BAB VI PENUTUP
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, ada beberapa saran yang ingin disampaikan untuk lembaga yang terkait akan program destana, yaitu sosialisasi dan pelatihan yang dilakukan sebaiknya dilakukan tidak hanya untuk kader saja, atau memantau secara ketat kader yang telah mengikuti pelatihan untuk dipaparkan kembali ke masyarakat Sukaraksa, materi yang telah diikuti oleh perwakilan kader tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Adi, I. R. (2007). Perencanaan Partsipatoris Berbasis Aset Komunitas. Depok: FISIP UI PRESS.
Adi, I. R. (2015). Kesejahteraan Sosial : Pekerjaan Sosial, Pembangunan Sosial, dan Kajian Pembangunan. Jakarta: Rajawali Pers.
Anwar, H. Z. (2016). Masyarakat Tangguh Bencana :
Membangun dan Menguatkan. Bandung: Halima dengan
Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI.
Bungin, B. (2007). Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial lainnya. Jakarta: Prenada Media Group.
Dr. Zubaedi, M. M. (2013). Pengembangan Masyarakat, Wacana dan Praktik. Jakarta: Kencana.
Emzir. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Habibullah. (2013). Kebijakan Penanggulangan Bencana Berbasis Komunitas : Kampung Siaga Bencana dan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana.
Marius, J. A. (2006, September). Perubahan Sosial. Jurnal
Penyuluhan.
Marius, J. A. (2006, September). Perubahan Sosial. Jurnal
Prof. Dr. Hamidi, M. S. (2010). Metode Penelitian Kualitatif.
Prof. Dr. Hamidi, M. S. (2010). Metode Penelitian Kualitatif. Malang: UMM Press.
Rampangilei, W. (2018). Kaleidoskop Bencana 2018 dan Prediksi 2019.
Tesoriero, J. I. (2016). Community Development : Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi. Pustaka Pelajar.
Wigyo Adiyoso, S. M. (2018). Manajemen Bencana, Pengantar
dan Isu-Isu Strategis. Jakarta.
Undang-Undang :
Undang-Undang No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.
PERKA BNPB No.1 Tahun 2012, Desa/Kelurahan Tangguh Bencana
Pedoman Wawancara Sasaran wawancara :
BPBD KEPALA KESIAPSIAGAAN BENCANA
Dimensi Indikator Pertanyaan Konsep kebutuhan Kebutuhan populasi keseluruhan 1. Berapakah jumlah penduduk yang melakukan pelaksanaan program Desa/Kelurahan Tangguh Bencana di desa Sukaraksa? Ada 20 orang, terpilih dari semua wilayah, semua kalangan lapisan masyarakat
2. Apakah daerah desa Sukaraksa berada di lokasi perbukitan? Lokasi perbukitan, ada beberapa spot yang rawan longsor ada yang tidak. Yang rawan longsor ada di kiri jalan desa dari arah cigudeg ke kec. Sukajaya. Itu merupakan jalan utama, saat longsor jalan utama stag (tidak dapat dilewati)
3. Apakah di desa Sukaraksa terdapat hutan atau daerah resapan air?
Ada, Cuma nama hutannya kurang begitu hafal, hutan ada di perbatasan desa 4. Bagaimana peran masyarakat dalam menghadapi bencana longsor di desa Sukaraksa? Peran masyarakat di desa cukup tinggi, masyarakat sendiri sudah tau saat terjadi bencana harus bagaimana, salah satu contoh peringatan dini seperti kentongan, mungkin saat ini sudah tidak ada, tapi orang-orang dulu sudah menerapkan. Dulu ada ungkapan jangan nebang pohon sembarangan di daerah anu, atau nggak jangan merambah ke hutan
anu, mungkin kalau merambah bisa dirusak ekosistemnya 5. Apakah seluruh penduduk ikut berkontribusi dalam menangani bencana tersebut?
