BAB VI : PENUTUP
B. Saran
sampah.
c. Perilaku penghuni, yang meliputi : membuka jendela kamar tidur, membuka jendela ruang keluarga, membersihkan rumah dan halaman, membuang tinja bayi dan balita di jamban, membuang sampah pada tempat sampah.
47 Gambar 4.6 Prosentase Rumah Sehat
Di Kabupaten Ponorogo Tahun 2010 - 2014
Dari 238.251 rumah yang ada di Tahun 2014, rumah yang dibina selama tahun berjalan sebanyak 16.802 rumah (21.30%). Adapun untuk rumah sehat didasarkan pada jumlah rumah sehat secara keseluruhan tahun sebelumnya dan rumah sehat tahun berjalan yaitu sebanyak 162.346 rumah (68.14%) dari jumlah rumah yang ada. (Tabel 58).
2. Penyehatan Tempat Umum dan Pengelolaan Makanan (TUPM)
Pada tahun 2014 jumlah TTU di Kabupaten Ponorogo yang memenuhi syarat menurun dari tahun sebelumnya karena hanya TTU prioritas yang kita utamakan pembinaanya yaitu sarana kesehatan, sarana pendidikan dan hotel dengan jumlah keseluruhan yang ada 990 dengan yang memenuhi syarat 591 atau 59.7% dari TTU yang ada. Tahun 2013 yang memenuhi syarat ada 661 dan tahun 2012 sejumlah 636 yang terdiri atas hotel, restoran/rumah makan, pasar dan TUPM lainnya (kantin sekolah).
Untuk TPM yang ada sejumlah 156 yang terdiri dari jasaboga, rumah makan/restoran, Depot Air minum (DAM), makanan jajanan. Dimana yang
48 memenuhi syarat dengan kriteria harus sudah mempunyai sertifikat laik sehat dari Dinas kesehatan Kabupaten Ponorogo dan yang sudah mempunyai laik sehat sampai saat ini baru Depot air minum (DAM) isi ulang sejumlah 121 sarana dan yang belum laik sehat atau tidak memenuhi syarat kesehatan ada 35 sarana. (tabel 63 dan 64)
3. Akses Air Minum
Air sangat diperlukan oleh tubuh manusia seperti halnya udara dan makanan. Bagi manusia, air diperlukan untuk menunjang kehidupan, antara lain dalam kondisi yang layak untuk diminum tanpa mengganggu kesehatan.
Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa volume kebutuhan air bersih bagi penduduk rata-rata di dunia berbeda. Di negara maju, air yang dibutuhkan adalah lebih kurang 500 liter seorang tiap hari (lt/or/hr) sedangkan di Indonesia (kota besar) sebanyak 200 - 400 lt/or/hr dan di daerah pedesaan hanya 60 lt/or/hr.
Sekarang ini selain akses terhadap air bersih, akses terhadap air minum sangat diutamakan karena untuk sarana air bersih sudah dirasa mencukupi bahkan berlebih karena yang terpenting adalah kualitas air bersih itu sendiri unntuk menjadi air minum. Adapun akses penduduk terhadap kualitas air minum untuk target MDG’s tahun 2014 adalah 67%.
Untuk sarana air minum yang diakses penduduk meliputi sumur gali terlindungi, sumur gali dengan pompa, sumur bor dengan pompa, terminal air, mata air terlindungi, penampungan air hujan dan perpipaan. Penduduk tahun 2014 yang akses terhadap air minum layak 568.215 jiwa (66,10%) dari jumlah penduduk sebesar 859.615 jiwa. (pada Tabel 59).
49
4. Penduduk dengan akses Jamban
Jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutus mata rantai penularan penyakit. Banyak masyarakat khususnya masyarakat yang tidak mampu bahwa untuk membangun jamban diperlukan dana yang cukup besar. Anggapan tersebut dapat diatasi dengan pemilihan fasilitas jamban yang sesuai dengan pengguna.
