• Tidak ada hasil yang ditemukan

RELIGIOSITAS DALAM NOVEL API TAUHID KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RELIGIOSITAS DALAM NOVEL API TAUHID KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

RELIGIOSITAS DALAM NOVEL API TAUHID KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar

OLEH Umianti 105331117416

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA 2020

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

ABSTRAK

Umianti (105331117416). “Religiositas dalam Novel Api Tauhid Karya Habiburrahman El Shirazy”. Skripsi, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Makassar, Sulawesi Selatan, 2020. Dibimbing oleh Hambali dan Andi Syamsul Alam.

Penelitian ini menggunakan aspek religiositas dengan pendekatan Sosiologi Sastra. Hal ini melatarbelakangi peneliti untuk melakukan penelitian. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan (1) aspek iman dalam novel Api Tauhid karya Habiburrahman El Shirazy, (2) aspek Islam dalam Novel Api Tauhid, dan (3) aspek akhlak dalam Novel Api Tauhid. Jenis penelitian yang digunakan yaitu jenis penelitian kualitatif. Pendekatan yang digunakan merupakan pendekatan sosiologi sastra. Sedangkan data berupa kalimat, paragraf, ataupun dialog yang menunjukkan aspek religiositas. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pustaka serta dokumen, sedangkan teknik analisis data menggunakan teknik deskriptif analisis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Aspek Iman merupakan kepercayaan seseorang diucapkan baik dengan lisan maupun tulisan, kemudian ditasdidkan dalam hati, dan diamalkan dalam perbuatan, (2) Aspek Islam mengandung makna yang luas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek Islam dalam arti konsep merupakan agama yang bersifat ketuhanan, yang yang diturunkan oleh Allah kepada nabi Muhammad Saw, (3) Aspek akhlak dipengaruhi oleh berbagai sikap karakter dalam tokoh novel.

(8)

ii

MOTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

Menyia-nyiakan waktu lebih buruk dari kematian. Karena kematian memisahkanmu dari dunia, sementara menyia-nyiakan waktu memisahkanmu dari Allah.

(Imam bin Qayim)

Persembahan

Ketika dunia menutup pintu untuk saya, berdasarkan nama Ar-Rahim, Allah menciptakan cerminanNya berupa orang tua yang juga dengan kasih

sayangnya sama-sama berjuang bersamaku meraih pencapaian ini.

Kupersembahkan skripsi ini kepadanya yang sebagian besar tenaganya terwujud di sini.

(9)

iii

KATA PENGANTAR

Bismillah

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Religiositas dalam Novel Api Tauhid Karya Habiburrahman El Shirazy.” Skripsi ini disusun untuk memenuhi syaratan memperoleh gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar, Sulawesi Selatan.

Salah satu dari sekian banyak pertolongan-Nya yang diberikan kepada penulis yaitu uluran tangan, bantuan, pertolongan serta dukungan dari berbagai pihak. Karena itu merupakan suatu kewajiban penulis untuk menghatarkan dan mengucapkan terima kasih kepada Drs. H. Hambali, S.Pd.,M.Hum. Pembimbing I dan Andi Syamsul Alam, S.Pd., M.Pd. pembimbing II. Tidak lupa penulis juga menyampaikan terima kasih yang telah memberikan bantuan baik langsung maupun tidak langsung, baik selama penulis menempuh pendidikan ataupun dalam proses penyelesaian. Kepada Kedua orang tua Ayahanda Majid dan Ibunda Kasmia yang tulus ikhlas membesarkan dan memberikan kasih sayangnya disertai doa demi kesuksesan penulis demi meraih cita-cita dan saudara-saudaraku yang selalu saya banggakan yang telah memberikan jasa dan cinta yang tak ternilai harganya.

Tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih yang tulus ikhlas kepada: Prof. Dr. H. Ambo Asse., M. Ag. Rektor Universitas Muhammadiyah

(10)

iv

Makassar. Erwin Akib, M.Pd, Ph.D. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. Dr. Munirah, M.Pd. Ketua Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Makassar. Dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah membimbing dalam perkuliahan sebagai bekal ilmu. Dan semua pihak yang telah membantu dan mendukung penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna. Tiada kata yang pantas untuk penulis sampaikan selain mohon maaf atas segala kesalahan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaan skripsi ini. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Makassar, September 2020

Umianti

(11)

v DAFTAR ISI

SAMPUL ... i

LEMBAE PENGESAHAN ... ii

PERSETUJIAN PEMBIMBING ... iii

KAETU KONTROL I ... iv

KARTU KONTROL II ... v

SURAT PERNYATAAN ... vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vii

ABSTRAK ... viii KATA PENGANTAR ... ix DAFTAR ISI ... xi BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 6 C. Tujuan Penelitian ... 6 D. Manfaat Peneltian ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8

A. Kajian Pustaka... 8

1. Hasil Penelitian yang Relevan ... 8

2. Hakikat Sastra dan Karya Sastra... 9

3. Pengertian Novel ... 12

a. Unsur Intrsinsik ... 13

(12)

vi

4. Pengertian Religiositas... 16

5. Religiositas dalam Sastra... 20

6. Aspek-Aspek dalam Religiositas... 22

a) Iman... 22

b) Islam... 29

c) Akhlak... 31

7. Sosiologi Sastra... 35

B. Kerangka Pikir ... 38

BAB III METODE PENELITIAN ... 40

A. Rancangan Penelitian ... 40

B. Data dan Sumber Data ... 41

C. Fokus Penelitian ... 41

D. Teknik Pengumpulan Data ... 41

E. Teknik Analisis Data ... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 43

A. Hasil Penelitian ... 43 B. Pembahasan ... 64 BAB V KESIMPULAN... 71 A. Kesimpulan ... 71 B. Saran ... 73 DAFTAR PUSTAKA ... 74 Lampiran Riwayat Hidup

(13)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada hakekatnya manusia tidak terlepas dari yang namnya sastra. Sastra merupakan hasil karya manusia yang mengungkapkan suatu pengalaman dengan berbagai bahasa yang mengesankan atau dengan kata lain yaitu seni. Karya sastra juga memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan karena dengan membaca karya sastra, pengetahuan yang dimiliki seseorang akan menambah wawasan dalam suatu karya sastra yang mencangkup dalam kehidup serta berguna dari berbagai kalangan masyarakat.

Menurut pendapat Sugihastuti (2007: 81-82) karya sastra adalah media yang digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan gagasan-gagasan dan pengalamannya. Sebagai media, peran karya sastra sebagai media untuk menghubungkan pikiran-pikiran pengarang untuk disampaikan kepada pembaca. Selain itu, karya sastra juga dapat merefleksikan pandangan pengarang terhadap berbagai masalah yang diamati di lingkungannya. Realitas sosial yang dihadirkan melalui teks kepada pembaca merupakan gambaran tentang berbagai fenomena sosial yang pernah terjadi di masyarakat dan dihadirkan kembali oleh pengarang dalam bentuk dan cara yang berbeda. Selain itu, karya sastra dapat menghibur, menambah pengetahuan dan memperkaya wawasan pembacanya dengan cara yang unik, yaitu menuliskannya dalam bentuk naratif. Sehingga pesan disampaikan kepada pembaca tanpa berkesan mengguruinya.

(14)

Jenis-jenis karya sastra salah satunya adalah novel. Novel merupakan karya imajinatif yang mengisahkan sisi utuh atas sistematika kehidupan seseorang atau beberapa orang tokoh (Tarigan, 2011:60). Novel adalah salah satu karya sastra yang bebas untuk diungkapkan segala aspek kehidupan antarmanusia yang menceritakan serta menggambarkan berbagai aturan dan norma-norma kehidupan dalam interaksinya dalam lingkungan, hingga dalam sebuah novel memiliki nilai-nilai kehidupan yang bisa menggugah hati serta pikiran seorang pembacanya melalui novel, pengarang dapat menyisipkan nilai-nilai yang positif.

Dalam sebuah novel terdapat beberapa nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, nilai-nilai tersebut adalah strategi pengarang untuk menyampaikan pesan-pesan kepada pembacanya. Dalam sebuah novel dan karya fiksi, kita tidak hanya menemukan satu nilai saja, tetapi berbagai macam nilai yang telah disampaikan oleh pengarangnya. Adapun nilai-nilai tersebut, seperti nilai sosial, nilai moral, nilai estetika, nilai pendidikan, nilai politik, nilai budaya, dan nilai religius yang biasa juga disebut religiositas.

Novel-novel religi sastra Indonesia tahun 2000-an yang banyak mengontruksikan ajaran Islam tersebut juga menunjukkan adanya kepedulian para pengarang sastra Indonesia terhadap berbagai problematik kehidupan masyarakat Indonesia. Sastra senantiasa mengungkapkan kehidupan yang luas, mendalam dan juga kehidupan manusia yang penuh tantangan serta perjuangan. Sastra juga berisikan cerita kemanusiaan, isyarat keimanan, cinta kasih, kejujuran dan realita.

pembahasan karya sastra islami dalam sebuah novel dapat kita temui religiositas yang bisa menguatkan dan meningkatkan keimanan kita kepada

(15)

Tuhan dengan harapan pesan dalam novel tersebut bisa kita jadikan pembelajaran dan motivasi serta memberikan pengetahuan dan wawasan, serta pencerahan ke arah hidup yang lebih baik serta taat kepada Tuhan.

