• Tidak ada hasil yang ditemukan

‰ Untuk meningkatkan perolehan rendemen minyak biji karet, disarankan perlunya menerapkan metode ekstraksi minyak lainnya.

‰ Untuk penelitian ke depannya, disarankan perlunya pengujian untuk parameter biodiesel yang lainnya, seperti kadar gliserol bebas dan total, bilangan setana, kadar metil ester (GC), titik tuang, titik awan dan sebagainya, serta diperlukan kajian lebih lanjut tentang proses produksi biodisel dari minyak biji karet dengan metode dan perlakuan variabel lainnya, misalnya dengan menggunakan katalis yang berbeda dari penelitian ini.

‰ Perlu dilakukan pendugaan secara stoikiometri jumlah metil ester yang dihasilkan dengan menghitung jumlah gliserol yang terbentuk.

‰ Perlu dilakukan kajian mengenai studi kelayakan tekno ekonomi usaha produksi biodiesel berbahan baku minyak biji karet.

Allen, CAW., Watts, KC., Ackman, RG., and Peg, MJ. 1999. Predicting The Viscosity of Biodiesel Fuel from Their Fatty Acid Ester Composition. Fuel 78 : 1319-1326.

Aliem, M.I. 2008. Optimasi Pengempaan Biji Karet dan Sifat Fisiko-Kimia Minyak Biji Karet (Hevea brasiliensis) untuk Penyamakan Kulit. Skripsi. Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB.

Ambarita, MTD. 2002. Transesterifikasi Minyak Goreng Bekas untuk Produksi Metil Ester. Tesis. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Anonim. 2005. Mengurangi Subsidi Harga BBM agar Generasi Mendatang

Terhindar Krisis Energi. www. Warung informasi bbm.htm. [April 2008]. Aritonang. 1986. Kemungkinan Pemanfaatan Biji Karet dalam Ramuan Makanan

Ternak. Jurnal Litbang Pertanian. 5(3) : 73.

Bailey, A.E. 1950. Industrial Oil and Fat Products. Interscholastic Publisher, Inc., New York.

Canakci, M. dan Gerpen, J Van. 2001. Biodiesel from Oils and Fats with High Free Fatty Acids. Trans Am Soc Automotive Engine 44 : 1429-1436.

Darmoko, D. dan Cheryan, M. 2000. Kinetics of Palm Oil Transesterification in Batch Reactor. J Am Chem Soc 77 : 1263-1267.

Darnoko, Herawan, T., dan Guritno, P. 2001. Teknologi Produksi Biodiesel dan Prospek Pengembangannya di Indonesia. Warta PPKS 9:17-27.

Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi. 2005. ‘Implementasi Kebijakan Energi Nasional Terhadap Harga BBM’. Ditjen Migas. Jakarta.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 1996. Statistik Perkebunan Indonesia 1995-1997 : Karet. Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta.

Djatmiko, B. dan Widjaja, A.P. 1985. Teknologi Minyak dan Lemak. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Dunn, R.O 2004. Cold weather properties and performance of biodiesel. Di dalam G. Knothe, J.V. Gerpen dan J. Krahl (Editor). The biodiesel handbook. AOCS Press, Illinois.

Freedman, B., Pryde, EH., and Mounts, TL. 1984. Variable Affeccting The Yields of Fatty Esters from Transesterified Vegetable Oils. J Am Oil Chem Soc 61:1638-1643.

Goff, MJ., Bauer, NS., Sutterlin, WR., and Suppes, GJ. 2004. Acid-Catalyzed Alcoholysis of Soybean Oil. J Am Oil Chem Soc 81 : 415-420.

Gubitz, GM., Mittelback M, dan Trabi M. 1999. Exploitation of the tropical oil seed plant Jatropha curcas L. Biores Technol. 67:73-82.

Gunadi, F. 1999. Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas sebagai Bahan Baku Ester Metilat. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.

Haas, MJ., Michalski, PJ., Runyon, S., Nunez, A., and Scott, KM. 2003. Production of FAME from Acid Oil, a by Product of Vegetable Oil Refining. J Am Oil Chem Soc 80 : 97-102.

Hambali, E., A. Suryani, Dadang, Hariyadi, H. Hanafie, I.K. Reksowardojo, M. Rivai, M. Ihsanur, P. Suryadarma, S. Tjitrosemito, T.H. Soerawidjaja, T. Prawitasari, T. Prakoso dan W. Purnama. 2006. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel. Penebar Swadaya, Depok.