Kriteria-kriteria pemilihan fasilitas jamban antara lain:
a. Kondisi lahan yang akan dibangun (luas lahan, jenis tanah, muka air tanah) b. Kondisi keuangan
c. Kebiasaan masyarakat
d. Keamanan, kenyamanan, dan kemudahan e. Higienis
Syarat-syarat yang perlu diperhatikan dalam pembuatan jamban adalah sebagai berikut :
a. Tidak mengakibatkan pencemaran pada sumber-sumber air minum, dan permukaan tanah yang ada disekitar jamban.
b. Menghindarkan berkembangbiaknya/tersebarnya cacing tambang pada permukaan tanah.
c. Tidak memungkinkan berkembang biaknya lalat dan serangga lain.
d. Menghindarkan atau mencegah timbulnya bau dan pemandangan yang tidak menyedapkan.
e. Mengusahakan kontruksi yang sederhana, kuat dan murah.
f. Mengusahakan sistem yang dapat digunakan dan diterima masyarakat setempat.
50 Untuk pelaksanaan program STBM di Kabupaten Ponorogo tahun 2010 dilaksanakan di 7 desa dengan sasaran 7 komunitas dari 5 wilayah puskesmas di 5 kecamatan. Tahun 2011 dilaksanakan di 4 desa 7 komunitas dari 2 wilayah puskesmas di 2 kecamatan. Tahun 2012 dilaksanakan di 29 desa dari 12 wilayah puskesmas di 11 kecamatan. Sedangkan tahun 2013 dilaksanakan di 29 wilayah Puskesmas di 20 Kecamatan dengan sasaran 40 komunitas karena untuk setiap puskesmas minimal harus mempuyai 1 (satu) desa yang ODF dan yang ODF ada 45 desa. Sampai Tahun 2014 telah desa yang telah melaksanakan STBM (pemicuan) sebanyak 204 desa dan yang ODF masih 45 desa.
Dari jumlah penduduk di Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 sebesar 859.615 jiwa, yang akses di jamban komunal (sharing) memenuhi syarat 30.271 jiwa, jamban leher angsa (JSP) memenuhi syarat 478.019 jiwa, jamban cemplung (JSSP) memenuhi syarat sebesar 146.125 jiwa sehingga penduduk yang akses terhadap sanitasi yang layak (jamban sehat leher angsa yang dilengkapi dengan septiktank) adalah 508.290 jiwa (59,13%).
E. SURVEILANS DAN IMUNISASI
1. Pelayanan Pencegahan Penyakit / Imunisasi
Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, imunisasi merupakan salah satu upaya pencegahan terjadinya penyakit menular yang merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementrian kesehatan sebagai salah satu bentuk nyata komitmen pemerintah untuk mencapai Millennium Development Goals (MDGs) khususnya untuk menurunkan angka kematian pada anak.
51 Kegiatan imunisasi diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 1956. Mulai tahun 1977 kegiatan imunisasi diperluas menjadi Program Pengembangan Imunisasi (PPI) dalam rangka pencegahan penularan terhadap beberapa Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) yaitu Tuberkulosis, Difteri, Pertusis, Campak, Polio, Tetanus serta Hepatitis B.
Beberapa penyakit yang saat ini menjadi perhatian dunia dan merupakan komitment globlal yang wajib diikuti oleh semua negara adalah eradikasi polio (ERAPO), eliminasi campak – pengendalian rubella (EC-PR) dan Maternal Neonatal Tetanus Elimination (MNTE).
Dalam rangka pencapaian target nasional dan target global seperti yang tercantum dalam Millenium Development Goals (MDGs), cakupan imunisasi rutin terhadap bayi merupakan salah satu komponen yang sangat penting. Sejak tercapainya UCI secara nasional pada tahun 1990, Indonesia berusaha terus menerus meningkatkan cakupan imunisasi terhadap bayi untuk mencapai UCI Desa 100 %, sesuai dengan indikator atau target tercapainya UCI desa pada tahun 2014 ini.
Imunisasi rutin untuk bayi diantaranya adalah untuk mencegah penyakit Hepatitis B antigen Hep-B diberikan 1 x pada usia < 7 hari, untuk mencegah TBC diberikan antigen BCG pada usia 1 bulan, antigen Polio diberikan 4 kali pada usia 1,2,3 dan 4 bulan, antigen Diptheri diberikan 3 kali pada usia 2,3 dan 4 bulan bersamaan dengan antigen Pertusis, Tetanus serta Hepatitis, sedangkan Campak diberikan 1 kali pada usia 9 bulan.
