qolam, 2002.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005.

Dhofir, Zamaksyari, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai, Jakarta : LP3S, 1982.

Dzuhayatin, Siti Ruhaini, Dra., dkk, Rekonstruksi Metodologis Wacana Kesetaraan Jender Dalam Islam, Yogyakarta: PSW IAIN Sunan Kalijaga, 2002.

Fakih, Mansour, Analisis Gender Dan Transformasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001.

Fatimahsyam, dkk, Modul Pendidikan Paralegal, Jakarta: LBH APIK, 2007. Fauzia, Amelia, dkk, Tentang Perempuan Islam; Wacana dan Gerakan, Jakarta:

Gramedia, 2004.

Ismail SM., dkk., Dinamika Pesantren dan Madrasah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.

Khalilah (ed), Mengurai Kepemimpinan Perempuan, Jakarta: PB KOPRI, 2008. Muhammad, Husein, dkk, Keluarga Sakinah; Kesetaraan Relasi Suami Istri,

Jakarta: Rahima, 2008.

---, dkk, Modul Kursus Islam dan Jender; Dawrah Fiqh Perempuan, Cirebon: Fahmina Institute, 2007.

---, Fiqh Perempuan; Refleksi Kritis Kiai Pesantren Atas Wacana Agama dan Jender, Yogyakarta: LkiS, 2003.

---, Islam Agama Ramah Perempuan; Pembelaan Kiai Pesantren, Yogyakarta: LkiS, 2004

---, Spiritualitas Kemanusiaan; Perspektif Islam Pesantren, Yogyakarta: Pustaka Rihlah, 2006.

Muhsin, Aminah Wadud, Perempuan Dalam Al- qur’an, Yogyakarta: Pustaka Pelita, 1997.

Mulia, Siti Musdah, Islam dan Inspirasi Kesetaraan Gender, Yogyakarta: Kibar Press, 2006.

---, dkk, Keadilan dan Kesetaraan Jender Perspektif Islam, Jakarta: LKAG, 2003.

Munti, Ratna Batara, Advokasi Kebijakan Pro Perempuan; Agenda Politik untuk Demokrasi dan Kesetaraan, Jakarta: PSKW UI, 2008.

Muzayyanah DF, Iklilah, dkk, Modul Panduan untuk Fasilitator; Membangun Sensitivitas Gender di Madrasah, Jakarta; LP3M STAINU Jakarta, 2008.

---, Pendidikan Adil Gender di Madrasah, Jakarta; LP3M STAINU Jakarta, 2008.

Nasif, Fatima Umar, Menggugat Sejarah Perempuan, Jakarta : Cendekia Sentra Muslim, 2001.

Nawawi, Hadari, Metodologi Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada Press, 1995.

Nuruzzaman, Kiai Husein Membela Perempuan, Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005.

Purnamasari, Dewi Laily, Bukan Kota Wali; Relasi Rakyat-Negara dalam Kebijakan Pemerintah Kota, Yogyakarta: Kutub Famina, 2006.

Qazan, Shalah, Membangun Gerakan Menuju Pembebasan Perempuan, Solo: Intermedia, 2001.

Ruhaini, Siti dkk, Rekonstruksi Metodologis Wacana Kesetaraan Gender Dalam Islam, Yogyakarta: PSW IAIN Sunan Kalijaga, 2002.

Rumadi, Post Tradisionalisme Islam; Wacana Intelektualisme dalam Komunitas NU, Cirebon: Fahmina Institute, 2008.

Sodri, Jamali, Pendekatan Dalam Kajian Islam; Menelusuri Jejak Histories Kajian Islam ala Sarjana Orientalis, Yogyakarta: Pustaka Rihlah, 2006. Soenarjo, dkk, Alqur’an Dan Terjemahnya, Jakarta: CV. Toha Putra, Yayasan

Penyelenggara Penerjemah Al Qur’an, 1989.

Sumaryono, E., Hermeneutik Sebuah Metode Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 1999.

Sumbulah, Umi, Dr. M.Ag, Spektrum Jender, Kilasan Inklusi Jender di Perguruan Tinggi, Malang: UIN Malang Press, 2008.

Suralaga, Fadilah, dkk, Pengantar Kajian Jender, Jakarta: PSW UIN Jakarta, 2003.