Hamilton, R.J. dan Rossel, J.B. 1987. Analysis of Oils and Fats. New York : Elsevier Applied Science Publisher Co.

Hariadi, P., N. Andarwulan, L., Nuraida dan Y. Sukamwati. 2005. Kajian Kebijakan dan Kumpulan Artikel Penelitian Biodiesel. SEAFAST Center IPB. Iskandar, S.H. 1983. Pengantar Budidaya Karet. Program Diploma I. Jurusanan

PLPT Perkebunan-IPB, Bogor .

Iwouha, C.I., C.N. Ubbaonu, R.C. Ugwo, dan N.U. Okereke. 1996. Chemical and Physical Characteristic of Palm, Palm Kernel and Groundnut Oils as Affected by Degumming. J.Food Chemistry. 55 (1) : 29-34.

Jaya, I. 2005. Optimasi Sintesis Biodiesel dari Minyak Jarak pagar (Jatropha curcas L.) Melalui Proses Esterifikasi-Transesterifikasi. Skripsi. Departemen Kimia, Fakultas MIPA. IPB, Bogor.

Kementerian Lingkungan Hidup. 2005. Dialog Kebijakan “Peluang dan Tantangan”. Jakarta.

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak pangan. UI-Press, Jakarta.

Kim, I., J.H. Kim, K.H. Lee, dan T.M. Tak. 2002. Phospholipids Separation (Degumming) from Crude Vegetable Oil by Polymide Ultrafiltration Membrane. J. of Membrane Sci (205). 113-123.

Kirk, R.E. dan D.F Othmer. 1964. Enchyclopedia of Chemical Technology Vol. 6. The Interscience Enchyclopedia Inc, New York.

Knothe, G. 2004. Viscosity of Biodiesel. Di dalam The biodiesel handbook. OCS Press, Illinois.

Knothe, G. 2006. Analyzing Biodiesel : Standars and Other Methods. Journal American Oil Chemical Society 83 (10) : 823-833.

Koris, A. dan G. Vatai. 2002. Dry Degumming of Vegetable Oils by Membrane Filtration. Desalination (148). 149-153.

Lauw, T. G., Samsudin dan T. Tarwodjo. 1967. Nutritional Value of Ruber Seed Protein. American Journal of Clinical Nutrition, 20 (12) : 1300 – 1303.

Lee, KT., Foglia, TA., and Chang, KS. 2002. Production of Alkyl Ester as Biodiesel from Fractioned Lard and Restaurant Grease. J Am Oil Chem Soc 79 : 191-195.

Lusianti, M. 1989. Pemanfaatan Tempurung Biji Karet (Hevea brasiliensis) untuk Arang Aktif. Skripsi Fateta-IPB, Bogor.

Mao, V., Konar, SK., and Boocock, DGB. 2004. The Pseudo-Single-Phase Base- Catalyzed Trans-Methylation of Soybean Oil. J Am Oil Chem Soc 81:803-808. Ma, F. dan M. A. Hanna. 1997. Biodiesel Productions : A Review. Biosource

Technology 70 : 1-15.

Nadarajah, M. 1969. The Collection and Utilization of Rubber Seed in Ceylon. RRIC Bulletin, 4:23.

Nadarajapillat, N dan R.T. Wijewantha. 1967. Productivity Potential of Rubber Seed. RRIC Bulletin, 2 : 8-16.

Noris, F.A. 1981. Refining and Bleaching. Di dalam Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. Vol. II. John Wiley and Sons, New York.

Noureddini, H. dan D. Zhu. 1997. Kinetics of Transesterification of Soybean Oil. JAOCS 74 (11) : 1457-1463.

Nugraha, S. 2007. Analisis Strategi Pengembangan Usaha Energi Alternatif Biodiesel (Studi Kasus PT. Energi Alternatif Indonesia, Kecamatan Tanjung Priok, Kotamadya Jakarta Utara). Skripsi. Fakultas pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ongge, D. 2001. Studi Penggunaan Ekstrak Biji Karet (Hevea brasiliensis Muell Agr.) Sebagai Bahan Pemingsan dalam Transportasi Ikan Nila Gift (Oreochromosis sp) Hidup Sistem Kering. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ozgul, S. dan Turkay, S. 2002. Variable Affecting The Yields of Methyl Ester Derived from In situ Esterification of Rice Bran Oil. J Am Oil Chem Soc 79 : 611-614.