Tahun 2014 ada penambahan antigen Hib (Haemopilus Influenza Tipe B) untuk mencegah penyakit meningitis dan pnemonia, dimana pada
52 tahun 2013 telah dilaksanakan sebelumnya di Jawa Barat, DIY, Bali dan NTB yang selanjutnya dilaksanakan diseluruh Indonesia pada tahun 2014.
Tahun 2014 selain imunisasi rutin, ada tambahan untuk program imunisasi lanjutan yaitu imunisasi Booster atau ulangan dengan sasaran usia 18 s/d 36 bulan, imunisasi tambahan pentavalent atau DPT-HB-Hib diberikan pada anak usia 18 s/d 36 bulan sedangkan imunisasi tambahan Campak diberikan pada anak usia 24 s/d 36 bulan, imunisasi tambahan sangat diperlukan dikarenakan pada usia 18 s/d 36 terjadi penurunan titer antibodi sehingga dengan imunisasi Booster diharapkan titer antibodi meningkat sehingga perlindungan bagi tubuh terhadap penyakir tetap optimal.
Imunisasi lanjutan selain Booster pada anak usia 18 s/d 36 bulan adalah imunisasi pada anak sekolah atau Bulan Imunisasi pada Anak Sekolah (BIAS) serta imunisasi pada WUS (Wanita Usia Subur). Adapun untuk imunisasi pada anak sekolah dilaksanakan pada Bulan Agustus dengan sasaran kelas 1 yaitu Imunisasi Campak, sedangkan pada bulan November dilaksanakan imunisasi pada anak sekolah dengan sasaran kelas 1,2 dan 3 yaitu Imunisasi DT untuk kelas 1, imunisasi Td diberikan untuk kelas 2 dan kelas 3. Adapun tujuan dari imunisasi pada anak sekolah adalah untuk mencegah penyakit campak, tetanus, dan difteri yang memang perlu ulangan imunisasi untuk membentuk antibodi yang optimal.
Imunisasi lanjutan lainnya yaitu imunisasi pada Wanita Usia Subur (WUS) adalah imunisasi TT untuk mencegah tetanus toxoid di berikan pada wanita usia subur yaitu usia 15 s/d 49 tahun sesuai dengan MDg’s ke Lima yaitu meningkatkan kesehatan ibu. Pada Jama’ah Haji diberikan imunisasi
53 Meningitis dan Influensa untuk mencegah penyakit radang selaput otak (meningitis) dan influensa yang banyak beresiko pada para Jama’ah Haji.
Indikator keberhasilan output imunisasi diukur dengan pencapaian UCI desa dimana Kabupaten Ponorogo masih belum bisa mencapai target, sedangkan indikator keberhasilan outcome imunisasi diukur dengan penurunan PD3I (TBC, difteri, pertusis, tetanus, polio, campak, hepatitis B).
Pada Tahun 2014 di Kabupaten Ponorogo terdapat 55 kasus campak sedangkan kasus difteri, tetanus non neonatorum, pertusis, tetanus neonatorum, polio, hepatitis klinis dan hepatitis B tidak ditemukan kasus.
2. Imunisasi TT pada Ibu Hamil
Dari 13.801 ibu hamil yang tercatat, ada peningkatan pelaksanaan imunisasi TT pada WUS terlihat dari peningkatan pelaporan Puskesmas dibandingkan dengan tahun sebelumnya pada Tahun 2012 hanya 64% dari 31 puskesmas yang melaporkan TT WUS, pada Tahun 2013 meningkat cukup signifikan menjadi 91% dan pada Tahun 2014 mencapai 98% laporan pelaksanaan imunisasi TT WUS, meskipun hasil pelaksanaan imunisasi TT WUS masih sangat kecil pada Tahun 2014 yaitu TT1 sebesar 0.7 %; TT2 sebesar 1.2%; TT3 sebanyak 3.8%; TT4 sejumlah 8.4% sejumlah TT5 mencapai 8.7% dan TT2+ bumil sebanyak 22%.
