Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Strata Satu
Program Studi Kesejahteraan Sosial (S. Sos)
Oleh Risma Tri Yurita NIM 11150541000012
JURUSAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1442 H / 2021
LEMBAR PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Risma Tri Yurita NIM : 11150541000012
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Strategi Program Desa Tangguh Bencana Oleh BPBD Dalam Pengembangan Masyarakat Di Desa Sukaraksa, Kecamatan Cigudeg, Bogor, Jawa Barat adalah karya saya untuk memperoleh gelar srata 1 (S1) dan tidak melakukan tindakan plagiat. Jika terdapat kutipan, saya sudah mencantumkan sumbernya sesuai dengan peraturan penulisan skripsi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jika suatu hari terbukti bahwa ini plagiat karya orang lain, saya bersedia untuk menerima sanksi.
Ciputat, 24 Februari 2021
STRATEGI PROGRAM DESA TANGGUH BENCANA OLEH BPBD DALAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI DESA SUKARAKSA,
KECAMATAN CIGUDEG, BOGOR, JAWA BARAT SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuh Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
(S. Sos)
Oleh: Risma Tri Yurita NIM: 11150541000012
Di Bawah Bimbingan:
Zulfahmi Yasir Yunan S. Sos. I,M. IP. NIDN: 0320098408
PROGRAM STUDI KESEJATERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1442 H/2021
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi berjudul “Strategi Program Desa Tangguh Bencana oleh BPBD dalam Pengembangan Masyarakat di Desa Sukaraksa, Kecamatan Cigudeg, Bogor, Jawa Barat” telah diajukan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 24 Februari 2021 Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Kesejahteraan Sosial. Jakarta, 24 Februari 2021 Sidang Munaqasyah Ketua/Penguji Sekretaris Anggota Penguji I Helmi Rustandi, MA NIP. 196012081988031005 Penguji II Ahmad Darda, M.Pd NIP. 198405152015031001 Pembimbing
Zulfahmi Yasir Yunan, S.Sos.I, M.IP NIDN: 0320098408
ABSTRAK
STRATEGI PROGRAM DESA TANGGUH
BENCANA OLEH BPBD DALAM PENGEMBANGAN
MASYARAKAT DI DESA SUKARAKSA,
KECAMATAN CIGUDEG, BOGOR, JAWA BARAT Meningkatnya angka bencana di Indonesia dalam kurun waktu satu tahun merupakan suatu hal yang menjadi keresahan pemerintah serta masyarakat di daerah rawan bencana. Maka, BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) mencanangkan program berbasis masyarakat yang tersebar ke berbagai daerah di Indonesia yaitu program Destana (Desa Tangguh Bencana) yang bertujuan untuk mengurangi ancaman dan risiko bencana. Pengembangan masyarakat adalah upaya dalam mengembangkan sebuah kondisi masyarakat secara berlanjut dan aktif berlandaskan prinsip-prinsip keadilan sosial dan saling menghargai antar sesama.
Penelitian ini meggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Sementara teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan studi dokumentasi. Lokasi penelitian ini di Desa Sukaraksa, Kecamatan Cigudeg, Bogor, Jawa Barat. Hasil penelitian ini yaitu adanya kekurangan serta ketidakberhasilan strategi program destana dalam mengembangkan masyarakat agar dapat memiliki pengetahuan dan kemampuan kesiapsiagaan bencana.
Kata kunci : Destana, Pengembangan Masyarakat, dan Bencana
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang memberi kenikmatan dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapat gelar Strata Satu (S1). Selama pembuatan skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu peneliti ucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Suparto, M.Ed., Ph.D, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ibu Dr. Siti Napsiyah Ariefuzzaman, MSW sebagai wakil Dekan Bidang Akademik. Bapak Rulli Nasrullah, M.Si sebagai Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum. Bapak Cecep Sastrawijaya, MA sebagai Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan
2. Bapak Ahmad Zaky, M.Si, sebagai Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta Ibu Hj. Nunung Khoiriyah, MA selaku Sekretaris Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Ellies Sukmawati, M.Si sebagai Pembimbing Akademik 4. Bapak Zulfahmi Yasir Yunan S.Sos. I. M. I .P sebagai dosen
pembimbing skripsi yang telah menyediakan waktu dan pikiran untuk memberikan bimbingan, arahan, dan dorongan kepada peneliti sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan.
5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan Civitas Akademika yang telah memberikan sumbangan wawasan keilmuan selama menjalani perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Kedua orang tua dan kakakku tercinta yang selalu memberikan dukungan moril dan materiil serta doa dan nasehat yang tidak pernah putus sehingga penelitian ini selesai dan berjalan dengan lancar.
7. Kepala Kesiapsiagaan Bencana di BPBD Kota Bogor, Pak Adi yang bersedia melakukan wawancara dengan saya terkait program destana yang dijalankan di Desa Sukaraksa
8. Perangkat Desa Sukaraksa, Bapak Sekretaris Desa Supiyan yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di Desa Sukaraksa.
9. Masyarakat Desa Sukaraksa yang menjabat sebagai pengurus aktif destana Ibu Eka , Pak Lasim selaku ketua Rt 005, Ibu Syamsiah, dan Ibu Maemunah dengan kesediaannya memberikan informasi kepada penulis.
10. Saudara-saudara saya di organisasi tercinta KMPLHK RANITA Angkatan 28 khususnya Tika “Mabel” Nurlita, Tia “Yip-Yip” Apriliani, Hesty “Cebin” Adreany, Umu “Buken” Ruqiyah, Alfiah “Cendai” Nurul Z, Rahmat “Uwawe” Fauzi, Ahmad “Suheng” Syakhudin, dan Mujahidin “Lukindo” yang selalu memberikan semangat dan membantu saya dalam melakukan penelitian ini. Lalu salah satu orang paling terdekat saya Firman “Tongky” Ahmad P yang memberikan suatu energi positif ketika saya merasa jenuh.
11. Adik-adik tercinta dibawah bimbingan saya dalam bidang Informasi dan Komunikasi di organisasi, Ghandur “Kebah” Satriyo N, Siti “Sunyan” Eriza A, dan Yonita “Queta” Anggraeni, yang selalu meledek saya semester tua dan itu menjadi motivasi saya untuk cepat lulus.
12. Azizah Aktaviani Dwarte, Nadya Rizky Amalia, dan Dina Malihah yang memberikan dukungan selama proses perkuliahan dan mengingatkan saya untuk tidak sering bolos kuliah.
13. Grup yang diisi oleh teman-teman jurusan dan seperjuangan dalam mengerjakan skripsi, Saras Wulasih Febriani, Nadya Larasati, Gita Puspitasasari, dan Irma katanya mau ngecamp sehabis sidang, wacana gak ya?
14. Teman-teman Kesejahteraan Sosial Angkatan 2015 yang memberikan dukungan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi para pembaca.
DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN...ii LEMBAR PERSETUJUAN...iii LEMBAR PENGESAHAN...iv ABSTRAK ... iv KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR/BAGAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Batasan Masalah ... 7 C. Rumusan Masalah ... 7 D. Manfaat Penelitian ... 8 1. Manfaat Teoritis ... 8 2. Manfaat Praktis ... 8
E. Tinjauan Kajian Terdahulu ... 9
F. Metodologi Penelitian ... 15
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 16
2. Sumber Data... 16
3. Teknik Pengumpulan Data ... 17
4. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 18
5. Teknik Pemilihan Informan ... 18
G. Sistematika Penulisan ... 19
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 21
1. Pengertian Strategi………...21
2. Pengembangan Masyarakat ... 22
a. Konsep Kebutuhan ... 23
b. Metode Intervensi Sosial ... 26
B. Kerangka Berpikir ... 32
BAB III GAMBARAN UMUM DESA ... 37
A. Desa Sukaraksa ... 37
1. Letak dan Luas Wilayah ... 37
2. Topografi... 38
3. Tanah... 39
4. Kependudukan di Desa Sukaraksa ... 39
B. Strategi Desa Tangguh Bencana di Desa Sukaraksa ... 40
C. Kebijakan Pengembangan Desa Tangguh Bencana di Desa Sukaraksa ... 43
D. Prinsip-Prinsip Desa Tangguh Bencana... 48
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ... 55
A. Konsep Kebutuhan ... 55
1. Kebutuhan Populasi Keseluruhan ... 55
2. Kebutuhan Pengguna Layanan ... 58
3. Kebutuhan Pemberi Layanan ... 60
B. Metode Intervensi Sosial... 61
1. Tingkat Kepuasan dalam Memenuhi Kebutuhan ... 61
2. Tingkat Kesadaran dalam Memenuhi Kebutuhan... 62
3. Sumber Daya dalam Memenuhi Kebutuhan ... 63
BAB V PEMBAHASAN ... 66
A. Pengembangan Masyarakat ... 66
1. Konsep Kebutuhan ... 67
b. Kebutuhan Pengguna Layanan ... 68
c. Kebutuhan Pemberi Layanan ... 69
3. Metode Intervensi Sosial ... 70
a. Tingkat Kepuasan dalam Memenuhi Kebutuhan ... 70
b. Tingkat Kesadaran dalam Memenuhi Kebutuhan ... 71
c. Sumber Daya dalam Memenuhi Kebutuhan ... 72
BAB VI PENUTUP ... 74
A. Simpulan ... 74
B. Saran ... 75
DAFTAR PUSTAKA ... 76
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Perbandingan Penelitian Sebelumnya ... 12 Tabel 1.2 Informan……. ... 19
DAFTAR GAMBAR/BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Berpikir ... 32
Gambar 3.1 Peta Desa Sukaraksa ... 38
Gambar 3.2 Aktivitas Warga Desa ... 40
Gambar 3.3 Pelatihan Kader ... 43
Gambar 3.4 Praktek Evakuasi ... 46
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Potensi bencana di Indonesia diamati dari kondisi hidrometeorologi (bencana yang disebabkan oleh perubahan cuaca) yang dapat memicu bencana seperti banjir, kebakaran, tanah longsor, angin puting beliung, kekeringan, serta gelombang laut. Potensi bencana terjadi bukan hanya dari faktor alam, tetapi dapat berasal dari perilaku dan perlakuan manusia terhadap alam (Anwar, 2016, p. 30). Dampak bencana yang terjadi di Indonesia mengalami peningkatan di tahun 2018 dibandingkan tahun 2017. Dampak tersebut dilihat dari korban meninggal, luka-luka, kerusakan materiil seperti rumah rusak serta kehilangan harta benda. Bencana yang terjadi di tahun 2017 sebanyak 2.737 bencana, mengakibatkan 361 orang yang meninggal dan hilang, 997 orang mengalami luka-luka, 3.612.630 orang yang terkena dampak dan mengungsi. Sedangkan bencana yang terjadi di tahun 2018 sebanyak 2.426 bencana, mengakibatkan 4.231 orang meninggal dan hilang, 6.948 orang mengalami luka-luka, 9.956.410 yang terkena dampak dan mengungsi. Dari perbandingan kedua data tersebut bahwa persentase terjadinya bencana menurun menjadi 11,36%, lalu korban meninggal dan hilang serta korban luka-luka mengalami kenaikan menjadi 1.072% dan 5.97%. Korban yang terkena dampak dan mengungsi mengalami kenaikan menjadi 176% (Rampangilei, 2018, p. 3). Data tersebut membuktikan bahwa masyarakat yang terkena
dampak lebih besar pada tahun 2018, karena kapasitas dari masyarakat dalam menghadapi bencana menurun. Ketika kapasitas dari masyarakat itu menurun, maka ancaman bencana yang ada di suatu daerah akan semakin besar, apalagi jika didukung dengan kerentanan masyarakat yang belum bisa teratasi. Setiap orang memiliki kapasitasnya masing-masing sesuai kemampuan yang dimiliki, kapasitas tersebut bisa didapatkan dari pengetahuan mengenai kesiapsiagaan yang bersumber lembaga kebencanaan.
Bencana yang terjadi tidak semata-mata datang secara tiba-tiba, ada penyebab dari bencana itu sendiri. Penyebab bencana terjadi karena faktor alam atau non alam. Berdasarkan perspektif agama mengenai bencana dapat mengarah kepada kitab-kitab yang dianut oleh masing-masing kepercayaan. Dalam perspektif Islam terhadap bencana bersumber pada Al-Qur‟an. Seperti yang tertulis dalam bahasa arab, segala hal yang menimpa seseorang dan tidak diinginkan disebut musibah. Al-Qur‟an menggunakan kata tersebut untuk mengartikan apa yang disebut sebagai bencana. Jika bencana dilihat dari pandangan agama Islam, bencana terjadi karena adanya perilaku maksiat, zalim, dan tidak beriman yang disengaja dan dilakukan oleh manusia (Wigyo Adiyoso, 2018, p. 19). Seperti yang dijelaskan pada surat Al-A‟raf ayat 165 :
Artinya :
Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik. (QS. Al-A‟raf: 165)
Pada ayat Al-Qur‟an di atas menjelaskan bahwasanya bencana yang ada di bumi dikarenakan ada suatu kelompok yang tidak menerima nasihat dan ajakan dari golongan orang-orang pemberi nasihat. Kelompok tersebut sudah melakukan tindakan melampaui batas dan penyelewengan seperti mengabaikan peringatan dari Allah SWT. Maka, dibutuhkannya upaya untuk mengurangi risiko bencana yang terjadi, serta penyelenggaraan dalam menanggulangi bencana.
Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang terdiri dari penetapan kebijakan, pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Penanggulangan bencana bertujuan untuk memberikan perlindungan dan mendorong semangat gotong royong masyarakat dalam melakukan pembangunan kembali pasca bencana . Kesiapsiagaan dalam penanggulangan bencana masih
merupakan isu krusial yang perlu mendapat perhatian. Kondisi tersebut terlihat dari Sendai Framework for Disaster Risk
Reduction (SFDRR) 2015-2030. Hasil SFDRR 2015 telah
menentukan 4 prioritas utama yaitu (1) Understanding disaster
risk, (2) Strenghening disaster risk governance to manage disaster risk, (3) investing in disaster risk reduction for resilience, (4) enhancing disaster preparedness for effective response and to “Build Back Better” in recovery, rehabilitation and reconstruction. Berdasarkan hasil SFDRR 2015 tersebut
menyatakan bahwa pentingnya sadar bencana bagi pemerintah, masyarakat, dan lembaga usaha melakukan penanggulangan bencana bukan hanya setelah terjadi bencana tetapi juga sebelum terjadi bencana yang bisa dilakukan di daerah rawan atau tidak rawan bencana dengan penanggulangan berbasis komunitas. Menurut Paripurno, penanggulangan berbasis komunitas adalah sebuah pendekatan yang mendorong komunitas akar rumput dalam mengelola risiko bencana di tingkat lokal (Anwar, 2016, p. 60). Upaya tersebut memerlukan beberapa hal yang meliputi kesadaran diri atas ancaman dan risiko yang dihadapinya, mengurangi, memantau, dan mengevaluasi kinerja masyarakat sendiri dalam upaya pengurangan risiko bencana (Habibullah, 2013). Masyarakat setempat dengan ancaman bencana bukanlah masyarakat yang tidak berdaya, tetapi pemerintah terkadang masih cenderung menggunakan pendekatan “atas ke bawah” (top
down) dalam perencanaan manajemen bencana dimana komunitas
sasaran diberikan solusi yang dirancang oleh pemerintah, tidak atas dasar kemauan dari komunitas itu sendiri. Pendekatan
tersebut cenderung lebih memperbaiki manajemen bencana, tidak mengubah perubahan sosial di komunitas untuk membangun sumber daya yang rentan (Habibullah, 2013). Hal ini membuktikan bahwa perlu adanya program khusus untuk membangun suatu komunitas dengan kapasitas yang baik dalam penanggulangan bencana.
BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) membuat program yakni Desa/Kelurahan Tangguh Bencana (Destana). Menurut PERKA BNPB No.1 Tahun 2012, Desa/Kelurahan Tangguh Bencana adalah desa/kelurahan yang memiliki kemampuan mandiri untuk beradaptasi dan menghadapi ancaman bencana, serta memulihkan diri dengan segera dari dampak bencana yang merugikan jika terjadi bencana. Dengan demikian, Desa/Kelurahan Tangguh Bencana adalah desa atau kelurahan yang memiliki kemampuan untuk mengenali ancaman wilayahnya dan mampu mengorganisir sumber daya masyarakat untuk mengurangi kerentanan sekaligus meningkatkan kapasitas demi mengurangi risiko bencana. Keunggulan dari program yang dibuat oleh BNPB ini tidak hanya melibatkan pemerintah dan para pemangku jabatan saja, tetapi juga melibatkan seluruh lapisan masyarakat secara fisik, ekonomi, lingkungan, sosial, dan keyakinan (agama). Berdasarkan data BNPB, pada tahun 2014 sebanyak 164 desa tangguh bencana tersebar pada 34 kabupaten/kota di 28 provinsi, di mana 10 provinsi masuk dalam program rencana besar tsunami dengan total anggaran sebesar Rp. 20,557 miliar. Menurut salah satu deputi Pemberdayaan
Masyarakat BNPB, tingkat keberhasilan program Desa Tangguh Bencana (Destana) terlihat ketika suatu desa telah terkena bencana. Apakah masyarakat desa tersebut dapat melakukan penanggulangan bencana mandiri atau tidak. Pelaksanaan program Desa Tangguh Bencana awalnya melakukan pengkajian risiko bencana partisipatif yang dilakukan dengan melibatkan masyarakat. Kegiatan tersebut meliputi mitigasi bencana, memetakan wilayah risiko bencana dan jenis bencana, kegiatan pencegahan, kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan pemulihan akibat ancaman bencana. Kegiatan yang sudah dilakukan berguna untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam hal kesiapsiagaan bencana, serta memperbaiki segala fasilitas rusak akibat dampak bencana yang terjadi di daerah tersebut. Hasil program yakni terbentuknya masyarakat sebagai relawan desa tangguh bencana dengan berbagai kapasitas. Kapasitas dalam relawan Desa Tangguh Bencana (Destana) tersebut diantaranya dalam hal penanggulangan, baik pra bencana, tanggap darurat, maupun pasca bencana dengan sumberdaya yang ada di masyarakat ataupun yang difasilitasi oleh pemerintah. Diharapkan terbentuknya relawan desa tangguh bencana yang mengerti tentang masalah kebencanaan sehingga program desa tangguh bencana dapat berjalan mandiri dengan kearifan lokal wilayah masing – masing.
Program desa/kelurahan tangguh bencana oleh BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) sangat penting untuk wilayah rawan bencana yang terpencil. Manfaat dari program
tersebut untuk mengembangkan dan melakukan pemberdayaan bagi masyarakat mengenai kebencanaan. Dalam pedoman Desa Tangguh Bencana, dijelaskan bahwa program ini berbasis masyarakat, dimana masyarakat turut ikut andil dalam membuat dan melaksanakan program tersebut. BNPB atau BPBD hanya sebagai fasilitator agar program destana terus berjalan sesuai pedoman yang sudah dibuat. Maka, untuk mengetahui bagaimana program tersebut berjalan, penulis tertarik untuk meneliti bagaimana strategi program desa Tangguh Bencana oleh BNPB dalam Pengembangan Masyarakat di Bidang Sosial. Lebih spesifik mengenai bagaimana strategi BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) sesuai dengan konsep kebutuhan dari masyarakat yang berada di wilayah rawan bencana. Serta metode intervensi sosial yang dilakukan untuk masyarakat Desa Sukaraksa, Kecamatan Cigudeg, Bogor, Jawa Barat yang memiliki kerentanan dalam menghadapi bencana.
B. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis membatasi masalah pada strategi program Desa Tangguh Bencana dalam pengembangan masyarakat hanya pada konsep kebutuhan dan metode intervensi sosial yang dilakukan BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) di masyarakat untuk kembali seperti sedia kala sebelum, saat, dan pasca terjadi bencana di Desa Sukaraksa, Kecamatan Cigudeg, Bogor, Jawa Barat
C. Rumusan Masalah
Perumusan masalah pada penelitian ini yaitu bagaimana strategi program Desa/Kelurahan Tangguh Bencana oleh BNPB dalam pengembangan masyarakat di bidang sosial di Desa Sukaraksa, Kecamatan Cigudeg, Bogor, Jawa Barat?
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
a. Untuk menambah ilmu pengetahuan, memperluas wawasan penulis serta melatih kemampuan dalam melakukan penelitian ini dan menuangkan dalam bentuk tulisan.
b. Untuk memperkaya khazanah ilmu serta dapat menerapkan ilmu yang didapat selama perkuliahan dan dapat berlatih dalam melakukan penelitian yang baik. c. Penelitian khususnya dapat bermanfaat bagi penulis
yaitu dalam rangka menganalisa dan menjawab keingintahuan penulis terhadap perumusan masalah dalam penelitian.
2. Manfaat Praktis a. Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pemerintah sebagai bahan pertimbangan untuk membuat suatu kebijakan.
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah pengetahuan dan sebagai bahan referensi dalam penelitian selanjutnya.
