• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PENYAJIAN DAN PEMBAHASAN DATA

B. Pembahasan Data

Pada bagian ini penulis menyajikan data-data tentang (1) unsur intrinsik pada novel Api Tauhid karya Habiburrahman El Shirazy; (2) nilai pendidikan akhlak pada novel Api Tauhid karya Habiburrahman El Shirazy; dan (3) skenario pembelajaran unsur intrinsik dan nilai pendidikan akhlak pada novel Api Tauhid

karya Habiburrahman El Shirazy di kelas XI SMA. Di bawah ini diuraikan pokok-pokok pembahasan tersebut.

1. Unsur Intrinsik pada Novel Api Tauhid Karya Habiburrahman El Shirazy

Unsur intrinsik novel terdiri dari tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, amanat, dan sudut pandang. Di bawah ini akan penulis paparkan pembahasan tentang unsur intrinsik novel Api Tauhid karya Habiburrahman El Shirazy.

a. Tema

Tema dapat digolongkan ke dalam beberapa kategori yang berbeda tergantung dari segi mana penggolongan itu dilakukan. Pengategorian tema berdasarkan dari penggolongan tingkat keutamaannya dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu tema mayor dan tema minor. Tema mayor adalah makna pokok yang menjadi dasar atau gagasan dasar suatu karya sastra, sedangkan tema minor adalah makna yang hanya terdapat pada bagian-bagian tertentu cerita atau dapat diidentifikasikan sebagai makna tambahan. Masalah merupakan unsur pembangun tema sehingga timbul beberapa masalah yang mendukung tema. Di bawah ini disajikan tema dan masalah yang terdapat dalam novel Api Tauhid karya Habiburrahman El Shirazy.

1) Tema Mayor

Tema mayor yang terdapat pada novel Api Tauhid adalah kedekatan hambanya dengan Allah Swt. Masalah ketakwaan dalam novel tersebut diceritakan paling dominan sebagai makna pokok cerita yang menjadi dasar atau gagasan dasar novel. Ketakwaan tidak hanya diartikan sebagai suatu perbuatan

yang mulia, tetapi juga suatu keteguhan hati dan ketaatan terhadap Allah Swt. Ketakwaan tersebut terlihat pada tokoh Fahmi dalam menghadapi cobaan dari Allah Swt. Hal itu tampak pada kutipan di bawah ini.

“Sudah tujuh hari ia diam di Masjid Nabawi. Siang malam ia mematri diri, larut dalam munajat dan taqarrub kepada Ilahi. Ia iktikaf di bagian selatan masjid, agak jauh dari Raudhah tapi masih termasuk shaf bagian depan. Ia pilih tempat dekat dengan tiang yang membuatnya aman tinggal siang-malam di dalam Masjid Nabawi. Ia duduk bersila menghadap kiblat. Matanya terpejam sementara mulutnya terus menggumamkan ayat-ayat suci Al-Qur’an. Ia hanya menghentikan bacaannya ketika adzan dan iqamat dikumandangkan. Juga ketika shalat didirikan. Usai shalat ia akan larut dalam dzikir, salat sunnah, lalu kembali lirih melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an, dengan hafalan. Mukanya tampak begitu tirus dan sedih. Air matanya bercucuran” (Shirazy, 2014: 1).

Pada kutipan di atas, pengarang menggambarkan tokoh Fahmi selalu mendekatkan diri kepada Allah Swt. Ia menerima dengan ikhlas cobaan yang didatangkan Allah Swt. kepadanya. Hanya kepada Allah Fahmi mengadukan kesusahan dan kesedihannya. Dia tidak mau dibelenggu oleh rasa benci. Oleh karena itu, ia memutuskan iktikaf di Masjid Nabawi sambil mengkhatamkan hafalan Alqurannya semata-mata mengharapkan pahala dari-Nya. Sosok Fahmi yang religius juga digambarkan pada kutipan berikut.

“Selesai shalat shubuh berjamaah, aku muraja’ah dua juz. Lalu berolah raga, lari pagi. Setelah mendapatkan keringat, seperti biasa aku melatih jurus-jurus pencak silat yang dulu pernah kupelajari di pesantren agar tidak lupa” (Shirazy, 2014: 43)

Dari kutipan di atas diketahui tokoh Fahmi yang tengah selesai salat subuh berjamaah. Seusai salat subuh berjamaah ia rutin menghafal Alquran. Lalu, ia melakukan olah raga, lari-lari pagi sambil melatih jurus-jurus pencak silat yang pernah dipelajarinya di pesantren dulu. Fahmi merupakan sosok yang religius dan

selalu mendekatkan diri kepada Allah Swt., yang dibuktikan dalam kutipan berikut.

