• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI PENDIDIKAN AKHLAK NOVEL API TAUHID KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "NILAI PENDIDIKAN AKHLAK NOVEL API TAUHID KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA"

Copied!
251
0
0

Teks penuh

(1)

i

SKRIPSI

Disusun sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Siti Ponijah

122110039

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO

2016

(2)
(3)
(4)

iv

اُبِسَتَْيَ َلَ ُثْيَح ْنِم ُهْقُزْرَ يَو )2( اًجَرَْمَ ُهَل ْلَعَْيَ َهَّللا ِقَّتَ ي ْنَمَو

Barang siapa bertakwa pada Allah niscaya Dia akan menyediakan jalan keluar untuknya. Dan memberinya rezeki dari jalan yang tidak terduga.

[Al-Thalaq: 2-3].

Dalam kondisi normal, orang sangat mungkin untuk berpikir positif. Namun, kekuatan yang sebenarnya adalah kemampuan berpikir positif ketika menghadapi masalah dalam kehidupan. [Dr. Ibrahim Elfiky].

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada:

Bapak Siyono dan Ibu Tebok tercinta yang selalu memberi semangat dan mendoakan pada setiap langkah dan usahaku dengan penuh kasih sayang. Penulis hadiahkan kepada:

1. Sahabat-sahabat tercinta yang selalu memberi semangat dan doa.

2. Calon suami yang selalu memberi motivasi, semangat, dan doa dalam proses penyelesaian skripsi ini.

(5)
(6)
(7)
(8)

viii

Shirazy dan Skenario Pembelajarannya di Kelas XI SMA”. Skripsi. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. FKIP. Universitas Muhammadiyah Purworejo. 2016.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) unsur intrinsik dalam novel

Api Tauhid Karya Habiburrahman El Shirazy; (2) nilai pendidikan akhlak dalam

novel Api Tauhid Karya Habiburrahman El Shirazy; dan (3) skenario pembelajaran unsur intrinsik dan nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam novel Api Tauhid Karya Habiburrahman El Shirazy di kelas XI SMA.

Objek penelitian ini adalah unsur intrinsik dan nilai pendidikan akhlak novel

Api Tauhid Karya Habiburrahman El Shirazy. Penelitian ini berfokus pada unsur

intrinsik dan nilai pendidikan akhlak yang meliputi akhlak pada Allah, keluarga, dan diri sendiri. Dalam penelitian ini instrumennya adalah penulis selaku instrumen utama dengan bantuan kartu pencatat data beserta alat tulis. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi. Analisis data dilakukan dengan teknik analisis isi. Hasil analisis data disajikan dengan teknik informal.

Dari hasil penelitian, disimpulkan bahwa (1) unsur intrinsik meliputi tema, yaitu kedekatan hamba dengan Allah Swt., tokoh dan penokohan, Fahmi merupakan tokoh utama dengan watak berbakti kepada orang tua, pandai, baik hati, penyayang, sabar, dan religius dengan beberapa tokoh tambahan yang mendukung, yaitu Ibu, Bapak, Nuzula, dan sebagainya; teknik pelukisan tokoh secara dramatis dan analitis; alur, yaitu mundur (flashback); latar meliputi latar tempat, waktu, dan sosial; sudut pandang, yaitu sudut pandang orang ketiga; amanat, yaitu Umat muslim selalu mendekatkan diri pada Allah Swt., suami setia kepada istri, dan istri berbakti kepada suami; hubungan antarunsur, yaitu hubungan tokoh dengan unsur cerita yang lain (latar dan kehidupan sosial),; hubungan alur dengan unsur cerita yang lain (tema),; dan hubungan latar dengan unsur cerita yang lain (watak tokoh dan jalan cerita); (2) nilai pendidikan akhlak meliputi akhlak pada Allah, yaitu takwa, cinta dan rida (rela), ikhlas, khauf dan raja’ (takut dan harap), tawakal (berharap pada Allah), syukur, dan tobat; akhlak pada keluarga, yaitu birrul walidain (berbuat baik pada kedua orang tua); hak, kewajiban dan kasih sayang suami istri, kasih sayang dan tanggung jawab orang tua terhadap anak, dan silaturahmi dengan karib kerabat; dan akhlak pada diri sendiri, yaitu akhlak baik (sidik (jujur), amanah (dipercaya), istikamah (teguh menjaga iman), ifah (menjaga kehormatan diri), syaja’ah (berani), tawaduk (rendah hati), sabar, dan pemaaf) dan akhlak buruk (bohong, sombong, tidak mempunyai belas kasih, dan jaza’u (gelisah);. (3) skenario pembelajaran unsur intrinsik dan nilai pendidikan akhlak novel Api Tauhid pada kelas XI SMA menggunakan metode ceramah, diskusi, tanya jawab, dan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.

(9)

ix

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

MOTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN ... v

PRAKATA ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7 C. Batasan Masalah ... 8 D. Rumusan Masalah ... 9 E. Tujuan Penelitian ... 9 F. Manfaat Penelitian ... 10 G. Sistematika Skripsi ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORETIS ... 13

A. Tinjauan Pustaka ... 13

B. Kajian Teoretis ... 17

1. Unsur Intrinsik Novel ... .. 17

2. Nilai Pendidikan Akhlak dalam Karya Sastra ... 33

3. Pembelajaran Sastra di SMA ... 36

BAB III METODE PENELITIAN ... 54

A. Sumber Data ... 54

B. Objek Penelitian ... 54

C. Fokus Penelitian ... 55

D. Instrumen Penelitian ... 55

E. Teknik Pengumpulan Data ... 56

F. Teknik Analisis Data ... 57

G. Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ... 57

BAB IV PENYAJIAN DAN PEMBAHASAN DATA ... 59

A. Penyajian Data ... 59

(10)

x LAMPIRAN

(11)

xi

El Shirazy ... 60 Tabel 2 : Data Tema Minor Novel Api Tauhid Karya Habiburrahman

El Shirazy ... 60 Tabel 3 : Data Tokoh Novel Api Tauhid Karya Habiburrahman El Shirazy 60 Tabel 4 : Data Penokohan Novel Api Tauhid Karya Habiburrahman El

Shirazy……… ... 61 Tabel 5 : Data Alur Novel Api Tauhid Karya Habiburrahman El Shirazy ... 63 Tabel 6 : Data Latar Novel Api Tauhid Karya Habiburrahman El Shirazy .. 64 Tabel 7 : Data Sudut Pandang Novel Api Tauhid Karya Habiburrahman El

Shirazy ... 65 Tabel 8 : Data Amanat Novel Api Tauhid Karya Habiburrahman El

Shirazy ... 65 Tabel 9 : Data Hubungan Antarunsur Novel Api Tauhid Karya

Habiburrahman El Shirazy ………... ... 66 Tabel 10 : Data Nilai Pendidikan Akhlak Novel Api Tauhid Karya

(12)

xii

Lampiran 2: Biografi Pengarang ... 279

Lampiran 3: Sinopsis Novel ... 284

Lampiran 4: Silabus ... 287

Lampiran 5: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 288 Lampiran 6: Surat Keputusan Dosen Pembimbing (SK)

(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika skripsi.

A. Latar Belakang Masalah

Sastra hadir sebagai perenungan pengarang terhadap fenomena yang ada. Walau berupa hasil kerja imajinasi, khayalan, tidak benar jika fiksi dianggap sebagai hasil kerja lamunan belaka, melainkan penghayatan dan perenungan secara intens, perenungan terhadap hakikat hidup dan kehidupan, perenungan yang dilakukan dengan penuh kesadaran (Nurgiyantoro, 2013: 3). Pendapat yang sama dikemukakan oleh Aminuddin (2013: 37) yang menyatakan bahwa sastra merupakan bagian dari seni yang berusaha menampilkan nilai-nilai keindahan yang bersifat aktual dan imajinatif sehingga mampu memberikan hiburan dan kepuasan rohaniah pembacanya.

Teeuw (2015: 265) menjelaskan bahwa sastra merupakan bentuk seni, jadi dapat didekati dari aspek keseniannya, dalam kaitannya dan pertentangan-nya dengan bentuk-bentuk seni lain. Dari segi inilah ilmu sastra merupakan cabang ilmu seni atau estetik. Dalam karya sastra terdapat keindahan, baik dari segi tema, alur, maupun tokoh dan penokohannya. Dari sisi keindahan inilah, karya sastra dapat digunakan sebagai media hiburan bagi pembacanya.

Selanjutnya, Ismawati (2013: 1) menjelaskan bahwa pembelajaran sastra adalah suatu pembelajaran yang mencakup aspek sastra meliputi Teori Sastra,

(14)

Sejarah Sastra, Kritik Sastra, Sastra Perbandingan, dan Apresiasi Sastra. Pembelajaran sastra berfungsi sebagai wahana untuk belajar menemukan nilai-nilai yang terdapat dalam karya sastra yang dibelajarkan, dalam suasana yang kondusif di bawah bimbingan pendidik atau dosen. Dalam pembelajaran sastra dimungkinkan tumbuhnya sikap apresiasi terhadap hal-hal yang indah, lembut, dan manusiawi untuk diinternalisasikan menjadi bagian dari karakter anak didik yang dibentuk (Ismawati, 2013: 3).