E. Tinjauan Kajian Terdahulu
Initiation of the desa tangguh bencana through stimulus-response method “Pembentukan desa tangguh bencana menjadi
salah satu cara untuk melibatkan masyarakat dalam pengurangan risiko bencana. Terjadinya organisasi komunitas yang dikelola dengan baik dapat meningkatkan kapasitas komunitas itu sendiri. Kapasitas masyarakat akan menjadi modal paling dasar dalam pembentukan desa tangguh bencana” (Indonesian Journal of Geography, Vol. 44 No.2 Desember 2012, by S. Maarif, F. Damayanti, E.D. Suryanti, A.P. Wicaksono). Kebijakan penanggulangan bencana berbasis komunitas: kampung siaga bencana dan desa/kelurahan tangguh bencana “ (Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial RI, Vol. 18, No. 02, Tahun 2013, by Habibullah). “Sasaran yang pertama adalah masyarakat. Bentuk partisipasi dari masyarakat yang dimaksud adalah keterlibatan aktif masyarakat dari mulai pembentukan Destana di masing-masing desa/kelurahannya, partisipasi dalam kegiatan sosialisasi maupun gladi mengenai kebencanaan, dan kemudian dapat menerapkan pengetahuan mengenai kesiapsiagaan bencana pada saat bencana terjadi” (EFEKTIVITAS PROGRAM DESA TANGGUH BENCANA DI DESA ARGOMULYO, CANGKRINGAN, SLEMAN,
DIY THE EFFECTIVENESS OF DESA TANGGUH BENCANA’S PROGRAM IN ARGOMULYO, CANGKRINGAN, SLEMAN, DIY, Juli 2018, Oleh : Desy Nirmala Setyawati dan Argo Pambudi, M. Si, FIS, UNY). “Peningkatan kapasitas masyarakat melalui peningkatan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi, pengorganisasian pranata lokal, standar operasional dan prosedur penanggulangan bencana menjadi indikator utama kesiapsiagaan masyarakat menghadapi bencana”.(PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM DESA TANGGUH BENCANA DI DESA TELUK BAKAU KABUPATEN BINTAN by Nurtiana Noza). “Desa tangguh bencana adalah desa yang memiliki kemampuan mandiri untuk beradaptasi dalam menghadapi ancaman bencana serta memulihkan diri dengan segera. Jadi program desa tangguh bencana adalah program pendampingan masyarakat tingkat desa untuk mengurangi risiko bencana, dengan membangun dan memperkuat pengetahuan, partisipasi dan memperkuat pengetahuan, partisipasi, dan regulasi masyarakat ataupun pemerintah desa”. (EVALUASI
PELAKSANAAN PROGRAM DESA TANGGUH
BENCANA DI KABUPATEN KENDAL TAHUN 2016 Oleh : Miftakhul Munir). “Peningkatan tingkat partisipasi masyarakat ini adalah bentuk dari inisiatif yang dilakukan untuk mensiasati keterbatasan dana dengan menghimpun dana mandiri masyarakat Desa Tegalmulyo secara sukarela dan diadakannya “tabungan masyarakat berbasis pengurangan risiko bencana” yang dapat diambil sewaktu-waktu oleh masyarakat jika membutuhkan.
BPBD berada di tingkat kabupaten maka untuk mensiasati kurangnya dana yang digunakan, BPBD menyusun rencana anggaran yang lebih untuk pengimplementasian kebijakan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana tahun yang berikutnya agar bisa maksimal dilakukan oleh BPBD Kabupaten Kabupaten Klaten” (Jurnal Pndidikan Kewaraganegaraan dan Hukum Volume 7 No 7 Tahun 2018 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
DESA TANGGUH BENCANA OLEH BADAN
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN KLATEN IMPLEMENTATION OF DISASTER RESPONSE VILLAGE POLICIES BY REGIONAL DISASTER MANAGEMENT AGENCY, KLATEN REGENCY by Dyah Ayu Khollimah dan Chandra Dewi Puspitasari).
“Penanganan dampak sosial psikologis harus dilakukan secara terkoordinir dan terpadu dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat, LSM, dunia usaha dan pemerintah terkait. Pada intinya dari hasil wawancara dan observasi pada informan dapat disimpulkan bahwa para pengungsi telah ditangani secara fisik, psikis dan sosial”. (Jurnal Kementrian Sosial Vol. 17, No. 02
Tahun 2012 PENANGANAN DAMPAK SOSIAL
PSIKOLOGIS KORBAN BENCANA MERAPI, Sosial Impact of Psychological Treatment Merapi Disaster Victims by Chatarina Rusmiyati and Enny Hikmawati)
Berdasarkan paparan di atas, penelitian sebelumnya meneliti berbagai macam bahasan mengenai desa tangguh bencana. Dimulai dari keefektivan, evaluasi, partisipasi masyarakat, dan
impelementasi kebijakan program desa Tangguh bencana. Perbedaan antara penelitian penulis dengan penelitian diatas adalah dilihat dari bagaimana keberhasilan BNPB dalam melaksanakan program Desa atau Kelurahan Tangguh Bencana berbasis pengembangan masyarakat di desa Cigudeg, Bogor, Jawa Barat.
Tabel perbandingan penelitian sebelumnya : Tabel 1.1
Kriteri a
Jurnal 1 Jurnal 2 Jurnal 3 Penelitian ini Judul Peneli tian EFEKTI VITAS PROGRA M DESA TANGGU H BENCAN A DI DESA ARGOM ULYO, CANGKR INGAN, SLEMAN , DIY THE EFFECTI VENESS OF DESA TANGGU H BENCAN A’S PROGRA M IN ARGOMU LYO, CANGKR INGAN, SLEMAN, DIY EVALU ASI PELAKS ANAAN PROGR AM DESA TANGG UH BENCA NA DI KABUP ATEN KENDA L TAHUN 2016 IMPLEME NTASI KEBIJAKA N DESA TANGGUH BENCANA OLEH BADAN PENANGG ULANGAN BENCANA DAERAH KABUPAT EN KLATEN IMPLEMEN TATION OF DISASTER RESPONSE VILLAGE POLICIES BY REGIONAL DISASTER MANAGEM ENT AGENCY, KLATEN REGENCY
STRATEGI
PROGRA
M
DESA/KEL
URAHAN
TANGGUH
BENCANA
OLEH
BNPB
DALAM
PENGEMB
ANGAN
MASYARA
KAT DI
BIDANG
SOSIAL
Nama Peneli ti Desy Nirmala Setyawati Miftakhu l Munir Dyah Ayu Khollimah dan Risma Tri Yuritadan Argo Pambudi, M. Si, FIS, UNY Chandra Dewi Puspitasari Tujua n Peneli tian Memaham i efektivitas dari pelaksanaa n Program Desa Tangguh Bencana di Desa Argomuly o, Kecamata n Cangkring an, Kabupaten Sleman. sebagai bahan evaluasi dalam pelaksana an program desa tangguh bencana yang dilakukan Badan Penanggu langan Bencana Daerah Kabupate n Kendal pada tahun 2016 apakah telah mencapai tujuan dalam upaya penguran gan risiko bencana yang melibatka n masyarak at sebagai Mendeskripsi kan implementasi kebijakan desa Tangguh bencana, mengidentifi kasi hambatan, dan mendeskripsi kan upaya dalam mengatasi hambatan oleh BPBD Kabupaten Klaten 2017. Memahami strategi program desa Tangguh bencana yang menyangkut dengan pengembangan masyarakat dalam pra, saat, pasca bencana di cakupan sosial.
aktor utama yang siap dan mandiri dalam menghada pi ancaman bencana yang sewaktu – waktu terjadi. Meto dologi Peneli tian
kualitatif Kualitatif kualitatif Kualitatif
Hasil Peneli tian Program Desa Tangguh Bencana tentang sasaran program yang ditujukan baik kepada masyaraka t, pemerinta h, maupun komunitas kebencana an secara umum telah terlaksana. Desa tangguh bencana dalam pelaksana annya menyesua ikan terhadap kondisi lingkunga n dan wilayah atau menganali sis risiko bencana. Analisis risiko bencana merupaka n proses Ditemukan hambatan yang dihadapi oleh BPBD Kabupaten Klaten dalam mengimplem entasi kebijakan Desa/Kelurah an Tangguh Bencana 1. Keterbat asan anggaran 2. Kurangn ya koordina si antara BPBD dengan
konsolida si temuan – temuan dari pengkajia n ancaman, kerentana n, dan kemampu an. Serta menyimp ulkan tentang tingkat risiko bencana di wilayah tersebut. masyarak at secara langsung 3. Minimny a pengetah uan sebagian masyarak at akan penangg ulangan bencana F. Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian merupakan seperangkat cara yang sistematik, logis, dan rasional yang digunakan oleh peneliti ketika merencanakan, mengumpulkan, menganalisis dan menyajikan data untuk menarik kesimpulan (Prof. Dr. Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif, 2010, p. 122).
