• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

A. Psychological well-being

3. Jenis Caregiver

Caregiver dibagi menjadi caregiver informal dam caregiver formal. Caregiver

informal adalah seseorang individu (anggota keluarga, teman, atau tetangga) yang

memberikan perawatan tanpa di bayar, paruh waktu atau sepanjang waktu, tinggal bersama maupun terpisah dengan orang yang dirawat, sedangkan caregiver formal adalah relawan atau individu yang dibayar untuk menyediakan pelayanan. Keduanya termaksud orang-orang yang menyediakan bantuan yang berhubungan dengan aktivitas sehari-hari dan tenaga professional yang menyediakan pelayanan terutama dalam hal kesehatan mental maupun jasmani (Kahana dkk, 1994 dan Day, 2014 dalam Akupunne, 2015)

Barrow (1996 dalam Widiastuti, 2009) menyebutkan terdapat dua jenis

caregiver, yaitu formal dan tidak formal. Caregiver formal adalah individu yang

memberikan perawatan dengan melakukan pembayaran yang disediakan oleh rumah sakit, psikiater, pusat perawatan ataupun tenaga professional lainnya.

Sementara caregiver informal adalah individu yang memberikan perawatan dengan tidak melakukan pembayaran dan tidak secara tenaga professional. Perawatan ini dapat dilakukan di rumah dan biasa diberikan oleh pasangan penderita, anak dari penderita atau anggota keluarga lainnya

Penelitian ini berfokus pada caregiver formal, sehingga dapat disimpulkan bahwa caregiver formal adalah individu yang menerima pembayaran (baik itu tenaga professional, asisten perawat, honorer, terapis, dll) untuk memberikan

perhatian, menyediakan kebutuhan fisik, sosial, psikologis, serta pengawasan kepada individu lain yang membutuhkan.

4. Tugas-tugas Caregiver

Milligan (2004, dalam Widiastuti, 2009) dalam penelitiannya menarik perhatian terhadap fakta tugas caregiver. Tugas yang dilakukan caregiver tidak hanya terbatas kepada pekerjaan rumah tangga, akan tetapi dibagi ke dalam 4 kategori, sebagai berikut:

a. Physical Care/ Perawatan fisik, yaitu : memberi makan, menggantikan pakaian,

memotong kuku, membersihkan kamar, dan lain-lain

b. Social Care/ Kepedulian sosial, antara lain: mengunjungi tempat hiburan,

menjadi supir, bertindak sebagai sumber informasi dari seluruh dunia di luar perawatan di rumah.

c. Emotional Care, yaitu menunjukkan kepedulian, cinta dan kasih sayang kepada

pasien yang tidak selalu ditunjukkan ataupun dikatakan ditunjukkan melalui tugas-tugas lain yang dikerjakan

d. Quality Care, yaitu : memantau tingkat perawatan, standar pengobatan, dan

indikasi kesehatan

Penelitian yang dilakukan oleh Arksey, dkk (2005) tentang tugas-tugas yang dilakukan caregiver di United Kingdom, antara lain termasuk : Bantuan dalam perawatan diri yang terdiri dari dressing, bathing, toileting. Bantuan dalam mobilitas seperti : berjalan, naik atau turun dari tempat tidur, melakukan tugas keperawatan seperti : memberikan obat dan mengganti balutan luka, memberikan

dukungan emosional, menjadi pendamping, melakukan tugas-tugas rumah tangga seperti : memasak, belanja, pekerjaan kebersihan rumah, bantuan dalam masalah keuangan dan pekerjaan kantor. Menurut Nastasia (2013) tugas sebagai caregiver lansia adalah membantu para lansia dalam kehidupan sehari-hari seperti memberi makan, berpakaian, membantu mandi, perawatan pribadi atau mengatur obat-obatan. Tugas lainnya yaitu membantu lansia yang cukup mandiri dalam hal pemberian pengawasan (transportasi atau keuangan) mereka. Secara umum tugas dari semua caregiver adalah memberi bantuan dalam bentuk dukungan emosi.

A. Psychological well-being caregiver dan Status Kelembagaan Panti Jompo

Caregiver memiliki 2 (dua) lembaga pengelolaan di Indonesia, yaitu caregiver

yang dikelola oleh badan swasta dan caregiver yang dikelola oleh pemerintah (Murti, 2007). Status dan kondisi kerja yang ada di kedua lembaga tersebut memiliki perbedaan yang meliputi : durasi waktu kerja, jumlah lansia yang ditangani, pendapatan, status sosial ekonomi, dan fasilitas yang ada di masing-masing lembaga. Adanya perbedaan situasi dan kondisi tersebut, berdampak pada

caregiver khususnya pada kesehatannya (Convinsky, Newcorner & Fox, 2003;

Chen & Greenberg, 2004; Andren & Elmstahl, 2006). Memberikan perawat kepada klien lansia, dirasakan memiliki beban berat bagi para caregiver (Yikilkan & Aypank, 2014). Beban aktivitas tersebut membuat caregiver mengalami kelelahan yang mengakibatkan stres (Okoye & Asa, 2011). Padatnya aktivitas mengakibatkan

caregiver mengabaikan kesehatan fisik mereka dan memiliki kesehatan yang buruk,

2007). Kondisi tersebut dapat membawa dampak negatif bagi caregiver, salah satunya berdampak pada psychological well-being caregiver .