Sesuai dengan fungsi pembelajaran sastra, mempelajari karya sastra dapat menumbuhkan sikap apresiasi dan digunakan sebagai wahana untuk menemukan nilai-nilai yang terdapat dalam karya sastra. Pembelajaran sastra terdapat pada kurikulum yang diajarkan di sekolah. Sastra diajarkan dalam kurikulum di sekolah karena dalam pembelajaran sastra terdapat banyak nilai seni dan budaya yang secara tidak langsung ketika mempelajari sastra juga mempelajari kebudayaan dan seni-seni yang terdapat dalam karya sastra tersebut.

Melalui pembelajaran apresiasi sastra, pendidik/dosen dapat merealisasikan pendidikan karakter karena di dalam apresiasi sastra peserta didik langsung berhadapan dengan bermacam-macam nilai kehidupan, di antaranya nilai religius, kejujuran, toleransi, cinta kasih, keadilan, pengabdian, dan seterusnya (Ismawati, 2013: 115-116). Pengaruh dari karya sastra tersebut tercermin dari pola pikir dan tingkah laku peserta didik setelah membaca karya sastra. Ketika peserta didik membaca karya sastra yang di dalamnya diceritakan perbuatan peserta didik yang pandai dan patuh terhadap orang tua

(15)

serta memiliki akhlak yang baik, secara tidak langsung peserta didik tersebut dapat lebih giat dalam belajar dan gemar berbuat baik terhadap orang tua serta rajin dalam beribadah karena terinsprirasi dari karya sastra yang dibacanya.

Akhlak adalah salah satu karakter yang harus dimiliki oleh peserta didik. Akhlak merupakan sifat yang tertanam dalam jiwa manusia sehingga dia muncul secara spontan bilamana diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan lebih dahulu, serta tidak memerlukan dorongan dari luar (Ilyas, 2014:2).

Saat ini permasalahan akhlak selalu mewarnai pendidikan di Indonesia. Akhlak generasi muda Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Banyak kasus anak sekolah yang sering melakukan tindak kekerasan, seperti tawuran antar pelajar, menganiaya teman sebaya, dan bahkan berani melakukan kekerasan terhadap kedua orang tuanya sendiri. Sikap generasi muda yang seperti itu tidak mencerminkan peserta didik yang berpendidikan dan berakhlak.

Dengan adanya permasalahan di lingkungan pendidikan tersebut, penegakan akhlak menjadi sangat penting dalam rangka mencapai keharmonisan dalam pendidikan. Pendidikan akhlak dapat diberikan kepada peserta didik melalui cara dan media pendidikan yang bermacam-macam. Dalam lingkungan keluarga, orang tua dapat memberikan keteladanan, baik dalam kesopanan berbicara maupun bertingkah laku. Pendidikan akhlak juga dapat diberikan melalui bacaan-bacaan yang mengandung nilai-nilai sosial dan

(16)

budi pekerti yang baik. Salah satu media pendidikan akhlak berupa bacaan adalah novel.

Novel memiliki muatan pesan yang sarat akan nilai-nilai yang digunakan untuk mentransferkan nilai-nilai itu. Salah satunya adalah nilai pendidikan akhlak. Dalam menyikapi peristiwa kemerosotan akhlak para peserta didik yang makin marak sekaligus mengatisipasi dampak negatif dalam perkembangan Iptek, pendidikan akhlak melalui kebiasaan berbuat kebaikan menjadikan peserta didik mampu memahami, mampu merasakan, dan gemar melakukan perbuatan yang baik.

Novel Api Tauhid merupakan novel karya Habiburrahman El Shirazy dengan tebal 574 halaman. Novel ini menceritakan seorang pemuda Indonesia dari Desa Tegalrandu Kota Lumajang yang sedang menempuh pendidikan S2 di Madinah. Dia taat beribadah kepada Allat Swt., patuh terhadap orang tuanya, mempunyai prestasi akademik baik, serta pemuda yang mempunyai rasa kagum dan cinta terhadap Ulama besar. Kisah yang ditulis dalam novel

Api Tauhid memuat banyak nilai-nilai pendidikan akhlak. Tokoh utama dalam

novel ini diceritakan oleh pengarang dengan begitu rinci, mulai dari bentuk fisik yang sempurna dan mempunyai akhlak yang baik untuk di contoh. Novel

Api Tauhid karya Habiburrahman El Shirazy juga merupakan novel sejarah.

Tokohnya Badiuzzaman Said Nursi atau Sang Keajaiban Zaman.

Selain terdapat beberapa nilai pendidikan akhlak, dalam novel Api Tauhid karya Habiburrahman El Shirazy juga terdapat keindahan dari segi tema, latar, tokoh dan penokohan. Dari segi tema, novel Api Tauhid karya Habiburrahman

(17)

El Shirazy ingin menyampaikan kepada pembaca bahwa penghayatan jejak-jejak keteladanan Badiuzzaman Said Nursi yang dihidangkan melalui wisata rohani enam pemuda Fahmi, Subki, Hamza, Aysel, Emel, dan Bilal yang dibalut kehangatan romantis kisah kesucian cinta antara Fahmi dan Nuzula, sedangkan dari segi latar novel Api Tauhid memadukan keindahan alam Indonesia, budaya lokal Indonesia yang genuine, dan pertemuannya dengan alam dan budaya Turki, membuat pembaca makin mencintai Islam dan para Ulama besarnya. Dari segi tokoh terdapat tokoh antagonis dan protagonis, konflik yang ditimbulkan dari kedua tokoh tersebut mampu membuat cerita makin hidup.

Novel Api Tauhid adalah salah satu karya sastra dari Habiburrahman El Shirazy. Ia merupakan seorang sarjana lulusan Universitas AL-Azhar, Kairo, Mesir yang lahir pada tanggal 30 September 1976 di Semarang. Ia dikenal nasional sebagai dai, novelis, penyair, penerjemah, dosen, dan baru-baru ini sebagai sutradara.

Sebelum menulis Api Tauhid, Habiburrahman El Shirazy telah dikenal lewat sejumlah karyanya yang fenomenal dan laris terjual di pasaran, seperti novel Ayat-Ayat Cinta, Pudarnya Pesona Cleopatra, novelet Dalam Mihrab

Cinta, Ketika Cinta Bertasbih, dan kumpulan kisah Di Atas Sajadah Cinta.

Bahkan, novel Ayat-Ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih, serta novelet

Dalam Mihrab Cinta telah difilmkan dan mendapat apresiasi positif dari

(18)

Dalam kapasitasnya sebagai penulis, Habiburrahman El Shirazy berhasil meraih beberapa penghargaan, di antaranya Pena Award Tahun 2005, The

Most Favorite Book and Writer Tahun 2005, dan IBF Award Tahun 2006.

Pada tahun 2007 silam, Habiburrahman El Shirazy dipilih oleh harian umum

Republika sebagai salah satu Tokoh Perubahan Indonesia Tahun 2007 dengan

predikat “The Sound of Moral”. Dari penghargaan ini dapat dilihat bahwa Habiburrahman El Shirazy dan karya-karyanya dinilai telah membawa pengaruh positif dalam gerakan perbaikan di Indonesia.

Penulis memilih novel Api Tauhid sebagai bahan ajar pada pembelajaran menganalisis unsur intrinsik dan ekstrinsik novel di SMA karena novel ini mampu menumbuhkan motivasi serta minat baca peserta didik. Selain itu, novel tersebut mengandung nilai pendidikan akhlak yang disampaikan melalui gambaran para tokohnya yang dapat dijadikan contoh oleh peserta didik untuk membentuk karakter peserta didik dalam menjalani kehidupan sehari-hari di tengah perkembangan zaman yang makin baik. Apabila pembelajaran sastra dilakukan dengan cara yang tepat, pembelajaran sastra dapat juga memberikan sumbangan yang besar untuk memecahkan masalah-masalah nyata yang cukup sulit untuk dipecahkan di dalam masyarakat (Rahmanto, 1988:15).

Pembelajaran sastra dilaksanakan dengan metode yang sesuai dengan kondisi peserta didik karena dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar disesuaikan dengan kebutuhan sekolah itu sendiri. Standar kompetensi dan kompetensi dasar pada pembelajaran kelas XI semester I dalam KTSP yang sesuai judul

(19)

penelitian adalah standar kompetensi membaca yaitu memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/novel terjemahan dan kompetensi dasarnya menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan.

