• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian “Religiositas dalam Novel Api Tauhid Karya Habiburrahman El Shirazy” terdapat beberapa saran sebagai berikut:

1. Bagi pembaca sebaiknya memahami teori religiositas untuk diterapkan dalam ilmu sosiologi sastra.

2. Bagi peneliti selanjutnya sebaiknya memahami dan memilih obyek yang tepat untuk dikaji menggunakan pendekatan sosiologi sastra.

3. Bagi peminat sastra, kajian religiositas dapat dijadikan rujukan untuk penelitian yang berbasis keagamaan sehingga menunjukkan aspek religiositas.

74

DAFTAR PUSTAKA

Abrams, M.H. 1981. A Glossary of Literary Terms. New York: Holt, Rinehart, and Winston.

Adisusilo, Sutarjo. 2012.Pembelajaran Nilai Karakter Konstruktivisme dan VCT Sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif. Jakarta: Rajagrafindo Persada

Al Mawdudi, Abul A’la. 1990. Towards Understanding Islam. Kuala Lumpur: A.S. Noorden

Al-Quran Terjemahan. 2015.Departemen Agama RI. Bandung: CV Darus Sunnah.

Aminuddin. (2011).Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo

Ancok, Suroso. 2001. Psikologi Islami. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Angkowo, Kosasih. 2011. Optimalisasi Media Pembelajaran.Jakarta : PT. Grasindo.

Arif, Iman Setiadi. (2016). Psikologi Positif: Pendekatan saintifik menuju kebahagiaan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Assegaf, Abburrahman. Studi IslamKonteks Tual. EloborasiParadigma Baru Muslim, Kaffah. Yogyakarta: Gema Media, 2005.

Atmosuwito, Subiantoro. 1989. Perihal Sastra dan Religiusitas Dan Sastra. Bandung : Sinar Baru.

Cornett et al, 2006. Earnings Management, Corporate Governance, and True Financial Performance. http://papers.ssrn.com/.

Dahlan, Abdul Aziz, dkk (eds), Ensiklopedi Hukum Islam. Vol. 6. (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 1997), h. 2016.

Damono, Sapardi Djoko. 1984. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pembinaan dan Pengembangan Bahasa

Dewi, Shinta. 2011. Analisis Struktur dan Religiusitas dalam Novel Kubah Karya Ahmad Tohari. Skripsi. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Diponegoro Selatan.

Duradjat, Zakiah. 1976. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang Ghufron. (2010). Teori-teori Perkembangan. Bandung: Refika Aditama

Hakami, Syaikh Hafidz. 2001. 222Kunci Aqidah Lurus, Jakarta Selatan: Mustaqim

Hartoko dan Rahmanto. 1986. Pemandu di Dunia Sastra. Yogyakarta. Kanisius.

Jabir al-Jazairi, Syakh abu Bakar. 2014. Aqidatu Mu’min kupas tuntas aqidah seorang mu’min. Solo. Daar An-Naba

Jalaluddin Rakhmat. 2001. Psikologi Komunikasi Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

KBBI, 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).[Online] Available at: http://kbbi.web.id/pusat,[Diakses 2o Januari 2019].

Lubis, M. Ridwan. 2005. Cetak Biru Peran Agama. Jakarta: Puslitbang Kehidupan Beragama

Mahmud, Abd Halim. 1994. Fahm Usul Islam. Kairo. Dar taba’ah wa al-Nasr al-Islamiyah

__________________. 2004. Akhlak Mulia. Jakarta:Gema Insani

Mangunwijaya, Y.B. 1982. Sastra dan Religioitas. Jakarta: Sinar Harapan. Mansur. 2009. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar

Matta, Anis.2006.membentuk Karakter Cara Islam. Jakarta: Al-I’tishom

Mila, Nur. 2016. Religiositas dalam Novel Hujan Bulan Juni Karya Sapardi Djoko Damono dan Rancangan Pembelajarannya di Sekolah Menengah

Atas (SMA). Skripsi. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Lampung.