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah melalui pendekatan kualitatif, yaitu suatu pendekatan yang berperspektif emik, yakni pendekatan penelitian yang perolehan datanya dalam bentuk narasi, cerita detail, ungkapan dan bahasa asli hasil konstruksi
para responden ataun informan, tanpa ada evaluasi dan interprestasi dari peneliti (Prof. Dr. Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif, 2010, p. 124).
Penelitian kualitatif adalah deskriptif. Data yang dikumpulkan lebih mengambil bentuk kata-kata atau gambar daripada angka-angka. Hasil penelitian tertulis berisi kutipan-kutipan dari data untuk mengilustrasikan dan menyediakan bukti presentasi. Data tersebut meliputi transkip wawancara, catatan lapangan, fotografi,
videotape, dokumen pribadi, memo, dan
rekaman-rekaman resmi lainnya (Emzir, 2012, p. 3). Hal tersebut dapat digunakan untuk menunjang hasil penelitian terkait dengan strategi program desa tangguh bencana dalam pengembangan masyarakat atau persoalan-persoalan yang berkenaan dengan objek penelitian.
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
a. Data Primer, yaitu berupa data yang diperoleh dari informan atau sasaran penelitian melalui wawancara mendalam, dimana penulis melakukan percakapan dua arah secara berulang dalam suasana kesetaraan, akrab, dan informal terkait program desa tangguh bencana dalam pengembangan masyarakat di bidang sosial. b. Data Sekunder, yaitu berupa catatan atau dokumen
langsung. Data sekunder tersebut seperti catatan atau dokumen-dokumen yang diperoleh dari berbagai literatur, buku, jurnal, arsip, dan modul-modul yang berkaitan dengan penelitian.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan, yaitu :
a. Wawancara secara mendalam
Proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relative lama. Kekhasan wawancara secara mendalam adalah keterlibatannya dalam kehidupan informan (Bungin, 2007, p. 111).
b. Studi dokumentasi
Suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik bersifat tertulis, gambar, maupun elektronik. Hal ini digunakan untuk memperoleh data yang tidak diperoleh dengan wawancara dan observasi seperti menelaah buku, jurnal, dan dokumentasi kegiatan dari lembaga yang berkaitan dengan penelitian.
4. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di instansi pemerintahan daerah yaitu Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bogor yang berlokasi di Jl. Pool Bina Marga No.2, RT.02/RW.01, Kayu Manis, Kecamatan Tanah Sereal, Kota Bogor, Jawa Barat 16169. Selain itu, penelitian juga dilakukan di Desa Sukaraksa, Kecamatan Cigudeg, Bogor, Jawa Barat.
5. Teknik Pemilihan Informan
Berkenaan dengan teknik pemilihan informan yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu penentuan informan diambil dari populasi yang didasarkan atas maksud dan tujuan tertentu. Dalam pemilihan informan ini penulis berusaha menjaring dan menggali informasi dari beberapa macam sumber dan bangunannya untuk merinci unsur yang dianggap khusus dari suatu populasi terkait informasi.
Berdasarkan konteks tersebut, maka penulis memilih beberapa informan penelitian sebagai berikut :
Tabel 1.2
No. Informan Jumlah (orang) Nama A. Instansi Pemerintahan 1. BPBD Kota Bogor, Jawa Barat 1 Kepala Kesiapsiagaan Bencana (Pak Adi) 2. Sekretaris
Desa
1 A Pian
3. RT Setempat 1 Pak Lasim 4. Pengurus aktif Destana 1 Bu Eka Yuniarti B. Masyarakat 1. Warga setempat 2 Bu Syamsiah dan Bu Maemunah G. Sistematika Penulisan
Agar mempermudah analisa dan pembahasan, penulis akan menjelaskan secara garis besar tentang sistematika penulisan yang terdiri dari beberapa bab dan sub bab sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, serta sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Bab ini menjelaskan tentang landasan teori dan kajian pustaka yang memperjelas dan memperkuat pemahaman teoritis relevansinya dengan penelitian ini. Maka bab ini akan menjelaskan strategi, desa tangguh bencana, pengembangan masyarakat, dan bidang sosial.
BAB III GAMBARAN UMUM LATAR PENELITIAN
Pada bab ini membahas tentang gambaran program desa tangguh bencana yang menyangkut dengan pengembangan masyarakat di bidang sosial.
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Pada bab ini membahas tentang penyajian data dan temuan penelitian.
BAB V PEMBAHASAN
Pada bab ini membahas atau menguraikan yang mengaitkan latar belakang, teori, dan rumusan teori baru dari penelitian.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori
1. Pengertian Strategi
Strategi memiliki beberapa macam pengertian sebagaimana dikemukakan oleh para ahli. Strategi berasal dari kata Strategos dalam bahasa Yunani, yang merupakan gabungan dari Stratos atau tentara dan ego atau pemimpin. Suatu strategi memiliki skema untuk mencapai sasaran yang dituju. Jadi pada dasarnya strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan. Pengertian strategi menurut beberapa ahli :
a. Menurut Marrus (2002:31) strategi didefinisikan sebagai suatu proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai.
b. Quinn (1999:10) mengartikan strategi adalah suatu bentuk atau rencana yang mengintegrasikan tujuan-tujuan utama, kebijakan-kebijakan dan rangkaian tindakan dalam suatu organisasi menjadi suatu kesatuan yang utuh. Strategi diformulasikan dengan baik akan membantu penyusunan dan pengalokasian sumber daya yang dimiliki perusahaan menjadi suatu bentuk yang unik dan dapat bertahan. Strategi yang baik disusun berdasarkan kemampuan internal dan kelemahan perusahaan, antisipasi perubahan
dalam lingkungan, serta kesatuan pergerakan yang dilakukan oleh mata-mata musuh.
Maka pengertian strategi merupakan bentuk perencanaan dalam membuat suatu program dengan kurun waktu jangka panjang sesuai dengan kesepakatan yang dibuat oleh organisasi atau lembaga.