Sebagian orang berpendapat bahwa novel islami hanya buku agama yang berisi norma agama sebagai dakwah tanpa mengindahkan segi keestetikaannya. Novel Api Tauhid karya Habiburrahman El Shirazy menepis anggapan tersebut jika ada karena novel Api Tauhid karya Habiburrahman El Shirazy ini merupakan sebuah novel islami sekaligus novel pembangun jiwa yang di dalamnya memiliki nilai religiositas tanpa meninggalkan segi keestetikaannya. Novel roman dan sejarah yang mengisahkan seorang pemuda yang diajak oleh temannya yang berasal dari Turki untuk menghibur tokoh utama yang baru saja menikah dan mengalami masalah dalam rumah tangganya. Dari situlah mereka mulai belajar mengenai sejarah islam di Turki yang menonjolkan tokoh Islam dari turki yaitu Badiuzzaman Said Nursi yang dahulu memperjuangkan islam di Turki. Sejarah Islam di Turki yang menonjolkan kisah seorang tokoh pejuang islam dari Turki yaitu Badiuzzaman Said Nursi. Kisah antara roman dan sejarah yang tergambarkan oleh setiap tokohnya membuat daya tarik tersendiri untuk pembaca yang menunjukan keromantisan cinta dan sejarah. Novel ini berisi cinta yang dibarengi dengan taat terhadap Tuhan dan juga memuat informasi sejarah islam.

Tema inti dari novel ini yakni bertemakan sejarah yang kisah cinta dari novel tersebut tidak terlalu ditonjolkan. Bisa dilihat dari judul novel Api Tauhid (sebuah novel pembangun keimanan) dari sebuah sejarah. Maka tema novel

(16)

tersebut bukan hanya bertemakan cinta antarmanusia melainkan juga cinta manusia terhadap Tuhan dan Rasul-Nya.

Novel Api Tauhid karya Habiburrahman El Shirazy ini di dalamnya mengandung banyak sekali religiositas yang dicerminkan oleh para tokohnya.

Dalam novel Api Tauhid ini menggambarkan terutama tentang kehidupan

tokoh utama yang sangat religius yaitu tokoh Fahmi, ia selalu taat terhadap peraturan agama, cerdas, iman yang teguh, mengetahui aturan yang mahrom serta yang tidak mahrom, serta sangat mencintai keluarganya.

Keunikan novel ini yaitu kemampuan Habiburrahman El Shirazy selaku pengarangnya ia mampu meramu praktik kesalehan sosial dengan berbagai inspirasi hinggaa menjadi layaknya kisah nyata. Novel ini terhubung dengan nilai religius yang dapat dijadikan pembelajaran kepada pemuda-pemuda muslim dalam beribadah dan bersosialisasi. Mangunwijaya (dalam Nurgiyantoro, 2007: 327) religiositas bersifat mengatasi lebih dalam dan lebih luas dari agama yang tampak, formal ajaran-ajaran dan pertautan-pertautan. Religiositas disebut sebagai inti kualitas hidup manusia karena ia adalah dimensi yang berada di dalam lubuk hati sebagai riak getaran nurani pribadi dan menepas intimitas jiwa (Mangunwijaya 1982:11).

Penelitian ini, menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Analisis sosiologi sastra memberikan perhatian yang besar terhadap fungsi sastra. Tujuan sosiologi sastra adalah meningkatkan pemahaman terhadap sastra dalam kaitannya masyarakat. Melalui kajian sosiologi sastra, peneliti dapat meneliti aspek iman, Islam, Akhlak, dan muamalah yang ada dalam kehidupan bermasyarakat dan

(17)

tercermin dari dialog tokoh-tokoh dalam novel Api Tauhid karya Habiburrahman El-Shirazi. Di dalam karya sastra juga diungkapkan nilai-nilai yang baik dan bermanfaat. Penulis bukan hanya menulis karya sastra sebagai karya yang dinikmati semata, namun penulis juga menyisipkan pesan terhadap pembaca salah satunya mengenai nilai moral yang berwujud nilai-nilai religius.

Religiositas dapat diketahui dari seberapa jauh pengetahuan, keyakinan, pelaksanaan, dan penghayatan atas agama islam. Religiositas diartikan lebih luas daripada agama. Religiositas merupakan suatu keyakinan yang berkaitan dengan emosi dan kepercayaan diwujudkan ke dalam berbagai macam tindakan yang mencerminkan sikap baik dan benar dalam menjalani kehidupan sosial. Kata religius dengan agama berkaitan erat, berdampingan, bahkan dapat melebur dalam satu kesatuan, nama sebenarnya keduanya menyaran kepada makna yang berbeda (Nurgiyantoro, 2010:326-327)

Dalam pembahasan novel ini banyak mengontruksikan ajaran islam yang berkembang dalam masyarakat baik yang bersumber dari ajaran Al-Quran ataupun Hadist. Ajaran islam tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam tiga aspek, yaitu: (1) ajaran islam yang berhubungan dengan Iman (2) ajaran islam yang bersangkutan dengan Islam (3) ajaran islam yang berhubungan dengan Akhlak (Supratno, 2016: 3).

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dalam penelitian ini penulis mengangkat sebuah judul Religiositas dalam Novel Api Tauhid Karya Habiburrahman El Shirazy Penulis memilih religiositas sebagai fokus penelitian ini dikarenakan penelitian dianggap sebagai nilai yang bisa memengaruhi

(18)

pembaca dalam bidang agama, membentuk karakter pribadi atau moral seseorang, religiositas juga menjadi faktor yang dapat mengarahkan manusia ke arah jalan yang lebih baik serta bisa menumbuhkan keimanan seseorang bahkan mampu menambah keimanan seseorang terhadap Tuhan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut “Bagaimanakah religiositas dalam novel Api Tauhid karya Habiburrahman El Shirazy?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan religiositas yang terkandung dalam novel Api Tauhid karya Habiburrahman El Shirazy

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah manfaat teoritis dan praktis.

1. Manfaat teoritis

Memperkaya referensi dalam menambah pengetahuan dan wawasan tentang religiositas dalam suatu karya novel.

2. Manfaat praktis a. Bagi penulis

Yang merupakan calon pendidik bahasa dan sastra Indonesia, penelitian ini dijadikan bekal dalam memberi materi pelajaran bahasa Indonesia dibidang kesastraan.

(19)

b. Bagi mahasiswa

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai memotivasi ide atau gagasan untuk lebih kreatif dalam melakukan penelitian selanjutnya demi kemajuan jurusan dan pribadi.

c. Bagi peneliti

Penelitian ini dapat membantu dalam memberikan informasi terhadap penelitian yang sejenis oleh peneliti yang lain.

d. Bagi pendidik

Mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA, Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi bahan ajar untuk mengembangkan ilmu sastra.

(20)

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka

1. Penelitian yang Relevan

Keberhasilan sebuah penelitian bergantung pada teori yang mendasarinya. Karena teori merupakan landasan suatu penelitian yang tersebar di berbagai pustaka yang mempunyai kaitan dengan masalah yang dibahas. Untuk itu, dalam usaha menunjang pelaksanaan dan penyelesaian analisis ini perlu mempelajari pustaka yang berkaitan. Penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian ini Shinta Dewi. 2011. Analisis Struktur dan Religiusitas dalam Novel Kubah Karya Ahmad Tohari. Skrpsi. Universitas Diponegoro Selatan. Kubah adalah novel pertama karya Ahmad Tohari yang mengisahkan masalah kehidupan tokoh Karman dengan latar belakang peristiwa 30 September 1965. Dalam novel ini Ahmad Tohari melukiskan penderitaan, pengalaman lahir batin, serta kehidupan religi tokoh Karman ketika bergabung dengan partai komunis.

Zuhrotun (2018) meneliti “ Religiusitas Tokoh Sofia dalam Novel Jean Sofia Karya Leyla Hana: Kajian Sosiologi Sastra “. Tesis.Universitas Diponegoro Selatan. Sofia Jean Novel Hana Leyla bekerja lebih menarik karena mengajarkan esensi religiositas, yang merupakan tindakan yang didasarkan pada perilaku baik yang digambarkan dalam tokoh-tokoh Sofiaseperti kesabaran, ketulusan, dan religiusitas.

Nur Mila (2016) meneliti “Religiositas dalam Novel Hujan Bulan Juni Karya Sapardi Djoko Damono dan Rancangan Pembelajarannya di Sekolah

(21)

Menengah Atas (SMA). Skripsi. Universitas Lampung. Novel Bulan Juni merupakan hasil karya seorang penulis pria yang luar biasa bernama Sapardi Djoko Damono. Novel ini mempersembahkan sebuah alur cerita yang menarik, mengisahkan tentang tokoh laki-laki bernama Sarwono dan tokoh perempuan bernam Pinkan. Tokoh Sarwono digambarkan memiliki karakter pekerja keras dan religios, karena karakter itulah Sarwono terus bekerja keras demi menghidupi dirinya sendiri tanpa melibatkan keluarganya. Sedangkan tokoh Pinkan digambarkan memiliki karakter yang ambisius dan religios. Karena karakter itulah Pinkan selalu berusaha mencapai apa yang ia inginkan selama hidupnya.