Imunisasi TT WUS setiap tahun mempunyai target yang sama yaitu untuk TT2+ bumil adalah ≥ 90% dan imunisasi TT 5 kumulatif adalah ≥ 85 %, pada pencapaian terget TT 5 kumulatif yang disertai dengan pencatatan pelaksanaan imunisasi ibu lengkap sampai dengan T5 maka pelaksanaan imunisasi TT WUS pada wilayah tersebut dapat dihentikan atau tidak
54 dilaksanakan imunisai TT WUS lagi karena pada sasaran baru dengan kelahiran tahun 1990 telah dilaksanakan program imunisasi pada DPT-Combo 3 kali pada usia 2,3 dan 4 bulan yang dilanjutkan pada program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) pemberian imunisasi DT pada kelas 1, imunisasi Td pada kelas 2 dan 3 sehingga perhitungan status T apabila lengkap adalah T5 dengan perlindungan 25 tahun atau seumur hidup.
3. Imunisasi pada Bayi
Sebagai salah satu indikator keberhasilan Program Imunisasi bisa diukur dengan pencapaian UCI (Universal Children Imunization). Dengan berbagai upaya dilakukan untuk mampu mendongkrak pencapaian desa / kelurahan UCI sehingga bisa mencapai target pada tahun 2014 yaitu 100% atau 307 desa, namun capaian UCI Desa/Kelurahan di Kabupaten Ponorogo pada tahun 2014 masih belum mencapai target yaitu 80.5% atau 247 desa.
Berbagai upaya telah dilakukan diantaranya adalah sweeping, crossnotification serta supervisi supportif ke Puskesmas akan tetapi berbagai upaya tersebut harus didukung dengan validasi data, RCA (Rapid Convience Assesment) dan DQS (Data Quality Self Assesment) dimana hasil dari validasi, RCA dan DQS harus sesuai dengan kohort sehingga ada perbaikan untuk hasil pelaksanaan imunisasi yang betul-betul dilakukan dilapangan dengan data yang ada sehingga capaian imunisasi yang tinggi pada laporan disesuaikan dengan hasil assesment yang dapat menurunkan capaian imunisasi. Akan tetapi dengan demikian diharapkan tidak ada lagi PD3I (Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi) karena pelaksanaan dilapangan betul-betul hasil yang valid.
55 Gambar 4.7 Jumlah Desa UCI
Di Kabupaten Ponorogo Tahun 2011 – 2014
Capaian desa UCI dari Tahun 2011 meningkat cukup signifikan, hal ini dikarenakan pada Tahun 2011 sampai dengan Tahun 2012 untuk perhitungan UCI desa masih menggunakan agregat, dimana ada target untuk Akses (BCG, DPTHB-1, Polio 1) dan target untuk kelengkapan imunisasi (DPTHB-2,3 dan Polio 2,3,4 serta Campak) sehingga apabila ada satu antigen saja yang tidak mencapai target maka desa tidak bisa dikatakan UCI, berbeda dengan Tahun 2013 dan 2014 yang mulai menggunakan imunisasi dasar lengkap sebagai dasar sebagai perhitungan desa UCI meskipun harus dilakukan validasi dengan buku kohort. Sehingga untuk imunisasi dasar lengkap terjadi penurunan mulai Tahun 2012.
Kriteria Universal Child Immunization (UCI) adalah 80% dari jumlah bayi pada suatu desa terimunisasi dasar lengkap. Sedangkan yang dimaksud terimunisasi dasar lengkap adalah apabila bayi sudah terimunisasi BCG, DPTHB (1, 2, 3) , Polio (1, 2, 3, dan 4) serta Campak.
56 Gambar 4.8 Prosentase Bayi Imunisasi Dasar Lengkap
Di Kabupaten Ponorogo Tahun 2011 - 2014
4. Penanggulangan KLB (Kejadian Luar Biasa)
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah.
Kejadian Luar Biasa (KLB) yang terjadi di Kabupaten Ponorogo selama Tahun 2014 adalah KLB AFP yang terjadi di 2 desa dengan jumlah penderita 2 orang; KLB keracunan makanan terjadi di 7 desa dengan jumlah penderita sebanyak 93 orang; KLB DBD terjadi di 2 desa dengan jumlah penderita 3 orang meninggal 3 orang; KLB campak terjadi di 1 desa dengan jumlah penderita sebanyak 10 orang; KLB chikungunya yang terjadi di 11 desa dengan jumlah penderita 323 orang dan KLB Flusingapura terjadi di 1 desa dengan jumlah penderita sebanyak 7 orang. Dari semua desa yang terkena KLB, 100% ditangani kurang dari 24 jam.