Umar, Nasaruddin, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur’an, Jakarta: Paramadina, 2001.

Wahid, Abdurrahman, Menggerakkan Tradisi Esai-esai Pesantren, Yogyakarta: LKiS, 2001.

Jurnal, Media Massa dan Makalah

Almawaliy, Hafidzoh, Pengorganisasian Umat; Upaya Sadar Membela Hak-Hak Perempuan, Swara Rahima, No. 29 Th. IX, Desember 2009.

Husaini, Adian, Merombak Kurikulum Demi Kesetaraan Gender, http://idrusali85.wordpress.com/, 12 Desember 2008.

Luthfi Bashori, Presiden Wanita dalam Wacana Hukum Islam, Makalah seminar dalam mengahadapi pemilu 2004, http://www.pejuangislam.com/, 27 April 2009.

Masykhur, Anis, Membangun Argumentasi Pencatatan sebagai Rukun Perkawinan; Studi Kritis Fikih Pernikahan Perspektif Gender, Jakarta; Journal for Islamic Stadies ”Mozaic”, Vol 1, No. 2, 2007.

Muhammad, Husein, Hak-Hak dan Kesehatan Reproduksi Perempuan, Makalah seminar diselenggarakan oleh Rahima Jakarta-WCC Balqis Cirebon, Hotel Prima Cirebon, 01 Juli 2004.

---, Islam dan Seksualitas, Makalah dalam Seminar ”Membongkar Bias Seksualitas”, UIN Sunan Gunung Djati, Bandung, 27 April 2010.

---, Kaedah Kontekstual; Suatu Cara Untuk Mewujudkan Keadilan, Makalah dalam Persidangan Internasional bertema “Trends in Family Law Reform in Muslim Countries” Kuala Lumpur, 18-20 Maret 2006.

Najib, Agus Moh, Kepala Negara Perempuan, Dalam Perspektif Hadits, Yogyakarta: Jurnal Study Jender dan Islam “Musawa”, Vol.3, No, 1, Maret 2004.

Suryadilaga, Alfatih, Trafficking dalam Hadits dan Perkembangannya dalam Konteks Kekinian, Yogyakarta: Jurnal Study Jender dan Islam “Musawa”, Vol.4, No.3, 2006.

Swara Rahima, No. 24Th. VIII April 2008. Swara Rahima, No. 29 Th. IX, Desember 2009. Warkah al-Basyar, Edisi 06,Vol. IX/Maret 2010. http://idrusali85.wordpress.com/

http://nailasalik.blogspot.com/ http://www.adianhusaini.com/

http://www.buntetpesantren.org/ http://www.fahmina.or.id/ http://www.pejuangislam.com/ http://www.rahima.or.id/ http://www.wahidinstitute.org/

CATATAN LAPANGAN HASIL WAWANCARA

Key Informan : AD. Kusumaningtyas Hari/ tanggal : Senin, 26 Juli 2010

Waktu : 11.00 s/d 12.00 WIB

Pertanyaan : Bagaimana sosok KH. Husein Muhammad dimata anda?

Nining : Beliau itu orang yang cerdas dan ceria, karena saya jarang sekali melihat KH. Husein Muhammad itu marah. Beliau selalu tersenyum dan mudah diajak berkomuikasi. Selain itu beliau sangat berusaha untuk memenuhi permintaan kita. Misalnya kapan kita ngaji, beliau sangat support. Dan ketika beliau menyadari betapa banyak problem yang terjadi di masyarakat dan beliau tidak mungkin untuk menghadapinya sendiri, oleh karena itu beliau berharap banyak dari orang yang lebih mengerti sehingga kemudian orang-orang itu bisa menjadi fasilitator untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi umat. Dan yang pastinya harapan saya adalah bahwa bagaimana gagasan-gasan yang beliau sudah terapkan tidak hanya untuk kalangan Indonesia akan tetapi internasional.

Pertanyaan : Sejak kapan KH. Husein Muhammad memperjuangkan gerakan kesetaraan gender?