2. Hakikat Sastra dan Karya Sastra

Sastra secara etimologi berasal dari bahasa-bahasa Barat (Eropa) seperti literature (bahasa Inggris), litterature (bahasa prancis), literatur (bahasa Jerman), literatuur (bahasa Belanda) semuanya berasal dari kata literatura (bahasa Latin) yang berarti tercipta dari terjemahan kata grammatika bahasa Yunani). Litteratura dan grammatika masing-masing berdasarkan kata “littera” dan “gramma” yang berarti huruf (tulisan atau letter). Dalam bahasa Prancis, dikenal adanya istilah belles-lettres tersebut juga digunakan dalam bahasa Inggris sebagai kata serapan, sedangkan dalam bahasa Belanda terdapat istilah belletrie untuk merujuk makna belles-lettres. Dijelaskan juga, sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari Sansekerta yang merupakan gabungan dari kata sas, berarti mengarahkan, mengajarkan dan memberi petunjuk. Kata sastra tersebut terdapat akhiran tra yang biasa digunakan untuk menunjukkan alat atau sarana. Sehingga, sastra berarti sarana atau alat dalam mengajar, atau petunjuk serta pengajaran.

(22)

Saryono (2009 ; 18) Sastra merupakan kemampuan dalam merekam sebuah pengalaman yang empiris-natural dan pengalaman yang nonempiris-supernatural, dengan kata lain sastra bisa menjadi saksi dan pengomentar kehidupan manusia.

Menurut Saryono (2009; 16-17) sastra tidak sekadar artefak (barang mati), tetapi sastra merupakan sosok yang hidup. Sebagai sosok yang hidup, sastra berkembang dengan dinamis menyertai sosok-sosok lainnya, seperti politik, ekonomi, kesenian, dan kebudayaan. Sastra dianggap mampu menjadi pemandu menuju jalan kebenaran karena sastra yang baik adalah sastra yang ditulis dengan penuh kejujuran, kebeningan, kesungguhan, kearifan, dan keluhuran nurani manusia. Sastra yang baik tersebut mampu mengingatkan, menyadarkan, dan mengembalikan manusia ke jalan yang semestinya, yaitu jalan kebenaran dalam usaha menunaikan tugas-tugas kehidupannya (Saryono, 2009; 20).

Dunia sastra bisa mengetahui karya sastra yang berdasarkan cerita atau kenyataan. Karya tersebut menurut Abrams ( via Nurgyantoro, 2009:4) disebut sebagai fiksi historis (historcal fiction) jika penulisannya melalui fakta sejarah, fiksi biografis (biografical fiction)dan berdasarkan fakta biografis, dan fiksi sains (science fiction) juga penulisannya berdasarkan kepada ilmu pengetahuan. Ketiga jenis ini disebut fiksi non fiksi (nonfiction fiction).

menurut pandangan Sugihastuti (2007: 81-82) karya sastra merupakan media yang digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan gagasan-gagasan dan pengalamannya. Sebagai media, peran karya sastra sebagai media untuk menghubungkan pikiran-pikiran pengarang untuk disampaikan kepada pembaca.

(23)

Selain itu, karya sastra juga dapat merefleksikan pandangan pengarang terhadap berbagai masalah yang di amati di lingkungannya. Realitas sosial yang dihadirkan melalui teks kepada pembaca merupakan gambara tentang berbagai fenomena sosial yang pernah terjadi di masyarakat dan dihadirkan kembali oleh pengarang dalam bentuk dan cara yang berbeda. Selain itu, karya sastra dapat menghibur, menambah pengetahuan dan memperkaya wawasan pembacanya dengan cara yang unik, yaitu menuliskan dalam bentuk naratif. Sehingga pesan disampaikan kepada pembaca tanpa berkesan mengguruinya.

Dengan rinci jenis-jenis sastra menurut Sumardjo & Saini (1997: 18-19) digambarkan kedalam diagram berikut;

(24)

3. Pengertian Novel

Novel merupakan karya imajinatif yang mengisahkan sisi sepenuhnya dan sistematika kehidupan seseorang atau berbagai tokoh. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, novel merupakan karangan prosa yang panjang, terdapat rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekitar dalam menonjolkan watak serta sifat setiap perilaku. Kata novel berasal dari kata Latin novelis yang diturunkan pula dari kata novies yang berarti “baru”. Dikatakan baru karena bila dibandingkan dengan jenis-jenis sastra lainnya seperti puisi, drama, dan lain-lain (Tarigan, 2011:167).

berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa novel merupakan suatu kisah fiktif yang menggambarkan dan melukiskan kehidupan manuisa dengan berbagai alur serta sudut pandang. Cerita fiktif bukan hanya cerita imajinasi semata tetapi merupakan cerita yang dihasilkan oleh pengarang melalui perenungan dan realitas atau fenomena yang dilihat dan dirasakan.

Novel adalah karya sastra yang memiliki dua unsur, yakni unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur pembangun yang terdapat dalam karya tersebut. Unsur ekstrinsik adalah dunia luar yang turut melatar belakangi dan menunjang karya sastra novel tersebut.

Dalam hal ini, unsur yang paling menonjol dalam sebuah novel adalah jalan cerita, dimulai dengan menceritakan suatu keadaan, kemudian keadaan tersebut mengalami perkembangan, dan akhirnya cerita ditutup dengan sebuah penyelesaian, sedangkan plot cerita berupa alasan yang menyebabkan terjadinya perkembangan tersebut.

(25)

a. Unsur Intrinsik

Nurgiyantoro (2010 : 23) yaitu, unsur intrinsik (intrinsic) adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur intrinsik yaitu unsur yang mengatur sebuah karya sastra, berdasarkan tema, penokohan, alur, gaya bahasa, latar, sudut pandang, dan amanat. kemudian beberapa unsur intrinsik novel, pengertiannya sebagai berikut.

1) Tema

(Hartoko & Rahmanto, 1986: 142) dalam Nurgiyantoro (2010: 68). Tema dipandang sebagai dasar cerita atau gagasan umum dalam sebuah karya fiksi. Tema dalam sebuah karya fiksi sebelumnya telah ditentukan oleh pengarang untuk mengembangkan ceritanya.

2) Tokoh

Menurut (Abrams, 1981) (dalam Nurgiyantoro, 2007: 165) tokoh cerita adalah orang (-orang)yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

3) Penokohan

Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 2010: 166)

4) Alur

Stanton (1965: 14) dalam Nurgiyantoro (2010 : 113) yaitu, plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan

(26)

secara sebab-akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.

5) Gaya Bahasa

Gaya bahasa adalah alat utama pengarang untuk menjelaskan dan menggambarkan serta menghidupkan cerita secara estetika. Jenis-jenis gaya bahasa antara lainnya sebagai berikut:

a) Personafikasi : adalah gaya bahasa yang menggambarkan macam-macam

benda mati dengan cara memberikan berbagai macam sifat-sifat seperti manusia.

b) Simile (Perumpamaan) : adalah suatu gaya bahasa yang menggambarkan

sesuatu dengan pengibaratan atau perumpamaan.

c) Hiperbola adalah suatu gaya bahasa yang menggambarkan sesuatu

dengan cara berlebihan dengan tujuan memberikan pengaruh yang berlebihan.

6) Latar atau setting

Abrams (1981: 175) dalam Nurgiyantoro (12010: 214), Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.

7) Sudut Pandang

Yang dimaksud sudut pandang di sini adalah kedudukan atau posisi pengarang dalam cerita tersebut. Dengan kata lain posisi pengarang menempatkan

(27)

dirinya dalam cerita tersebut. Apakah ia ikut terlibat langsung dalam cerita itu atau hanya sebagai pengamat yang berdiri di luar cerita (Suroto, 1989: 96).

8) Amanat

Amanat merupakan ajaran atau pesanmoral yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca melalui karyanya itu.

b. Unsur Ekstrinsik

Nurgiyantoro (2009: 23) adalah unsur yang berada di luar karya fiksi yang mempengaruhi lahirnya karya namun tidak menjadi bagian di dalam karya fiksi itu sendiri. Adapun beberapa unsur ekstrinsik novel, sebagai berikut.

1) Sejarah/biografi pengarang biasanya berpengaruh pada jalan cerita di novelnya.

2) Situasi dan kondisi secara langsung maupun tidak langsung, situasi dan kondisi akan berpengaruh kepada hasil karya.

3) Nilai-nilai dalam cerita dalam sebuah karya sastra terkandung nilai-nilai yang disisipkan oleh pengarang. Nilai-nilai itu antara lain:

a) Nilai Moral, yaitu nilai yang berkaitan dengan ahklak atau budi pekerti baikdanburuk.

b) Nilai sosial, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan norma-norma dalam kehidupan masyarakat misalnya, saling memberi, menolong, dan tenggang rasa.

c) Nilai budaya, yaitu konsep masalah dasar yang sangat penting dan bernilai dalam kehidupan manusia misalnya, adat istiadat,kesenian, kepercayaan, dan upacara adat.