Nasution. 2013. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Nata, Abuddin. 2003. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Pt Rajagrafindo Persada Nurdin dkk. 1995. Moral dan Kognisi Islam. Bandung: CV Alfabeta

Nurgiyantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadja Mada , B. (2010). Penilaian Pembelajaran Bahasa. Yogyakarta: BPFE Permata, Ahmad Norman. 2000. Metodologi Studi Agama. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar

Ratnawati, V. Risti, dkk. 2002. Religiusitas dalam Sastra Jawa Modern. Jakarta: Pusat Bahasa.

Saryono. (2009). Pengantar Apresiasi Sastra. Malang: Universitas Negeri Malang.

Setiadi, Elly M. 2006. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Stanton, Robert. 1965. An Introduction To Fiction. Amerika: University Of Washington.

Sugihastuti. 2007. Teori Apresiasi Sastra. Jogjakarta: Pustaka Pelajar

Sugiyono. 2010. Memahami Penelitian Kualitatif. Yogyakarta. Duta Wacana University press.

Suharso, dan Ana Retnoningsih. 2009. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Semarang: CV. Widya.

Sukanto. 1994. Paket Moral Islam Menahan Nafsu dan Hawa. Solo: Maulana Offset

Sumardjo, Jakob dan Saini. 1997. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama

Supratno, Haris. 2016. Sosiologi Novel Religi Sastra Indonesia. Surabaya: UNESA UNIVERSITAS PRESS

Suriasumarti, Jujun S. 2001. Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Suroto, 1989. Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia untuk SMU. Jakarta: Erlangga.

Tarigan, Henry Guntur. 2011. “Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa”. Bandung : Angkasa.

Wachid B.S., Abdul. 2009. Analisis Struktural Semiotik Puisi Surealistis Religius D. Zawawi Imron. Yogyakarta: Cinta Buku.

Widiyanta, A (2005). Sikap Terhadap Lingkungan Dan Religiusitas. Psikologia • Volume I • No. 2 : 1-10

Wiyadi, 2014. “Membina Akidah dan Akhlak, Untuk Kelas 1V Madrasah Ibtidaiyah. Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.

WJS. Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Yolanda, Hani Putriani. 2015. Pola Perilaku Konsumsi Islami Mahasiswa Muslim Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Ditinjau Dari Aspek Religiusitas. Jurnal. Universitas Airlangga.

Yusuf Qardhawi. 2005. Merasakan Kehadiran Tuhan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset

Zuhrotun. 2018. Religiusitas Tokoh Sofia dalam Novel Jean Sofia Karya Leyla Hana: Kajian Sosiologi Sastra. Tesis. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Diponegoro Selatan.

L

A

M

P

I

R

A

N

Lampiran I

Korpus Data

1. Api Tauhid, 2013:1 :“Siang malam ia mematri diri, larut dalam

munajat dan taqarrub kepada ilahi”

2. Api Tauhid, 2013:17 : “Allah...Allah...!”

Muka Subki langsung cerah. Ia

membangunkan Ali yang tertidur sambil duduk

“Li..Ali...bangun, Li!”

Ali bangun tersentak kaget,”A..ada apa Sub?”

“Li, lihat itu, Fahmi mulai sadar. Lihat bibirnya bergetar mengucap dzikir.” Ali mengamati muka Fahmi dengan seksama.

“Allah...Allah...” lirih Fahmi

3. Api Tauhid, 2013:29 : “angin itu bertiup dari Gunung Lamongan.

Aku menghadap ke Gunung Lamongan. Kurasakan nikmatnya angin membelai wajahku. Kutarik nafas,

kuhirup dalam-dalam sambil bertasbih, Subhanallah wa

bihamdi, kutahan dalam dada, kunikmati

kesegarannya, lalu kuhembuskan sambil bertasbih,

No ASPEK KUTIPAN

1. Aspek Iman

a. Iman kepada Allah b. Iman kepada Kitab Allah c. Iman kepada Rasulullah

14 kutipan 6 kutipan 6 kutipan

2. Aspek Islam 7 kutipan

3. Aspek Ahlak

a. Akhlak kepada Allah SWT b. Akhlak kepada diri sendiri c. Akhlak kepada sesama

3 kutipan 3 kutipan 3 kutipan

subhanallahil azhim. Kuulangi berulang- ulang kali”

4. Api Tauhid, 2013:44 : “Ada dua gelas teh tubruk yang sudah

berkurang isinya. Yang satu masih utuh. Itu bagianku. Aku seruput kehangatannya. Baunya khas. Harum. Rasanya sepet, seger, dan manis. Subhanallah. Ini juga suasana surga. Suasana yang juga sering aku kangeni saat aku berada di Madinah.”