Tidak semua, ada yang sadar juga ada yang nggak. Ada yang ikut andil, ada yang acuh
6. Apa saja faktor yang dapat menyebabkan bencana longsor di desa Sukaraksa? Faktor alam, faktor manusia juga, banyak pohon-pohon yang harusnya menyerap air banyak jadi ditebang. Cara bercocok tanam yang kurang tepat, karena yang harusnya ada saluran air melintas. Kecepatan air kan tinggi jadi cepat erosi juga
7. Apa sajakah kebutuhan BPBD
dalam menentukan program
Desa/Kelurahan Tangguh Bencana? Kita lihat dari rangking wilayah atau tingkat kerawanan, awal kita menentukan kecamatan mana yang tingkat kerawanan, ada indeks rawan bencana 8. Bagaimanakah skala program Desa/Kelurahan Tangguh Bencana tersebut? (jangka Panjang/jangka pendek) jangka Panjang program adalah penguatan kapasitas untuk relawannya dari BPBD langsung dan mengalokasikan dana desa untuk kebencanaan. Relawannya yang sudah terbentuk pengurus destana 9. Apakah bentuk
program Desa/Kelurahan Tangguh Bencana dalam jangka panjang/jangka pendek? Bentuk programnya dengan mengajak masyarakat gabung untuk menjadi relawan destana dengan memberikan pelatihan selama 7 hari tentang PRB dan tanggap darurat. Program jangka pendek yaitu rencana aksi relawan, mulai dari kebersihan sampahlah atau susur sungailah atau penanaman pohon. BPBD memantau tidak secara berkala
10. Bagaimana indikator keberhasilan dalam program Desa/Kelurahan Tangguh Bencana? Indikatornya dilihat dari ancaman, kerentanan, dan kapasitas
masyarakat, kalau kapasitas mereka tinggi berarti berhasil programnya, kalau kurang kapasitasnya malah lebih ancaman, otomatis kerentanannya lebih tinggi Kebutuhan pengguna layanan 1. Bagaimana respon masyarakat setelah dilaksanakannya program destana sebelum/saat/pasca terjadi bencana? Responnya bagus, destana dilaksanakan sebelum terjadinya bencana, kami di sukaraksa itu tahun 2018 pembentukan, saat bencana mereka sudah siap langkah apa yang mereka lakukan ketika terjadi bencana, selanjutnya hanya di penguatan kapasitas sampai saat ini
2. Bagaimana tindak lanjut program destana setelah mengetahui respon
dari masyarakat? kita sudah membekali mereka alat-alat, kita sediakan tenda, yang rawan banjir kita kasih perahu, perahu untuk relawan destana itu, penerimaan ke kepala desa 3. Apakah program destana sesuai dengan kebutuhan masyarakat? untuk sampai saat ini sesuai karena disamping pemberian materi dan pelatihan, kita juga fasilitasi tenda, tandu, p3k. pas pembentukan destana sudah diberikan fasilitas trsebut Kebutuhan pemberi layanan 1. Apakah latar belakang BPBD memberikan program destana di desa tersebut? pemberdayaan masyarakat karena pertama yang merasakan bencana
kan masyarakat otomatis mereka harus punya kapasitas untuk tanggap darurat dan evakuasi mandiri gitu kan. Jadi kami dari sini kan dengan jarak sekitar 2 jam an ke cigudeg, gak mungkin gitu kan ada bencana langsung respon ada jangka waktunya, kalo masyarakat dalam satu des aitu sudah dibentuk destana minimal mereka sudah tau apa yang dilakukan sebelum kami datang dan mereka sudah melakukan duluan, diliat dari tingkat kerawanan
bencananya tadi
2. Lembaga apa saja yang terlibat dalam memberikan program destana di desa tersebut? ada dari dinsos itu tagana, ada forum pengurangan resiko bencana di
dalamnya ada komunitas dan penggiat-penggiat bencana, trus ada dari PMI juga. Dinsos memberikan materi dapur umum lapangan, logistic, kita bekali mulai dari pra, saat, mungkin kalo pasca tidak karena lebih tinggi sih. Lebih ke pra sama saat aja soalnya yang dibutuhin kan apa yang dilakukan sebelum terjadi bencana, kalau longsor mungkin dengan penanaman pohon kah atau kah pengaliran irigasi atau kah saluran air. Pada saat mereka dibekali tentang pertolongan pertama dan evakuasi, biasanya yang crowded itu pas pembagian logistik. Adanya gangguan psikologis yaitu usia lanjut dan anak-anak