Nining : Kalau sepengetehuan saya, kenal dengan KH. Husein

Muhammad belum terlalu lama. KH. Husein Muhammad sendiri sebenarnya adalah produk dari sebuah aktifitas yang dilakukan oleh P3M (Pusat pengembangan Pesantren dan Masyarakat). Jauh sebelum saya masuk di Rahima. Jadi persisnya tahun berapa, saya mungkin kurang tahu. Tapi yang jelas beliau sudah cukup lama bergulat dengan isu jender, sekitar 97-an. Tapi saya lihat bahwa KH. Husein Muhammad sendiri intens terlibat

diskusi-diskusi pada isu Islam dan Gender, termasuk di awal-awal tahun pendirian Rahima sempat ada rencana cinta segitiga atau segitiga emas antara Rahima, FK3 (Forum Kajian Kitab Kuning) dengan Puan Amal Hayati. Karena waktu itu harapannya bahwa Rahima itu brand-nya itu sebagai pusat pendidikan dan informasi, jadi yang kita laksanakan adalah membuat pelatihan-pelatihan dan sosialisasi, sedangkan FK3 melakukan eksplorasi kajian teks klasiknya. Puan Amal Hayati bergerak dalam crisis center dan penanganan kasus korban kepada pesantren. Dan yang saya tahu sejak mulai di P3M itu sendiri, di kumpulan tulisan Menakar Harga Perempuan yang diterbitkan oleh Mizan, KH. Husein Muhammad sudah banyak terlibat di buku itu. Dan kemudian ketika Rahima beraktifitas tahun 2001, kita sudah menerbitkan buku KH. Husein Muhammad, Fiqh Perempuan; Refleksi Kyai atas Wacana Agama dan Gender. Sehingga mulai awal pendirian, KH. Husein Muhammad sudah sangat intens bergaul dengan isu-isu Islam dan Kesetaraan Gender.

Petanyaan : Berarti sebelum berdirinya Rahima, beliau sudah banyak bergelut dalam isu Gender?

Nining : Karena kalau kita bicara soal berdirinya Rahima, tidak terlepas dari sebuah divisi Hisbun Nisa P3M, yang salah satu programnya adalah soal isu perempuan, dan KH. Husein Muhammad adalah produk dari rangkaian proses latihan dan pendidikan yang di-creat di Divisi Hisbun Nisa P3M. Sehingga beliau juga merupakan salah satu inisiator berdirinya Rahima. Di masa awal institusi Rahima, beliau juga termasuk salah satu dari tiga orang direktur. Direktur Internal itu Farha Ciciek, Direktur Eksternal yaitu Syafiq Hasyim, dan Direktur Pengembangan Wacana adalah KH. Husein Muhammad. Beliau sudah intens di

tahun-tahun itu, yaitu 2001. Kemungkinan 5 tahun-tahun sebelum itu, beliau sudah mulai mengenal dan menekuni isu itu.

Pertanyaan : Apa alasan KH. Husein Muhammad memperjuangkan gender?

Nining : Saya pikir karena awal kesadaran yang terbuka, karena

pendidikan yang dilakukan itu sendiri, baik yang dilakukan semenjak dia di divisi Hisbun Nisa P3M maupun apa yang dilanjutkan oleh Rahima itu, menggunakan proses pendidikan kritis dengan prinsip pendidikan orang dewasa. Pendidikan orang dewasa sendiri artinya pendidikan yang menggunakan proses tafsir refleksi, kemudian menggali pengalaman seseorang. Kemudian terkadang yang terjadi adalah kesadaran muncul bahwa ada situasi ketidakadilan gender yang ada di sekitar dia. Alasan lain, beliau juga memiliki background pesantren yang sangat kuat, kemudian melihat bahwa banyak penafsiran teks-teks yang bisa dipandang ”berbahaya” bagi yang menumbuhsuburkan ketidakadilan gender di masyarakat. Oleh karena itu, karena ada kesadaran akhirnya beliau merasa terpanggil untuk menyumbangkan ilmunya, dan kemudian perspektif maupun analisis baru terhadap kesetaraan relasi laki-laki dan perempuan untuk membaca ulang teks-teks yang selama ini sudah tersosialisasi dan menimbulkan salah kaprah di masyarakat.

Pertanyaan : Sejauh mana peran KH. Husein Muhammad di organisasi?