“Fahmi memilih sebuah hotel yang berada tepat di Danau Van. Itu adalah Hotel Merid Sahmaran yang berdiri megah di pinggir danau Van, di pinggiran Kota Van, dengan panorama alam Anatolia Timur yang menakjubkan. Dari balkon hotel itu, Fahmi dan Nuzula bisa menyaksikan panorama menakjubkan Danau Van dan pegunungan yang mengelilingnya di musim semi. Bunga-bunga tulip bermekaran di mana-mana. Tahmid dan tasbih terus mengiring kemesraan mereka berdua” (Shirazy, 2014: 562). Dalam kutipan di atas, pengarang menggambarkan kedekatan Fahmi dengan Allah Swt. Fahmi selalu bertakwa kepada Allah baik ketika dalam keadaan sedih maupun bahagia. Dia selalu menjaga diri dari hal-hal yang dilarang oleh agama. Dia selalu berusaha memuliakan istrinya. Bagian cerita yang berisi tema mayor dalam novel Api Tauhid karya Habiburrahman El Shirazy juga terdapat pada halaman 168, 217, 407, 531, 532, dan 545.

2) Tema Minor

Tema minor adalah tema tambahan yang terdapat dalam novel sebagai pe-lengkap dari tema mayor. Dalam novel Api Tauhid ada beberapa tema minor atau masalah-masalah sebagai pelengkap atau tambahan dalam tema mayor, antara lain sebagai berikut.

a) Melupakan Gadis yang dicintai

Masalah dalam novel ini terjadi pada Fahmi, saat Kyai Arselan meminta Fahmi untuk menceraikan Nuzula gadis yang baru dia nikahi. Untuk melupakan Nuzula dia berusaha iktikaf menghafalkan Alquran empat puluh kali khatam di Masjid Nabawi tanpa mengenal lelah. Masalah melupakan gadis yang dicintai ini bersifat mendukung masalah utama cerita. Makna atau tema minor mempertegas

tema mayor atau makna utama. Berikut ini dijelaskan masalah melupakan gadis yang dicintai oleh Fahmi.

“Lalu aku putuskan bahwa aku hanya akan mengadukan kesedihanku itu kepada Allah. Lalu aku berketatapan hati untuk iktikaf di Masjid Nabawi, sambil hafalan Al-Qur’an ku. Dengan itu, aku berharap melupakan Nuzula.” (Shirazy, 2014: 68).

Berdasarkan kutipan novel di atas diketahui bahwa Fahmi berusaha melupakan Nuzula dengan cara yang positif. Fahmi berusaha melupakan Nuzula dengan cara mendekatkan diri kepada Allah Swt. Melalui iktikaf dan menghafal Alquran 40 kali khatam. Semua yang dilakukan Fahmi terkesan nekat, meskipun pada akhirnya dia jatuh sakit, dan harus dibawa ke rumah sakit. Dalam hati kecil Fahmi sebenarnya ia masih mengharapkan Nuzula. Hal itu terlihat dalam kutipan di bawah ini.

“Kedua mata Fahmi berkaca-kaca. Ia sangat terharu mendengar sejarah bagaimana kedua orang tua Said Nursi yang bernama Mirza dan Nurriye dipertemukan oleh Allah dalam ikatan pernikahan dan cinta nan suci. Dalam hati, Fahmi sangat berharap, pertemuannya dengan istrinya, Firdaus Nuzula, sesakral, sesuci, dan seindah itu. “Allahuma waffiqna, ya Allah,” lirih Fahmi dalam hati” (Shirazy, 2014: 143)

Dalam kutipan di atas, pengarang menggambarkan harapan Fahmi untuk pernikahannya dengan Nuzula. Ia berharap pernikahannya dengan Nuzula dapat sakral dan suci seperti pernikahan Mirza dan Nurriye, orang tua Said Nursi. Fahmi sendiri sedang berusaha melupakan dan mengikhlaskan Nuzula. Gambaran sikapnya terhadap Nuzula dapat dilihat dalam kutipan berikut.