57
BAB V
SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN
A. SARANA KESEHATAN
1. Sarana Pelayanan Kesehatan
Sarana kesehatan yang terdapat di Kabupaten Ponorogo pada Tahun 2014 terdiri dari 1 rumah sakit umum milik pemerintah dan 5 rumah sakit swasta, 19 puskesmas perawatan, 12 puskesmas non perawatan, 45 puskesmas keliling, 57 puskesmas pembantu, 4 rumah bersalin, 21 balai pengobatan/klinik, 4 praktek dokter bersama dan 134 praktek perorangan, 52 praktik pengobatan tradisional, 3057 poskesdes, 1.122 posyandu, 65 apotek, 23 toko obat, 1 gudang farmasi kabupaten, 3 industri kecil obat tradisional, 2 pedagang besar farmasi dan 1 penyalur alat kesehatan.
Tidak ada RS Jiwa, RS Bersalin, RS Khusus lainnya, industri farmasi, Industri Obat Tradisional dan industri alat kesehatan di Kabupaten Ponorogo.
2. UKBM ( Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat )
Jumlah Posyandu di Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 sebanyak 1.122 posyandu. Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 berjumlah 859.615 jiwa berarti satu Posyandu jumlah penduduk yang dilayani 1 : 766 orang, ratio ini tidak seimbang bila dibandingkan dengan standart ratio 1 : 750 orang.
Posyandu Purnama mencapai 70,14%, Posyandu Mandiri mencapai 2,32%, dan Posyandu Aktif mencapai 72,46%.
58 Gambar 5.1. Strata Posyandu
Di Kabupaten Ponorogo Tahun 2014
Jumlah Desa Siaga di Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 adalah 307 desa ( 100% ) dan dari desa siaga yang ada semuanya aktif. Angka ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan target SPM ( 60% ).
Gambar 5.2. Cakupan Program Promkes dan UKBM Di Kabupaten Ponorogo Tahun 2014
59
3. Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar
Puskesmas merupakan penanggungjawab penyelenggara upaya kesehatan untuk jenjang tingkat pertama yang mempunyai fungsi ;
a. Sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan; b. Sebagai pusat pemberdayaan masyarakat;
c. Sebagai pusat penyelenggaraan pelayanan kesehatan strata pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Dalam hal ini mencakup Pelayanan Kesehatan Perorangan dan Pelayanan Kesehatan
Masyarakat.
Dalam memberikan pelayanan kesehatan, agar bisa menjangkau seluruh wilayah kerjanya, puskesmas diperkuat dengan puskesmas pembantu, puskesmas keliling dan penempatan bidan desa serta pengembangan polindes menjadi ponkesdes dengan penambahan tenaga perawat. Jumlah puskesmas di Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 sebanyak
31 buah dan 19 diantaranya merupakan puskesmas perawatan. Dari 19 Puskesmas perawatan yang ada di Kabupaten Ponorogo, 8 diantaranya adalah Puskesmas mampu PONED (Pelayanan Obstetri
Neonatal Emergensi Dasar) yaitu Puskesmas Badegan, Sampung, Slahung, Bungkal, Babadan, Sambit, Sooko dan Pulung. Selama Tahun 2014 jumlah persalinan yang dilayani di wilayah Puskesmas PONED sebanyak 2.953 bulin dari 3.413 jumlah bumil yang ada.
Jumlah puskesmas pembantu sebanyak 57 buah. Sedangkan jumlah polindes ada 244 buah, 184 diantaranya diperluas fungsinya dengan menambahkan tenaga perawat dalam sarana ponkesdes.
60 Dengan demikian rasio puskesmas terhadap 100.000 penduduk adalah 3,61 dan rasio puskesmas pembantu terhadap puskesmas adalah 1,84. Ini berarti setiap 100.000 penduduk dilayani oleh 3,61 puskesmas dan setiap puskesmas mempunyai 1,84 puskesmas pembantu. Akan tetapi bila dibandingkan dengan konsep wilayah kerja puskesmas, dimana sasaran penduduk yang dilayani oleh puskesmas rata-rata 30.000 penduduk, maka jumlah puskesmas per 30.000 penduduk pada Tahun 2014 di Kabupaten Ponorogo rata-rata adalah 1,08 unit. Ini berarti bahwa puskesmas di Kabupaten Ponorogo sudah menjangkau penduduk di wilayah kerjanya.
Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, ada beberapa puskesmas yang ditingkatkan fungsinya dari hanya melayani rawat jalan menjadi puskesmas dengan perawatan inap, terutama puskesmas yang letaknya jauh dari rumah sakit, serta puskesmas di tepi jalan raya yang rawan kecelakaan. Seperti yang telah diungkapkan di atas bahwa puskesmas perawatan di Kabupaten Ponorogo pada Tahun 2014 yang sudah di SK-kan Bupati adalah 19 buah dan semuanya sudah memberikan pelayanan rawat inap dengan jumlah tempat tidur total sebanyak 183 tempat tidur.
Dalam rangka menunjang pelayanan rujukan oleh puskesmas, baru tersedia 6 (enam) ambulance yang dioperasionalkan di Puskesmas Jambon, Puskesmas Sukorejo, Sooko, Pulung, Ngrayun dan Kauman sedangkan puskesmas keliling yang dioperasionalkan di puskesmas sebanyak 45 buah, 22 diantaranya dalam keadaan baik dan 15 buah dalam kondisi rusak ringan dan 8 buah dalam kondisi rusak sedang-berat.
61
4. Sarana Pelayanan Kesehatan Rujukan
Di Kabupaten Ponorogo terdapat 6 rumah sakit. 1 (satu) adalah Rumah Sakit Pemerintah dan 5 (lima) adalah Rumah Sakit Swasta dengan jumlah tempat tidur total 833 buah. Ini berarti bahwa rasio rumah sakit terhadap 500.000 penduduk adalah 3,50, yang berarti bahwa tiap 500.000 penduduk dilayani oleh 3,50 rumah sakit. Sedangkan rasio tempat tidur terhadap penduduk adalah 94,69 per 100.000 penduduk.
Pemanfaatan Rumah Sakit di Kabupaten Ponorogo bisa diukur dengan beberapa indikator antara lain BOR, ALOS, TOI, GDR dan NDR. Rata-rata BOR rumah sakit di Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 sebesar 65% mengalami kenaikan dibanding Tahun 2013 yang hanya sebesar 64,4% dan tahun 2012 yang hanya sebesar 59%, di atas rata-rata BOR nasional yaitu 60-85%. Angka BOR tertinggi yaitu RSUD dr.Harjono sebesar 70% dan BOR terendah RS Griyo Waluyo sebesar 22,1%, sedangkan rata-rata LOS-nya adalah 3,6 hari.
B. TENAGA KESEHATAN 1. Jumlah Tenaga Medis
Jumlah tenaga medis di Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 terdiri dari tenaga Dokter Spesialis hanya terdapat di Rumah Sakit sebanyak 39 orang yang terdiri dari 33 orang berjenis kelamin laki-laki dan 6 orang berjenis kelamin perempuan. Tenaga Dokter Umum di Puskesmas ada 42 orang terdiri dari 19 orang laki-laki dan 23 orang perempuan. Sedangkan di Rumah Sakit ada 42 orang Dokter Umum yang terdiri dari 15 orang
laki-62 laki dan 27 orang perempuan. Dokter gigi di Puskesmas 17 orang yang semuanya berjenis kelamin perempuan. Di Rumah Sakit ada dokter gigi sejumlah 9 orang yang terdiri dari 2 orang berjenis kelamin laki-laki dan 7 orang berjenis kelamin perempuan. Di Sarana Pelayanan Kesehatan Lain terdapat 4 orang Dokter Umum yang semuanya berjenis kelamin perempuan dan 1 orang Dokter Gigi berjenis kelamin laki-laki. Sedangkan di Institusi Diknakes dan Dinas Kesehatan tidak ada Dokter Spesialis, Dokter Umum, maupun Dokter Gigi.