dibutuhkan untuk menerapkan program destana di desa tersebut? untuk ppe biasanya kami memakai TNI untuk pengisi materinya Metode Intervensi Sosial Tingkat kepuasan dalam memenuhi kebutuhan 1. Bagaimana tingkat kepuasan dalam melakukan perencanaan program destana? Tahun 2011 kemarin kita launching untuk 200 destana target ya, alhamdulillah sampe dengan tahun 2020 ini kita sudah terbentuk 44. Dari 2011-2023 kita baru terbentuk 44 dikarenakan ada pandemic covid ini kemungkinan kita agal kurang tercapai targetnya, tapi mudah-mudahan di tahun-tahun
berikutnya target 50 per tahun. Sekitar setahun rentan waktu antara membuat
program dari desa satu dengan yang lain karena terkait anggaran juga. Kalau dulu kita dari 2014-2018 satu tahun 1, akhirnya tahun 2019 kita targetkan satu tahu n 50, yang 50 nya kita pake anggaran dari
kecamatan-kecamatan per tahun harus satu desa
2. Apa evaluasi setelah dilaksanakannya program destana? Biasa sih evaluasinya administrasi, terus tingkat keaktifan masyarakat, terus struktur desanya ada yang aktif ada yang pasif, biasanya kalau sudah pasif dari ketuanya akan mengganti yang baru
Tingkat kesadaran dalam memenuhi kebutuhan 1. Bagaimana tingkat kesadaran masyarakat sebelum pelaksanaan program destana? (sebelum
dan pasca bencana) diliat dari kegiatan relawan itu sendiri, kalau tingkat relawannya sendiri itu aktif masih keliatan, makin banyaknya kegiatan makin dilihat oh itu ada relawan destana dan ada peran penting dari kepala desa sendiri
Sumber daya dalam memenuhi kebutuhan
1. Apa saja sumber daya yang dibutuhkan lembaga dalam melakukan pelaksanaan program destana? Sumber daya manusia pasti, anggaran juga, karena mereka mau bikin rencana aksi kegiatan otomatis terkaitnya dengan anggaran, sementara dari BPBD sendiri tidak ada anggaran untuk rencana aksi tersebut, adanya bisa dialokasikan ke dana desa, sementara di dana des aitu sendiri
kadang si kepala desanya tidak aktif
2. Bagaimana cara mendapatkan sumber daya dalam pelaksanaan program destana? Cara dengan melakukan pendekatan ke pemerintah desanya, kepala desa lah gitu, karena kepala desa kan dipilih sama masyarakat trus rentan waktunya 6 tahun kalau gak salah, kalau kepala desanya berhasil otomatis
kebijakannya sama, kalau ganti lagi kan ganti lagi kebijakan, trus terkadang ada dipilih oleh banyak tim-tim sukses. Kita melakukan pendekatan ke masyarakat lebih ke kesadaran masyarakat itu sendiri dengan sosialisasi bahwa bencana tuh seperti ini
3. Berapa lama pemanfaatan sumber daya yang telah terpenuhi untuk pelaksanaan program destana? Awal kita pembentukan 7 hari disitu kita gembleng mulai dari jiwa kerelawanannya ditumbuhkan gitu kan trus dikasih pelatihan-pelatihan mulai dari pra, saat
Instansi pemerintahan setempat (lurah, rt, rw) Sekretaris Desa Sukaraksa
Dimensi Indikator Pertanyaan Konsep kebutuhan Kebutuhan populasi keseluruhan 1. Apa yang masyarakat butuhkan sebelum/saat/pasca terjadi bencana? Salah satunya kita sangat membutuhkan sosialisasi atau penguatan tentang pemahaman kesadaran. bagaimana di lingkungan sini bukan hanya untuk
sering menebang pohon, tetapi juga eee kan pentingnya kesadaran terkait penanaman pohon tersebut misalkan disini kebanyakan para, apa ya masyarakatnya itu bekerja fokus di bidang ee.. pertanian, di kebun juga di perhutanan. Ketika mereka usahanya di bidang kayu, mereka hanya fokus menebang menebang aja. Tidak fokus di penanaman. Contoh misalkan kalau mau ketika menebang satu pohon, dia menanam 10 pohon, dia udah antisipasi harusnya. Selain itu juga memang butuh sosialisasi tentang itu. Yang kedua, masyarakat disini ee.. perlu yang Namanya dorongan, dorongan di bidang ini, di bidang apa di ini, jadi gini masyarakat tuh