Dalam novel Api Tauhid terdapat banyak pengalaman yang bernilai pendidikan positif. Karya sastra novel ini dapat membina minat membaca peserta didik secara pribadi dan dapat meningkatkan semangat peserta didik untuk menekuni bacaan secara lebih mendalam. Salah satu kelebihan novel sebagai pembelajaran sastra adalah cukup mudahnya karya tersebut dinikmati peserta didik sesuai dengan tingkat kemampuannya masing-masing secara perorangan (Rahmanto, 1988: 66). Dengan pembelajaran novel ini, diharapkan peserta didik dapat lebih berimajinasi lagi dalam menganalisis unsur intrinsik dan nilai pendidikan akhlak. Selain itu, peserta didik diharapkan mampu mengambil pembelajaran yang bernilai positif dalam novel tersebut, serta meningkatkan kegemarannya untuk membaca.

Novel yang terbit pada November 2014 ini memungkinkan jika dijadikan sebagai bahan ajar di SMA karena di dalamnya banyak nilai estetika dan nilai pendidikan akhlak yang dapat dijadikan contoh oleh peserta didik. Dilihat dari jumlah halaman novel ini, yaitu 574 halaman, peserta didik diminta membaca novel di luar jam sekolah sehingga tidak memakan waktu banyak saat pembelajaran di kelas.

(20)

B. Identifikasi Masalah

Latar belakang masalah yang dikemukakan pada bagian depan masih tergolong luas dalam jangkauan dan kedalaman penelitian yang akan dilakukan. Pelaksanaan penelitian akan lebih operasional jika disusun identifikasi masalah. Berdasarkan uraian di atas, penulis menulis skripsi dengan judul “Nilai Pendidikan Akhlak Novel Api Tauhid Karya Habiburrahman El Shirazy dan Skenario Pembelajarannya di Kelas XI SMA”, dengan alasan di bawah ini.

1. Dalam novel Api Tauhid Karya Habiburrahman El Shirazy terdapat banyak nilai estetika yang menarik untuk dianalisis.

2. Nilai pendidikan akhlak menarik untuk dianalisis karena terdapat relevansi dengan kehidupan masyarakat.

3. Belum ada penelitian tentang nilai pendidikan akhlak novel Api Tauhid Karya Habiburrahman El Shirazy yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purworejo sebagai materi untuk pembelajaran sastra.

4. Sebagai calon tenaga pendidik, penulis merasa perlu mengenal pembelajaran sastra sehingga dapat menjadi tenaga pendidik yang professional dalam bidang sastra.

C. Batasan Masalah

Suatu penelitian haruslah dibatasi supaya penelitian terarah dan tujuan penelitian tercapai. Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada nilai pendidikan

(21)

akhlak terhadap Allah Swt., nilai pendidikan akhlak dalam keluarga, serta nilai pendidikan akhlak pada diri sendiri yang terdapat dalam novel Api Tauhid karya Habiburrahman El Shirazy.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.

1. Bagaimana unsur intrinsik dalam novel Api Tauhid karya Habiburrahman El Shirazy?

2. Bagaimana nilai pendidikan akhlak dalam novel Api Tuhid karya Habiburrahman El Shirazy?

3. Bagaimana skenario pembelajaran unsur intrinsik dan nilai pendidikan akhlak novel Api Tauhid karya Habiburrahman El Shirazy di kelas XI SMA?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk:

1. mendeskripsikan unsur intrinsik novel Api Tauhid karya Habiburrahman El Shirazy;

2. mendeskripsikan nilai pendidikan akhlak novel Api Tauhid karya Habiburrahman El Shirazy;

(22)

3. mendeskripsikan skenario pembelajaran unsur intrinsik dan nilai pendidikan akhlak novel Api Tauhid karya Habiburrahman El Shirazy di kelas XI SMA.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian dengan judul “Nilai Pendidikan Akhlak Novel Api

Tauhid Karya Habiburrahman El Shirazy dan Skenario Pembelajarannya di

Kelas XI SMA” dapat ditinjau dari dua segi, yaitu: 1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini dapat menjadi bahan kajian serta wawasan pembaca tentang unsur intrinsik dan nilai pendidikan akhlak pada novel Api Tauhid karya Habiburrahman El Shirazy serta memberikan sumbangan dalam bidang pendidikan dalam pembelajaran unsur intrinsik dan ekstrinsik novel di kelas XI SMA.

2. Manfaat Praktis a) Bagi Penulis

Sebagai calon pendidik, penulis memperoleh metode yang lebih efektif dalam meningkatkan kualitas pendidikan sastra khususnya memahami novel Indonesia serta nilai pendidikan akhlak dalam pengembangan pendidikan karakter pada peserta didik.

b) Bagi Pendidik

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan gambaran kepada pendidik tentang apresiasi sastra dan

(23)

pembelajarannya khususnya pembelajaran prosa yakni novel Api

Tauhid karya Habiburrahman El Shirazy.

c) Bagi Peserta Didik

Diharapkan menambah pengetahuan dan pengalaman bagi peserta didik dengan memahami nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam novel Api Tauhid karya Habiburrahman El Shirazy.

G. Sistematika Skripsi

Sistematika ini bertujuan untuk memberikan gambaran yang jelas tentang penelitian yang akan dilakukan. Sistematika penulisan ini dibagi menjadi lima bab yang terdiri dari subbab sebagai berikut.

Bab I berisi pendahuluan. Pendahuluan ini memuat latar belakang masalah, penegasan istilah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.

Bab II berisi tinjauan pustaka dan kajian teoretis. Tinjauan pustaka, yaitu hasil skripsi terdahulu yang relevan dengan permasalahan yang diteliti oleh penulis, antara lain (1) skripsi Meirani (2012) dan (2) skripsi Wardiah (2013) dan jurnal skripsi Islam (2015). Kajian teoretis berisi teori-teori yang digunakan sebagai landasan penelitian sebelum melaksanakan penelitian, yang terdiri (1) unsur intrinsik novel; (2) nilai pendidikan akhlak dalam karya sastra; dan (3) pembelajaran sastra di SMA. Kajian teoretis tersebut merupakan teori yang dijadikan pedoman dalam melakukan pembahasan dan hasil penelitian.

(24)

Bab III berisi metode penelitian. Metode penelitian ini mencakup sumber penelitian, objek penelitian, fokus penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik analisis data, dan teknik penyajian hasil analisis data.

Bab IV adalah penyajian dan pembahasan data hasil penelitian. Dalam bab ini penulis menguraikan data penelitian yang diambil dari novel Api

Tauhid karya Habiburrahman El Shirazy yang berisi kutipan-kutipan serta

subbab permasalahan data yang membahas unsur intrinsik dan nilai pendidikan akhlak novel tersebut.

Bab V berisi penutup, merupakan bagian akhir yang berisi simpulan dan saran. Pada bagian akhir, penulis menyajikan daftar pustaka dan melampirkan kartu pencatat data, biografi pengarang, sinopsis novel, silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), kartu bimbingan, dan surat keputusan dosen pembimbing (SK).

(25)

13

Pada bab ini penulis menguraikan tinjauan pustaka yang berisi hasil skripsi terdahulu yang relevan dengan permasalahan yang diteliti oleh penulis dan kajian teoretis yang terdiri dari (1) unsur intrinsik novel; (2) nilai pendidikan akhlak dalam karya sastra; dan (3) pembelajaran sastra di SMA.

A. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan kajian untuk membandingkan antara kajian terdahulu dengan kajian yang akan penulis lakukan. Penelitian nilai pendidikan akhlak telah banyak dilakukan sebagai kajian terdahulu, maka penulis wajib memaparkan tinjauan pustaka sebagai kajian secara kritis. Penulis mengambil contoh skripsi Meirani (2012), Wardiah (2013) dan jurnal skripsi Islam (2015).

1. Meirani (2012)

Penelitian Meirani (2012) berjudul “Nilai Pendidikan Akhlak pada Film

Rumah Tanpa Jendela Karya Aditya Gumay dan Skenario Pembelajarannya

dalam Pembelajaran Drama di Kelas XI SMA”, dalam penelitiannya tersebut Meirani membahas (1) unsur intrinsik dalam film Rumah Tanpa Jendela karya Aditya Gumay terdiri dari (a) tema, yaitu kepedulian sosial; (b) tokoh dan penokohan, yaitu Aldo dan Rara sebagai tokoh utama; (c) alur, yaitu alur awal, alur tengah, dan alur akhir; (d) latar, yaitu latar tempat, waktu, dan sosial; (e) amanat, bahwa sebagai makhluk ciptaan Allah Swt. wajib saling membantu dan berbagi; (2) nilai pendidikan akhlak dalam film Rumah Tanpa Jendela meliputi (a) akhlak terhadap diri sendiri, yaitu bersyukur, ikhlas, dan sabar; (b) akhlak

(26)

terhadap keluarganya, yaitu hormat kepada orang tua, dan saling mengasihi terhadap anggota keluarga; (c) akhlak terhadap sesamanya, yaitu saling menolong, saling memberi, saling mengasihi.