Nining : Peran itu sendiri tidak terlepas dari struktur. Di awal-awal secara struktural dia sebagai Direktur Pengembangan Wacana. Kita sendiri ”banyak belajar” dari KH. Husein Muhammad, terutama dari metodologi kajian-kajian teks-teks klasik Islam. Tapi kemudian struktur berubah dan akhirnya hanya ada satu orang direktur, yaitu Farha Ciciek, tapi KH. Husein Muhammad tetap

merupakan salah satu anggota dari yayasan Rahima, dan yang jelas concern beliau masih seputar wacana Islam dan Gender. Sekarang juga beliau merupakan salah anggota pengurus Yayasan Rahima. Kalau untuk kami, KH. Husein Muhammad banyak menjadi teman belajar. Seperti di pesantren, KH. Husein Muhammad juga banyak memperkenalkan metodologi membaca teks klasik. Pertama yang diperkenalkan adalah prinsip-prinsip universal agama dan kemudian metodologi membaca teks dengan menggunakan perspektif itu, dan hal itu yang penting. Yang ditekankan oleh KH. Husein Muhammad bahwa pihak yang diajarkan oleh beliau bukan mendapatkan jawaban instan dari pertanyaannya. Misalnya, menurut kyai bagaimana hukumnya. Beliau mengajak kita untuk tidak menjawab secara instan, tapi yang dijelaskan, ini prinsipnya, ini konteksnya, silahkan bagaimana menurut anda dan berpihak pada pendapat yang mana. Beliau juga menjadi sumber pengetahuan, baik buat publik di Rahima (para partisipan Rahima) maupun pembaca Rahima. Karena kita sediakan satu rubrik khusus untuk KH. Husein Muhammad di Majalah Swara Rahima, yaitu Rubrik tafsir Al-Qur’an. Jawaban-jawaban ataupun kajian tematis yang disampaikan oleh KH. Husein Muhammad sudah disajikan disana. Pada prinsipnya yang ingin diajarkan oleh beliau, adalah mengajak kita agar menggunakan metodologi yang tepat dan memiliki keberpihakan untuk menolong pihak yang selama ini banyak terlemahkan. Dalam konteks relasi gender yang selama ini menjadi pihak yang terlemahkan adalah perempuan, karena relasi gender sendiri tidak setara.

Pertanyaan : Bagaimana KH. Husein Muhammad Muhammad dalam

Nining : Menurut saya resistensi itu wajar, karena pandangan yang disampaikan KH. Husein Muhammad menurut awam itu ”tidak biasa”. Apalagi ketika berbicara soal selain pembelaan secara keseteraan gender. Ketika bicara soal gender, maka kita juga bicara soal relasi. Sehingga wajar yang kupingnya mendengar KH. Husein Muhammad, karena sama mengkritik budaya yang ada diinternal mereka sendiri, seperti kyai yang suka poligami, tokoh agama yang menjustifikasi kekerasan dengan teks agama. Hal-hal semacam itu adalah persoalan kritik diinternal mereka sendiri. Dalam tradisi pesantren sendiri terkadang ada ”labelling” hierarki, sehingga yang mengampu pesantren langsung atau tidak, itu adalah persoalan power disana. Selain itu juga karena persentuhan dari proses belajar di luar, karena KH. Husein Muhammad dulu belajar di Al-Azhar, dan beliau banyak mengutip pendapat progresif. Dalam konteks pesantren, pendapat progresif dianggap relevan atau tidak, itu yang menjadi perdebatan. Yang kedua, ketika KH. Husein Muhammad melakukan ”membaca ulang teks klasik”, mau tidak mau akhirnya membacanya dengan cara kritis, sehinga otomatis beliau akan menyatakan sepakat dengan imam A, B, atau C. Dan beliau juga menawarkan sebuah rujukan yang tidak biasa digunakan oleh kalangan pesantren, misalnya mengkritik imam. Muslim di Indonesia kebanyakan NU dan sangat diwarnai pandangan yang sangat kental Imam Syafi’i, ketika ada orang yang mengkritik terhadap Syafi’i, maka kemudian akan menyatakan su’ul adab. Padahal yang ingin beliau perkenalkan adalah bahwa selain Imam Syafi’i juga ada imam lain, dan selain itu beliau melintasi dari garis sunni-syiah. Selain itu, dalam mazhab ulama klasik yang banyak kental stereotype diskriminasinya, yang lebih dulu dipukul adalah kyai. FK3 kebetulan juga pernah membuat kritik atas Tafsir Uqud al-Lujain, Wajah Baru atas Relasi Suami Istri.