kalau, kalau tinggal disini mereka gak tau kondisi tanah itu seperti apa, kontur tanah itu seperti apa, jadi ya cuek. Cuek aja, kayaknya mereka juga kemaren kayak hujan deras apa ya cuek aja. Gak khawatir, dorongan lebih ke ini aja sih, wawasan yah atau bahwa kali ini daerah yang rawan longsor. Selama ini masyarakat ya diem-diem aja, padahal kalau dilihat dari kondisi dan status tanah ini, daerah sini daerah gak layak untuk ditempatin. Setelah itu kita juga butuh lebih ke capacity building untuk temen-temen destana. Karena destana (desa tanggap bencana) ini kalau yang saya liat kayaknya baru juga terus, juga tidak ada yang menjadi pelopor karena kita
butuh banget, butuh yang namanya pelapor minimal itu. Harusnya kalau misalkan ada pelopor mereka tidak hanya dibentuk, tetapi mereka juga punya ide, gagasan, program apa kedepan yang harus mereka bangun, membangun kerja sama minimal pihak desa setempat, memang ini sudah menjadi mitra setempat. Apa ini yang bisa kita lakukan? Apa yang bisa kita berikan untuk desa Sukaraksa untuk destana? Begitu juga destana untuk desa Sukaraksa, ketika bencana kemaren kita jadinya gak kelabakan gitu nyari teman-teman destana dimana. Temen-temen destana alhamdulillahnya sebenernya tanggap bencana tetapi tidak
terorganisir.
Misalkan, mereka tau, mereka ini orang sini, orang desa Sukaraksa. Otomatis ketika jadi pengurus destana, ya harusnya mencegah, trus mengantisipasi, bahkan
menanggulangi, gitu ya. Khususnya untuk Desa Sukaraksa, tetapi ini ada yang ke Sukajaya, ada yang kemana gitu. Artinya mereka tidak fokus dengan tupoksi mereka, tugas pokok mereka sebagai destana, ya yang tupoksinya dimana gitu kalau di desa Sukaraksa.
Sukaraksa aja kena bencana. Artinya kita sampai saat ini butuh capacity building gitu, pengembangan capacity building kapasitas, bahkan kesadaran akan pentingnya bahwa kalau saya menjadi ini saya tugas pokok
dan fungsinya harus apa, dimana kayak gitu. Ini mah kan dia destana, dia merangkap di kepengurusan lain, ya mereka gak fokus, ni masalahnya dan atribut, atribut itu yang sampe sekarang belom liat, belom melihat kinerja temen-temen
destana, karena secara maksimal dengan tidak didukung oleh alat komunikasi kan kayak ht, ht Cuma punya dua. Trus kalau kita mau mengandalkan hp juga gak semuanya temen-temen pegang handphone. Disini sinyalnya juga susah.
2. Bagaimana cara masyarakat
mengetahui kebutuhan
sebelum/saat/pasca terjadi bencana? Tadi tuh tadi karena kurangnya kesadaran
gitu, karena setiap pelatihan pun yang menghadiri
pelatihan-pelatihan, misalkan dari BPBD pusat, kabupaten, yang datang itu-itu aja. Trus tidak dibagi ilmu-ilmu
pengetahuannya. Kalau dari temen-temen destana pun saya belum melihat ini untuk bagaimana mengantisipasi. Karena selama ini sifatnya lebih banyak menanggulangi daripada mencegah ya. Mereka lebih baik mengobati katanya. Itu sifatnya tuh yang selama ini kita pantau. Harusnya itu tadi minimal dari hal kecil ketika didaerah kita ini rawan longsor apa yang harus kita lakukan. Sosialisasi ini aja, sosialisasi penanaman pohon. Coba bangun relasinya dengan siapa yang mau mensuplai ribuan
pohon atau minimal ratusan pohon gitu ya untuk kita tanam di wilayah kita yang rentan dan rawan longsor. Minimal kayak gitu aja gitu, Cuma sampe saat ini belum ada. Dari kami sendiri gak pernah mau yang namanya nyekokin masyarakat tapi pengennya mengedukasi dan bermusyawarah dengan masyarakat trus hasilnya untuk masyarakat juga. Kurangnya sdm, kekurangannya disini tuh gitu, istilahnya kalau bahasa sunda disini tuh “tukcing” dibentuk cicing (diam). Sifatnya ngikut, ngekor, yang kita harapkan, ya masyarakat ketika kita melihat mereka, mereka