Silam. 1998. Ekstraksi Minyak Biji Karet (Hevea brasiliensis) dengan Alat Pengempa Berulir (Expeller) dan Karakteristik Mutu minyaknya. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institus Pertanian Bogor. Bogor.

Soerawidjaja, TH. 2002. Perbandingan Bahan Bakar Cair Alternatif Pengganti Solar. Disampaikan pada Pertemuan Forum Biodiesel Indonesia ke-7 di Balai Penelitian Penerapan Teknologi, Jakarta.

Sonntag, N. 1982. Fat Spiliting, Esterification, and Interesterification. Di dalam Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. Vol. II. Jhon Wiley and Sons, New York.

Suarthama, P. 2006. Biodisel-Biofuel Energi Berbasis Biji. Majalah Komoditi, Edisi V, 9 Januari-8 Februari, hal 9.

Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1989. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin. Pradnya Paramita, Jakarta.

Sudrajat, I., Jaya, dan D. Setiawan. 2005. Optimalisasi Proses Estrans pada Pembuatan Biodiesel dari Minyak Biji Jarak Pagar (Jtropha curcas L.). Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 : 239 – 257.

Sudrajat. 2006. Memproduksi biodiesel dari jarak pagar. Penebar swadaya. Cimanggis, Depok.

Supijatno dan Iskandar, H. S. 1988. Budidaya dan Pengolahan Karet, Dalam Rangka Pelatihan Guru Sekolah Menengah Teknologi Pertanian. IPB. 46 hal. Swern, D, editor. 1982. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. Ed ke-4. Volume

Syamsulbahri. 1996. Budidaya dan Pengolahan Karet. PT. Agromedia Pustaka. Depok. 150 hal.

Tim Penebar Swadaya. 1994. Karet : Strategi : Pemasaran Tahun 2000, Budidaya dan Pengolahan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Wiedermann, L.H. 1981. Degumming, Refining, and Bleaching Soybean Oil. JAOCS. (54) : 159-166.

Zhou, W., Konar, SK., and Boocock, DGB. 2003. Ethyl Ester from The Single- Phase Base-Catalyzed Etanolisis of Vegetable Oils. J Am Oil Chem Soc 80 : 367-371.

1. Kadar Air (AOAC, 1995)

Sebanyak 2 gram contoh daging biji yang telah digerus ditimbang secara teliti dalam cawan alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Cawan kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105-110 oC selama 3 jam. Cawan dikeluarkan dan didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang. Pengeringan dilanjutkan lagi dan setiap setengah jam didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot yang konstan. Kadar air dihitung dengan persamaan berikut :

Kadar air =

x100%

Awal

Bobot

tan

Kons

Bobot

Awal

Bobot

2. Kadar Lemak (AOAC, 1985)

Contoh bekas analisis kadar air ditimbang 2-3 gram, kemudian dibungkus dengan kertas saring yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan soxhlet yang dihubungkan dengan pendingin balik, labu lemak yang berisi beberapa butir batu dan hot plate. Pelarut yang digunakan adalah petroleum eter dengan volume yang lebih tinggi dari bungkusan contoh yang ada dalam soxhlet. Ekstraksi dilakukan selama 5-6 jam atau sekitar 60 kali putaran. Bekas contoh yang telah terekstrak minyaknya dikeringkan dalam oven serta ditimbang bobotnya sampai diperoleh bobot konstan. Kadar lemak dihitung dengan persamaan berikut : Kadar lemak = x100% Awal Bobot Akhir Bobot Awal Bobot

3. Kadar Protein (A0AC, 1970)

Penentuan kadar protein ditentukan secara semi mikro kjeldhal. Contoh bekas analisis kadar air sebanyak 1 gram dan 2 gram katalis (CuSO4 = 1.2 : 1) dimasukkan ke dalam

labu Kjeldhal, kemudian ditambahkan 2,5 asam sulfat pekat. Contoh di dalam labu

Kjeldhal didestruksi dalam ruang asam sampai warna hijau jernih. Setelah dingin dimasukkan ke dalam labu suling dengan pembilas aquades, kemudian ditambahkan NaOH 50 % sampai warna cairan coklat kehitaman. Destilat ditampung dalam labu erlenmeyer 300 ml yang berisi 25 ml HCl 0.02 N serta diberi indikator mengset sebanyak 3 tetes. Destilasi dilakukan selama ± 10 menit atau samapai volume destilat dua kali volume semula. Selanjutnya dititrasi dengan NaOH 0.02 N sampai diperoleh

warna yang berubah dari merah kebiruan menjadi hijau. Dilakukan juga pada titrasi blanko. Kadar protein dihitung dengan persamaan berikut :

