• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI KAJIAN TEORI

2.1.5 Kebijakan Dividen

Kebijakan dividen merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkandengan keputusan pendanaan perusahaan. Menurut Martono dan Harjito(2008), kebijakan dividen (dividend policy) merupakan keputusan apakahlaba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepadapemegang saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan untukmenambah modal guna pembiayaan investasi di masa yang akan datang. Pada dasarnya, laba tersebut bisa dibagikan sebagai dividen atauditahan untuk diinvestasikan kembali.

Pada umumnya proxy untuk kebijakan dividen adalah dengandividend payout ratio yang digunakan untuk menentukan jumlah labadibagi dalam bentuk dividen kas dan laba yang ditahan sebagai sumberpendanaan. Rasio ini menunjukkan presentase laba perusahaan yangdibayarkan kepada pemegang saham biasa perusahaan berupa dividen kas.Apabila laba perusahaan yang ditahan dalam jumlah besar, berarti labayang akan dibayarkan sebagai dividen menjadi lebih kecil. Dengandemikian aspek penting dari kebijakan dividen adalah menentukan

alokasilaba yang sesuai di antara pembayaran laba sebagai dividen dengan labayang ditahan di perusahaan.

Ada Ada 3 (tiga) teori tentang kebijakan dividen (Brigham dan Houston, 2001: 315) yang dapat digunakan sebagai landasan dalam menentukan kebijakan dividen untuk perusahaan, sehingga dapat dijadikan pemahaman mengapa suatu perusahaan mengambil kebijakan dividen tertentu. Dividend Irrelevance Theory (Dividen Tidak Relevan)

Beberapa kalangan berpendapat bahwa kebijakan dividen tidak mempunyai pengaruh terhadap harga saham perusahaan maupun terhadap biaya modalnya. Jika kebijakan dividen tidak mempunyai pengaruh yang signifikan, maka hal tersebut tidak relevan. Pendukung dari tidak relevannya kebijakan dividen adalah Modigliani-Miller (MM). Mereka berpendapat bahwa bagaimanapun kebijakan dividen itu memang tidak mempengaruhi harga saham maupun kemakmuran pemegang saham. Lebih lanjut MM berpendapat bahwa nilai perusahaan ditentukan oleh earning power dan asset perusahaan tersebut. Dengan demikian nilai perusahaan ditentukan oleh keputusan investasi. Sementara itu keputusan apakah laba yang diperoleh akan dibagikan dalam bentuk dividen atau akan ditahan tidak mempengaruhi nilai perusahaan.

1. Teori Bird in The Hand

Teori ini dikemukakan oleh Myron Gordon (1959) dan John Lintner (1956) dalam (Brigham dan Houston, 2011: 315) yang berpendapat bahwa ekuitas atau nilai perusahaan akan turun apabila rasio pembayaran dividen dinaikkan, karena para investor kurang yakin terhadap penerimaan keuntungan modal (capital gain)

yang dihasilkan dari laba yang ditahan dibandingkan seandainya para investor menerima dividen. Gordon dan Litner berpendapat bahwa sesungguhnya investor jauh lebih menghargai pendapatan yang diharapkan dari dividen daripada pendapatan yang diharapkan dari keuntungan modal. MM dalam hal ini tidak setuju bahwa ekuitas atau nilai perusahaan tidak tergantung pada kebijakan dividen, yang menyiratkan bahwa investor tidak peduli antara dividen dengan keuntungan modal. MM menamakan pendapat Gordon-Lintner sebagai kekeliruan bird-in-the-hand, yakni: mendasarkan pada pemikiran bahwa investor memandang satu burung di tangan lebih berharga dibandingkan seribu burung di udara. Dengan demikian, perusahaan yang mempunyai dividend payout ratio yang tinggi akan mempunyai nilai perusahaan yang tinggi pula.

Namun menurut pandangan MM, kebanyakan investor merencanakan untuk menginvestasikan kembali dividen mereka dalam saham dari perusahaan bersangkutan atau perusahaan sejenis, dan dalam banyak kasus, tingkat risiko dari arus kas perusahaan bagi investor dalam jangka panjang hanya ditentukan oleh tingkat risiko arus kas operasinya, bukan oleh kebijakan pembagian dividen. 2. Teori Preferensi Pajak

Ada tiga alasan yang berkaitan dengan pajak untuk beranggapan bahwa investor mungkin lebih menyukai pembagian dividen yang rendah dari pada yang tinggi, yaitu:

a. Keuntungan modal dikenakan tarif pajak lebih rendah dari pada pendapatan dividen. Untuk itu investor yang kaya (yang memiliki sebagian besar saham) mungkin lebih suka perusahaan menahan dan menanamkan kembali laba ke

dalam perusahaan. Pertumbuhan laba mungkin dianggap menghasilkan kenaikkan harga saham, dan keuntungan modal yang pajaknya rendah akan menggantikan dividen yang pajaknya tinggi.

b. Pajak atas keuntungan tidak dibayarkan sampai saham terjual, sehingga ada efek nilai waktu.

c. Jika selembar saham dimiliki oleh seseorang sampai ia meninggal, sama sekali tidak ada pajak keuntungan modal yang terutang.

Karena adanya keuntungan-keuntungan pajak ini, para investor mungkin lebih suka perusahaan menahan sebagian besar laba perusahaan. Jika demikian para investor akan mau membayar lebih tinggi untuk perusahaan yang pembagian dividennya rendah daripada untuk perusahaan sejenis yang pembagian dividennya tinggi.

Beberapa faktor yang menentukan dan mempengaruhi dalam pembuatan kebijakan dividen menurut Sjahrial (2002, 311) antara lain:

1. Posisi likuiditas perusahaan

Makin kuat posisi likuiditas perusahaan makin besar dividen yang dibayarkan. 2. Kebutuhan dana untuk membayar hutang

Apabila sebagian besar laba digunakan untuk membayar hutang maka sisanya yang digunakan untuk membayar dividen makin kecil.

3. Rencana perluasan usaha

Makin besar perluasan usaha perusahaan, makin berkurang dana yang dapat dibayarkan untuk dividen.

Kebijakan pembiayaan: untuk ekspansi dibiayai dengan dana dari sumber intern antara lain laba. Dengan pertimbangan apabila dibiayai dengan penjualan saham baru ini akan melemahkan kontrol dari kelompok pemegang saham dominan. Karena suara pemegang saham mayoritas berkurang.

2.1.6 Profitabilitas

Menurut Sartono (2008:122) rasio profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Rasio profitabilitas ini akan memberikan gambaran tentang tingkat efektifitas pengelolaan perusahaan. Semakin tinggi profitabilitas berarti semakin baik, karena kemakmuran pemilik perusahaan meningkat dengan semakin tingginya profitabilitas. Dalam penelitian ini, profitabilitas diukur dengan Return on Asset. Menurut Mamduh (2000:83) Return on Asset adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba dengan menggunakan total asset (kekayaan) yang dimiliki perusahaan setelah disesuaikan dengan biaya-biaya untuk menandai asset tersebut. Semakin besar Return on Asset menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin baik, karena tingkat pengembalian investasi (return) semakin besar.

Dokumen terkait