“Fahmi diam. Ia jadi ingat, ia punya satu masalah yang segera harus ia tuntaskan. Bayangan peristiwa akad nikahnya dengan Nuzula berpijar sesaat tapi tidak lagi membuat sesak hatinya. Dalam hati ia berkata, “Ilmu harus dikejar, harus dauber dengan segenap kekuatan, jika tidak makan ilmu tidak akan bisa didapat dan dikuasai. Para ulama besar termasuk Badiuzzaman Said Nursi mencotohkannya. Adapun perempuan atau istri, tak dikejar pun

Allah sudah menyiapkannya. Bukankah Nuzula bukan dirinya yang mengejarnya? Bukankah Nuzula yang datang ke rumahnya?” (Shirazy, 2014: 212)

Berdasarkan kutipan di atas, dapat diketahui Fahmi yang mulai bisa mengkondisikan hatinya. Ia memang belum sepenuhnya dapat melupakan Nuzula, tetapi perlahan ia mulai mencoba mengikhlaskannya. Ia menyerahkan semuanya kepada Allah Swt. Fahmi termotivasi oleh kisah hidup Badiuzzaman Said Nursi yang lebih mengutamakan mengejar ilmu daripada perempuan. Fahmi percaya ilmu wajib untuk dikejar, sedangkan istri sudah ditentukan oleh Allah Swt.

b) Perceraian

Masalah lain yang mendukung tema mayor adalah masalah perceraian. Masalah perceraian ini hanya terdapat pada bagian-bagian tertentu saja sehingga disebut sebagai tema minor atau tema tambahan yang mendukung tema utama atau tema mayor. Tema minor inilah yang akan mempertegas eksistensi makna utama.

Masalah perceraian terjadi pada saat Fahmi berada di Madinah. Pihak keluarga Nuzula mengembalikan semua mahar yang diberikan oleh Fahmi. Peristiwa tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut.

“Ada apa dengan mertua mas? ”

“ Mereka mengembalikan mahar dan semua barang serah-serahan yang mas berikan pada Nuzula. Mereka juga bilang siap menggantikan kerugian materi yang mungkin ada. Tapi mas Fahmi diminta menceraikan Nuzula. Ibu langsung kena serangan jantung mas”(Shirazy, 2014: 66).

Dari kutipan di atas diceritakan betapa terkejutnya keluarga Fahmi mendengar kabar permintaan keluarga Nuzula yang ingin bercerai dengan Fahmi secara mendadak tanpa alasan yang jelas. Ibunya langsung jatuh sakit ketika

mendengar kabar Fahmi diminta menceraikan Nuzula. Keluarga Nuzula juga mengembalikan mahar yang diberikan oleh Fahmi. Tindakan yang dilakukan keluarga Nuzula sangat tidak terhormat dan tidak manusiawi, apalagi mereka ulama besar yang mempunyai pondok pesantren, setiap hari mereka ajarkan santrinya tata karma dan sopan santun, tetapi pada kenyatannya mereka sendiri tidak bisa menjalankannya. Selain kutipan di atas, masalah perceraian juga terdapat pada kutipan di bawah ini.

Fahmi membuka email yang berisi:

“Hasilnya, Rahmi sangat kaget. Nuzula itu ternyata sudah memiliki pacar. Kemungkinan dia merasa terpaksa menikah dengan mas Fahmi. Rahmi tidak akan berprasangka buruk lebih dari itu. Tetapi bahwa Nuzula sudah punya pacar adalah fakta, itu nyata” (Shirazy, 2014: 215).

Rahmi mengirim email kepada Fahmi. Isi emailnya mengungkapkan rasa kagetnya ketika mengetahui Nuzula sudah memiliki pacar. Rahmi sangat marah dan kesal terhadap Nuzula. Saat itu Rahmi ingin sekali melabrak Nuzula, kemudian menghajarnya habis-habisan karena ia tidak terima kakaknya diper-mainkan seperti itu. Jalan terbaik yang harus ditempuh Fahmi menurut Rahmi adalah menceraikan Nuzula dan belajar mengikhlaskan semuanya.

c) Penculikan

Masalah yang selanjutnya adalah masalah penculikan. Masalah ini hanya muncul di bagaian akhir cerita yang mendukung tema utama. Masalah pernculikan digunakan untuk mempertegas tema utama atau tema mayor. Masalah penculikan Fahmi dan Aysel oleh Carlos dan kedua temannya digunakan sebagai akhir masalah pada tokoh Fahmi.