Kadar Protein = x100% C 25 . 6 014 . 0 x x N x A B

Keterangan : A = jumlah titrasi contoh (ml) B = jumlah titrasi blanko (ml) C = bobot contoh (gram) N = normalitas NaOH

4. Kadar Serat Kasar (AOAC, 1984)

Sebanyak ± 2 gram contoh dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 500 ml dan ditambah 100 ml asam sulfat 0.325 N. Campuran contoh kemudian didihkan dengan dengan alat pendingin tegak selama kurang lebih 30 menit, kemudian ditambahkan lagi 50 ml NaOH 1.25 N dan dididihkan lagi selama 30 menit. Campuran tersebut kemudian disaring dengan kertas saring Whatman yang telah dikeringkan dan diketahi bobotnya dalam keadaan panas. Pembilasan hasil saringan dilakukan berturut-turut dengan asam sulfat 0.325 N, air panas dan aseton. Kertas saring dikeringkan dalam oven selama 1-2 jam, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang bobotnya. Pengeringan diulangi setiap setengah jam, kemudian ditimbang sampai diperoleh bobot konstan. Kadar serat kasar dihitung dengan persamaan berikut :

Kadar serat kasar = x100% awal

Bobot

kering endapan Bobot

5. Kadar Abu (AOAC, 1984)

Contoh daging biji sebanyak kurang lebih 3 gram ditimbang secara teliti dalam cawan porselin yang telah diabukan dan diketahui bobotnya. Sebelum pengabuan, contoh dipijarkan sampai tidak berasap. Selanjutnya dilakukan pengabuan di dalam tanur pada suhu 600 oC sampai semua contoh terabukan. Abu beserta cawan didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Adapun kadar abu dihitung dengan persamaan berikut : Kadar abu = x100% contoh Bobot abu Bobot

Lampiran 2. Prosedur Analisis Minyak Biji Karet

1. Kandungan Asam Lemak Bebas dan Persen FFA (IUPAC 1979)

Kandungan asam lemak bebas (bilangan asam) mengacu pada jumlah KOH dalam mg yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas untuk tiap gram minyak. Sedangkan asiditas adalah persen asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak untuk tiap gram minyak. Prosedurnya adalah sebanyak ± 2 gram minyak ditimbang (ketelitian 0,005 g) dalam labu erlenmeyer. Kemudian ditambahkan 50 ml campuran 95 % (v/v) etanol dengan dietil eter dengan perbandingan 1:1 (v/v) yang telah

dinetralkan. Setelah ditambahkan 3 tetes indikator fenolftalin, larutan dititrasi dengan larutan KOH/etanol 0,1 N yang telah distandarisasi sampai terbentuk warna merah jambu yang stabil selama 10 detik. Bilangan asam dihitung sebagai :

AV = m V . N . M Keterangan :

AV = bilangan asam (mg KOH/g minyak) M = bobot molekul KOH (56,1 g/mol)

N = normalitas KOH setelah distandarisasi (N) V = volume KOH yang digunakan untuk titrasi (ml) m = bobot sampel minyak (g)

FFA = konversi Faktor asam Bilangan Dimana,

Faktor konversi untuk oleat = 1,99 Faktor konversi untuk palmitat = 2,19 Faktor konversi untuk laurat = 2,80 Faktor konversi untuk lineleat = 2,01

2. Bilangan Penyabunan Metode Indikator & Bilangan Ester Teoritis (IUPAC 1979)

Bilangan penyabunan adalah jumlah KOH dalam mg yang digunakan untuk menyabunkan 1 g minyak. Sebanyak ± 2 gram minyak ditimbang secara teliti dalam labu erlenmeyer. Kemudian ditambahkan 25 ml larutan KOH 0,5 N menggunakan buret. Larutan tersebut direfluks di bawah kondensor pada suhu didihnya selama 1 jam. Larutan dititrasi menggunakan HCl 0,5 N dengan kehadiran indikator fenolftalin. Dilakukan juga titrasi pada blanko dengan cara yang sama tanpa cuplikan minyak.