2. Pengembangan Masyarakat
Pengembangan masyarakat merupakan upaya dalam mengembangkan sebuah kondisi masyarakat secara berlanjut dan aktif berlandaskan prinsip-prinsip keadilan sosial dan saling menghargai antar sesama. Pengembangan masyarakat dalam artian memiliki nilai-nilai keterbukaan, persamaan, pertanggungjawaban, kesempatan, pilihan, partisipasi, saling menguntungkan, saling timbal balik, dan pembelajaran terus-menerus. Inti dari pengembangan masyarakat yaitu mendidik, membuat anggota masyarakat mampu mengerjakan sesuatu dengan memberikan kekuatan atau sarana yang diperlukan dan memberdayakan mereka (Dr. Zubaedi, 2013, p. 4).
Menurut Payne dalam (Dr. Zubaedi, 2013, p. 4) kegiatan pengembangan masyarakat difokuskan hanya pada upaya menolong orang-orang lemah yang memiliki minat untuk bekerja sama dalam kelompok, melakukan identifikasi terhadap kebutuhan serta melaksanakan kegiatan bersama untuk memenuhi kebutuhan mereka. Pengembangan masyarakat diimplementasikan dalam beberapa kegiatan. Pertama,
program-program pembangunan yang memungkinkan masyarakat akan memperoleh daya dukung dan kekuatan dalam memenuhi kebutuhannya. Kedua, kampanye dan aksi sosial yang disinyalir kebutuhan-kebutuhan warga kurang mampu dapat dipenuhi oleh pihak-pihak lain yang bertanggung jawab. Menurut Twelvetrees dalam (Dr. Zubaedi, 2013, p. 5) pengembangan masyarakat merupakan “the process of assisting ordinary people to improve
their own communities by undertaking collective actions.”
Pengembangan masyarakat berkaitan dengan aspek lain dalam upaya melakukan pemberdayaan, yaitu konsep kebutuhan dan metode intervensi sosial pada level mezzo (komunitas dan organisasi).
a. Konsep Kebutuhan
Suatu pernyataan atau definisi dari kebutuhan masyarakat yang normatif atau bermuatan-nilai. Hal tersebut mengandung pandangan-pandangan tertentu tentang hak dan kewenangan (entitlements), serta berisi suatu gagasan standar minimum yang dapat diterima dari kesejahteraan (wellbeing) pribadi dan masyarakat. Sebagai contoh, mengklaim bahwa sebuah masyarakat „membutuhkan‟ sebuah pusat penitipan anak mengandung suatu asumsi tentang hak-hak orang tua atas gaya hidup tertentu atau akses ke pasar tenaga kerja, lalu hak anak-anak atas suatu tingkat pengasuhan tertentu, serta manfaat-manfaat yang akan dihasilkan oleh sebuah tempat penitipan anak kepada kehidupan pribadi dan masyarakat.
Sekiranya hanya berfokus pada sebuah masalah sosial, diskusi mengenai kebutuhan ternyata perhatiannya kepada pertanyaan yang lebih teknis (dan lebih aman) tentang penyediaan solusi. Contoh, sebuah „masalah‟ kejahatan anak-anak, yang diartikan sebagai suatu masalah „hukum dan ketertiban‟ yang menjadi suatu „kebutuhan‟ polisi. Suatu pernyataan kebutuhan merupakan pernyataan normatif sekaligus deskriptif yang mencerminkan nilai atau ideologi maupun pengetahuan atau keahlian dari penentu kebutuhan. Ini diartikan bahwa setiap model pernyataan kebutuhan harus mempertimbangkan identitas penentu-kebutuhan. Dilihat dari pernyataan diatas, terdapat empat kelompok yang terlibat dalam pendefinisian kebutuhan pada tingkat komunitas, yaitu populasi keseluruhan; pengguna layanan (konsumen) atau calon pengguna layanan dari layanan atau fasilitas yang „dibutuhkan‟; pemberi layanan, adalah mereka yang memenuhi kebutuhan masyarakat. Contohnya seperti, pekerja masyarakat, pekerja sosial, pekerja kesejahteraan rakyat, kepastoran, pekerja kesehatan, dan politisi lokal (Tesoriero, 2016, pp. 150-155). Berikut penjelasan empat kategori kebutuhan dari Bradshaw (1972) dalam Kettner (1990) dan Ife (2002), yaitu : (Adi, Perencanaan Partsipatoris Berbasis Aset Komunitas, 2007, pp. 73-75) Kebutuhan Normatif (Normative Need) yaitu kebutuhan yang diartikan oleh sekelompok orang yang memiliki otoritas ataupun norma
yang ada. Ini termasuk menentukan kebutuhan populasi keseluruhan.
Kebutuhan yang dipersepsikan (Perceived Need) atau dikenal juga dengan nama Kebutuhan yang dirasakan (Felt Need). Perceived ataupun felt need kebutuhan yang dipikirkan lalu harus didapatkan atau kebutuhan yang dirasakan komunitas sasaran. Kebutuhan ini hanya dipikirkan saja tetpai belum bisa terealisasi sebagai tuntutan atau upaya nyata.
Kebutuhan yang diekspresikan (expressed need), kebutuhan yang diungkapkan oleh komunitas sasaran lalu mencari berbagai layanan untuk memenuhi kebutuhan. (Ife 2002:63) maksud dari mencari berbagai layanan disini adalah dengan berupaya mengekspresikan kepada suatu lembaga atau pemerintah dalam memenuhi kebutuhan, contoh ada suatu daerah yang terkena dampak bencana longsor, lalu rumah-rumah mereka rusak parah dan fasilitas umum tidak dapat digunakan, salah satunya akses jalan yang terputus sehingga mereka sulit untuk melakukan aktivitas. Maka, komunitas tersebut membuat tuntutan kepada pemerintah daerah setempat agar cepat melakukan perbaikan untuk fasilitas tersebut.
Kebutuhan oleh Kettner (1990:50) disebut kebutuhan relatif (relative need). Sedangkan Ife (2002:62) disebut kebutuhan komparatif (comparative need). Kebutuhan relatif ini pada dasarnya bukan berasal dari asumsi akan
adanya standar layanan yang diinginkan. Kebutuhan relatif ini lebih terfokus pada kesenjangan antara jenis layanan yang diberikan ke komunitas di area yang berbeda.