(28)

d) Nilai estetika , yaitu nilai yang berkaitan dengan seni, keindahan dalam karya sastra tentang bahasa, alur, dan tema.

4. Pengertian Religiositas

Menurut KBBI Religiositas adalah pengabdian terhadap agama; kesalehan:

Secara etimologi, religiositas berasal dari kata religi, religion (Inggris), religie (Belanda), religio(Latin) dan ad-Dien (Arab). Menurut Drikarya (dalam Widiyanta 2005: 80) kata Religi berasal dari bahasa latin religio yang akar katanya religare yang berarti mengikat. Maksudnya adalah suatu kewajiban dan aturan-aturan yang harus dilaksanakan, yang kesemuanya itu berfungsi untuk mengikat dan mengukuhkan diri seseorang atau sekelompok orang dalam hubungannya dengan Tuhan atau sesama manusia, serta alam sekitarnya.

Kata religiositas merupakan bentuk yang bersifat religi, bersifat keagamaan yang bersangkut-paut dengan religi. Sedangkan religi adalah kepercayaan akan adanya kekuatan adikodrati di atas manusia, kepercayaan (animisme, dinamisme, danagama), (Soeharso dan Ana Retnoningsih, 2009: 418).

Ansori (dalam Ghufron, 2010: 167) membedakan istilah religi atau agama dengan religiositas. Jika agama menunjuk pada aspek-aspek formal yang berkaitan dengan urutan dan kewajiban, maka religiositas menunjuk pada aspek religi yang telah dihayati oleh seseorang dalam hati.

Religiositas dan agama memang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Bila dilihat dari kenampakannya, agama lebih menunjukkan kepada suatu kelembagaan yang mengatur tata penyembahan manusia kepada

(29)

Tuhan, sedangkan religiositas lebih menunjuk pada aspek yang ada di lubuk hati manusia. Religiositas lebih menunjuk pada aspek kualitas dari manusia yang beragama. Agama dan religiositas saling mendukung dan saling melengkapi karena keduanya merupakan konsekuensi logis dari kehidupan manusia yang mempunyai dua kutub, yaitu kutub kehidupan pribadi dan kutub kebersamaannya di tengah masyarakat.

(Jalaluddin 2001: 89) mendefinisikan religiositas merupakan suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap agama. Religiositas merupakan perilaku yang bersumber langsung atau tidak langsung kepada Nash.

Religiositas pada intinya bersifat mengatasi dan lebih dalam dari agama yang tampak, formal dan resmi, karena itu tidak bekerja dalam pengertian-pengertian (otak), tetapi penghayatan dan pendalaman yang mendahului analisis dan konseptualisasi. Dengan demikian, religiusitas tidak langsung tersangkut paut dengan ketaatan ritual yang hanya sebagai huruf, tetapi dengan yang lebih mendasar dalam diri manusia, yaitu roh, sebab huruf membunuh, sedangkan roh menghidupkan (Mangunwijaya dalam Ratnawati,dkk. 2002: 2).

Agama memfokuskan pada kelembagaan kebaktian kepada Tuhan dengan hukum-hukum yang resmi. Religiositas di lain pihak melihat aspek yang terdapat di lubuk hati, riak getaran nurani pribadi, totalitas kepada pribadi manusia. Seorang beriman merupakan orang yang memahami dan menghayati hidup dan kehidupan ini bukan hanya dari lahiriah saja. Orang yang beragama idealnya sekaligus religius, namun ada orang yang beragama tetapi tidak religius.

(30)

Moral religios menjunjung tinggi sifat-sifat menusiawi, hati nurani yang dalam, harkat dan martabat serta kebebasan pribasi manusia (Nurgiyantoro, 2007: 327).

Religiositas sesungguhnya adalah sikap dan tindakan manusia yang dilakukan secara terus-menerus dalam upaya mencari jawaban atas sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan aspek eksistensialnya. Akan tetapi, jawaban atas sejumlah pertanyaan itu tidak akan pernah diperoleh karena ia hanya bagai bayangan yang berkelebat di dalam batin kita.

Salah satu upaya yang dapat diperbuat manusia untuk meraih pengalaman religius adalah dengan meningkatkan kepekaannya menangkap simbol atau lambang-lambang yang ada di sekelilingnya. Dengan menangkap simbol atau lambang-lambang itu manusia akan memperoleh pengalaman estetik, dan pengalaman estetik itulah yang akan mengarahkan atau membangkitkan pengalaman religius. Di sinilah letak keeratan hubungan antara pengalaman estetis dan pengalaman religius. Jika diibaratkan sebuah simpul, dalam pengalaman estetis simpul baru mulai diuraikan, sedangkan dalam pengalaman religius simpul sudah terurai (Hartoko dalam Ratnawati, dkk., 2002:2-3).

Pada dasarnya karya sastra merupakan bentuk representasi dunia dalam bentuk lambang (kebahasaan). Oleh karena itu, sesuai dengan kenyataan tersebut, karya sastra merupakan salah satu media yang dapat menjadi sumber pengalaman estetis yang ada gilirannya akan mengantar seseorang untuk mencapai pengalaman religius. Hal itu dikatakan demikian karena persona atau tokoh-tokoh di dalam karya sastra juga memiliki keinginan dan kerinduan seperti halnya

(31)

manusia sehingga mereka juga berusaha mencari jawaban atas berbagai pertanyaan eksistensial mengenai dirinya.

(Yolanda 2015) Religiositas adalah seberapa mampu individu melaksanakan aspek keyakinan agama dalam kehidupan beribadah dan kehidupan sosial lainnya

Religiositas diartikan dalam beberapa hal yaitu, (1) kognisi merupakan pengetahuan agama, dan keyakinanagama, (2) pengaruh yang dilakukan oleh emosional dengan melampirkan perasaan keagamaan, (3) perilaku spiritual yang diwujudkan dalam kehadiran seseorang pada tempat ritual peribadatan, membaca kitab suci, dan berdoa (Cornwall et al, 2006:1163)

Dari uraian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa religiositas merupakan keyakinan seseorang terhadap agama yang dianutnya dengan mengutamakan perasaan emosional dalam beragama yang diwujudkan oleh perilaku spiritual seseorang dalam beribadah.

5. Religiositas dalam Sastra

Karya sastra dianggap religius sebab di dalamnya mengandung pengalaman religius. Pembaca sering mengasumsikan bahwa moralitas di dalamnya selaras dengan moralitas pengarang. Tuntutan pembaca demikian amatlah wajar, karena sebagai pembaca yang baik tentu akan menilai kesungguhan moralitas yang sedang ditawarkan pengarang. Perihal kesungguhan ini memang penting, baik kesungguhan estetis maupun kesungguhan moralitas. Kesungguhan estetis berhubungan dengan ekspresi kebahasaan sastra.

(32)

Kesungguhan moralitas yaitu keharmonisan antara moralitas dalam karya sastra dengan moralitas pengarang.

Pada dasarnya karya sastra merupakan bentuk representasi dunia dalam bentuk lambang (kebahasaan). Oleh karena itu, sesuai dengan kenyataan tersebut, karya sastra merupakan salah satu media yang dapat menjadi sumber pengalaman estetis yang ada gilirannya akan mengantar seseorang untuk mencapai pengalaman religius. Hal itu dikatakan demikian karena persona atau tokoh-tokoh di dalam karya sastra juga memiliki keinginan dan kerinduan seperti halnya manusia sehingga mereka juga berusaha mencari jawaban atas berbagai pertanyaan eksistensial mengenai dirinya. Itulah sebabnya, langsung atau tidak, karya sastra juga mengandung sesuatu yang oleh Darma (dalam Ratnawati, dkk., 2002: 3) disebut amanat atau moral yang mampu membangkitkan religiositas manusia (pembaca).

Kesusastraan menjadi religius jika di dalamnya mempersoalkan dimensi kemanusiaan dalam kaitannya dengan dimensi transendental. Kesustraan religius selalu membincangkan persoalan kemanusiaan yang bersifat profan dan ditopang nilai kerohanian, yang berpuncak kepada Tuhan melalui lubuk hati terdalam kemanusiaannya. Para penyair dan sastrawan yang mempunyai semangat religius menyadari bahwa gejala-gejala yang tampak oleh mata dan pikiran ini ( realitas alam dan budaya) hanyalah ungkapan lahir atau simbol dari suatu kenyataan yang lebih hakiki. Gejala lahiriah ini adalah amanat (ayat) Tuhan yang harus dibaca dan dihayati secara mendalam, sebab tidak ada suatu realitaspun jika ia tidak ilahiah (Wachid, 2002: 177-178).

(33)

Penelitian terhadap religiositas dalam karya sastra menjadi sangat penting dan perlu dilakukan. Penelitian semacam itu dianggap penting bukan hanya karena alasan untuk memperoleh pengetahuan tentang religiusitas dalam sastra, melainkan juga karena secara pragmatis, sebagai suatu gerakan mencari ‘dimensi yang hilang dari religi’,religiusitas adalah sesuatu yang dapat digunakan sebagai sarana pembinaan mental manusia (pembaca) yang saat ini dinilai mengalami reduksi akibat merebaknya paham nasionalisme (Ratnawati, dkk., 2002: 3).