5. Api Tauhid, 2013:68 : “Lalu aku putuskan bahwa aku hanya akan

mengaduka kesedihanku itu kepada Allah.”

6. Api Tauhid, 2013:107 : Fahmi banyak membaca Istigfar. Ia

melawan kelebatan-kelebatan pikiran yang ia tak inginkan.”

7. Api Tauhid, 2013:112 : “Selesai shalat dan dzikir, Fahmi

mendapati makanan dan segelas teh

hangat di meja kamarnya. Harga dirinya sempat mencegah untuk menjamah makanan itu. Tetapi rasa lapar dan akal

sehatnyaberkata lain. Makanan di piring itu jika tidak dimakan mubadzir, dan itu juga menyia-nyiakan kebaikan orang lain. Akhirnya Fahmi mengicipi Lahmacun itu.”

8. Api Tauhid, 2013:430 : “ Pertama, aku sangat berterima kasih atas

perhatianmu.”

“Tak perlu berterima kasih untuk sebuah kewajiban Seorang Muslim wajib menolong saudaranya. Ah, itu hal kecil yang tiak ada artinya.”

“Bagiku sangat berarti”. “Segala puji milik allah”.

9. Api Tauhid, 2013:431 : Tiba-tiba, Fahmi mengingat sepenggal bait

syair Maulana Jalaluddin Ar Rumi tentang cinta kepada Allah.

10. Api Tauhid, 2013:521 : “bibir Fahmi tiada henti mendesiskan tasbih, tahmid, dan takbir, menyaksikan panorama keindahan alam sepanjang jalan menuju puncak Uludag”.

11. Api Tauhid, 2013:531 : “Usai shalat, Fahmi banyak berdzikir. Ia

membaca

“Laa ilaaha illa Anta subhanaka innii kuntu minazhzaalimin.”

12. Api Tauhid, 2013:532 : “Fahmi terus berdzikir. Ia tetap tidak mau

menyerah. Ia mengerahkan seluruh sisa tenaga dan kemampuannya untuk bertahan hidup. Fahmi mencoba mengerahkan tenaga dalam murninya untuk menghangatkan tubuhnya. Ia berjuang mati-matian. Kalaupun mati, ia ingin itu adalah kematian yang terhormat. Kematian dan ikhtiar dan berbaik sangka hanya kepada Allah.”

13. Api Tauhid, 2013:533 : “Sudahlah, jagalah ucapanmu Aysel. Lebih

baik berdzikir kepada Allah daripada berkata yang sia-sia,”

14. Api Tauhid, 2013:536 : “Suara anjing menyalak semakin dekat.

Fahmi membaca doa yang ditulis Imam Nawawi.

“... Bika Allahumma a’udzu min syarri nafsi wa min syarri ghairi wa min syarri ma khalaqa Rabbi wa dzara’a wa bara’a, wa bika Allahumma ahtarizu minhum ...”. “Fahmi memasrahkan hidupnya, sepenuhnya kepada Allah subhana wata’ala.

15. Api Tauhid, 2013:537 : “ Fahmi terus berdzikir. Kepada Allah,

Fahmi berdoa dalam hati sampai

menangis, “Ya Allah, aku menghafal kitab sucimu semata-mata demi meraih ridha-Mu. Jangan kau izinkan daging dan darah yang digunakan untuk menghafal kitab suci-Mu

ini dimakan anjing, ya Allah. aku mohon demi kehormatan kitab suci-Mu, ya Allah.”

16. Api Tauhid, 2013:1 : “Ia duduk bersila menghadap kiblat.

Matanya terpejam sementara mulutnya terus menggumamkan ayat-ayat suci Al-Quran. Ia hanya menghentikan bacaannya jika adzan dan iqamat dikumandangkan. Juga ketika shalat didirikan.”