Dinamika peradaban manusia dalam sejarahnya selalu tumbuh dan berkembang secara dinamis sejalan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam setiap kehidupan manusia. Sebagai makhluk yang terus mencari dan menyempurnakan dirinya, manusia senantiasa berusaha dan berjuang memenuhi kebutuhan hidupnya untuk tetap bertahan dengan manusia lainnya. Perjuangan memenuhi kebutuhan hidup ini telah memotivasi manusia untuk menggunakan akal budinya secara maksimal dimanapun manusia itu berada. Karena tuntutan pemenuhan kebutuhan naluri kehidupannya, maka manusia sebagai makluk yang berakal budi (rationalanimal) selalu berpikir untuk bagaimana ia menghadapi tuntutan-tuntutan naluriah itu. (Marius, Perubahan Sosial, 2006, pp. 128-129)
b. Metode Intervensi Sosial pada Level Mezzo (Komunitas dan Organisasi)
Intervensi pada level komunitas dalam ilmu Kesejahteraan Sosial selalu dikaitkan dengan berbagai istilah yang berbeda di beberapa negara, antara lain istilah
pengorganisasian dan pengembangan masyarakat yang banyak digunakan di Inggris dan Australia), community
organization, dan community intervention (istilah yang
banyak digunakan di Amerika Serikat). Di Indonesia sendiri istilah yang banyak digunakan adalah pengorganisasian dan pengembangan masyarakat. Pada dasarnya praktik pada level komunitas (community
practice) terdiri dari beberapa model intervensi yang
dikemukakan oleh Glen, yaitu :
Community Development (Pengembangan Masyarakat)
Community Action (Aksi Komunitas)
Community Service Approach (pendekatan pelayanan
masyarakat)
Model intervensi komunitas (community intervention) menurut Rothman, antara lain :
Locality development (pengembangan komunitas lokal) Social action (aksi sosial)
Social planning/policy (perencanaan sosial dan kebijakan sosial)
Model intervensi perencanaan sosial dan kebijakan sosial diatas adalah model intervensi yang lebih mengarah pada upaya mengubah masyarakat di cakupan yang lebih luas, seperti tingkat provinsi, regional (antarprovinsi), ataupun nasional. Sedangkan model intervensi aksi sosial
dan pengembangan masyarakat lokal, lebih kearah intervensi tingkat komunitas lokal. Oleh karena itu, penelitian ini hanya akan membahas mengenai bentuk intervensi sosial yang bisa dilakukan di level komunitas lokal saja. Selain pandangan dari Glen dan Rothman, menurut Popple (1996: 55-72) dalam Isbandi model intervensi pada level komunitas (Community Work) memiliki pembagian yang berbeda, yaitu :
Community care (pelayanan komunitas)
Community organization (pengorganisasian masyarakat)
Community development (pengembangan masyarakat)
Social/community planning (perencanaan komunitas
dan perencanaan sosial)
Community education (Pendidikan komunitas)
Community action (aksi komunitas)
Dengan berbagai model intervensi diatas yang terkait model intervensi komunitas lokal adalah model intervensi pengembangan masyarakat dan pendekatan pelayanan masyarakat. Jika suatu badan usaha mengatakan bahwa mereka mengadakan pengembangan masyarakat, maka kemungkinan hanya dua model intervensi tersebut yang digunakan. Di Indonesia, model intervensi aksi komunitas
sebenarnya dapat diterapkan di level komunitas lokal dan biasanya digunakan oleh lembaga non-pemerintah (non
government organization) guna „menekan‟ pihak-pihak
tertentu, tetapi organisasi pemerintah juga dapat menerapkan intervensi tersebut (Adi, Kesejahteraan Sosial : Pekerjaan Sosial, Pembangunan Sosial, dan Kajian Pembangunan, 2015, pp. 187-189).
Model intervensi pengembangan masyarakat memiliki strategi untuk mencapai suatu keberhasilan dalam merealisasikan program terkait pengembangan masyarakat. Strategi tersebut menggunakan pendekatan secara non-direktif (partisipatif). Pendekatan non-non-direktif dilakukan sesuai pendapat masyarakat yang paham akan kebutuhan dan mengetahui apa yang baik untuk mereka. Pada pendekatan ini, community worker bukan berperan sebagai orang yang menetapkan apa yang „baik‟ atau „buruk‟ bagi masyarakat. Pemeran utama dalam perubahan masyarakat adalah masyarakat itu sendiri, community worker hanya menggali dan mengembangkan potensi masyarakat. Masyarakat memiliki kesempatan penuh dalam membuat analisis, mengambil keputusan, serta penentuan cara-cara untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan. Katalisator dan pemercepat perubahan (enabler) merupakan peran
community work yang membantu mempercepat terjadinya
perubahan dalam suatu masyarakat. Menurut Batten (1967:11) dalam (Adi, Kesejahteraan Sosial : Pekerjaan
Sosial, Pembangunan Sosial, dan Kajian Pembangunan, 2015, pp. 198-199) bahwa pendekatan community worker ini berusaha menstimulus tumbuhnya kemampuan masyarakat dalam menentukan arah langkahnya sendiri (self determination) dan menolong dirinya sendiri (self
help). Guna mengembangkan pendekatan non-direktif,
dibutuhkan adanya keinginan warga untuk bertindak (self
directed action). Ada beberapa prasyarat dalam menumbuhkan self directed action menurut Batten (1967 : 12-13) dalam (Adi, Kesejahteraan Sosial : Pekerjaan Sosial, Pembangunan Sosial, dan Kajian Pembangunan, 2015, p. 202), yaitu :
1) Adanya beberapa orang yang tidak merasa puas terhadap keadaan mereka dan sepakat tentang suatu hal yang sebenarnya mereka butuhkan
2) Menyadari bahwa kebutuhan tersebut hanya akan terpenuhi jika mereka ingin berusaha untuk memenuhinya.
3) Mereka mempunyai sumber daya yang memadai dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Hal ini termasuk : a) Memiliki pengetahuan yang dapat membantu
mereka dalam mengambil keputusan tentang suatu hal yang harus mereka lakukan dan cara terbaik untuk mencapainya.
b) Memiliki sumber daya yang mendukung terkait dengan pengetahuan, keterampilan, dan peralatan untuk melakukan tindakan.
c) Memiliki pendapatan yang memadai (intrinsik maupun ekstrinsik) guna mempersatukan mereka dalam melaksanakan keputusan yang sudah ditetapkan bersama.
Menurut Batten dalam buku Kesejahteraan Sosial bahwa keinginan melakukan perubahan dalam masyarakat sudah cukup kuat dan kondisi yang diinginkan sudah terpenuhi, maka pada hakikatnya mereka dapat mengembangkan diri tanpa bantuan dari luar. Namun, kenyataannya hal yang diinginkan tersebut sering kali belum terlihat. Maka, diperlukannya community worker untuk membantu mereka, tugas mereka yaitu :
1) Menumbuhkan keinginan untuk bertindak dengan menstimulus masyarakat agar mengadakan diskusi mengenai suatu hal yang menjadi masalah dalam masyarakat, sehingga mereka dapat memutuskan apa yang mereka butuhkan.
2) Memberikan suatu informasi mengenai pengalaman kelompok lain dalam mengorganisasi diri untuk menghadapi hal serupa.
3) Membantu masyarakat membuat analisis situasi secara sistematik mengenai hakikat dan penyebab masalah yang dihadapi, lalu menelusuri keuntungan dan
kerugian di setiap usulan yang sudah dipaparkan dalam upaya memecahkan masalah.
4) Mengkoneksikan masyarakat dengan sumber yang dapat dimanfaatkan untuk membantu mengatasi permasalahan yang dihadapi.
B. Kerangka Berpikir Bagan 2.1 Keterangan : Bencana di Indonesia Bencana di Indonesia Strategi Program DESTANA (Desa Tangguh Bencana) Pengembangan Masyarakat Konsep Kebutuhan Indikator : 1. Kebutuhan Populasi Keseluruhan 2. Kebutuhan Pengguna Layanan 3. Kebutuhan Pemberi Layanan Metode Intervensi Sosial Indikator : 1. tingkat kepuasan dalam memenuhi kebutuhan 2. tingkat kesadaran dalam memenuhi kebutuhan 3. sumber daya dalam memenuhi kebutuhan
Berdasarkan konferensi pers kaleidoskop bencana tahun 2018, bencana di Indonesia sudah terjadi sebanyak 2.426 kejadian. Berbagai macam bencana seperti bencana kecil maupun besar melanda Indonesia. Lebih dominan bencana banjir, longsor, dan putting beliung sepanjang tahun 2018. Bencana tersebut terjadi di daerah-daerah terpencil yang rawan bencana. kekhawatiran akan bencana yang terjadi di desa-desa, minimnya pengetahuan kesiasiagaan bencana, membuat BPBD melakukan program destana di daerah yang sudah ditentukan.