Semua nilai pendidikan akhlak tersebut terjalin melalui struktur pembentuk cerita yang memiliki nilai estetis dan tidak bersifat menggurui. (3) Skenario pembelajaran drama dengan materi unsur intrinsik dan nilai pendidikan akhlak pada film Rumah Tanpa Jendela karya Aditya Gumay di kelas XI SMA meliputi (a) menyampaikan materi tentang unsur intrinsik drama dan nilai-nilai pendidikan akhlak pada film Rumah Tanpa Jendela karya Aditya Gumay untuk kemudian diidentifikasi peserta didik; (b) menugaskan peserta didik untuk mengidentifikasi dan menganalisis unsur intrinsik dan nilai pendidikan akhlak pada film Rumah Tanpa Jendela karya Aditya Gumay; (c) membimbing peserta didik untuk mendiskusikan hasil analisis kepada teman kelompok; (c) memberikan kesempatan peserta didik untuk melaporkan hasil pekerjaan; (d) mereflesikan kembali hasil pembelajaran dengan metode tanya jawab.

Penelitian yang dilakukan Meirani mempunyai persamaan dengan penelitian ini, yaitu sama-sama membahas nilai pendidikan akhlak dan skenario pembelajarannya ditujukan pada siswa kelas XI SMA. Perbedaannya terdapat pada subjek penelitian. Penelitian Meirani memiliki subjek film Rumah Tanpa

Jendela karya Aditya Gumay, sedangkan penulis memiliki subjek novel Api Tauhid karya Habiburrahman El Shirazy. Selain itu, pada penelitian Meirani

(27)

pada penelitian ini skenario pembelajarannya pada pembelajaran membaca atau memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/novel terjemahan.

2. Wardiah (2013)

Wardiah (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Nilai Pendidikan Akhlak Tokoh Utama Novel Sunset Terakhir di Teheran Karya Zhaenal Fanani dan Skenario Pembelajarannya di SMA”. Dalam skripsi itu dia membahas (1) Akhlak tokoh utama dalam novel Sunset Terakhir di Teheran Karya Zhaenal Fanani; (2) penelitian ini juga bertujuan untuk mengalisis nilai akhlak novel

Sunset Terakhir di Teheran.

Hasil pembahasannya adalah (1) wujud pendidikan akhlak tokoh utama novel Sunset Terakhir di Teheran; (2) nilai-nilai akhlak pada tokoh yang terdapat dalam novel Sunset Terakhir di Teheran dikelompokkan menjadi tiga, yaitu akhlak terhadap pribadi yang berhubungan dengan penyayang, sabar, pantang menyerah dan cerdas, akhlak terhadap keluarga yang berhubungan dengan hormat, kasih sayang anak terhadap orang tua, percaya, rasa kehilangan, kerinduan dan harapan, akhlak terhadap sesama yang berhubungan dengan keinginan, ramah, kasih sayang, kepercayaan kebenaran dan harapan. (3) strategi pembelajaran novel Sunset Terakhir di Teheran di kelas XI SMA dilaksanakan menggunakan strategi analisis dengan cara membaca novel Sunset Terakhir di

Teheran secara keseluruhan.

Terdapat persamaan antara analisis Wardiah dengan penelitian ini, yaitu sama-sama menganalisis nilai akhlak. Persamaan yang kedua adalah skenario pembelajaraannya ditujukan pada siswa XI SMA. Namun, ada pula perbedaanya,

(28)

yaitu penulis menganalisis mengenai unsur intrinsik novel Api Tauhid, sedangkan Wardiah hanya menganalisis nilai pendidikan akhlak pada tokoh utama. Dalam kedua penelitian ini KTSP digunakan sebagai rujukan.

3. Islam (2015)

Selanjutnya, penelitian Islam (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Nilai Pendidikan Akhlak dalam Novel Bumi Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy serta Relevansinya pada Pembelajaran Sastra di SMA”. Dalam jurnal skripsi itu Islam membahas (1) unsur ekstrinsik dalam novel

Bumi Cinta karya Habiburrahman El Shirazy yang penulis mengkhususkan

pengkajiannya pada unsur ekstrinsik yang berupa nilai agama; (2) nilai pendidikan akhlak dalam novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El Shirazy meliputi (a) akhlak terhadap Allah Swt., berupa takwa; (b) akhlak terhadap Rasulullah saw., yaitu mengikuti dan menaati Rasulullah saw, (c) akhlak pribadi, shidiq, (d) akhlak bermasyarakat, bertamu dan menerima tamu; (3) relevansi pembelajaran novel dengan materi unsur ekstrinsik agama dan nilai pendidikan akhlak pada novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El Shirazy di kelas XI SMA meliputi (a) menjelaskan unsur intrinsik dan ekstrinsik dalam novel; (b) Pendidik membagi peserta didik menjadi enam kelompok; (c) membagikan kutipan dan sinopsis novel Bumi Cinta kepada masing kelompok; (d) menugaskan masing-masing kelompok menganalisis unsur ekstrinsik (nilai agama) dalam novel Bumi

Cinta; (e) memberikan kesempatan pada masing-masing kelompok untuk

berdiskusi membahas unsur ekstrinsik (nilai agama) dalam novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El Shirazy.

(29)

Penelitian yang dilakukan oleh Islam mempunyai persamaan dengan penelitian ini, yaitu sama-sama membahas nilai pendidikan akhlak dan skenario pembelajarannya ditujukan pada peserta didik kelas XI SMA. Perbedaannya terdapat pada subjek penelitian. Subjek penelitian Islam adalah novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El Shirazy, sedangkan subjek penelitian ini novel Api

Tauhid karya Habiburrahman El Shirazy. Selain itu, pada penelitian Islam tahun

2015 dibahas unsur ekstrinsik nilai agama pada novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El Shirazy, sedangkan pada penelitian ini dibahas unsur intrinsik dalam novel Api Tauhid karya Habiburrahman El Shirazy.

B. Kajian Teoretis

Penulis dalam kajian teoretis ini menjelaskan (1) unsur intrinsik novel; (2) nilai pendidikan akhlak dalam karya sastra; dan (3) pembelajaran sastra di SMA.

1. Unsur Intrinsik Novel

Nurgiyantoro (2013: 30) menjelaskan bahwa unsur intrinsik (intrinsic) adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual dijumpai jika orang membaca karya sastra.

Novel merupakan karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku (Sugono, 2008: 969). Karya sastra yang satu ini dibangun oleh dua unsur. Salah satunya adalah unsur intrinsik seperti tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, sudut pandang, dan amanat.

(30)

Di bawah ini merupakan unsur intrinsik yang terdapat dalam novel.

a. Tema

Scharback (dalam Aminuddin, 2013: 91) menjelaskan bahwa tema berasal dari bahasa Latin yang berarti “tempat meletakkan suatu perangkat”. Disebut demikian karena tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperanan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya.

Nurgiyantoro (2013:32) menyatakan bahwa tema merupakan gagasan yang mendasari suatu karya sastra. Ia selalu berkaitan dengan berbagai pengalaman kehidupan, seperti masalah cinta, kasih, rindu, takut, maut, religius, sosial, dan sebagainya. Tema adalah gagasan yang mendasari karya sastra sehingga dapat menjadi faktor yang mengikat peristiwa-peristiwa dalam satu alur (Sudjiman, 1988: 51).

Sudjiman (1988: 50-51) berpendapat bahwa tema cerita dapat dinyatakan secara eksplisit (jelas) dan implisit (simbolis). Akan tetapi, tidak semudah itu menemukan tema cerita karena lebih sering tema itu implisit (tersirat). Hanya dengan membaca cerita secara keseluruhan kita dapat menemukan temanya. Tema yang implisit membuat pembaca merasa penasaran untuk menemukan tema dalam karya sastra tersebut sehingga memacu minat pembaca untuk membaca secara cermat dan tekun untuk menemukan tema karya sastra tersebut. Gaya penulisan tema yang implisit membuat karya sastra itu makin mempunyai nilai keindahan sebagai sebuah karya sastra.

(31)

Tema pada hakikatnya merupakan makna yang dikandung cerita. Makna cerita atau tema dalam sebuah karya fiksi (novel), mungkin saja lebih dari satu makna cerita. Makna cerita atau tema dibedakan menjadi tema pokok atau tema mayor dan tema tambahan atau tema minor. Tema mayor adalah makna pokok yang menjadi dasar atau gagasan dasar suatu karya sastra, sedangkan tema minor adalah makna yang hanya terdapat pada bagian-bagian tertentu cerita atau dapat diidentifikasikan sebagai makna tambahan. Banyak sedikitnya tema minor tergantung pada banyak sedikitnya makna tambahan yang dapat ditafsirkan dari sebuah cerita novel (Nurgiyantoro, 2013: 125).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tema merupakan ide atau gagasan utama yang dijadikan sebagai dasar cerita yang disampaikan baik secara eksplisit maupun implisit oleh pengarangnya sebagai pandangan dasar hidup tertentu atau rangkaian nilai-nilai tertentu dalam suatu karya sastra. Tema dalam karya sastra biasanya lebih dari satu tema, yaitu tema pokok atau tema mayor dan tema tambahan atau tema minor.

b. Tokoh dan Penokohan

Tokoh dan penokohan merupakan salah satu unsur yang paling penting dalam sebuah novel. Aminuddin (2013: 79) mendefinisikan tokoh sebagai pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita. Nurgiyantoro (2013: 254) menyatakan bahwa penokohan merupakan bagian, unsur, yang bersama dengan unsur-unsur yang lain membentuk suatu totalitas. Dengan demikian, penokohan mempunyai peranan yang besar dalam menentukan keutuhan dan keartistikan sebuah fiksi.