17. Api Tauhid, 2013:57 : “Selesai berdoa, aku melangkah hendak

keluar kamar. Nuzula juga berdiri. Kami berdiri berhadapan. Sesaat aku pandangi dia. Kali itu dia menatapku sesaat lalu

menunduk. Hatiku berdesir hebat. Selama ini aku selalu menjaga pandangan, berusaha mati-matian tidak memandang perempuan kecuali ibu dan saudari kandungku.”

18. Api Tauhid, 2013:68 : “Kenapa bapak mertuaku yang dipandang

sebagai ulama mudah sekali meminta cerai? Bukankah di dalam Al-Quran saja jika ada masalah di antara suami istri harus

didamaikan dulu.? Cerai adalah jalan paling akhir.”

19. Api Tauhid, 2013:68 : “Tapi aku tidak mau dibelenggu rasa benci.

Tapi harus bagaimana? Apa yang harus aku lakukan,? Akkhkirnya aku teringat kisah Nabi Ya’Qub ketika dia berada dalam puncak kesedihannya melihat pakaian Yusuf yang berlumuran darah palsu. Nabi Ya’Qub berkata,”...maka hanya bersabar itulah yang terbaik (bagiku).”

20. Api Tauhid, 2013:113 : “Fahmi kembali ke kamarnya. Senyum

Aysel masih membayang, ia khawatir itu akan mengganggu hafalan Al-Qurannya. Ia mencoba mengingat surah Az-zumar.”

21. Api Tauhid, 2013:530 : “ssst ... jangan putus asa! Jangan putus asa!

22. Api Tauhid, 2013:19 : “Bukankah dalam sebuah hadis, baginda Nabi Muhammad Saw, pernah

mendorong umatnya, kalau bisa memilih tempat untuk mati maka kita diminta memilih mati di Madinah ini?”

“Memang ada hadis seperti itu?”. “Ada Sub.”

23. Api Tauhid, 2013:33 : “ya pasti kepikiranlah Pak Lurah. Itu kan

sunnah Nabi. Hanya belum ketemu jodoh. Bawa istri boleh saja. Masalahnya, apa ada gadis yang mau diajak hidup prihatin di luar negeri?”

24 Api Tauhid, 2013:57 : “boleh aku membaca doa untukmu, untuk

kita?”

“Nuzula mengangguk. Lalu telapak tangan kananku memegang ubun-ubun

kepalanya dengan bergetar. Lalu aku berdoa, “Allahumma inni as’aluka min khairika wa khairi ma jabaltaha wa a’udzubika min syarriha wa syarri ma jabaltaha.”

25. Api Tauhid, 2013:112 : “Ia bersyukur kepada Allah yang Maha

memberi rezeki. Tiba-tiba ia seperti ditegur oleh nuraninya, ia teringat sabda Baginda Nabi, “tidak berterimakasih kepada Allah orang yang tidak bisa berterima kasih kepada sesama.” Apakah sedemikian kaku dan keras hatinya sampai ia tidak

berterimakasih kepada gadis itu.

26. Api Tauhid, 2013:550 : “Tolong!” pinta Aysel. Hamza lalu

keluar dari ruangan itu, diikuti yang lain. Kini tinggal Fahmi dan Aysel di dalam kamar itu.”

“seperti ini namanya khalwat. Kita berdua- duaan. Ini dilarang oleh Rasulullah Saw., sebab yang ketiga adalah setan,” kata Fahmi dengan tenang begitu pintu kamarnya

tertutup dan dia hanya berdua dengan Aysel”.

27. Api Tauhid, 2013:97 : “Fahmi menyeka air matanya, ia

membayangkan, oh, alangkah bahagianya kalau saat penduduk Mdinah beramai-ramai menyambut baginda Nabi itu ia ikut

berdesakan menyabut, ia pasti akan nekat berlari memeluk Baginda Nabi dengan penuh cinta, ia akan bersimpuh di kaki Baginda Nabi danmenciuminya dengan penuh cinta dan rindu.”