Itu sebetulnya mengkritik teks-teks yang selama ini disajikan oleh Syekh Nawawi al-Bantani. Kemudian dicoba diterjemahkan ulang supaya teks itu menjadi lebih baik. Tapi yang persoalan adalah kritik terhadap seorang Syekh Nawawi al-Bantani, yang mungkin dikalangan masyarakat beliau dianggap sebagai ulama kharismatik, dipuja dan dihormati, sehingga kritik terhadap beliau menjadi masalah karena begitu berani mengkritik Syakh Nawawi. Itu yang menurut saya memunculkan resistensi di beberapa kalangan, terutama di kalangan pesantren salaf. Terkadang KH. Husein Muhammad sering cerita kalau dia dihakimi di hadapan para kyai, seperti misalnya di Pesantren di Sidogiri, Pasuruan. Situasi terakhir lagi, selain pada persoalan konservatifnya yang masih berada di pesantren salaf yang banyak merujuk pada teks-teks klasik itu sendiri ada satu, fundamentalis. Kalau konservatifme itu sendiri karena memang tahunya yang itu, tapi kalau fundamentalisme itu susah, karena mereka hanya mau tahu yang itu. Jadi ini rujukannya bukan pada soal Imam syafi’i, misalnya mereka bilang Qur’an dan Hadis diraknati, tapi mereka membaca bahwa Qur’an dan Hadis pun di interpretasi oleh manusia, bahwa dirahmati pun juga harus dibaca secara kritis. Hadis pun dilihat levelnya, apakah sohih, hasan, dhoif, dan harus dilihat juga dari sisi matannya. Tapi mereka seringkali tidak mau tahu. Sebuah Hadis sendiri hanya ditampilkan begitu saja teks-nya, tapi tidak diceritakan apa pesan dibaliknya. Menurut saya, KH. Husein Muhammad sebenarnya cukup hati-hati ketika masuk kedalam wilayah yang masih kontroversial di masyarakat. Saya pernah menemani KH. Husein Muhammad saat ada pelatihan di Madura, ada yang tanya soal imam perempuan, kemudian KH. Husein Muhammad cerita soal teks Hadis-nya, persyaratan imam, kemudian cerita soal Ummu Waroqoh, berarti boleh. Tapi KH. Husein Muhammad pesan jangan diekspos.

Karena itu beliau cukup bijak untuk menyatakan suatu kesulitan sebagai produk ijtihad pemikiran. Kalau misalnya perempuan menjadi ketua RT, itu masih diterima. Tapi kalau perempuan menjadi imam sholat di Masjid, itu akan menimbulkan kegoncangan dan karena itu beliau yang penting ada maslahatnya, sehingga beliau tidak memaksakan. Tapi pada hal-hal yang terkait dengan hak dasar perempuan, itu sesuatu yang tidak bisa ditunda. Misalnya, dalam hal relasi setara, boleh menentukan sendiri siapa pendamping hidupnya, dia boleh mengekspresikan dirinya dengan cara bekerja di luar rumah. Hal seperti ini, beliau sangat mensupport dan menyarankan bahwa situasi seperti ini tidak bisa ditunda.

Pertanyaan : Bagaimana strategi KH. Husein Muhammad menghadapi tokoh-tokoh yang berbeda faham?

Nining : Menurut saya, beliau orang yang sangat gentlemen. Misalnya, dihadirkan, ditantang, diadili, bagi dia tidak masalah dan beliau open terhadap perbedaan. Tapi kadang-kadang beliau juga mengeluh, kenapa diperlakukan tidak fair. Harapan beliau sebenarnya diadu argumentasi, tapi pihak yang lain menghadirkan tujuannya bukan argumentasi, tapi untuk menghakimi. Di kalangan kyai sendiri, beliau sangat menghormati kultur yang membesarkannya, sehingga dia tidak bermaksud merendahkan orang-orang yang selama ini dipandang guru oleh komunitasnya, itu poin penting sebenarnya. Strategi lain, yang sekarang dilakukan mengajak kita untuk bisa mengaji bersama kitab kuning, memilih untuk mengajarkan metolodologi daripada menjawab secara instan pertanyaan itu. Itu strategi yang dilakukan secara step by step untuk menjadikan hal ini sebagai suatu kesadaran bersama.

Pertanyaan : Bagaimana pemikiran KH. Husein Muhammad mengenai konsep jender?