Religius sastra merupakan seperangkat dimensi yang muncul dari sikap ide dan pandangan hidup atau penulis sastra dan akhirnya terefleksi dalam karyanya. Agama menurut sastra religius bukan kekuasaan melainkan sebagai pedemokrasian (Atmosuwito, 1989:126). Religius dimaksudkan sebagai pembuka jalan agar kehidupan orang yang beragama semakin intens. Bagi orang beragama, intensitas itu tidak dapat dipisahkan dari keberhasilannya untuk membuka diri terus menerus terhadap pusat kehidupan. Pada awalnya segala sastra adalah religi, istilah religius membawa konotasi pada makna agama. Religius dan agama memang erat berkaitan. berdampingan bahkan dapat melebur dalam satu kesatuan, namun sebenarnya keduanya mengarah pada makna yang berbeda. Dengan demikian religius bersifat mengatasi lebih luas dari agama yang tampak formal dan resmi.

Religius sastra adalah seperangkat dimensi yang muncul dari sikap ide dan pandangan hidup atau penulis sastra dan akhirnya terefleksi dalam karyanya. Karya sastra merupakan wujud representasi dunia dalam bentuk lambang

(34)

(kebahasan) Oleh karena itu, karya sastra merupakan salah satu media yang dapat menjadi satu pengalaman estektik yang mengantarkan seseorang untuk mencapai religius. Salah satu cara yang dapat dilakukan manusia untuk meraih pengalaman estetik dan itu pula yang mengarahkan atau membangkitkan religius. Untuk mengetahui konsep religiositas dalam karya sastra khususnya novel. Dalam mengkajinya peneliti akan mencoba untuk memaknai simbol-simbol religi yang terdapat dalam novel.

6. Aspek-aspek dalam Religiositas

a) Iman

Iman berasal dari bahasa Arab dari kata dasar amana yu’minu-imanan. Artinya beriman atau percaya. Percaya dalam bahasa Indonesia artinya meyakini atau yakin bahwa sesuatu (yang dipercaya) itu memang benar atau nyata adanya. Iman dapat dimaknai iktiraf, membenarkan, mengakui, pembenaran yang bersifat khusus. Iman adalah kepercayaan, keyakinan, ketetapan hati atau keteguhan hati (WJS, 2000:18)

Pengertian iman secara istilah ialah kepercayaan yang meresap dalam hati, dengan penuh keyakinan, tidak bercampur syak (ragu), serta memberi pengaruh bagi pandangan hidup, tingkah laku dan perbuatan sehari-hari. Jadi, iman itu bukanlah semata-mata ucapan lidah, bukan sekedar perbuatan dan bukan pula merupakan pengetahuan tentang rukun iman.

Sesungguhnya iman bukanlah semata-mata pernyataan seseorang dengan lidahnya, bahwa dia orang beriman (mukmin), karena banyak pula orang-orang

(35)

munafik (beriman palsu) yang mengaku beriman dengan lidahnya, sedang hatinya tidak percaya.

Iman membentuk jiwa dan watak manusia menjdi kuat dan positif, yang akan diwujudkan dalam bentuk perbuatan dan tingkah laku akhlak manusia sehari-hari adalah didasari oleh apa yang dipercayainya. Jika kepercayaannya benar dan baik pula perbuatannya, dan begitu pula sebaliknya.

Setiap orang mukmin adalah muslim, dan setiap orang muslim adalah mukmin (Yusuf, 1953:8). Antara percaya kepada Tuhan dan menyerahkan diri secara ikhlas kepada Tuhan tidak dapat dipisahkan, karena keduanya mempunyai hubungan yang erat, yang satu mendasari dan yang lain melengkapi, menyempurnakan dan memperkuatnya.

Keimanan pada keesaan Allah itu merupakan hubungan yang semulia-mulianya antara manusia dengan penciptanya. Oleh karena itu, mendapatkan petunjuk sehingga menjadi orang yang beriman, adalah kenikmatan terbesar yang dimiliki oleh seseorang.

Keimanan itu bukanlah semata-mata ucapan yang keluar dari bibir dan lidah saja atau semacam keyakinan dalam hati saja. Tetapi keimanan yang sebenar-benarnya adalah merupakan suatu akidah atau kepercayaan yang memenuhi seluruh isi hati nurani, dari situ timbul bekas-bekas atau kesan-kesannya, seperti cahaya yang disorotkan oleh matahari.

Iman bukan sekedar ucapan lisan seseorang bahwa dirinya adalah seorang mukmin. Sebab orang-orang munafik pun dengan lisannya menyatakan hal yang sama, namun hatinya mengingkari apa yang dinyatakan itu.

(36)

Iman juga bukan sekedar amal perbuatan yang secara lahiriah merupakan chiri khas perbuatan orang-orang beriman. Sebab orang-orang munafik un tak sedikit yang secara lahiriah mengerjakan amal ibadah dan berbuat baik, sementara hati mereka bertolak belakang dengan perbuatan lahirnya, apa yang dikerjakan bukan didasari keikhlasan mencari Ridha Allah (Yusuf, 2005: 27-28) 1. Unsur-unsur Iman

Unsur-unsur iman atau disebut juga sebagai rukun iman. Rukun iman yaitu ada enam, yaitu: iman kepada Allah, malaikat, kitab Allah, Rasul Allah dan hari kiamat.

a. Iman kepada Allah

Yang dimaksud iman kepada Allah adalah membenarkan adanya Allah swt, dengan cara meyakini dan mengetahui bahwa Allah swt wajib adanya karena dzatnya sendiri (Wajib Al-wujud li Dzati), tunggal dan Esa, Raja yang Maha kuasa , yang hidup dan dan berdiri sendiri , yang Qadim dan Azali untuk selamanya. Dia Maha mengetahui dan Maha Kuasa terhadap segala sesuatu, berbuat apa yang ia kehendaki, menentukan apa yang Ia inginkan, tiada sesuatupun yang sama dengan-Nya, dan Dia Maha mengetahui.

Berdasarkan firman Allah;

َّر نِم ِهْيَلِإ َل ِزنُأ ٓاَمِب ُلوُس َّرلٱ َنَماَء ُق ِ رَفُن َلَ ۦِهِلُس ُر َو ۦِهِبُتُك َو ۦِهِتَكِئٓ َلَمَو ِ َّللَّٱِب َنَماَء ٌّلُك ۚ َنوُنِمْؤُمْلٱَو ۦِهِ ب

ُري ِصَمْلٱ َكْيَلِإ َو اَنَّب َر َكَنا َرْفُغ ۖ اَنْعَطَأ َو اَنْعِمَس ۟اوُلاَق َو ۚ ۦِهِلُس ُّر نِ م ٍدَحَأ َنْيَب Terjemahan: Rasul telah berfirman kepada Al-Quran yang diturunkan

kepadanya darinTuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat- malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan Rasul-rasul-Nya”, dan mereka mengatakan: “Kami dengar dan Kami taat.”

(37)

(mereka berdoa): “Ampunilah kami Ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.” Qs. Al-Baqarah; 285

َتِكْلٱ َو ۦِهِلوُس َر ىَلَع َل َّزَن ىِذَّلٱ ِب َتِكْلٱ َو ۦِهِلوُس َر َو ِ َّللَّٱِب ۟اوُنِماَء ۟ا ٓوُنَماَء َنيِذَّلٱ اَهُّيَأٓ َي ِم َل َزنَأ ٓىِذَّلٱ ِب

ن

ِعَب اۢلً َلَض َّلَض ْدَقَف ِر ِخاَءْلٱ ِم ْوَيْلٱ َو ۦِهِلُس ُر َو ۦِهِبُتُك َو ۦِهِتَكِئٓ َلَمَو ِ َّللَّٱِب ْرُفْكَي نَمَو ۚ ُلْبَق اۢدي

Terjemahan: Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat

sejauh-jauhnya. Qs. An-Nisa;136

Jadi iman kepada Allah adalah mempercayai adanya Allah swt beserta seluruh ke Agungan Allah swt dengan bukti-bukti yang nyata kita lihat, yaitu dengan diciptakannya dunia ini beserta isinya.

b. Iman kepada Para Malaikat

Iman kepada Malaikat merupakan meyakini adanya Malaikat, sebagai hamba Allah yang tunduk dan beribadah (Hakami, 2001: 81)

Malaikat merupakan makhluk agung, jumlahnya banyak dan tak terbilang, tak seorangpun yang bisa menghitungnya selain Allah semata. Allah menciptakan mereka dari cahaya, menciptakan mereka dengan kebaikan, tidak berbuat kejahatan, dan mereka tidak diperintahkan ataupun melaksanakan itu. Karena itu mereka taat kepada Allah, tidak mendurhakai berbagai perintahNya, dan melakukan perintah yang disampaikan. Mereka bertasbih memahasucikan Allah siang dan malam tanpa kenal lelah, tidak bosan untuk beribadah kepada Allah ataupun sombong (Hakami, 2014: 212)

Beriman kepada para malaikat adalah salah satu rukun iman. Mereka adalah sejenis makhluk Allah yang selalu taat kepada-Nya, tidak akan menentang

(38)

perintahnya dan tidak makan atau minum. Mereka akan senantiasa jaga dan tidak pernah tidur sekejappun, baik siang maupun malam.