Larutan KOH dan HCl yang digunakan harus distandarisasi sebelum digunakan. Bilangan penyabunan dihitung sebagai :

SV = m ) V (V . N . M 10 Keterangan :

SV = bilangan penyabunan (mg KOH) M = bobot molekul KOH (56,1 g/mol) N = normalitas HCl setelah distandarisasi (N) V1 = volume HCl yang digunakan untuk titrasi (ml)

V0 = volume HCl yang digunakan untuk titrasi blanko (ml)

m = bobot sampel minyak (g)

Bilangan Ester Teoritis [mg KOH/g sampel] = Bilangan Penyabunan – Bilangan asam

3. Kadar Air (AOAC 1995)

Sebanyak 10 gram minyak dimasukkan ke dalam oven 104-106 oC selama 30 menit. Minyak diangkat dari oven dan didinginkan dalam desikator sampai mencapai suhu kamar, setelah itu ditimbang. Prosedur diulang sampai bobotnya stabil (tidak berbeda lebih dari 0,005%). Kadar air dan zat yang mudah menguap dihitung sebagai : Kadar air = 100% M ) M (M 0 0 1 x − Keterangan :

M0 = bobot sebelum pemanasan (g)

M1 = bobot setelah pemanasan (g)

4. Densitas Piknometer

Piknometer 50 ml ditimbang bobot kosongnya. Piknometer diisi dengan minyak. Setelah itu didiamkan selama 1 jam dalam termostat sampai suhu analisis (25±5oC) tercapai dan dicatat dengan ketelitian 0,1 oC. Piknometer ditera denga sampai batas yang ditentukan lalu ditimbang. Densitas dihitung sebagai :

ρt = t 0 1 V m m − Keterangan :

m1 = bobot piknometer yang berisi minyak (g)

m2 = bobot piknometer kosong (g)

Vt = volume piknometer pada suhu t (ml)

5. Viskositas Metode Oswalt

Viskometer Oswalt dibersihkan dengan cairan pembersih, kemudian dibilas dengan hati-hati dengan air suling dan dikeringkan dengan aseton di udara terbuka. Alat dicelupkan ke dalam termostat air yang bertemperatur 25 oC agar tercapai ekuilibrium. Gelas yang berisi air diletakkan di dalam termostat tersebut. Air suling yang telah disetimbangkan temperaturnya dimasukkan ke dalam viskometer. Densitas air juga diukur pada suhu yang sama. Selanjutnya, contoh minyak diukur viskositasnya pada alat tersebut pada kondisi yang sama dengan pengikuran viskositas air.

Untuk fluida nonkompresibel, digunakan persamaan Poiseulle untuk menghitung viskositas, yaitu : L P P r

η

π

8 ) ( dt dV 4 12 = dengan : η = viskositas kinematik

dV/dt = laju aliran fluida yang melalui kapiler r = diameter kapiler

L = panjang kapiler

(P1-P2) = beda tekanan pada kedua ujung kapiler

Karena (P1-P2) sebanding dengan densitas ρ, ditunjukkan bahwa untuk total volume

cairan (H/ρ = Bt), dengan t adalah waktu yang dibutuhkan fluida untuk melewati batas atas sampai batas bawah pada viskometer Ostwald, dan B adalah konstanta alat yang ditentukan melewati kalibrasi alat dengan cairan yang telah diketahui viskositasnya.

6. Bilangan Iod Metode Wijs (AOCS, 1951)

Contoh minyak yang telah disaring ditimbang sebanyak 0,1 – 0,5 gram dalam labu erlenmeyer 500 ml yang bertutup. Sebanyak 20 ml khloroform dan 25 ml larutan wijs ditambahkan ke dalam contoh dengan hati-hati (menggunakan pipet). Labu erlenmeyer kemudian disimpan pada tempat gelap selama ± 30 menit, dan kemudian ditambahkan 20 ml KI 15 % dan 100 ml aquades. Titrasi dilakukan dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N dengan indikator pati sampa warna biru berubah menjai putih

jernih. Dengan cara yang sama dilakukan pula pada blanko. Bilangan iod dihitung dengan rumus berikut :

Bilangan Iod = contoh Bobot 69 , 12 ) A (B− xNNaTiox

Dimana : A = ml Na-Tio untuk titrasi contoh B = ml Na-Tio untuk titrasi blanko 12,69 = sepersepuluh dari BM atom iodium