Carlos dan kedua temannya menculik Aysel pada saat sedang berfoto. Tiba-tiba muncul dua orang dari pintu sebuah mobil tak jauh dari tempat Aysel berfoto

selfie. Aysel langsung diseret dibawa masuk ke dalam mobil. Fahmi yang melihat

kejadian itu berusa menolong Aysel. Berikut ini digambarkan keadaan Fahmi dan Aysel yang diculik oleh Carlos.

“Buka plaster mulutnya. Aku ingin dengar apa yang dikatakannya.”

“Carlos, kumohon jangan apa-apakan dia. Jangan sakiti dia. Dia tidak bersalah apa-apa. Dia tidak ada hubungannya dengan urusan kita. Biarkan dia pergi dan kau boleh apakan aku ini. Mau kau cincang, kau bunuh aku terserah. Tapi tolong, lepaskan dia!” jerit Aysel” (Shirazy, 2014: 526). Kutipan novel di atas berisi peristiwa Aysel meminta Carlos membebaskan Fahmi . Dia sanggup menerima hukuman dari Carlos, asalkan Carlos melepaskan Fahmi. Aysel merasa berdosa telah melibatkan Fahmi ke dalam masalahnya dengan Carlos. Namun, Fahmi ikhlas menerima siksaan dari Carlos. Fahmi berusaha melindungi Aysel walaupun ia harus menerima siksaan dari Carlos. Selain kutipan di atas, masalah penculikan juga terdapat pada kutipan di bawah ini.

“Fahmi, maafkan aku karena dosa-dosaku kau mengalami nasib seperti ini.” “Kau tidak salah apa-apa, Aysel. Ini sudah takdirku. Aku doakan kalau kau punya dosa, maka dosa-dosa itu diampuni Allah. Pun doakan dosa-dosaku diampuni Allah” (Shirazy, 2014: 529)

Kutipan dialog di atas berisi perasaan sesal Aysel atas kesalahan yang pernah dia lakukan di masa lalu. Aysel menyesal kepada Fahmi, dia merasa berdosa karena Fahmi harus terbawa ke dalam masalah yang ia hadapi dengan Carlos. Namun, Fahmi tetap menerimanya dengan ikhlas. Ia mendoakan Aysel agar diampuni dosa-dosa oleh Allah Swt.

Dari masalah-masalah yang dipaparkan di atas dapat disimpulkan tema mayor novel Api Tauhid adalah kedekatan hamba dengan Allah Swt. Masalah ketakwaan sangat dominan dalam novel tersebut yang menjadi tema mayor atau makna pokok dalam novel. Ketakwaan yang dimaksud, yaitu ketakwaan terhadap Allah Swt., ketika mendapat cobaan ia memilih untuk mengadukannya hanya kepada Allah Swt., selalu mengingat Allah Swt. dalam keadaan dan kondisi apa pun. Tema novel Api Tauhid disampaikan secara implisit sehingga pembaca harus membaca secara keseluruhan isi novel tersebut baru dapat menyimpulkan tema novel tersebut. Nilai tema novel Api Tauhid termasuk dalam tema sentral yang berat/besar karena penggarapan tema dilakukan secara mendalam dan tema tema tersebut dapat meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam novel tersebut, tema tentang ketakwaan hamba kepada Allah Swt. digarap secara serius, tidak hanya peristiwa yang terkandung di dalamnya, tetapi juga makna dari peristiwa itu sendiri. Sosok Fahmi sebagai tokoh utama yang begitu religius memiliki prinsip yang kuat dan mempunyai kekuatan batin yang kuat. Tema yang digarap secara mendalam dan disampaikan secara implisit membuat karya sastra tersebut lebih indah.

b. Tokoh dan Penokohan

Tokoh dan penokohan merupakan salah satu unsur yang paling penting dalam sebuah novel. Tokoh adalah individu yang mengalami peristiwa dalam cerita, sedangkan penokohan merupakan cara pengarang menggambarkan ciri lahir dan sifat serta sikap agar wataknya dapat diketahui oleh pembaca. Di bawah ini

disajikan tohoh dan penokohan dalam novel Api Tauhid karya Habiburrahman El Shirazy.

1) Tokoh

Jenis tokoh dalam novel Api Tauhid digolongkan berdasarkan fungsinya dan berdasarkan cara menampilkan tokoh. Tokoh berdasarkan fungsinya yaitu sebagai berikut.

a) Tokoh Sentral

Tokoh sentral dibagi menjadi tokoh utama/protagonis dan tokoh antagonis yang dijelaskan sebagai berikut.