Nining : Beliau menyatakan bahwa pada hakikatnya banyak hal

dikonstruksikan, termasuk teks sendiri dikonstruksikan. Oleh karena itu, kita harus kritis melihat teks itu sendiri. Teks itu sendiri tidak datang tiba-tiba, dia ada konsep dialog dengan lingkungan. Kalau konsep gender dalam arti konsep kesetaraan gender, beliau menganggap bahwa sebenarnya itu bagian dari nilai-nilai universal agama dan seharusnya, kalau misalnya ada 2 ayat: teks universal dan teks parsial, beliau melihat keadilan kesetaraan itu adalah prinsip universal, sedangkan soal potong tangan, rajam misalnya, adalah sifatnya parsial. Artinya, justru yang mengemuka itu adalah bagaimana prinsipnya itu sendiri menjadi perhatian yang lebih besar.

Pertanyaan : Apa landasan dasar KH. Husein Muhammad dalam

mengeluarkan gagasannya?

Nining : Saya kira banyak, contohnya kitab-kitab klasik. Yang saya tahu, karena kita sudah banyak diajak mengaji bersama, misalnya Kitab Bidayatul Mujtahid karya Ibnu Rusyd. Dalam kitab itu memuat fiqh dari pandangan 4 mazhab. Sekarang sedang belajar Kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatul ...., dalam kitab itu selain ada banyak varian mazhab yang ada, juga memuat pendapat dari sebuah golongan besar di komunitas muslim Sunni dan Syi’ah, juga termasuk adaptasi terhadap hukum-hukum positif di suatu negara. Sehingga kitab itu relatif kontemporer, karena memasukkan hukum-hukum positif suatu negara. Dan masih banyak lagi. Saat di Madura, pernah di copy suatu kumpulan dari berbagai kitab. Jadi beliau biasanya mengelaborasikan dari banyak rujukan klasik.

Pertanyaan : Bagaimana pandangan KH. Husein Muhammad terhadap feminis sekuler?

Nining : Berbicara soal sekularisasi adalah pemisahan antara negara dan agama, bukan pada persoalan ini gagasan datangnya dari mana. Kalau bicara feminisme itu sendiri berasal dari bahasa Perancis, makanya wajar kalau istilah jender itu berasal dari Barat, jadi jender karena itu merupakan kata serapan. Tapi gagasan-gasan tentang hak perempuan pada hakikatnya ada dalam Islam dan itulah yang ingin beliau kembangkan. Pada saat keadaan itu beliau tidak menolak teoritisasi feminisme berasal dari barat tapi beliau lebih prever untuk mengembangkan istilah itu dari teori klasik yang selama ini ada dan tidak mendikotomikan antara feminis sekuler dengan feminis Islam, dan ketika berbicara tentang feminisme Islam itu karena latar belakang nilai-nilai universal Islam secara keadilan bagi manusia

Pertanyaan : Kegiatan apa saja yang dilakukan KH. Husein Muhammad selain menjadi seorang aktivis?

Nining : Yang saya tahu beliau terapkan kegiatan beliau dalam lingkungan keluarganya, seperti bagaimana beliau mensupport istrinya. Seperti yang kita tahu istrinya, selain istri beliau menjabat sebagai anggota DPRD II, beliau juga mengurus WCC yang bernama Balqis, sebuah lembaga yang mengurus korban kekerasan terhadap perempuan, dan anaknya pun sangat respek terhadap beliau. Itu merupakan bukti bahwa beliau menerapkan aktivitas yang selama ini di jalaninya. Dan hal itu membuktikan bahwa kesadaran itu tidak hanya muncul dalam kepala tapi terealisasi juga dalam perilaku. dan saya berharap KH. Husein Muhammad tetap istiqomah, agar selalu menjadi panutan dan untuk membuktikan bahwa feminis laki-laki itu ada, dan berfikir bahwa ini bukan hanya sebuah pekerjaan akan tetapi sebuah

kesadaran yang harus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Harapan saya mudah-mudahan beliau lebih istiqomah, karena mungkin kita sudah terlanjur banyak berharap, karena beliau orang yang sudah kita anggap sebagai guru kita dan orang yang kita apresiasikan pemikirannya

Pertanyaan : Bagaimana pengaruh/hasil dari aktivitas KH. Husein Muhammad

Dokumen terkait