(32)

Berdasarkan tingkat pentingnya tokoh dalam suatu cerita menurut Sudjiman (1988: 17-19) dan Nurgiyantoro (2013: 258-259) tokoh dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.

1) Tokoh Sentral atau Tokoh Utama

Tokoh sentral atau tokoh utama merupakan tokoh yang memegang peran utama dalam penceritaannya. Bahkan, pada novel-novel tertentu, tokoh utama senantiasa hadir dalam setiap kejadian.

2) Tokoh Bawahan

Tokoh bawahan merupakan tokoh yang memiliki kedudukan sentral. Namun, kehadirannya sangat diperlukan untuk menunjang tokoh utama.

Selanjutnya, berdasarkan peran tokoh menurut Sudjiman (1988: 17-19) dan Nurgiyantoro (2013: 260-261) tokoh dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.

1) Protagonis

Tokoh protagonis adalah tokoh yang mendukung jalannya cerita, tokoh yang mendatangkan simpati atau tokoh baik. Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita, dan harapan-harapan kita.

2) Antagonis

Tokoh antagonis adalah tokoh penyebab terjadinya konflik dalam sebuah novel. Tokoh antagonis ini merupakan tokoh yang menentang arus cerita dan menimbulkan rasa benci pada diri pembaca.

(33)

Kemudian, berdasarkan cara menampilkan tokoh cerita menurut Sudjiman (1988: 21) dan Nurgiyantoro (2013: 264-266) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.

1) Tokoh Datar

Tokoh datar merupakan tokoh sederhana dan bersifat statis dalam berkembangan watak. Sebagai seorang tokoh manusia, ia tidak diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya.

2) Tokoh Bulat

Tokoh bulat merupakan tokoh yang lebih dari segi wataknya sehingga tokoh ini dapat dibedakan dari tokoh yang lain. Selain itu, tokoh bulat mampu memberikan kejutan karena tiba-tiba dimunculkan wataknya yang tak terduga-duga.

Berdasarkan kriteria berkembang atau tidaknya perwatakan menurut Nurgiyantoro (2013: 272-274), tokoh dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.

1) Tokoh Statis

Tokoh statis adalah tokoh cerita yang memiliki sikap dan watak yang relatif tetap, tak berkembang, sejak awal sampai akhir cerita. Tokoh statis tampak seperti kurang terlibat dan tak berpengaruh oleh adanya perubahan-perubahan lingkungan.

2) Tokoh Berkembang

Tokoh berkembang adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan peristiwa

(34)

dan plot yang dikisahkan. Ia secara aktif berinteraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan sosial, alam, maupun yang lain.

Menurut Sudjiman (1988: 24-26) terdapat dua metode dalam mengembangkan penokohan, yaitu sebagai berikut.

1) Metode Analitis

Metode analitis yaitu metode yang menjelaskan secara langsung watak tokoh dalam sebuah cerita. Selain itu, pengarang hanya memaparkan watak tokoh saja.

2) Metode Dramatis

Metode dramatis adalah metode yang watak tokohnya disimpulkan dari pemikiran pembaca. Selain itu, watak tokohnya dapat disimpulkan dari penampilan fisiknya serta dari gambaran lingkungan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh dan penokohan adalah unsur penting dalam sebuah novel. Tokoh merupakan pelaku dalam cerita, sedangkan penokohan merupakan cara pengarang dalam menampilkan tokoh.

Berdasarkan tingkat pentingnya tokoh dalam suatu cerita menurut Sudjiman (1988: 17-19) dan Nurgiyantoro (2013: 258-259) tokoh dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tokoh sentral dan tokoh bawahan. Selanjutnya, berdasarkan peran tokoh, menurut Sudjiman (1988: 17-19) dan Nurgiyantoro (2013: 260-261) tokoh dapat dibedakan menjadi dua, yaitu protagonis dan antagonis. Kemudian, berdasarkan cara menampilkan tokoh cerita menurut

(35)

Sudjiman (1988: 21) dan Nurgiyantoro (2012: 181-183) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tokoh datar dan tokoh bulat.

Berdasarkan kriteria berkembang atau tidaknya perwatakan menurut Nurgiyantoro (2013: 272-274), tokoh dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tokoh statis dan tokoh berkembang. Menurut Sudjiman (1988: 24-26) terdapat dua metode dalam mengembangkan penokohan, yaitu metode analitis dan metode dramatis.

Dari pendapat para pakar yang telah diuraikan di atas, penulis menggunakan pendapat Sudjiman dan Nurgiyantoro. Dalam penelitian ini penulis menganalisis tokoh dan penokohan yang meliputi tingkat pentingnya tokoh, peran tokoh, cara menampilkan tokoh, dan metode dalam mengembangkan penokohan.

c. Alur

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 45) alur adalah jalinan peristiwa dalam karya sastra untuk mencapai efek tertentu (pautannya) dapat diwujudkan oleh hubungan temporal atau waktu dan oleh hubungan kausal atau sebab-akibat. Stanton (2012: 26) menyatakan alur adalah rangkaian peristiwa dalam sebuah cerita yang menunjukkan adanya hubungan kausalitas. Plot memegang peranan penting dalam cerita. Fungsi plot memberikan penguatan dalam proses membangun cerita. Selain itu, alur atau plot memberikan kemudahan pemahaman terhadap cerita dalam karya sastra dan menjadi salah satu kekuatan novel untuk mencapai efek estetis (Nurgiyantoro, 2013: 164-165).

(36)

Sudjiman (1988: 29) “alur adalah peristiwa yang diurutkan yang membangun tulang punggung cerita”. Struktur alur menurut Sudjiman (1988: 30) dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu awal, tengahan, dan akhir.

Tahap awal cerita biasanya disebut perkenalan. Pada tahap awal ini terdiri dari tiga bagian, yaitu paparan, rangsangan, dan gawatan. Paparan merupakan peristiwa awal dan gambaran masalah yang dihadapi tokoh. Tahap awal yang berupa pengenalan tokoh akan membawa pembaca untuk segera berkenalan dengan tokoh yang akan dikisahkan. Rangsangan merupakan alur yang mengarah terjadinya tindakan awal tokoh. Dengan cara ini kita dapat mengetahui tentang siapa dan bagaimana tokoh khususnya yang berhubungan dengan jati diri tokoh. Pada tahap awal cerita, di samping untuk memperkenalkan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita, konflik sedikit demi sedikit juga sudah mulai dimunculkan melalui gawatan. Masalah-masalah yang dihadapi tokoh akan memuncak di bagian tengah cerita, klimaks, mulai dihadirkan dan diurai.

Tahap tengah cerita terdiri dari tiga bagian, yaitu tikaian, rumitan, dan klimaks. Tikaian merupakan gambaran perbedaan sikap, keinginan, pandangan masalah para tokoh. Konflik yang sudah dimunculkan pada tahap awal, menjadi makin meningkat dan menegangkan. Dalam tahap tengah klimaks ditampilkan, yaitu ketajaman konflik yang dihadapi tokoh.

Tahap akhir sebuah cerita dibagi menjadi dua, yaitu leraian dan selesaian. Dalam tahap leraian menampilkan adegan tertentu sebagai akibat

(37)

klimaks. Jadi, bagian ini berisi bagaimana kesudahan cerita. Selesaian merupakan gambaran nasib tokoh terhadap penyelesaian.

Menurut Sudjiman (1988: 36-37), unsur kemenarikan alur atau keindahan alur adalah sebagai berikut.

1) Kebolehjadian (Plausibility)

Penyelesaian masalah pada akhir cerita sudah terbayangkan di awal cerita. 2) Kejutan (Surprise)

Pemecahan misteri secara mengejutkan untuk mengecewakan harapan pembaca tentang alur.

3) Kebetulan

Peristiwa yang sengaja direncanakan demi kelancaran jalannya cerita, tetapi tidak sampai menimbulkan kekakuan.