7. Bilangan Peroksida (AOAC, 1995)

Sebanyak 5 gram minyak ditimbang dalam erlenmeyer 300 ml, kemudian dilarutkan dengan pelarut yang merupakan campuran dari 60 persen asam asetat glasial dan 40 persen khloroform, kemudian ditambahkan 0,5 ml KI jenuh sambil dikocok. Dua menit setelah penambahan KI, ditambahkan aquades sebanyak 30 ml. Larutan kemudian dititrasi dengan indikator pati. Dengan cara yang sama lakukan juga pada blanko. Bilangan peroksida dinyatakan dalam mili-equivalen dari peroksida setiap 1000 gram contoh. Bilangan Peroksida = contoh Bobot 1000 x tio N Na ml 2S2O2x

Lampiran 3. Perhitungan Jumlah Pereaksi dan Katalis untuk Proses Estrans

Bobot minyak biji karet = 100 gram Kadar asam lemak bebas = 11,06 %

Esterifikasi

Jumlah katalis asam (HCl) yang ditambahkan : - Perlakuan 1 = 1% x 100 g = 1 g HCl ≈ 0,84 ml - Perlakuan 2 = 2% x 100 g = 2 g HCl ≈ 1,68 ml

Jumlah asam lemak yang harus dikonversi = 11,06 % x 100 g = 11,06 g Mol asam lemak bebas = 11,06 g / 280 g/mol = 0, 04 mol

Rasio mol metanol :minyak = 10:1 (X); 15 ;1 (Y); 20 ;1 (Z) Mol metanol yang dibutuhkan (X) = 0,04 mol x 10 = 0,4 mol

Jumlah metanol yang dibutuhkan (X) = 0,8 mol x 32 g/mol = 12,80 g metanol Mol metanol yang dibutuhkan (Y) = 0,04 mol x 15 = 0,6 mol

Jumlah metanol yang dibutuhkan (Y) = 0,6 mol x 32 g/mol = 19,20 g metanol Mol metanol yang dibutuhkan (Z) = 0,04 mol x 20 = 0,8 mol

Jumlah metanol yang dibutuhkan (Z) = 0,8 mol x 32 g/mol = 25,6 g metanol

Transesterifikasi

Rasio mol metanol : minyak = 4:1 (A); 6:1 (B); 8:1 (C) Mol trigliserida = 100 g/884 g/mol = 0,11 mol

Mol metanol yang dibutuhkan (A) = 0,11 mol x 4 = 0,44 mol

Jumlah metanol yang dibutuhkan (A) = 0,44 mol x 32 g/mol = 14,08 g metanol Mol metanol yang dibutuhkan (B) = 0,11 mol x 6 = 0,66 mol

Jumlah metanol yang dibutuhkan (B) = 0,66 mol x 32 g/mol = 21,12 g metanol Mol metanol yang dibutuhkan (C) = 0,11 mol x 8 = 0,88 mol

Lampiran 4. Prosedur Analisis Biodisel (Metil Ester)

1. Kandungan Asam Lemak Bebas dan Persen FFA (IUPAC 1979)

Kandungan asam lemak bebas (bilangan asam) mengacu pada jumlah KOH dalam mg yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas untuk tiap gram minyak. Sedangkan asiditas adalah persen asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak untuk tiap gram minyak. Prosedurnya adalah sebanyak ± 2 gram minyak ditimbang (ketelitian 0,005 g) dalam labu erlenmeyer. Kemudian ditambahkan 50 ml campuran 95 % (v/v) etanol dengan dietil eter dengan perbandingan 1:1 (v/v) yang telah

dinetralkan. Setelah ditambahkan 3 tetes indikator fenolftalin, larutan dititrasi dengan larutan KOH/etanol 0,1 N yang telah distandarisasi sampai terbentuk warna merah jambu yang stabil selama 10 detik. Bilangan asam dihitung sebagai :

AV = m V . N . M Keterangan :

AV = bilangan asam (mg KOH/g minyak) M = bobot molekul KOH (56,1 g/mol)

N = normalitas KOH setelah distandarisasi (N) V = volume KOH yang digunakan untuk titrasi (ml) m = bobot sampel minyak (g)

FFA = konversi Faktor asam Bilangan Dimana,

Faktor konversi untuk oleat = 1,99 Faktor konversi untuk palmitat = 2,19 Faktor konversi untuk laurat = 2,80 Faktor konversi untuk lineleat = 2,01