27 Api Tauhid, 2013:39 : “Nur Jannah. Ibu sudah mantap, dan ikhlas

kalau punya mantu dia.” “Fahmi istikharah dulu ya, bu.”

“Istikharah kan kalau pilihannya lebih dari satu. Apa mas Fahmi ada pandangan yang lain juga?”

“Salah satu istikharah dipahami seperti itu. Bahkan misalnya kita mau beli

sebidang tanah, agar berkah, beli apa tidak tanah itu, kita boleh istikharah.”

28. Api Tauhid, 2013:56 : “Pak Kyai Arselan mengingatkan bahwa

diriku dengan Nuzula belum bisa bergaul layaknya suami istri. Aku mengangguk, lalu aku mohon izin kepada Kyai Arselan

agar diperkenankan mengucapkan doa barakah untuk istriku dan salat dua rakaat.”

29. Api Tauhid, 2013:276 : “Fahmi turun dari tempat tidurnya

mengambil wudhu. Ia lalu tenggelam dalam shalat malam. Dalam rukuk dan sujudnya ia meminta kebaikan dunia

akhirat untuk dirinya dan untuk seluruh umat Nabi Muhammad.”

30. Api Tauhid, 2013:281 : “Fahmi menyempatkan shalat Tahiyatul

Majid di dalam Masjid Mevlid i-Halil, diikuti yang lain.”

“Tidak tahu.”

“aku tidak mau meninggalkan shalat.

‘ “Aysel lalu teriak-teriak memanggil-manggil

Carlos. Si Gundul turun.Aysel berbicara pada si Gundul dengan bahasa Turki dan bertanya sudah jam berapa.”

“Gundul menjawab sudah jam 10 malam.” “Sudah jam 10 malam,”

“Ayo, shalat! Jangan pernah meninggalkan shalat dalam kondisi apapun.”

32. Api Tauhid, 2013:547 : “ tidak. Saya tidak akan memotong kaki

saya. Kaki yang selama ini menemani saya ke masjid, berdiri di tengah malam, rukuk, dan sujud, tidak akan saya buang. “

33. Api Tauhid, 2013:559 : “ Sesaat setelah Magrib Fahmi bangun. Ia

langsung menanyakan jam berapa? Hamza menjawan sudah Magrib. Fahmi beristigfar ia belum shalat Zhuhur, Azhar, dan Magrib. Ia lalu tayammum dan shalat di pembaringannya. Selesai shalat, Fahmi membaca doa-doa sore hari yang biasa dibaca oleh Rasulullah Saw.”

34. Api Tauhid, 2013:101 : “Fahmi seperti menyaksikan langsung

bagaimana Sultan Muhammad Al Fatih

sujud syukur. Seketika itu juga Fahmi menghadap kiblat dan sujud syukur. Ia bersyukur kepada Allah yang telah memberikan ia karuniabisa sampai di bumi Sultan Hamid Al Fatih, ia bersyukur mengetahui sejarah emas kemenangan pasukan Islam menaklukkan Konstantinopel. Ia bersyukur Allah memberinya

kenikmatan yang lebih mahal dari dunia seisinya yaitu iman dan islam.”

35. Api Tauhid, 2013:219 : “Fahmi menjelaskan, ia tidak mau menjadi

pihak yang menjatuhkan talak. Ia tidak mau sekali pun pernah melakukan perbuatan

yang tidak disukai Allah meskipun itu halal, yaitu mengucapkan talak kepada istri.”

36. Api Tauhid, 2013:530 : “Ayolah dimakan, sebelum mereka

berubah pikiran. Bisa jadi besok kau tidak diberi makan lagi. Sekecil apapun

kesempatan untuk mempertahankan

hidup, gunakanlah sebaik-baiknya.”

37. Api Tauhid, 2013:65 : “Sempat terbesit dalam dalam pikiranku,

alangkah bodohnya diriku setiap hari menambah rasa cinta kepada perempuan yang jauh di sana, yang mungkin dia sama sekali tidak mencintai diriku. Tapi pikiran itu aku tepis, aku tidak peduli apakahdia di sana mencintaiku atau tidak, tapi kewajibanku sebagai suami adalah memuliakan istri. Sebagai suami yang meskipun berada di tempat yang jauh, beribu mil jaraknya, aku tetap memuliakan

istriku dengan terus mencintainya lahir dan batin.”