4) Tegangan (Suspense)

Cara menyusun suatu cerita sehingga para pembaca selalu ingin tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

5) Daya Duga Bayang (Foreshadowing)

Bayangan beberapa kejadian yang akan berlangsung kepada pembaca. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa alur merupakan urutan peristiwa yang diwujudkan oleh hubungan sebab-akibat yang membangun cerita dalam karya sastra. Peristiwa yang satu akan mengakibatkan timbulnya peristiwa yang lain, peristiwa yang lain itu akan menjadi sebab bagi timbulnya peristiwa berikutnya dan seterusnya sampai akhir cerita tersebut berakhir. Alur memberikan kemudahan kepada pembaca untuk memahami cerita dalam

(38)

karya sastra. Selain itu, alur juga menjadi salah satu kekuatan novel untuk mencapai efek estetis.

Struktur alur menurut Sudjiman (1988: 30) dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu awal, tengahan, dan akhir. Selanjutnya, unsur kemenarikan alur atau keindahan alur menurut Sudjiman (1988: 36-37) adalah kebolehjadian, kejutan, kebetulan, tegangan, dan daya duga bayang.

Berdasarkan pendapat para pakar yang telah diuraikan di atas, penulis menggunakan pendapat Sudjiman. Dalam penelitian ini penulis menganalisis alur yang meliputi struktur alur dan kemenarikan alur.

d. Latar

Stanton (2012: 35) menyatakan latar atau setting lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita dan semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Latar adalah keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra (Sugono, 2008: 794).

Tarigan (1986: 136) menyatakan bahwa maksud dan tujuan latar, yaitu (1) latar dapat dengan mudah dikenal kembali dan dilukiskan dengan terang dan jelas serta mudah diingat, cenderung memperbesar keyakinan terhadap tokoh dan geraknya serta tindakannya; (2) latar dapat mempunyai suatu relasi yang lebih langsung; (3) latar dapat bekerja bagi maksud-maksud yang lebih terdahulu dan terarah dari pada menciptakan suatu atmosfer yang bermanfaat dan berguna.

(39)

Nurgiyantoro (2013: 314-325) membedakan unsur latar menjadi tiga unsur, diantaranya sebagai berikut.

1) Latar Tempat

Latar tempat adalah lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.

2) Latar Waktu

Latar waktu adalah hubungan dengan “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.

3) Latar Sosial-budaya

Latar sosial adalah hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.

Latar merupakan bagian cerita yang tidak terpisahkan dari unsur-unsur yang lainnya. Selain sebagai unsur fiksi yang membentuk cerita, Nurgiyantoro (2013: 330-335) berpendapat bahwa latar juga dapat dilihat dari sisi fungsi yang lain, yaitu latar sebagai metaforik dan latar sebagai atmosfer yang dijelaskan sebagai berikut.

1) Latar sebagai Metaforik

Ekspresi yang berupa ungkapan-ungkapan tertentu sering disampaikan dengan bentuk metafora daripada literal. Dalam kaitan ini adalah latar yang berfungsi metaforik. Deskripsi latar yang melukiskan sifat, keadaan atau suasana tertentu sekaligus berfungsi metaforik terhadap suasana internal tokoh. Deskripsi latar yang menyangkut hubungan alam, tidak hanya mencerminkan suasana internal tokoh. Namun, juga menunjukkan

(40)

suasana kehidupan masyarakat, kondisi spiritual masyarakat yang bersangkutan.

2) Latar sebagai Atmosfer

Atmosfer cerita adalah emosi yang dominan yang merasukinya, yang berfungsi mendukung elemen-elemen cerita yang lain untuk memperoleh efek yang mempersatukan. Atmosfer itu sendiri dapat ditimbulkan dengan deskripsi detail, irama tindakan, tingkat kejelasan dan kemasukakalan berbagai peristiwa, kualitas dialog, dan bahasa yang digunakan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa latar yaitu segala sesuatu yang berkaitan dengan waktu, tempat, dan sosial-budaya masyarakat. Latar waktu, tempat, dan sosial-budaya masyarakat digambarkan melalui peristiwa di dalam novel tersebut. Latar juga berfungsi sebagai metaforik dan atmosfer.

e. Sudut Pandang

Abrams (Nurgiyantoro, 2013: 338) menyatakan bahwa sudut pandang merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Penggunaan sudut pandang yang berbeda menghasilkan versi yang berbeda dari peristiwa atau rentetan peristiwa yang sama dan menyajikan rincian yang berbeda dari peristiwa yang sama (Sudjiman, 1988: 72).

(41)

Sudjiman (1988: 72) berpendapat bahwa sudut pandang dapat digolongkan sebagai berikut.

1) Sudut Pandang Orang Pertama

Sudut pandang orang pertama adalah pencerita berada di dalam yang ikut terlibat di dalam cerita. Sudut pandang ini dibagi menjadi dua, di antaranya sebagai berikut.

a) Sudut Pandang Orang Pertama Akuan Sertaan

Sudut pandang orang pertama akuan sertaan, yaitu “aku” mengisahkan berbagai peristiwa atau kejadian yang dialaminya. Dengan sudut pandang akuan sertaan, pembaca seakan benar-benar terlibat di dalam cerita.

b) Sudut Pandang Orang Pertama Akuan Tak Sertaan

Sudut pandang orang pertama akuan tak sertaan, yaitu “aku” mengisahkan berbagai peristiwa atau kejadian yang dialami orang lain, “aku” hanya sebagai pencerita, tetapi tidak ikut terlibat di dalam cerita tersebut.

2) Sudut Pandang Orang Ketiga

Sudut pandang orang ketiga adalah pengarang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh dengan menyebut nama atau kata gantinya “ia”, “dia”, dan “mereka”. Sudut pandang ini digolongkan menjadi dua, di antaranya sebagai berikut.

(42)

a) Sudut Pandang Orang Ketiga Diaan Serbatahu

Sudut pandang orang ketiga diaan serbatahu, yaitu pengarang sebagai narator yang dapat menceritakan apa saja yang menyangkut tokoh utama dan dapat memasukkan unsur emosi dan penilaian subjektifnya ke dalam kisahannya.

b) Sudut Pandang Orang Ketiga Diaan Terbatas

Sudut pandang orang ketiga diaan terbatas, yaitu pengarang sebagai narator yang berada di luar cerita. Pengarang tidak dapat menembusi pikiran dan perasaan tokoh-tokoh yang lain, tetapi hanya terbatas pada apa yang diamatinya, yaitu tokoh “dia” sebagai tokoh utama.

Dari pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa sudut pandang adalah cara pengarang untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Pengarang dapat menggunakan sudut pandang orang pertama (“aku”) atau sudut pandang orang ketiga (nama tokoh, “ia”, “dia”, dan “mereka”).

f. Amanat

Amanat adalah gagasan yang mendasari karya sastra, pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengar (Sugono, 2008: 47). Sudjiman (1988: 57) mendefinisikan amanat sebagai pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui karya sastranya, baik disampaikan secara implisit maupun secara eksplisit. Implisit, jika jalan keluar atau ajaran moral itu disiratkan dalam tingkah laku tokoh menjelang cerita berakhir. Tema

(43)

disampaikan secara eksplisit, jika pengarang pada tengah atau akhir cerita menyampaikan seruan, saran, peringatan, nasihat, anjuran, larangan, dan sebagainya, berkenaan dengan gagasan yang mendasari cerita itu (Sudjiman, 1988: 57-58).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa amanat adalah suatu pesan positif yang disampaikan pengarang untuk pembacanya. Pesan tersebut disampaikan melalui tokoh-tokohnya, baik secara implisit maupun secara eksplisit atau langsung.

Pesan yang disampaikan pengarang secara implisit dengan tidak menggurui pembaca membuat karya sastra indah dan mempunyai seni. Pembaca merasa terhibur dan dapat mengambil pesan dari karya sastra tanpa tahu kalau mereka sebenarnya sedang dinasihati. Hal itulah yang membe-dakan karya sastra dengan buku pelajaran.

g. Hubungan Antarunsur

Hubungan antarunsur pada novel Api Tauhid Karya Habiburrahman El Shirazy terdiri dari tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, sudut pandang, dan amanat. Hubungan antarunsur menurut Sudjiman (1988: 27, 40, 48,) dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: (1) hubungan tokoh dengan unsur cerita yang lain, (2) hubungan alur dengan unsur cerita yang lain, dan (3) hubungan latar dengan unsur cerita yang lain.

1) Hubungan Tokoh dengan Unsur Cerita yang Lain

Untuk membuat tokoh-tokoh yang meyakinkan, pengarang harus melengkapi diri dengan pengetahuan yang luas dan dalam tentang sifat

(44)

tabiat manusia, serta tentang kebiasaan bertindak dan berujar dalam lingkungan masyarakat yang hendak digunakannya sebagai latar. Tokoh dan latar memang merupakan dua unsur cerita rekaan yang erat berhubungan dan tunjang-menunjang.