Iman kepada para Malaikat yaitu percaya bahwa malaikat merupakan makhluk yang diciptakan Allah yang tidak pernah membangkang perintah-Nya, juga makhluk gaib yang menjadi perantara-perantara Allah Swt dengan para Rasul. Kita percaya bahwa Malaikat adalah makhluk pilihan Allah, mereka tidak berbuat dosa, tidak melawan kepada-Nya, pekerjaannya semata-mata menjunjung tinggi tugas yang diberikan kepada mereka masing-masing

c. Iman kepada Kitab-kitab Allah

Makna beriman kepada kitab-kitab ilahi yaitu adalah bagian dari akidah mukmin yaitu membenarkan secara benar kalam khusus Allah yang Dia Wahyukan kepada Rasul pilihan-Nya , kemudian disatukan dan disusun menjadi lembaran-lembaran atau kitab-kitab suci.

Lembaran-lembaran dan kitab-kitab yang diketahui wajib diimani dengan rinci, dan yang tidak diketahui wajib diimani secara garis besar. Satu-satunya referensi yang menjadi sumber untuk mengetahui kitab-kitab ilahi secara rinci yatu Al-Quran, karena Al-Quran merupakan kitab yang terjaga sedemikian rupa, tidak ada penambahan ataupun pengurangan, tidak ada perubahan ataupun penggantian sama sekali di dalamnya. Al-Quran akan terus terjaga dengan penjagaan Allah hingga mendekati ambang batas akhir kehidupan dunia ini.

Firman Allah;

(39)

Terjemahan: sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.

(Q.s Al-Hijr :9)

Beriman kepada kitab-kitab wajib secara syar’i maupun logika. Adapun ia wajib secara syar’i karena Allah memerintahkannya secara pasti dan tidak menunjuk apa pun selain harus taat kepada-Nya dalam hal ini, melarang durhaka kepada-Nya, melalui firman terkait perintah untuk beriman.

Yang dimaksud dengan iman kepada kitab-kitab Allah adalah membenarkan bahwa kitab-kitab Allah tersebut telah diturunkan oleh Allah. Kitab tersebut diturunkan melalui firman-firman-Nya. Ada yang disampaikan melalui perantara malaikat, dan ada yang ditulis sendiri.

Allah berfirman;

ِإِب َى ِحوُيَف ۢلَوُس َر َلِس ْرُي ْوَأ ٍباَج ِح ِئٓا َر َو نِم ْوَأ اۢيْح َو َّلَِإ ُ َّللَّٱ ُهَمِ لَكُي نَأ ٍرَشَبِل َناَك اَم َو ۞ اَم ۦِهِنْذ

۞ميِكَح ٌّىِلَع ۥُهَّنِإ ۚ ُءٓاَشَي Terjemahan: Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah

berkata-kata dengan Dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Esungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana

Iman kepada kitab-kitab Allah swt ialah meyakini bahwa kitab-kitab tersebut datang dari sisi Allah swt yang diturunkan kepada sebagian Rasulnya. Dan bahwasanya kitab- kitab itu merupakan firman Allah swt yang Qadim, dan segala yang termuat di dalamnya merupakan kebenaran. Dan kita tahu kitab-kitab yang diturunkan kepada Rasul itu ada empat yaitu kitab Taurat yang diturunkan

(40)

kepada Nabi Musa, Injil kepada Nabi Isa, Zabur kepada Nabi Daud dan Al-Quran kepada Nabi Muhammad saw.

e. Iman kepada Para Rasul

Iman kepada Rasul adalah percaya dan yakin bahwa Allah swt telah mengutus para Rasul kepada manusia untuk memberi petunjuk kepada manusia, dan Nabi yang wajib kita percaya itu ada dua puluh lima.

f. Iman kepada Hari Akhir

Hari akhir ialah Hari Kiamat, termasuk kebangkitan (alba’ts), yaitu keluarnya manusia dari kubur mereka dalam keadaan hidup, sesudah jazad mereka dikembalikan dengan seluruh bagiannya seperti dulu kala di dunia.

g. Iman kepada Taqdir (Qadha dan Qadhar)

Iman kepada Qadha dan Qadhar adalah percaya bahwa segala hak, keputusan, perintah, ciptaan Allah swt yang berlaku pada makhluknya termasuk dari kita (manusia) tidaklah terlepas (selalu berlandaskan pada) kadar, ukuran, aturan, dan kekuasaan Allah swt.(Jujun, 2001: 4)

Sebagai manusia biasa yang lemah kita harus percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi pada diri kita atas izin Allah swt, jadi berserah dirilah kepada Allah swt, dengan cara berusaha, berdoa dan berikhtiar kepada Allah. Karena Allah swt memberi cobaan itu pasti sesuai dengan posisi kita masing-masing, tidak ada yang kurang atau lebih, artinya manusia hanya bisa berusaha dan sesungguhnya Aallah swt yang akan menentukan.

Jadi sebagai seorang mu’min kita wajib percaya kepada rukun-rukun iman yang akan menjadi benteng yang kokoh dalam kehidupan kita di dunia. Dan kita

(41)

memang harus yakin bahwa Allah swt lah Tuhan kita, Islam sebagai agama, Muhammad sebagai Rasul, Al-Quran sebagai kitabullah dan petunjuk, serta kita berpegang teguh kepada agama islam, beriman kepada semua yang telah diciptakan Allah swt.

b) Islam

Islam adalah agama universal (Abul, 1990: 17) yang meliputi semua aspek kehidupan manusia (Halim, 1994: 27) namun sekurangnya ada tiga aspek penting yang menjadi dasar dari semua aspek yang lain, yaitu: akidah, syari’ah, dan akhlak. Ketiganya membentuk nilai-nilai dan norma-norma dalam kehidupan manusia.

Nilai di dalam agama Islam pada dasarnya merupakan kumpulan dari prinsip-prinsip hidup, ajaran-ajaran mengenai bagaimana semestinya manusia menjalankan kehidupannya di dunia ini. Nilai-nilai Islam yang tegas, pasti serta tetap tidak berubah karena situasi, tempat dan waktu, adalah nilai yang berasal dari agama (Zakiah, 1976: 155-156)

Agama Islam memiliki kedudukan yang sangat penting pada kehidupan manusia. Agama Islam hendaknya dipahami sekaligus dibangun di atas pandangan komitmen kebersamaan yang menitikberatkan kepada nilai spiriual dan aktualitas. Peran agama Islam begitu penting dilakukan berkaitan dengan bagaimana para pemeluk agama itu bernilai dengan perkembangan kehidupan (Ridwan, 2005: 73-74). Agama adalah pengikat kehidupan manusia yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi (Ahmad, 2000: 18). Nilai-nilai Islam adalah tingkatan integrasi kepribadian yang mencapai tingkat

(42)

budi yang baik. Nilai Islam bersifat mutlak kebenarannya universal dan suci. Kebenaran dan kebaikan agama mengatasi rasio, perasaan, keinginan nafsu-nafsu manusiawi. Nilai-nilai Islam mengontrol akhlak seseorang, karena akhlak yang baik merupakan pondasi yang kokoh bagi terciptanya hubungan yang baik (Ali, 2004: 81)

Misi dari agama Islam merupakan penyempurnaan akhlak seperti yang terdapat dalam Al-Quran dan Al-Sunnah. seperti dalam Al-Quran surat Al-Ahzab ayat 21 yang berbunyi:

َّل ََّللَّٱ َرَكَذ َو َر ِخاَءْلٱ َم ْوَيْلٱ َو َ َّللَّٱ ۟اوُج ْرَي َناَك نَمِ ل ةَنَسَح ة َوْسُأ ِ َّللَّٱ ِلوُس َر ىِف ْمُكَل َناَك ْدَق ا ۢريِثَك

Terjemahan: sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullahsuri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang

mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah (Q.s Al-Ahzab:21)

Islam begitu memperhatikan masalah pembinaan akhlak. Hal ini dapat dijumpai dari sunnah nabi Muhammad saw, seperti terlihat dalam ucapan dan perbuatannya yang mengandung nilai-nilai dan prinsip-prinsip akhlak. Adapun hadis yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad diutus ke muka bumi ini untuk membetulkan akhlak yang mulia. Orang yang paling berat timbangan amal baiknya di akhirat merupakan orang yang paling mulia akhlaknya. Orang yang paling sempurna imannya merupakan orang yang paling baik akhlaknya. Tegasnya beliau mengatakan sebagai berikut: artinya: Aku diutus (oleh Allah) untuk menyempurnakan akhlak yang mulia (H.R Ahmad). (Abuddin, 2003: 3)

(43)

c) Akhlak

Dalam pengertian sehari-hari akhlak umumnya disamakan artinya dengan budi pekerti, kesusilaan, sopan santun dalam bahasa Indonesia, dan tidak berbeda pula dengan arti kata moral, ethic dalam bahasa Inggris. Manusia akan menjadi segala akhlak tercela (Mansur, 2009: 221)

Secara kebahasaan akhlak bisa baik dan juga bisa buruk, tergantung tata nilai yang dijadikan landasan atau tolok ukurnya. Di Indonesia, kata kahlak selalu berkonotasi positif. Orang yang baik sering disebut orang yang berakhlak, sementara orang yang tidak berlaku baik disebut orang yang tidak berakhlak.