membutuhkan apa sih hal-hal yang harusnya kita sikapi ketika ada bencana gitu, mereka butuh
apa? Apakah butuh edukasi terkait dengan memahami wah potensi-potensi kalau terjadi longsor itu apa aja misalkan. Yang aku liat, program-program dari pusat tuh bagus-bagus, Cuma di tingkat desanya itu apa belum keliatan. Hanya pas kemaren aja kebetulan ada bencana jadi keliatan kerjanya mereka. Setiap pengurus destana yang melakukan pelatihan harus memberikan laporan ke desa. Kebutuhan pengguna layanan 4. Bagaimana respon masyarakat setelah dilaksanakannya program destana sebelum/saat/pasca terjadi bencana? Sangat terbantu sih ya, karena dengan adanya tim temen-temen destana itu masyarakat untuk menjangkau
bantuan dari desa atau melalui desa, sumbangsih dari berbagai pihak lah y aitu jadinya terbantu. Jadinya kita tinggal kontak tim destana aja untuk menyambungkan atau
mendistribusikan alat-alat atau bahan-bahan pokok yang dibutuhkan oleh masyarakat. koordinasi bantuan-bantuan kayaknya dari BPBD. Pengurus destana yang mendistribusikan bantuan dari BPBD. 5. Bagaimana tindak lanjut program destana setelah mengetahui respon dari masyarakat? tindak lanjutnya ada, sebenernya gini, ini hanya sebatas bagaimana
mempertahankan adanya lembaga destana ini. Kita hanya bisa
mensupport untuk mereka supaya mereka tetep semangat. Satu itu, yang kedua kita juga ingin memberikan capacity building supaya mereka paham betul dengan program-program yang merek lakukan kedepan. Minimal kesadaran akan pentingnya untuk menyelamatkan orang secara jangka Panjang itu terealisasi, ya contoh kayak tadi sosialisasi menanam pohon, sosialisasi tentang untuk menghindari wilayah-wilayah yang rawan kayak gitu. Endingnya masyarakat ini harus direlokasi, padahal ya itu tadi karena gak bisa kita melawan alam ya. Alamnya sudah seperti itu, mau gak mau ya harus kita relokasi. Ya ini sifatnya jangka pendek, kita
eksekusi trus kita relokasi. Kalau jangka Panjang wilayah longsor ya kita bangun kembali
penanaman-penanaman pohon sehingga masyarakat aman. Tidak kena banjir bandang, tidak kena longsor. Ini kan ulah masyarakat-masyarakat juga sebenernya 6. Apakah program destana sesuai dengan kebutuhan masyarakat? dibilang sesuai ya sesuai ya. Sesuai banget, ini kan visi misi untuk membantu
pemerintah ini bisa dijalankan samapai ke tingkat desa melalui destana gitu. Di tiap desa ya saya rasa memang harus ada destana. Ada 3 rt yang memiliki huntara, akan dipindahkan kalau nanti huntap sudah
ada. Kalau huntaranya tetap akan disitu. Karena itu juga kan untuk mendapatkan izin dimana lokasi yang pas. Kita bangunkan huntara kan gak sembarang, bahkan ada beberapa kebun masyarakat yang sudah di sumbangsihkan. Untuk lahannya sendiri udah ada dari pemerintah pusat. Desa itu hanya memperjuangkan mengadakan lahan ya. Kita meminta ke pihak PTPN, perusahaan
perkebunan sawit untuk menyediakan lahan, karena sesuai dengan perintah RI. Harus menyediakan lahan untuk para korban bencana. Ketika suda ada instruksi dari RI 1 kuat yak an. Pihak PTPN sebagai Badan Usaha Milik Negara dia bisa apa.
Akhirnya kita dapat lahan 3,8 hektar untuk pembuatan hunia tetap bagi masyarakat yang kita relokasi yang terkena bencana.
Kebutuhan pemberi layanan
7. Apakah peran dari pihak pemerintahan setempat dalam pelaksanaan program destana tersebut? dari kita salah satunya itu tadi, kita bukan hanya membantu
pembentukan destana tapi juga ikut serta memberikan
kesempatan pada mereka untuk mengelola anggaran. Karena kita juga memasukkan
anggaran di apbdes. Ketika mereka pengurus destana ingin melakukan program dan mereka tinggal melakukan pengajuan dana ke desa. Agar desa dapat mengetahui berapa dana yang
mereka butuhkan.