2. Bilangan Penyabunan Metode Indikator & Bilangan Ester Teoritis (IUPAC 1979)

Bilangan penyabunan adalah jumlah KOH dalam mg yang digunakan untuk menyabunkan 1 g minyak. Sebanyak ± 2 gram minyak ditimbang secara teliti dalam labu erlenmeyer. Kemudian ditambahkan 25 ml larutan KOH 0,5 N menggunakan buret. Larutan tersebut direfluks di bawah kondensor pada suhu didihnya selama 1 jam. Larutan dititrasi menggunakan HCl 0,5 N dengan kehadiran indikator fenolftalin. Dilakukan juga titrasi pada blanko dengan cara yang sama tanpa cuplikan minyak.

Larutan KOH dan HCl yang digunakan harus distandarisasi sebelum digunakan. Bilangan penyabunan dihitung sebagai :

SV = m ) V (V . N . M 10 Keterangan :

SV = bilangan penyabunan (mg KOH) M = bobot molekul KOH (56,1 g/mol) N = normalitas HCl setelah distandarisasi (N) V1 = volume HCl yang digunakan untuk titrasi (ml)

V0 = volume HCl yang digunakan untuk titrasi blanko (ml)

m = bobot sampel minyak (g)

Bilangan Ester Teoritis [mg KOH/g sampel] = Bilangan Penyabunan – Bilangan asam

3. Densitas Piknometer

Piknometer 50 ml ditimbang bobot kosongnya. Piknometer diisi dengan minyak. Setelah itu didiamkan selama 1 jam dalam termostat sampai suhu analisis (25±5oC) tercapai dan dicatat dengan ketelitian 0,1 oC. Piknometer ditera denga sampai batas yang ditentukan lalu ditimbang. Densitas dihitung sebagai :

ρt = t 0 1 V m m − Keterangan :

ρt = densitas pada suhu t (g/ml)

m1 = bobot piknometer yang berisi minyak (g)

m2 = bobot piknometer kosong (g)

Vt = volume piknometer pada suhu t (ml)

4. Viskositas Metode Oswalt

Viskometer Oswalt dibersihkan dengan cairan pembersih, kemudian dibilas dengan hati-hati dengan air suling dan dikeringkan dengan aseton di udara terbuka. Alat dicelupkan ke dalam termostat air yang bertemperatur 25 oC agar tercapai ekuilibrium. Gelas yang berisi air diletakkan di dalam termostat tersebut. Air suling yang telah disetimbangkan temperaturnya dimasukkan ke dalam viskometer. Densitas air juga

diukur pada suhu yang sama. Selanjutnya, contoh minyak diukur viskositasnya pada alat tersebut pada kondisi yang sama dengan pengikuran viskositas air.

Untuk fluida nonkompresibel, digunakan persamaan Poiseulle untuk menghitung viskositas, yaitu : L P P r

η

π

8 ) ( dt dV 4 12 = dengan : η = viskositas kinematik

dV/dt = laju aliran fluida yang melalui kapiler r = diameter kapiler

L = panjang kapiler

(P1-P2) = beda tekanan pada kedua ujung kapiler

Karena (P1-P2) sebanding dengan densitas ρ, ditunjukkan bahwa untuk total volume

cairan (H/ρ = Bt), dengan t adalah waktu yang dibutuhkan fluida untuk melewati batas atas sampai batas bawah pada viskometer Ostwald, dan B adalah konstanta alat yang ditentukan melewati kalibrasi alat dengan cairan yang telah diketahui viskositasnya.

5. Flash Point dengan Metode Pensky-Martens Closed Tester (ASTM 93)

Sampel diuji pada suhu 15 ± 5 oC atau 11 oC lebih rendah dari flash point sampel yang diperkirakan. Sampel diaduk 120 ± 10 rpm dengan arah cenderung ke bawah. Suhu dinaikkan selama pengujian pada kecepatan 1-1,5 oC/menit. Flash point

Lampiran 5. Tabulasi Data Bilangan Asam Produk Hasil Reaksi Esterifikasi Perlakuan Bilangan Asam (mg KOH/g sampel)