Hudson (dalam Sudjiman, 1988:27) menjelaskan bahwa penokohan penting, bahkan lebih penting daripada pengaluran. Dalam konflik kepentingan alur dan penokohan, biasanya penokohan diutamakan. Lagi pula, novel-novel yang dianggap bernilai sastra pada umumnya adalah novel yang cermat penokohannya. Penokohan dapat mengungkapkan makna niatan si pengarang sebagai pencipta tokoh.

2) Hubungan Alur dengan Unsur Cerita yang Lain

Di dalam sebuah cerita unsur-unsur itu tidak berdiri terlepas-lepas. Dalam perkembangan cerita selalu ada interaksi antara unsur-unsur cerita. Dalam hal tokoh dan alur ini, misalnya, sulitlah mengatakan dengan pasti mana yang lebih dahulu ada: tokoh atau alur. Dalam membicarakan sarana pengikat peristiwa telah disinggung-singgung hubungan alur dengan tokoh dan alur dengan tema.

3) Hubungan Latar dengan Unsur Cerita yang Lain

Meskipun dalam suatu novel boleh jadi latar merupakan unsur yang dominan, latar tidak pernah berdiri sendiri. Namanya juga unsur bagian, bagian dari suatu keutuhan artistik yang harus dipahami dalam hubungannya dengan unsur-unsur lain dalam cerita.

(45)

Latar dapat menentukan tipe tokoh cerita; sebaliknya juga tipe tokoh tertentu menghendaki latar yang tertentu pula. Latar dapat juga mengungkapkan watak tokoh.

Demikianlah latar sebagai unsur cerita yang dinamis membantu pengembangan unsur-unsur lainnya. Hubungannya dengan unsur-unsur lain itu boleh jadi selaras, boleh jadi pula berkontras.

2. Nilai Pendidikan Akhlak dalam Karya Sastra

Kata akhlak merupakan bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Imam al-Ghazali dalam Ilyas (2014: 1-2) mendefinisikan akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”. Pendapat Imam al-Ghazali sejalan dengan pendapat Ilyas (2014: 2) bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia sehingga dia akan muncul secara spontan bilamana diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan lebih dahulu, serta tidak memerlukan dorongan dari luar.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah sifat yang terdapat pada diri seseorang yang muncul secara spontan dalam wujud budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Tingkah laku atau tabiat tersebut sesuai dengan Alquran dan sunah. Tingkah laku atau tabiat yang sesuai dengan Alquran dan sunah disebut juga dengan akhlakul karimah.

(46)

Sebaliknya, tingkah laku atau tabiat yang tidak sesuai dengan Alquran dan sunah disebut juga akhlakul mazmumah.

Pada dasarnya akhlak juga dikenal dengan istilah etika dan moral. Ketiga istilah itu sama-sama menentukan nilai baik dan buruk sikap dan perbuatan manusia. Perbedaannya terletak pada standar masing-masing. Bagi akhlak standarnya adalah Alquran dan sunah. Bagi etika standarnya pertimbangan akal pikiran, sedangkan moral standarnya adat kebiasaan yang umum berlaku di masyarakat (Ilyas, 2014: 3).

Ilyas (2014: 6) membagi ruang lingkup akhlak menjadi enam bagian, di antaranya sebagai berikut.

1) Akhlak terhadap Allah Swt.

Akhlak terhadap Allah Swt. adalah memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. 2) Akhlak terhadap Rasulullah saw.

Akhlak terhadap Rasulullah saw. adalah mengikuti dan menaati Rasul serta menempatkan Allah Swt. dan Rasul-Nya sebagai cinta yang pertama. 3) Akhlak Pribadi

Akhlak pribadi adalah selalu berada dalam keadaan benar lahir batin, benar hati, benar perkataan, dan benar perbuatan.

4) Akhlak dalam Keluarga

Akhlak dalam keluarga adalah menempatkan orang tua pada posisi yang sangat istimewa sehingga berbuat baik kepada keduanya menempati posisi

(47)

yang sangat mulia, sedangkan durhaka kepada keduanya juga menempati posisi yang sangat hina.

5) Akhlak Bermasyarakat

Akhlak bermasyarakat adalah menjaga silaturahmi kepada tetangga, sanak saudara, teman-teman, dan lingkungan sekitar.

6) Akhlak Bernegara

Akhlak bernegara adalah patuh terhadap peraturan negara, menjadikan pancasila sebagai dasar negara untuk menjaga keutuhan bangsa Indonesia.

Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pembelajaran dan pelatihan, proses, cara, dan perbuatan mendidik (Sugono, 2008: 326). Undang-undang Sisdiknas (2011: 3) mendefinisikan pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengembangan diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan akhlak dengan sadar digunakan untuk membentuk watak peserta didik yang baik dan taat kepada Allah Swt. Pendidikan akhlak sangat penting untuk membentuk generasi muda bangsa yang berkarakter dan mempunyai tingkah laku yang baik. Jika generasi muda bangsa mempunyai akhlak yang baik, bangsa itu ikut

(48)

baik. Namun, jika bangsa memiliki anak-anak muda yang tidak berakhlak bangsa itu hancur.

Akhlak seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Lingkungan yang baik dapat membentuk seseorang itu menjadi baik. Seseorang itu mencontoh dari apa yang dilihat dan dibacanya. Di dalam sebuah novel disuguhkan oleh berbagai tokoh dan wataknya masing-masing. Peserta didik dapat mengambil pembelajaran dari kisah yang diceritakan dalam novel tersebut. Melalui novel peserta didik juga dapat terpengaruh pola pikir, tindakan, bahkan cara mengatasi masalah di kehidupan sehari-harinya. Hal itu membuktikan melalui novel dapat memengaruhi pembentukan karakter peserta didik yang berhubungan dengan pendidikan akhlak peserta didik.

Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran akhlak melalui novel yang berjudul Api Tauhid karya Habiburrahman El Shirazy dapat menjadi sebuah pilihan karena dalam novel tersebut nilai pendidikan akhlak terdapat dalam berbagai peranan tokoh. Novel tersebut juga mengandung banyak pesan yang disampaikan secara tidak langsung melalui tokoh-tokohnya yang dapat berpengaruh terhadap pembentukan karakter peserta didik.

3. Pembelajaran Sastra di SMA

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (Undang-undang Sisdiknas, 2011: 6). Hamalik (2014: 57) menyatakan bahwa pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas,

(49)

perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Material meliputi buku-buku, papan tulis dan kapur, fotografi,

slide dan film, audio, dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan terdiri dari

ruangan kelas, perlengkapan audio visual juga komputer. Prosedur meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian, dan sebagainya. Pembelajaran sastra adalah suatu pembelajaran yang mencakup aspek sastra meliputi Teori Sastra, Sejarah Sastra, Kritik Sastra, Sastra Perbandingan, dan Apresiasi Sastra (Ismawati, 2013: 1).

Jika pembelajaran sastra dilakukan dengan cara yang tepat, pembelajaran sastra dapat juga memberikan sumbangan yang besar untuk memecahkan masalah-masalah nyata yang cukup sulit untuk dipecahkan dalam masyarakat (Rahmanto, 1988: 15). Dalam dunia pendidikan pembelajaran sastra mempunyai empat manfaat, yaitu membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan menunjang pembentukan watak (Rahmanto, 1988: 16).

Pembelajaran sastra diharapkan mampu untuk meningkatkan kemam-puan siswa dalam mengapresiasikan sebuah karya sastra. Karya sastra yang dapat diajarkan di sekolah salah satunya adalah novel. Novel menceritakan masalah yang sering dialami dalam kehidupan sehari-hari dan dikemas dengan bahasa yang menarik untuk dibaca oleh peserta didik. Salah satu kelebihan novel sebagai bahan pembelajaran sastra adalah cukup mudahnya karya tersebut dinikmati peserta didik sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing secara perorangan (Rahmanto, 1988: 66).

(50)

Nilai pendidikan akhlak dalam novel Api Tauhid karya Habiburrahman El Shirazy dan Skenario Pembelajarannya di kelas XI SMA dapat digunakan sebagai pendukung pembelajaran untuk membentuk watak dan karakter peserta didik di sekolah. Dalam pembelajaran, pendidik diharapkan mampu menyajikan pembelajaran novel dengan baik dan menarik sehingga dapat dipahami dan dimengerti oleh setiap peserta didik.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran sastra adalah suatu kegiatan untuk menumbuhkan minat baca peserta didik dan untuk membentuk watak peserta didik. Selain itu, pembelajaran sastra juga dapat membantu peserta didik memahami dan memecahkan masalah-masalah di lingkungan sekitar melalui karya sastra.

Di bawah ini dipaparkan tentang rangkaian pembelajaran sastra khusus-nya novel.

a. Tujuan Pembelajaran Sastra

Tujuan pembelajaran sastra di sekolah adalah untuk membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengem-bangkan cipta dan rasa, serta menunjang pembentukan watak (Rahmanto, 1988: 16). Selanjutnya, tujuan pembelajaran sastra dalam pendidikan adalah agar peserta didik dapat dilibatkan ke dalam pengalaman agar ia dapat memahami dunia fisik dan dunia sosial. Dengan demikian, peserta didik mampu mengapresiasi nilai-nilai serta mampu memahami dan mengapresiasi hubungan sebagai makhluk dengan khaliknya (Rusyana, 1984: 313).