Adapun secara istilah, akhlak adalah sistem nilai yang mengatur pola sikap dan tindakan manusia di muka bumi. Sistem nilai yang dimaksud adalah ajaran Islam, dengan AL-Quran dan Sunnah Rasul sebagai sumber nilainya serta ijtihad sebagai metode berpikir Islami. Pola sikap dan tindakan yang dimaksud mencakup pola-pola hubungan dengan Allah, sesama manusia (termasuk dirinya sendiri), dan dengan alam (Nurdin dkk, 1995: 209)

Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam diri manusia dan bisa bernilai baik atau bernilai buruk. Akhlak tidak selalu identik dengan pengetahuan, ucapan ataupun perbuatan orang yang bisa mengetahui banyak tentang baik buruknya akhlak, tapi belum tentu ini didukung oleh keluhuran akhlak, orang bisa bertutur kata yang lembut dan manis, tetapi kata-kata bisa meluncur dari hati munafik. Dengan kata lain akhlak merupakan sifat-sifat bawaan manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya Al-Quran selalu

(44)

menandaskan, bahwa akhlak itu baik atau buruknya akan memantul pada diri sendiri sesuai dengan pembentukan dan pembinaanya (Sukanto, 1994: 80)

Akhlak adalah nilai dan pemikiran yang telah menjadi sikap mental yang mengakar dalam jiwa, kemudian tampak dalam bentuk tindakan dan perilaku yang bersifat tetap, natural dan alamiah tanpa dibuat-buat, serta refleks (Anis, 2006: 14)

Akhlak terbagi beberapa yaitu:

a) Akhlak Kepada Allah

1. Mensucikan Allah dan memuji-Nya, Q.S.Al- Anfal ayat 61).

2. Bertawakkal, berserah diri, kepada Allah. dalam Al-Quran perintah tawakkal kepada Allah terulang dalam bentuk tunggal sebanyak sembilan kali dan bentuk jamak sebanyak dua kali. Semua didahului oleh perintah untuk melakukan sesuatu. Dalam konteks tawakkal kepada Allah, manusia harus mempercayakan diri kepada-Nya dalam melaksanakan sesuatu pekerjaan yang telah direncanakan secara matang dan mantap. (Q.S.. Al-Anfal ayat 61). 3. Berbaik sangka kepada Allah, bahwa yang datang dari Allah kepada

makhluknya hanya kebaikan, Q.S. An-Nisa’:79. 4. Beribadah hanya kepada Allah, Q.S. Al-An’am:162.

5. Berdoa khusus kepada Allah, berdoa artinya meminta sesuatu kepada Sang Pencipta, agar apa yang diupayakan atau sesuatu yang diinginkan tercapi. Adapun diantara syarat-syaratdiijabahnya doa seseorang oleh Allah sebagai berikut; bersungguh dalam memanjatkan doa; penih keyakinan doanya

(45)

diterima; berdoa khusyuk, memohon yang masuk akal, dilakukan secara ikhlas, menjauhkan diri dari segala hal yang dilarang oleh Allah.

6. Zikrullah, yaitu ingat kepada Allah. dalam Islam, manusia diperintahkan untuk selalu ingat kepada Allah baik waktu lapang maupun waktu sempit, baik waktu sendirian maupun waktu bersama-sama, baik waktu sehat maupun waktu sakit, zikir yang disuruh dalam Islam tidak terbatas jumlahnya atau zikir yang sebanyak-banyaknya. Menurut Ibn Atha’, zikir itu dapat dibagi kepada tiga bagian/bentuk, yaitu zikirjail, mengingat Allah dalam bentuk ucapan lisan yang mengandung arti pujian, syukur dan doa kepada Allah yang lebih menampakkan suara jelas untuk menuntun gerak hati, misalnya dengan membaca kalimat tahlil, tahmid, takbir dan tasbih. Kedua, zikir Kafi, zikir yang dilakukan secara khusyuk, oleh ingatan hati, baik lisan maupun tidak. Ketiga, zikir haqiqi, yaitu tingkatan zikir yang paling tinggi yang dilakukan oleh seluruh jiwa dan raga. Lahiriah dan batiniah, kapan dan di mana saja, dengan memperketat upaya untuk memelihara seluruh jiwa raga dari larangan Allah dan mengerjakan apa yang doperintahkan-Nya. (Dahlan, 2016)

7. Bersyukur kepada Allah, yaitu menyadari bahwa segala nikmat yang ada merupakan karunia Allah dan anugrah dari Allah semata. Sehingga, jika manusia mendapatkan nikmat, maka pergunakan sesuai dengan yang diperintahkan Allah. adapun syukur itu dapat dikategorikan ke dalam tiga bentuk. Pertama, syukur dengan hatinya, kedua, syukur dengan lisan, yaitu dengan cara beramal shaleh, sesuai dengan Firman-Nya, Q.S. An-Nahl:53.

(46)

b) Akhlak Kepada Diri Sendiri

Akhlak kepada diri sendiri yaitu bagaimana seseorang bersikap dan berbuat yang terbaik untuk dirinya terlebih dahulu, karena dari sinilah seseorang akan menentukan sikap dan perbuatannya yang terbaik untuk orang lain, sebagaimana sudah dipesankan Nabi, bahwa mulailah sesuatu itu dari diri sendiri (Ibda Binafsih). Begitu juga ayat dalam Al-Quran, yang telah memerintahkan untuk memperhatikan diri terlebih dahulu baru porang lain, “Hai orang-orang yang berimanpeliharahlah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. (Q.S. Al-Tahrim:6). Bentuk aktualisasi akhlak manusia terhadap diri sendiri berdasarkan sumber ajaran Islam adalah menjaga harga diri, menjaga makanan dan minuman dari hal-hal yang diharamkan dan merusak, menjaga kehormatan seksual, mengembangkan sikap berani dalam kebenaran serta bijaksana. (Assegaf, 2005:182)

c). Akhlak Kepada Sesama

Akhlak terhadap sesama mausia harus dimulai dari akhlak terhadap Rasulullah Saw., sebab Rasulullah yang paling berhak dicintai, baru dirinya sendiri. Di antara bentuk akhlak kepada Rasulullah adalah cinta kepada Rasul dan memuliakannya (QS. At-Taubah (9): 24), taat kepadanya (QS. An-Nisa’ (4): 59), serta mengucapkan shalawat dan salam kepadanya (QS. Al-Ahzab (33): 56). Namun demikian akhlak terhadap Rasulullah Saw. Ini juga sagat terkait dengan akhlak terhadap Allah Swt., sebab apapun yang bersumber dari Allah (Al-Quran) dan Rasulullah (Sunnah) harus dijadikan dasar dalam bersikap dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.

(47)

Selanjutnya seorang Muslim harus berakhlak mulia terhadap sesama manusia, baik terhadap dirinya sendiri, terhadap keluarganya, dan terhadap orang lain di tengah-tengah masyarakat. Ketiga akhlak ini sangat penting artinya bagi kita, karena sikap dan perilaku terkait dengan hubungan antar sesama ini yang tampak di permukaan yang sering dinilai oleh masyarakat pada umumnya.

7. Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra merupakan pendekatan terhadap sastra yang

mempertimbangkan segi-segi dalam kemasyarakatan dengan menggunakan analisis teks untuk mengetahui strukturnya yang kemudian dipergunakan memahami secara mendalam gejala-gejala sosial yang ada di luar sastra (Damono, 1984:3). Selanjutnya Yusof (dalam Supratno, 2010:41) berpendapat bahwa sosiologi sastra bertolak dari suatu anggapan bahwa antara sastra dan masyarakat mempunyai hubungan yang erat. Pembahasan sastra tidak dapat terlepas dari masyarakat, sebab pengarang sebagai pencipta karya sastra juga termasuk anggota masyarakat dan bertanggung jawab kepada masyarakat. Dari beberapa penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa sosiologi sastra adalah suatu bidang ilmu yang mengemukakan hubungan antara masyarakat dengan suatu karya sastra, karena karya sastra merupakan mimetis atau tiruan dari kehidupan masyarakat.

Nilai adalah suatu hal yang bermakna yang dapat menyebabkan orang lain mengambil sikap dalam kehidupannya (Supratno, 2010:370). Penjelasan tersebut sejalan dengan pendapat (Setiadi 2006:31) bahwa nilai adalah sesuatu yang baik yang selalu diinginkan, diciptakan, dan dianggap penting oleh seluruh manusia

(48)

sebagai anggota masyarakat, karena itu sesuatu dikatakan memiliki nilai apabila berguna dan berharga. Selanjutnya (adisusilo 2012:56) menambahkan bahwa nilai adalah sesuatu yang berharga, keyakinan yang dipegang oleh seseorang dengan tuntunan hati nuraninya. Nilai adalah kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu disukai, dikejar, diinginkan, dihargai, berguna, dan membuat orang yang menghayatinya menjadi menjadi bermartabat. Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa nilai adalah suatu sifat yang penting, baik, berguna, dan berharga. Dalam nilai terkandung sesuatu yang ideal, harapan yang dicita-citakan untuk kebajikan, sesuatu yang memberikan makna pada hidup, memberikan acuan, menunjukkan kualitas, dan berharga bagi umat manusia. Nilai terbentuk dari hal-hal yang benar, pantas, dan luhur untuk dikerjakan dan diperhatikan.