(1) Tokoh Utama/protagonis

Tokoh utama atau protagonis dalam novel Api Tauhid karya Habiburrahman El Shirazy adalah Fahmi. Fahmi berperan sebagai tokoh utama karena peran Fahmi selalu muncul dalam setiap peristiwa. Keberadaan Fahmi dalam novel tersebut menjadi pusat sorotan dalam cerita. Hal tersebut, menjadikan perannya sesuai dengan judul dan tema, yaitu Fahmi sebagai seorang suami yang selalu mendekatkan diri kepada Allah Swt. Di bawah ini dijelaskan tokoh Fahmi yang memiliki sifat dekat dengan Allah Swt.

“Jadilah aku iktikaf dengan kesedihan jiwa tiada tara, tapi aku lawan dengan hafalan Al-Qur’an-ku. Aku ingin melawan cahaya cintaku yang suci pada istriku yang telah terpatri dengan cahaya cinta yang lebih agung yaitu cahaya cinta pada Ilahi” (Shirazy, 2014: 68).

Dalam kutipan di atas, pengarang menggambarkan Fahmi yang sedang mengerjakan iktikaf di Masjid Nabawi dengan kesedihan tiada tara di hatinya. Ia bertekad mengkhatamkan Alquran empat puluh kali khataman dengan hafalan. Ia ingin segera melupakan kesedihannya karena Nuzula, istrinya. Ia berketetapan

hati untuk melawan kesedihannya dengan mendekatkan diri kepada Allah Swt. Selain dekat dengan Allah SwT., Fahmi juga dekat dengan teman-temannya. Ia selalu bersikap baik kepada teman-temannya. Cerminan kebaikan Fahmi tampak pada kutipan di bawah ini.

“Sebelum tidur, Fahmi sempat mengajari dua temannya satu seni pernafasan untuk menghangatkan tubuh. Namun keduanya gagal, dan tertidur lelap karena kelelahan, meskipun dipeluk udara dingin. Sedangkan Fahmi, dengan kemampuan mengolah nafas dan tenaga dalam murninya, ia bisa tidur dengan tubuh merasa hangat tidak kedinginan” (Shirazy, 2014: 472)

Dari kutipan di atas diketahui tokoh Fahmi yang baik hati. Ia mencoba menularkan ilmunya kepada teman-temannya. Fahmi tidak ingin teman-temannya tidur dengan badan kedinginan. Namun, usahanya gagal karena mereka kelelahan dan tertidur.

Judul novel “Api Tauhid” diartikan sebagai semangat dan keinginan seorang hamba untuk mematuhi Allah Swt. Dalam kutipan di atas, pengarang menggambarkan tokoh Fahmi sebagai tokoh utama/protagonis yang dibuktikan dengan tokoh Fahmi yang selalu muncul dalam setiap peristiwa, wataknya yang baik hati, dan menjadi pusat sorotan dari novel Api Tauhid.

(2) Tokoh Antagonis

Tokoh antagonis dalam novel Api Tauhid karya Habiburrahman El Shirazy terdapat pada tokoh Carlos dan si Gundul. Mereka merupakan tokoh antagonis karena tokoh yang menentang tokoh utama dan mereka memiliki watak tokoh yang jahat. Hal tersebut dapat dilihat, ketika mereka menculik Fahmi dan Aysel. Mereka juga menyiksa Fahmi dan Aysel karena Fahmi telah menolong Aysel. Tokoh Carlos dan si Gundul dimunculkan menjelang cerita berakhir dan kedua

tokoh ini selalu berbuat jahat pada Fahmi dan Aysel. Berikut ini dijelaskan kedua tokoh yang memiliki watak jahat dalam novel Api Tauhid.

“Tak lama kemudian dua orang lelaki turun menapaki tangga itu. Fahmi terkesiap. Ia sudah mengenal lelaki itu. Lelaki itu adalah Carlos. Dan temannya yang berkepala gundul. Carlos tidak membawa apa-apa. Tapi, si Gundul membawa pistol dan plastik hitam yang entah berisi apa dan untuk apa. Carlos menyeringai dan tersenyum kemenangan pada Fahmi. Carlos mendekati Aysel. Jari-jari tangannya menyentuh pipi Aysel” (Shirazy, 2014: 525).

“ Carlos lalu mendekati Fahmi dan tanpa berkata apa-apa, ia menghantam muka Fahmi sekuat-kuatnya” (Shirazy, 2014: 525).