38. Api Tauhid, 2013:67 : “Tiba-tiba aku ingin membenci Bapak dan

Ibu mertuaku, juga Nuzula. Tapi aku

melawannya. Terjadi pergulatan hebat dalam diriku.”

39. Api Tauhid, 2013:105 : “Maaf, saya juga tamu. Kalau boleh, saya

minta, sebaiknya Anda tetap duduk di sofa ini sampai yang punya vila ini datang, nanti segala keperluan Anda bisa langsung Anda tanyakan kepadanya. Saya akan

buatkan teh panas untuk Anda.”

40. Api Tauhid, 2013:59 : “aku sangat berharap Nuzula bisa

mengantar kepergianku ke

Madinah untuk kembali melanjutkan kuliah, lewat SMS dia minta

maaf sebab tidak bisa mengantar sebab ada ujian di kampusnya. Aku memakluminya.”

41. Api Tauhid, 2013:408 : “Fahmi menuju dapur, ia menggodok (merebus) air panas dan membuat teh. Fahmi melihat ada beberapa butie telur di kulkas kecil. Ia ambil dan ia godok. Fahmi lalu beranjak melihat tasnya, ia ambil obat menceret yang ia bawa dari Madinah dan jamu masuk angin yang ia bawa dari Indonesia. Aysel masih meringis keluar masuk kamar mandi.”

42. Api Tauhid, 2013:297 : “Fahmi adalah orang yang mudah

tersentuh. Seketika itu ia

melepas jam tangannya. Fahmi menjawab dengan bahasa Arab”Allah bersamamu, jangan takut dan sedih, ini barang paling berharga yang ada padaku, ambillah, silakan!”

Lampiran II :

Biografi Penulis

H. Habiburrahman El Shirazy, Lc. Pg.D., lahir di Semarang, Jawa Tengah, 30 September 1976; umur 43 tahun, adalah novelis Indonesia. Selain novelis, sarjana Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir ini juga dikenal sebagai sutradara, dai, penyair, sastrawan, pimpinan pesantren, dan penceramah. Karya-karyanya banyak diminati tak hanya di Indonesia, tetapi juga di mancanegara seperti Malaysia, Singapura, Brunei, Hongkong, Taiwan, Australia, dan komunitas Muslim di Amerika Serikat. Karya-karya fiksinya dinilai dapat membangun jiwa dan menumbuhkan semangat prestasi pembaca. Di antara karya-karyanya yang telah beredar di pasaran adalah Ayat-Ayat Cinta (Telah dibuat versi filmnya, 2004), Di Atas Sajadah Cinta (Telah disinetronkan Trans TV, 2004), Ketika Cinta Berbuah Surga (2005), Pudarnya Pesona Cleopatra (2005), Ketika Cinta Bertasbih (2007), Ketika Cinta Bertasbih 2 (Desember2007), Dalam Mihrab Cinta (2007), Bumi Cinta (2010), dan The Romace. Kini sedang merampungkan Langit Makkah Berwarna Merah, Bidadari Bermata Bening, Bulan Madu di Yerussalem, Bumi Cinta, Api Tauhid, dan Ayat-Ayat Cinta 2 yang sedang dimuat bersambung di Harian Republika.

Lampiran III

Sinopsis

Api Tauhid

Habiburrahman El Shirazy

Novel ini berjudul Api Tauhid. Karya dari seorang novelis ternama Habiburrahman El Shirazy. Novel ini diterbitkan oleh Pt Republika dengan ketebalan buku 587 halaman. Novel ini dicetak pada tahun 2016.

Diceritakan seorang pemuda asal Lumajang, Jawa Timur yang tengah menimba ilmu dalam studi strata 2 di sebuah universitas di Mesir – Universitas Islam Madinah – bernama Fahmi. Bersama sahabatnya dari Indonesia yaitu Ali dan Subki serta satu sahabat dekat dari Turki yaitu Hamza, Fahmi melewatkan hari-harinya untuk belajar.