2. Jumlah Tenaga Keperawatan
Tenaga keperawatan terdiri dari bidan dan perawat. Tenaga bidan termasuk didalamnya lulusan dari Bidan, dan D3 Bidan. Tenaga perawat dengan pendidikan sarjana keperawatan, D3 perawat dan D1 perawat. Tenaga bidan di Puskesmas sebanyak 398 orang, di RS sebanyak 88 orang, di Sarana Pelayanan Kesehatan lain ada 1 tenaga bidan dan di Dinas Kesehatan sebanyak 2 orang sedangkan di Institusi Diknakes tidak ada tenaga bidan. Tenaga perawat paling banyak ada di Rumah Sakit yaitu 483 orang yang terdiri dari 196 orang berjenis kelamin laki-laki dan 287 orang berjenis kelamin perempuan. Sedangkan di Puskesmas ada 390 tenaga perawat yang terdiri dari 131 perawat laki-laki dan 259 perawat perempuan. Di Sarana Pelayanan Kesehatan Lain hanya ada 6 tenaga perawat laki-laki dan 15 orang tenaga perawat perempuan. Sedangkan di Institusi Diknakes dan di Dinas Kesehatan tidak ada tenaga perawat.
63
3. Jumlah Tenaga Kefarmasian
Tenaga kefarmasian terdiri dari Tenaga Teknis Kefarmasian dan Apoteker. Tenaga Teknis Kefarmasian terdiri dari analis farmasi, asisten apoteker dan sarnaja apoteker.
Di Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 untuk tenaga teknis kefarmasian yang ada di Puskesmas sebanyak 24 orang yang terdiri dari 5 orang tenaga teknis kefarmasian laki-laki dan 19 orang tenaga teknis kefarmasian perempuan. Tidak ada Tenaga apoteker di Puskesmas, Di Rumah Sakit ada 46 tenaga kefarmasian yang terdiri dari 7 orang tenaga teknis kefarmasian laki-laki dan 39 orang tenaga kefarmasian perempuan. Sedangkan jumlah apoteker di Rumah Sakit sejumlah 11 orang yang terdiri dari 2 orang apoteker laki-laki dan 9 orang apoteker berjenis kelamin perempuan. Di Sarana Pelayanan Kesehatan Lain ada 45 orang tenaga teknis kefarmasian yang terdiri dari 4 orang tenaga teknis kefarmasian laki-laki dan 41 orang tenaga kefarmasian perempuan. Sedangkan jumlah apoteker di Sarana Pelayanan Kesehatan Lain ada 17 tenaga apoteker yang terdiri dari 3 orang apoteker laki-laki dan 14 orang apoteker perempuan. Sedangkan di Institusi Diknakes tidak ada tenaga kefarmasian. Di Dinas Kesehatan ada 1 tenaga teknis yang berjenis kelamin laki-laki dan tidak ada tenaga apoteker.
4. Jumlah Tenaga Kesehatan Masyarakat Dan Kesehatan Lingkungan
Tenaga kesehatan masyarakat termasuk didalamnya tenaga promosi kesehatan dan ilmu perilaku, pembimbing kesehatan kerja, tenaga bioststistik dan kependudukan, tenaga kesehatan reproduksi dan keluarga,
64 tenaga administrasi dan kebijakan kesehatan serta epidemiolog kesehatan. Sedangkan yang termasuk dalam kesehatan lingkungan adalah sanitasi lingkungan, entomology kesehatan dan mikrobiolog kesehatan.
Di Kabupaten Ponorogo tahun 2014 di Puskesmas hanya ada 4 orang Tenaga Kesehatan Masyarakat yang terdiri dari 1 orang laki-laki dan 3 orang perempuan. Di Rumah Sakit ada 2 Tenaga Kesehatan Masyarakat yang terdiri dari 1 orang laki-laki dan 1 orang perempuan. Di Sarana Pelayanan Kesehatan Lainnya dan Institusi Diknakes tidak ada tenaga kesehatan masyarakat. Sedangkan di Dinas Kesehatan ada 1 orang tenaga kesehatan masyarakat berjenis kelamin perempuan. Untuk tenaga kesehatan lingkungan di Puskesmas ada 34 orang yang terdiri dari 11 orang laki-laki dan 23 perempuan. Di Rumah Sakit ada 6 orang tenaga kesehatan lingkungan yang terdiri dari 5 orang laki-laki dan 1 orang perempuan. Di Sarana Kesehatan Lain dan Institusi Diknakes tidak ada tenaga kesehatan lingkungan. Sedangkan di Dinas Kesehatan ada 1 orang tenaga kesehatan lingkungan berjenis kelamin perempuan.
5. Jumlah Tenaga Gizi
Tenaga Gizi termasuk didalamnya adalah Nutrisionis dan Dietisien. Jumlah tenaga gizi di puskesmas sejumlah 25 orang yang terdiri dari 8