Nilai-nilai kehidupan berkaitan dengan hubungan manusia dengan diri sendiri, dengan orang lain, dengan kehidupan, dengan kematian, dan dengan Tuhan (Aminuddin, 2011:203). Realisasi dari pendapat tersebut yang lebih mudah dipahami yaitu nilai-nilai kehidupan antara lain nilai religius, nilai moral, nilai sosial, nilai budaya, dan sebagainya. Berdasarkan perkembangan yang terjadi pada masyarakat, maka nilai-nilai tersebut harus ikut mengalami perkembangan.

Supratno (2010:370) menjelaskan bahwa nilai kehidupan ada bermacam-macam. Menurutnya, terdapat sembilan nilai kehidupn, yaitu: (1) nilai pendidikan, (2) nilai religius, (3) nilai kepemimpinan, (4) nilai kepahlawanan, (5) nilai keberanian, (6) nilai kesederhanaan, (7) nilai gotong royong, (8) nilai moral, dan (9) nilai berkorban. Supratno (2010:371) menjelaskan bahwa nilai pendidikan adalah sesuatu yang baik dan benar yang dapat memberikan pendidikan kepada

(49)

masyarakat dan dapat dijadikan pedoman dan tuntunan bagi masyarakat. Nilai religius adalah sesuatu yang bersifat religi, bersifat keagamaan yang ada hubungannya dengan masalah religi (Supratno, 2010:373). Nilai kepemimpinan adalah sesuatu yang baik dan benar yang dimiliki oleh seorang pemimpin agar dapat memimpin secara baik, jujur, adil, arif, dan bijaksana (Supratno, 2010:376). Nilai kepahlawanan adalah sesuatu yang baik dan benar yang dimiliki oleh pejuang yang gagah berani, seseorang yang menonjol karena keberanian dan pengorbananya dalam membela kebenaran (Supratno, 2010:380). Nilai keberanian adalah sesuatu yang baik dan benar yang dimiliki oleh seseorang yang mempunyai hati teguh dan rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi bahaya atau kesulitan dalam menegakkan kebenaran dan keadilan (Supratno, 2010:382). Nilai kesederhanaan adalah sesuatu yang baik dan benar yang dimiliki oleh seseorang yang mempunyai sifat sederhana, bersahaja, dan tidak berlebih-lebihan (Supratno, 2010: 386). Nilai gotong royong adalah sesuatu yang baik dan benar yang dimiliki seseorang yang suka bekerja sama atau tolong menolong antara sesamanya dalam mengerjakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas (Supratno 2010:388). Nilai moral adalah suatu ajaran yang baik dan benar yang dimiliki oleh seseorang mengenai masalah perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti atau susila. Nilai moral dapat mendorong seseorang untuk melakukan suatu perbuatan yang baik, sikap dan akhlak yang juga baik (Supratno, 2010:394). Nilai berkorban adalah sesuatu yang baik dan benar yang dimiliki oleh seseorang yang mempunyai sifat msu berkorban untuk orang lain karena rasa baktinya dan kesetiaanya, dan demi membela kebaikan serta kebenaran (Supratno, 2010:397)

(50)

B. Kerangka Pikir

Kerangka pikir merupakan suatu bagan atau alur dalam memecahkan suatu masalah yang akan dikaji oleh peneliti. Alur pemikiran dalam kerangka pikir ini akan menjadi suatu pondasi untuk pemikiran selanjutnya. Kerangka pikir juga akan membantu dalam penelitian ini untuk menggambarkan hubungan dan keterkaitan antara variabel.

Dalam penelitian ini juga yang menjadi subjek yang akan diteliti adalah Religiositas dalam novel Api Tauhid Karya Habiburrahman El Shirazy, teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktural, yakni unsur intrinsik dan ekstrinsik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan di bawah ini:

(51)

Bagan Kerangka Pikir

Sastra

Novel

Novel Api Tauhid karya Habiburrahman El- Shirazy

Sosiologi Sastra Aspek-aspek Religiositas 1. Aspek Iman 2. Aspek islam 3. Aspek akhlak Analisis Temuan

(52)

40 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Pendekatan penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang mampu memberikan perhatian terhadap data ilmiah, data dalam hubungannya dengan konteks keberadaannya. Dikatakan penelitian kualitatif sebab dalam menjalankan analisis peneliti bertumpu pada kata-kata verbal dari objek yang diamati. Penelitian kualitatif digunakan oleh peneliti untuk mendapatkan pengetahuan yang seluas-luasnya sesuai fokus kajian terhadap sumber penelitian yaitu novel Api Tauhid. Metode deskriptif dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis, namun tidak semata-mata menguraikan melainkan juga memberikan pemahaman dan

penjelasan cukup (Ratna, 2013:53). Penelitian dilaksanakan dengan

mendeskripsikan fakta-fakta dan fenomena-fenomena yang secara empiris yang terdapat dalam novel Api Tauhid secara cermat dalam rangka pengkajian.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Penelitian sosiologi sastra merupakan penelitian yang membahas karya sastra yang dihubungkan dengan lingkungan masyarakat. Sosiologi sastra digunakan dalam penelitian ini meliputi sosiologi yang menghubungkan kebiasaan masyarakat dalam menganalisis data novel Api Tauhid karya Habiburrahman El- Shirazy dengan cara mendeskripsikan kata, frasa, kalimat,

(53)

paragraf serta wacana sesuai dengan rumusan masalah, dan menyimpulkan hasil analisis data.

B. Data dan Sumber Data

Data dalam penelitian ini yaitu dialog-dialog maupun narasi-narasi dalam novel Api Tauhid meliputi: 1) Aspek Iman, 2) Aspek Islam, 3) Aspek Akhlak, Adapun sumber data yang penulis gunakan adalah novel Api Tauhid karya Habiburrahman El- Shirazy sebagai berikut:

Judul : Api Tauhid

Pengarang : Habiburrahman El- Shirazy

Tahun terbit : 2013

Tebal buku : 587 halaman

Penerbit : Republika

C. Fokus penelitian

Pada penelitian ini yang diteliti adalah aspek-aspek religiositas yang tertuang dalam novel Api Tauhid yaitu 1). Aspek Iman, 2) Aspek Islam, 3). Aspek Akhlak.

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, ada dua langkah yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data, meliputi:

a. Melakukan pembacaan novel Api Tauhid karya Habiburrahman El-

Shirazy dari awal hingga akhir secara berulang-ulang sehingga dapat mengetahui mengenai peristiwa apa yang diungkap oleh pengarang dalam novel Api Tauhid dan untuk memahami secara keseluruhan tersebut.

(54)

b. Memberi tanda pada halaman novel dengan cara menggunakan kertas yang ditempel untuk mendapatkan data yang sesuai dengan rumusan masalah penelitian c. Mengadakan pemilihan dan pemilahan bagian-bagian dari hasil mencatat atau memberikan tanda sebelumnya. Tahap ini bertujuan untuk mengambil data yang sesuai dan membuang data yang tidak sesuai dengan permasalahan peneliti.

E. Teknik Analisis Data

Berikut teknik analisis data yang dilakukan oleh peneliti:

a. Mendeskripsikan data sesuai dengan klasifikasi berdasarkan rumusan masalah yang ada.

b. Menganalisis data sesuai dengan teori sosiologi sastra Ide yang sudah dijabarkan dengan cara mengelompokkan data sesuai dengan tabel klasifikasi data.

c. Melanjutkan dengan membuat simpulan sesuai dengan kajian teori sosiologi sastra.

Referensi

Dokumen terkait

sumbernya.. Tauhid Karya Habiburrahman El- Shirazy”. Prodi Pendidikan Agama Islam, Jurusan Pendidikan Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Sunan

Arifin, berpendapat bahwa pendidikan adalah proses menyempurnakan semua kemampuan manusia bakat kemampuan yang diperoleh dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik melalui sarana yang

agama dan ilmu-ilmu modern, Said Nursi mulai memahami betul tentang kondisi pemerintahan Turki Utsmani yang saat itu sedang mengandung janin cara berpikir ala Eropa yang

Kemampuan akal kecerdasan diciptakan Allah dalam diri manusia agar dipergunakan untuk mengungkapkan perbedaan tentang yang baik dari yang buruk, perkara

2 Mengetahui bagaimana relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak pada novel Api Tauhid dengan pendidikan akhlak di Indonesia.Untuk mencapai tujuan diatas, digunakan pendekatan

Skripsi yang berjudul: Analisis Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam novel Api Tauhid karya Habiburrahman El Shirazy, ditulis oleh Muhammad Syahid Hisbullah, telah diujikan

GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM NOVEL API TAUHID KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY Oleh Fani Pratama Putri1, Aruna Laila2, Putri Dian Afrinda3 1 Mahasiswa STKIP PGRI Sumatera Barat 2

Nilai-nilai tersebut yakni a aqidah yang terdiri atas nilai ketauhidan, iman pada takdir Allah, dan iman pada rasul dan nabi Allah; b syariah yang terdiri atas nilai ibadah, siyasah