Pengisahan dimulai ketika Fahmi dengan khusunya melakukan itikaf di Masjid Nabawi Madinah. Kekhusuan itu semata untuk menghilangkan dan melupakan semua beban hidup yang menimpa dirinya. Kusutnya benang rumah tangga yang ia jalani secara siri untuk menjaga hubungan dengan seorang gadis Indonesia – Nuzula – yang merupakan puteri dari Kiai Arselan – gurunya di Indonesia, harus berujung gugat cerai. Tanpa Ia pahami dan ketahui sebabnya kabar dari Kiai yang meminta Fahmi untuk menjatuhkan talak, padahal pernikahan itu melalui proses yang rumit dan dihadapi kebimbangan batin setelah menolak lamaran yang lain. Permasalahan tersebut tak sedikitpun ia curhatkan

pada teman-temannya, ia pendam sendiri dan memilih melampiaskannya dengan tekad menghatamkan hapalan Al-Qurannya dalam itikap tersebut sebanyak 40 kali. Hal itu menyebabkan Fahmi harus masuk rumah sakit karena pingsan kelelahan pada hari ke-12.

Melihat keadaan Fahmi, sahabatnya Hamzah mengajaknya untuk berlibur ke Turki dengan harapan agar Fahmi bisa melupakan masalahnya dan kembali ceria, ia pun menyetujuinya. Mereka berangkat bertiga bersama Subki, sedangkan Ali tidak ikut.

Perjalanan pun dimulai. Tiba di Turki ereka langsung menempati Vila milik seorang perempuan yang bernama Aysel yang tidak lain adalah saudara sesusunya Hamzah. Di Turki mereka (Fahmi, Hamzah, Subki, ditambah Bilal, Aysel, dan Emel) melakukan perjalanan wisata religi ke berbagai tempat bersejarah sambil belajar dan mengenang sejarah Badiuzzaman Said Nursi sebagai ulama besar dengan kisah perjuangannya menegakan Islam di tanah Turki.

Said Nursi menjadi tokoh utama yang diceritakan dalam penceritaan oleh tokoh Hamzah. Said Nursi kecil hidup di tengah keluarga yang sangat lekat dengan agama dan didikan yang baik padanya dan saudara kandungnya. Said sangat cerdas, pada usianya yang masih kecil ia bisa menghapal ilmu yang diberikan dari orang tua dan kakaknya dalam satu kali dengar. Pada usia 15 tahun, Said remaja telah menghapal dan paham isi puluhan kitab rujukan utama. Tidak hanya itu, kecerdasannya terbukti dengan menghafal Al-Quran dalam waktu dua

hari saja. Karena kekaguman pada sosoknya, sang guru Muhammed Emin Effendi memberinya julukan ‘Badiuzzaman’ yang berarti keajaiban zaman. Keistimewaannya itu membuat iri teman-temannya yang lebih tua yang membuat ia dimusuhi. Namun, Said Nursi pantang menyerah. Ia berpindah-pindah Madrasah yang siap menampung dan memberikan ilmu lebih padanya, ia seperti sangat haus akan ilmu. Tidak sedikit ulama yang tidak percaya hingga ia diuji dengan berbagai pertanyaan menguji namun semua itu bisa dijawab dan setiap yang ragu akan kecerdasan dan ilmunya akhirnya mengakui. Ulama-ulama besar pun merasa tersaingi karena umat mereka berpaling mengidolakan sosok Said Nursi.

Orang-orang yang tak suka dengan keberadaannya karena merasa tersaingi membuat makar untuk mengalahkan dan mengusir Said Nursi. Bakan ada yang sampai mengatakannya tidak waras sampai harus dibawa ke rumah sakit jiwa dan dibuktikan dengan pemeriksaan dokter. Namun, semua itu tidak terbukti, sebaliknya dokter tersebut takjub akan kemampuannya. Banyak yang tak setuju dengan kebijakan Said Nursi dalam pendidikan. Tak kurang akal, pejabat pemerintah pun diam-diam berusaha menyingkirkannya, baik dengan cara mengusirnya ke daerah terpencil, maupun memenjarakannya. Ia pun harus

Dokumen terkait