A B C Ulangan 1 Ulangan 2 Rataan ± Simpangan Baku

C1 7.11 7.07 7.0900 ± 0.02828 B1 C2 3.54 3.58 3.5600 ± 0.02828 A1 C3 0.88 0.84 0.8600 ± 0.02828 C1 3.62 3.58 3.6000 ± 0.02828 B2 C2 1.79 1.61 1.7000 ± 0.12728 C3 0.30 0.34 0.3200 ± 0.02828 C1 6.55 6.2 6.3750 ± 0.24749 B1 C2 2.52 2.19 2.3550 ± 0.23335 A2 C3 0.86 0.81 0.8350 ± 0.03536 C1 3.33 3.14 3.2350 ± 0.13435 B2 C2 1.65 1.41 1.5300 ± 0.16971 C3 0.15 0.19 0.1700 ± 0.02828 Keterangan : A = Konsentarsi HCl Æ A1 = 1 %; A2 = 2 %.

B = Waktu Æ B1 = 60 menit; B2 = 120 menit.

Lampiran 6. Analisis Sidik Ragam (ANOVA) Bilangan Asam Produk Hasil Reaksi Esterifikasi Sumber Keragaman Derajat Kebebasan Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F-Hitung F-Tabel [0,05] F-Tabel [0,01] A 1 1.153 1.153 74.858** 4.75 9.33 B 1 18.445 18.445 1197.732** 4.75 9.33 C 2 83.505 41.752 2711.195** 3.89 6.93 A * B 1 0.265 0.265 17.182** 4.75 9.33 A * C 2 0.391 0.196 12.695** 3.89 6.93 B * C 2 7.864 3.932 255.325** 3.89 6.93 A * B * C 2 0.340 0.170 11.041** 3.89 6.93 Galat 12 0.185 0.015 Total 24 112.148 Keterangan :

Lampiran 7. Hasil Uji Lanjut Duncan Terhadap Bilangan Asam Produk Hasil Reaksi Esterifikasi

Perlakuan N Rata-rata Kelompok Duncan

A2B2C3 2 0.1700 A A1B2C3 2 0.3200 A A2B1C3 2 0.8350 B A1B1C3 2 0.8600 B A2B2C2 2 1.5300 C A1B2C2 2 1.7000 C A2B1C2 2 2.3550 D A2B2C1 2 3.2350 E A1B1C2 2 3.5600 F A1B2C1 2 3.6000 F A2B1C1 2 6.3750 G A1B1C1 2 7.0900 H Keterangan :

¾ Huruf Pengelompokan Duncan yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata

¾ Huruf Pengelompokan Duncan yang tidak sama menunjukkan faktor berbeda nyata

Lampiran 8. Tabulasi Data Nilai Viskositas Kinematik Metil Ester Hasil Reaksi Transesterifikasi

Perlakuan Viskositas Kinematik (cSt)

A B Ulangan 1 Ulangan 2 Rataan ± Simpangan Baku B1 8.95 9.02 8.9850 ± 0.04950 A1 B2 5.09 4.44 4.7650 ± 0.45962 B3 3.22 3.12 3.1700 ± 0.07071 B1 5.26 5.77 5.5150 ± 0.36062 A2 B2 3.22 3.05 3.1350 ± 0.12021 B3 3.83 3.15 3.4900 ± 0.48083 Keterangan :

A = Waktu Æ A1 = 30 menit; A2 = 60 menit.

B = Rasio Mol Metanol : Minyak Æ B1 = 4 : 1; B2 = 6 : 1;B3 = 8 : 1.

Lampiran 9. Analisis Sidik Ragam (ANOVA) Viskositas Kinematik Metil Ester Produk Hasil Reaksi Transesterifikasi

Sumber Keragaman Derajat Kebebasan Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F-Hitung F-Tabel [0,05] F-Tabel [0,01] A 1 7.616 7.616 76.879 ** 5.99 13.75 B 2 35.521 17.761 179.279 ** 5.14 10.92 A * B 2 7.184 3.592 36.259 ** 5.14 10.92 Galat 6 0.594 0.099 Total 12 50.915 Keterangan :

Lampiran 10. Hasil Uji Lanjut Duncan Terhadap Viskositas Kinematik Metil Ester Hasil Reaksi Tansesterifikasi

Perlakuan N Rata-rata Kelompok Duncan

A1B2C2 2 3.1350 A A1B1C3 2 3.1700 A A1B2C3 2 3.4900 A A1B1C2 2 4.7650 B A1B2C1 2 5.5150 B A1B1C1 2 8.9850 C Keterangan :

¾ Huruf Pengelompokan Duncan yang sama menunjukkan faktor tidak

Dokumen terkait