8. Apa hambatan dalam melaksanakan
program destana? Hambatannya gak begitu kompleks, karena desa kan gak sendiri ya, ada beberapa yang membantu. Kita juga mengajak beberapa stakeholder, salah satunya juga kita koordinasi dengan kecamatan,
kecamatan nanti juga koordinasi dengan instansi mana, lembaga mana gitu. Paling adanya kurang koordinasi aja antara pihak desa dengan pengurus destana, kalau ada koordinasi aja, kita pasti bakal tau apa masalah yang mereka alamin sekarang. Dilihat dari tidak adanya laporan. Udah sekitar 6 bulanan ya dari januari.
Metode Intervensi Sosial Tingkat kepuasan dalam memenuhi kebutuhan 3. Apa evaluasi terhadap program destana?
Tidak ada belum ada, kalau kita saat ini berjalannya sendiri-sendiri jadinya, missal ketika kita minta bantuan apa namanya, untuk meninjau langsung lokasi mana yang sebenernya ini rawan ini gak, rumah mana yang rusak dan lain-lain. Kan waktu itu kita harusnya melibatkan
menunjuk langsung destana, destana yang bertugas. Ini kan dari pusat, pusat yang jadinya punya inisiatif cepat, sigap, akhirnya destana yang di tempat ikut aja. BPBD yang punya data dan bidang keilmuannya. Tingkat kesadaran dalam 1. Bagaimana tingkat kesadaran
memenuhi kebutuhan
masyarakat sebelum pelaksanaan program destana? (sebelum dan pasca bencana) mereka tingkat kesadarannya belum bisa terlalu dibilang sadar sebelum terjadi bencana. Paling hanya ada satu dua, liat aja ke huntara sepi atau tidak ini, kalau sepi berarti mereka ke bawah. Mereka memang juga menyesuaikan kondisi cuacanya lagi buruk mereka ke huntara, kalau gak balik lagi. Karena panasnya luar biasa. Nah ini juga masalah, ketika kita kasih huntara, masyarakat ada yang gak betah, tempatnya sempit, ruangannya 3x3. Disitu ada dua keluarga. Ini masalah, berarti salah satu hambatan atau kendala yang dimiliki destana adalah bagaimana caranya untuk lebih
kritis terhadap pengajuan-pengajuan yang harusnya layak untuk ditrima atau ditinggali oleh masyarakat.
harusnya lebih diluasin lah, ini 3x3 terbuat dari asbes. Terbuat dari grc, tapi jangan sampai ukurannya itu. Ketika destana itu tidak memahami betul apa yang dibutuhkan masyarakat. ada complain dari beberapa masyarakat. mereka juga tempat tinggalnya itu juga tempat orang. Orang yang punya tanah itu udah ngedumel gitu, karena di awal itu. Ya masyarakat itu juga gak memberi secara Cuma Cuma. Yang punya lahan itu ya dikasih sama pihak pemerintah pusat. Tapi sampai saat ini, pihak masyarakat yang
punya lahan in ngarep-ngarep. Ujung-ujungnya masyarakat yang lain kan gak enak tinggal disitu si yang punya lahan ngedumel terus, ya yaudah dah lebih baik tinggal di rumah pribadi masing-masing gitu, jadi gak di huntara. Malah listriknya itu dari PLN tapi belum dibayar sama sekali, staf PLN pernah datang dan menanyakan ini gimana
kelanjutannya. Kalau gak ada yang bayar ya diputus gitu. Kita juga menanyakan kebijakannya, karena yang membuat huntara itu kan dari pihak PUPR. Kalau ke desa juga kita gak tau, orang kita juga hanya mengajukan. Kita tidak ikut-ikutan dalam hal pembangunan, gak mau repot. Huntara tanggung jawabnya
dinas PUPR. Sampai sekarang juga gak ada koordinasinya, tapi kan masyarakat ngadunya ke kita. Kita Cuma bisa bilang ke masyarakat sabar aja. Kalau sumbangan tuh ngalir gak henti-henti, sumbangan makan, sembako. Sumber