Dalam kutipan novel tersebut digambarkan Fahmi yang diculik oleh Carlos dan temannya. Mereka memperlakukan Fahmi seperti seorang yang bersalah. Pandangan matanya penuh dengan kebencian. Selain kutipan di atas, siksaan juga diberikan oleh si Gundul, yang terdapat pada kutipan di bawah ini.

“Si Gundul menengkurapkan Fahmi dan mengikat tangannya ke belakang. Si Gundul juga membuka plester Fahmi. Ia lalu mengeluarkan ganco tajam dari plastik hitam. Ganco itu seperti kail pancing yang besar. Dengan tanpa belas kasihan, si Gundul menancapkan ganco itu pada daging betis Fahmi. Aysel sangat miris dan nyaris tidak kuat melihat hal itu. Si Gundul lalu mengambil tali yang diikatkan pada pangkal ganco. Si Gundul mengambil kursi yang tadi diduduki Fahmi. Dengan berpijak pada kursi itu ia memasukan kayu pada tali yang melintang di langit-langit ruangan itu lalu menariknya. Begitu tertarik, maka kaki Fahmi terus tertarik. Si Gundul terus menariknya hingga kaki Fahmi terangkat, dengan kaki di atas tersambung pada ganco dan kepala di bawah. Mulut Fahmi mengalirkan darah segar. Mukanya seperti tidak berbentuk lagi. Dan dari kakinya yang tertusuk ganco itu juga mengalir darah” (Shirazy, 2014: 527).

Berdasarkan kutipan di atas, diketahui si Gundul menyiksa Fahmi dengan kejam. Tanpa belas kasih si Gundul tega melakukannya pada Fahmi. Dia memperlakukan Fahmi seperti bukan manusia. Carlos dan si Gundul mewakili tokoh antagonis sebagai penentang tokoh utama. Mereka sangat membenci Fahmi

sebagai tokoh utama dalam novel Api Tauhid. Mereka tidak pernah menyukai Fahmi karena telah berusaha menolong Aysel dan selalu berbuat jahat kepadanya. b) Tokoh Bawahan

Tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya di dalam cerita, tetapi tokoh ini kehadirannya sangat diperlukan untuk menunjang atau mendukung tokoh utama. Tokoh tidak sentral dalam novel Api Tauhid dijelaskan sebagai berikut.

(1) Tokoh Andalan

Tokoh andalan novel Api Tauhid karya Habiburrahman El Shirazy dialami oleh tokoh Ibu Bapak Fahmi dan Nuzula. Dikatakan sebagai tokoh andalan karena keberadaan tokoh mereka selalu dibutuhkan oleh tokoh utama. Selain itu, mereka juga digunakan oleh pengarang untuk lebih menggambarkan secara terperinci tentang tokoh Fahmi atau tokoh utama. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut.

“Bagiku, kampungku adalah surga. Mungkin bagimu, kampungmu adalah surga. Dan yang membuat kampungku adalah surga paling surga di atas muka bumi ini adalah karena di kampungku hidup sosok yang sangat aku cintai, sosok yang melahirkan diriku yaitu ibu kandungku. Dan tentu sosok yang melindungi diriku, sosok yang memberikan nafkah untukku, sosok yang menjadi teladan hidupku sejak kecil,yaitu bapakku. Memandang wajah mereka berdua adalah surga. Merasakan elusan tangan mereka berdua adalah surga. Mendengar suara mereka berdua adalah surga” (Shirazy, 2014: 26).

Ibu Bapak adalah tokoh yang selalu diperlukan oleh Fahmi, baik dalam keadaan senang maupun sedih. Fahmi selalu mencintai Ibu Bapaknya, dia juga membutuhkan mereka untuk membantu menentukan pilihan dalam menentukan calon istrinya.

Tokoh Ibu Bapak selalu memberikan solusi dari masalah yang dihadapi oleh tokoh utama. Di bawah ini dijelaskan tokoh Ibu Bapak yang selalu memberikan jalan keluar yang dihadapi oleh tokoh utama.

“Jujur, ibu sudah cocok sama Nur Jannah, tapi kedatangan Pak Kyai itu seperti barakah yang datang ke rumah kita yang tidak bisa kita tolak. Ibu belum kenal seperti apa watak Neng Nuzula itu, tapi ibu yakin karena Neng Nuzula itu dididik oleh keluarga yang sangat paham agama pasti dia juga

Dokumen terkait