Psychological well-being adalah hasil penilaian atau evaluasi seseorang

terhadap dirinya yang merupakan evaluasi atas pengalaman-pengalaman hidupnya (Ryff dalam Halim & Atmoko, 2005). Evaluasi terhadap pengalaman akan dapat menyebabkan seseorang menjadi pasrah terhadap keadaan yang membuat

psychological well-beingnya menjadi rendah atau berusaha untuk memperbaiki

keadaan hidupnya yang membuat psychological well-beingnya menjadi tinggi (Ryff dan Singer dalam Halim & Atmoko, 2005). Selain itu, psychological

well-being juga mengacu pada keterlibatan individu terhadapat tantangan-tantangan

yang terjadi selama hidup ( Ryff, dalam Wells, 2010). Psychological well-being yang tinggi sangat penting untuk dimiliki caregiver, karena hal ini dapat mempengaruhi hubungan antara caregiver dan lansia, khususnya dalam pemberian pelayanan/pendampingan.

Psychological well-being yang tinggi dapat dilihat melalui status sosial dan

ekonomi. Menurut Ryff dan Singer (2006), status sosial ekonomi memiliki hubungan signifikan dengan pertumbuhan pribadi. Hal ini dikarenakan ketersediaan pendidikan, status, dan pendapatan yang baik menjadi salah satu faktor yang dapat membantu seseorang dalam menghadapi tekanan, tantangan, dan keberagaman dalam hidup (Ryff dan Singer, 2006). Selain itu faktor lain yang mempengaruhi psychological well-being adalah pengalaman. Pengalaman menangani lansia yang dimiliki oleh caregiver yang berada di panti jompo swasta salah satunya didapatkannya pada masa pendidikan. Adanya ilmu pengetahuan

yang didapat melalui pendidikan dapat membantu individu dalam menangani masalah (Fhadjrin, 2013). Pengetahuan seputar penanganan lansia yang didapat melalui pendidikan membantu caregiver panti jompo swasta dalam menangani lansia. Pada caregiver di panti jompo pemerintah, pengalaman menangani lansia dimiliki pada saat pertama kali masuk di lembaga tersebut. Hal ini dikarenakan, umumnya caregiver di panti pemerintah tidak memiliki pendidikan mengenai penanganan lansia, sehingga pengalamannya untuk menghadapi lansia belum terlalu banyak. Pendidikan juga memiliki hubungan yang kuat dan positif, terutama pada dimensi pertumbuhan pribadi dan tujuan hidup (Ryff & Singer, 2008). Hasil penelitian Marcia & Schulz (2000) membuktikan bahwa pengalaman yang ditemui sehari-hari dan interpretasi terhadap pengalaman tersebut merupakan pengaruh utama dalam pertumbuhan dan perkembangan psychological well-being caregiver. Pengalaman hidup sehari-hari memiliki korelasi yang positif dengan psychological

well-being, terutama pada dimensi tujuan hidup, hubungan positif dengan orang

lain, dan pertumbuhan diri (Ryff & Singer, 2008). Pengalaman sehari-hari (meliputi tantangan dan tugas ) bersama lansia membuat caregiver memahami apa yang dibutuhkan dan yang tidak disukai oleh para lansia, dikarenakan intensitas interaksi antara caregiver dan lansia yang cukup padat. Pendapat tersebut ditambahkan juga oleh National Alliance for Caregiving (2009), yang menyatakan bahwa pengalaman sehari-hari yang dialami caregiver memiliki hubungan yang positif dengan

psychological well-being terutama pada dimensi tujuan hidup dan hubungan positif

Berdasarkan hal diatas, memungkinkan adanya perbedaan tingkat

psychological well-being antara caregiver yang berada di panti jompo swasta dan

caregiver di panti jompo pemerintah.

F. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian teoritik di atas, maka hipotesa penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Hipotesis Penelitian 1 :Terdapat perbedaan psychological well-being caregiver formal berdasarkan status kelembagaan

2. Hipotesis Penelitian 2 : Terdapat perbedaan dimensi penerimaan diri caregiver formal berdasarkan status kelembagaan

3. Hipotesis Penelitian 3 : Terdapat perbedaan dimensi hubungan positif pribadi

caregiver formal berdasarkan status kelembagaan

4. Hipotesis Penelitian 4 : Terdapat perbedaan dimensi tujuan hidup caregiver formal berdasarkan status kelembagaan

5. Hipotesis Penelitian 5 : Terdapat perbedaan dimensi pertumbuhan diri

caregiver formal berdasarkan status kelembagaan

6. Hipotesis Penelitian 6 : Terdapat perbedaan dimensi penguasaan lingkungan

caregiver formal berdasarkan status kelembagaan

7. Hipotesis Penelitian 7 : Terdapat perbedaan dimensi otonomi caregiver formal berdasarkan status kelembagaan

Dokumen terkait