(51)

Secara garis besar tujuan pembelajaran sastra dibagi menjadi dua, yaitu tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek yaitu agar peserta didik mengenal cipta sastra dan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengannya, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah terbentuknya sikap positif terhadap sastra dengan ciri peserta didik mempunyai apresiasi yang tinggi terhadap karya sastra dan dapat membuat indah dalam setiap fase kehidupannya (Ismawati, 2013: 30).

Dari tujuan pembelajaran sastra di atas dapat disimpulkan bahwa peserta didik diharapkan mampu menikmati sebuah karya sastra dan menumbuhkan imajinasi yang positif. Selain itu, peserta didik mampu menemukan keindahan dalam sebuah karya sastra dan mampu mengapresiasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

b. Bahan Pembelajaran Sastra

Dalam pembelajaran novel, bahan materi juga dipertimbangkan ke dalam beberapa aspek. Rahmanto (1988: 27) mengungkapkan bahwa aspek-aspek penting yang tidak boleh dilupakan dalam memilih bahan pembelajaran sastra, yaitu aspek bahasa, kematangan jiwa (psikologi), dan latar belakang kebudayaan para peserta didik.

Bahan ajar yang ideal adalah gabungan dari berbagai kategori jenis bahan, terpadu dan autentik. Artinya bahan ajar tersebut betul-betul riil (nyata) sebagaimana yang ada di dalam kehidupan (Ismawati, 2013: 39-40).

(52)

Berdasarkan kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra sangat berpengaruh terhadap karya sastra itu sendiri. Penggunaan bahasa yang digunakan harus sesuai dengan tingkat kebahasaan peserta didik agar pembelajaran sastra tidak kesulitan. Bahan pembelajaran juga harus disesuaikan dengan perkembangan jiwa peserta didik agar menarik minat peserta didik untuk mempelajari sebuah karya sastra.

Aspek latar belakang budaya disesuaikan dengan mengutamakan karya-karya sastra yang latar ceritanya dikenal oleh peserta didik. Apabila menghadirkan tokoh yang berasal dari lingkungan mereka dan mempunyai kesamaan dengan mereka, pembelajaran sastra lebih menarik untuk peserta didik. Peserta didik dapat lebih antusias dengan isi cerita karya sastra tersebut karena merasa berada dalam cerita.

c. Metode Pembelajaran Sastra

Metode memegang peranan penting dalam berhasil tidaknya kegiatan pembelajaran sastra. Rahmanto (1988: 43) berpendapat bahwa pendidik hendaknya selalu memberikan variasi dalam menyampaikan pembelajaran sehingga peserta didik tidak jenuh dan selalu siap menanggapi berbagai rangsangan. Fungsi pembelajaran sastra ialah mampu menuntun peserta didik menemukan nilai-nilai yang terdapat dalam karya sastra yang dibelajarkan, dalam suasana yang kondusif di bawah bimbingan guru atau dosen (Ismawati, 2013: 3). Metode yang dapat digunakan yaitu: metode ceramah, diskusi, metode pemberian tugas dan tanya jawab serta

(53)

menggunakan model kooperatif tipe investigasi kelompok (group

investigation).

1) Metode Ceramah

Metode ceramah adalah cara menyampaikan materi ilmu pengetahuan kepada peserta didik yang dilakukan secara lisan (Majid, 2007: 137). Tujuan Metode ceramah di antaranya sebagai berikut. a) Menciptakan landasan pemikiran peserta didik melalui produk

ceramah, yaitu bahan tulisan peserta didik sehingga peserta didik dapat belajar melalui bahan tertulis hasil ceramah.

b) Menyajikan garis-garis besar isi pelajaran dan permasalahan yang terdapat dalam isi pelajaran.

c) Merangsang peserta didik untuk belajar mandiri dan menumbuhkan rasa ingin tahu melalui pemekaryaan belajar. d) Memperkenalkan hal-hal baru dan memberikan penjelasan secara

jelas.

e) Sebagai langkah awal untuk metode lain dalam upaya menjelaskan prosedur yang harus ditempuh peserta didik.

2) Metode Diskusi

Majid (2007: 141-142) menjelaskan bahwa metode diskusi adalah salah satu cara mendidik yang berupaya memecahkan masalah yang dihadapi, baik dua orang atau lebih yang masing-masing mengajukan argumentasinya untuk memperkuat pendapatnya. Tujuan metode diskusi adalah sebagai berikut.

(54)

a) Melatih peserta didik mengembangkan keterampilan bertanya, berkomunikasi, menafsirkan, dan menyimpulkan bahasan.

b) Melatih dan membentuk kestabilan sosioemosional.

c) Mengembangkan kemampuan berpikir sendiri dalam memecahkan masalah sehingga tumbuh konsep diri yang lebih positif.

d) Mengembangkan keberhasilan peserta didik dalam menemukan pendapat.

e) Mengembangkan sikap terhadap isu-isu kontroversi.

f) Melatih peserta didik untuk berani berpendapat tentang suatu masalah.

3) Metode Pemberian Tugas

Metode pemberian tugas bertujuan agar peserta didik memiliki hasil belajar yang lebih mantap karena melaksanakan latihan selama melakukan tugas sehingga pengalaman peserta didik dalam mempelajari sesuatu dapat lebih terintegrasi (Roestiyah, 2001: 133). Tugas yang diberikan dapat berbentuk daftar sejumlah pertanyaan mengenai mata pelajaran tertentu atau perintah yang harus dibahas dengan diskusi atau perlu dicari uraiannya pada buku pelajaran.

4) Metode Tanya Jawab

Metode tanya jawab adalah mengajukan pertanyaan kepada peserta didik. Metode ini dimaksudkan untuk merangsang peserta didik berpikir dan membimbingnya dalam mencapai kebenaran (Majid, 2007: 138). Tujuan metode tanya jawab di antaranya sebagai berikut.

(55)

a) Mengecek dan mengetahui sampai sejauh mana kemampuan peserta didik terhadap pelajaran yang dikuasainya.

b) Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengajukan pertanyaan kepada pendidik tentang sesuatu masalah yang belum dipahami.

c) Memotivasi dan menimbulkan kompetisi belajar.

d) Melatih peserta didik untuk berpikir dan berbicara secara sistematis berdasarkan pemikiran yang orisinil.

5) Model kooperatif tipe jigsaw

Model kooperatif tipe jigsaw mengambil pola cara bekerja sebuah gergaji (zigzag). Pembelajaran model Jigsaw ini dikenal juga dengan kooperatif para ahli. Karena anggota setiap kelompok dihadapkan pada permasalahan yang berbeda. Tetapi permasalahan yang dihadapi setiap kelompok sama, setiap utusan dalam kelompok yang berbeda membahas materi yang sama, kita sebut sebagai tim ahli yang bertugas membahas permasalahan yang dihadapi, selanjutnya hasil pembahasan itu dibawa ke kelompok asal dan disampaikan pada anggota kelompoknya.

Dalam kelompok tersebut dibentuk oleh peserta didik itu sendiri dengan anggota 4-6 peserta didik, tiap peserta didik dalam kelompok diberi materi dan tugas yang berbeda, anggota dari kelompok yang berbeda dengan penugasan yang sama membentuk kelompok baru (kelompok ahli), setelah kelompok ahli berdiskusi, tiap anggota

Referensi

Dokumen terkait

Dengan variasi yang mereka lakukan pada kecepatan fluida yang tersedia didapatkan hasil dari koefisien daya Cp maksimal adalah 0,049 dan koefisien torsi maksimal adalah 0,12 Nm

11) Dengan santun dan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, siswa bertanya hal-hal yang berhubungan dengan konteks pembelajaran. 12) Dengan sikap

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu pada penelitian ini dengan menggunakan kuesioner dari pengetahuan, sikap, dan upaya

Gambar 3 menunjukkan bahwa pupuk urea pada semua perlakuan memberikan respon yang sama pada pertambahan jumlah daun bibit jabon.. Pertumbuhan tanaman jabon

INKA (Persero) Madiun, dan persediaan bahan baku yang dibeli atau dipesan akan langsung digunakan pada proses produksi dengan sistem kerja full time sehingga tidak

Mahasiswa PPL UNY Prodi Kebijakan Pendidikan yang berlokasi di UPT Pengelola TK dan SD wilayah Selatan sebelum melaksanakan kegiatan PPL telah melaksanakan

Tampaknya dugaan dapat dikembangkan dari adanya temuan papan perahu, dayung, dan kemudi yang menunjukkan penggunaan peralatan transportasi untuk beraktivitas di areal

Pada perawatan pasien yang telah diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui udara atau droplet, masker yang digunakan harus dapat mencegah partikel mencapai