Program Desa Tangguh Bencana
Program Destana (Desa Tangguh Bencana) yang dibuat oleh BNPB khusus untuk kelurahan atau desa yang rawan bencana, agar siap dalam menghadapi bencana secara mandiri sebelum datangnya bantuan dari lembaga. Program yang berbasis masyarakat dengan mengembangkan kemampuan dan memberdayakan mereka agar turut ikut andil dalam membuat serta melaksanakan yang sudah disepakati.
Pengembangan Masyarakat
Untuk membuktikan program tersebut berbasis masyarakat atau tidak, maka dikaitkan dengan penjelasan mengenai pengembangan masyarakat dari berbagai sumber yang ada.
Dalam pengembangan masyarakat terdapat banyak penjelasan terkait pemberdayaan, tetapi penulis hanya mengambil bagian konsep kebutuhan serta metode intervensi sosial dalam program destana.
Konsep Kebutuhan
Masyarakat yang berada di wilayah rawan bencana pasti memiliki kebutuhan secara spesifik, seperti pengetahuan mengenai bencana, pengurangan risiko bencana, dan meningkatkan kapasitas dalam menghadapi bencana. Selain itu, kebutuhan yang diperlukan saat dan pasca terjadi bencana.
Indikator dari konsep kebutuhan adalah kebutuhan populasi keseluruhan, pengguna layanan, dan pemberi layanan. Kebutuhan populasi keseluruhan yaitu kebutuhan menyeluruh yang dibutuhkan banyak orang, tidak hanya dari beberapa pihak saja agar program tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Kebutuhan pengguna layanan yaitu kebutuhan masyarakat yang dirasakan beberapa pihak setelah merasakan pelayanan yang sudah dilakukan. Hal ini untuk mengetahui perubahan yang terjadi sebelum dan sesudah program tersebut dilaksanakan.
Kebutuhan pemberi layanan yaitu kebutuhan dari pihak penyedia layanan, seperti BPBD atau lembaga lain yang menjadi fasilitator suatu desa dalam pelaksanaan program. Hal ini untuk mengetahui kekurangan dari lembaga yang
menjadi fasilitator dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
Metode Intervensi Sosial
Metode intervensi sosial ini mengarah pada intervensi sosial yang bisa dilakukan di level komunitas lokal. Menurut pandangan Popple (1996: 55-72) dalam Isbandi buku Kesejahteraan Sosial, model intervensi pada level komunitas memiliki pembagian yang berbeda, yaitu pelayanan komunitas, pengorganisasian masyarakat, dan lain-lain yang sudah dijelaskan di bab 2. Hal ini berguna agar mengetahui tingkat keberhasilan program destana, dilihat dari intervensi sosial yang dilakukan BPBD.
Indikator yang mendukung intervensi sosial ini yaitu tingkat kepuasan dalam memenuhi kebutuhan, tingkat kesadaran dalam memenuhi kebutuhan, dan sumber daya dalam memenuhi kebutuhan. Dalam metode intervensi sosial terdapat pendekatan yang berbasis masyarakat atau masyarakat berperan aktif dalam suatu kegiatan, hal ini disebut pendekatan non direktif. Seperti yang sudah dijelaskan di bab 2, bahwa untuk menumbuhkan “self
directed action” atau keinginan warga untuk bertindak
dibutuhkan beberapa prasyarat (Batten, 1967: 12-13). Tingkat kepuasan dalam memenuhi kebutuhan, dalam hal
ini ada sejumlah orang yang tidak akan puas dengan keadaan dan sepakat tentang apa yang sebenarnya menjadi kebutuhan khusus mereka. Dengan ini bisa terlihat apakah pelayanan program yang dilakukan diterapkan oleh masyarakat atau tidak.
Tingkat kesadaran dalam memenuhi kebutuhan, masyarakat menyadari bahwa dalam memenuhi kebutuhan perlu adanya usaha dari masyarakat itu sendiri. Hubungan antara program dan tingkat kesadaran ini adalah untuk melihat seberapa besar kesadaran masyarakat akan bencana, sebelum dan setelah adanya program destana
Sumber daya dalam memenuhi kebutuhan, masyarakat dan pemberi layanan membutuhkan sumber daya untuk pemenuhan kebutuhan, seperti memiliki pengetahuan, peralatan, serta insentif yang memadai.
BAB III
GAMBARAN UMUM DESA A. Desa Sukaraksa
Desa Sukaraksa adalah sebuah desa yang berada di Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ada dua aspek yang menggambarkan Desa Sukaraksa yaitu aspek fisik dan aspek masyarakat. Aspek fisik menjelaskan tentang kondisi alam Desa Sukaraksa mulai dari luas tanah, topografi, curah hujan, serta jenis tanah sehingga dapat diketahui alasan mengapa daerah tersebut rawan longsor. Aspek masyarakat dilihat dari kepadatan jumlah penduduk, mata pencaharian, hingga kebiasaan masyarakat. Kedua aspek tersebut merupakan faktor pendukung terjadinya bencana di desa tersebut. Berikut ini adalah kondisi fisik Desa Sukaraksa :
1. Letak dan Luas Wilayah
Secara administratif, Desa Sukaraksa dengan luas wilayah sebesar 574.792 Ha. Adapun batas wilayah Desa Sukaraksa sebagai berikut :
Bagian utara : Desa Sukamaju Bagian timur : Desa Cigudeg Bagian selatan : Desa Harkat Jaya Bagian barat : Kecamatan Sukajaya
Secara geografis, Desa Sukaraksa berada di hulu 2 wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) yakni DAS Cisadane dan Sub DAS Cidurian.
2. Topografi
Desa Sukaraksa secara umum merupakan wilayah yang dikelilingi oleh pegunungan dan perbukitan, dengan ketinggian 300 meter diatas permukaan laut (mdpl). Topografinya Desa Sukaraksa dapat dikategorikan sebagian kecil datar dan lebih banyak yang bergelombang, dengan wilayah yang berbukit hingga bergunung-gunung, dengan kemiringan 8 sampai 16 derajat. Suhu di Desa Sukaraksa rata-rata 30C.
G
ambar 3.1
Peta desa Sukaraksa
Sumber :
https://tanahair.indonesia.go.id/portal- web/downloadpetacetak/Zip?skala=25K&namaFile=1209-133.zip
3. Tanah
Jenis tanah yang mendominasi Desa Sukaraksa adalah podsolik merah kuning dan latosol, serta jenis tanah alluvial untuk daerah tepi sungai. Bahan induk tanah tersebut berasal dari batuan beku dan endapan. Namun ada beberapa titik di pegunungan Desa Sukaraksa yang jenis tanahnya dapat dikategorikan rapuh dan kurang padat. Jenis tanahnya lempung, breksi, batu pasir, kuarsa dan andesit serta mengandung batu bara.
4. Kependudukan di Desa Sukaraksa
Desa Sukaraksa memiliki jumlah penduduk sebanyak 9.565 orang, dengan jumlah laki-laki 5.110 orang dan jumlah perempuan 4.450 orang. Tersebar di 2.565 kepala keluarga. Kebanyakan dari penduduk Desa Sukaraksa bekerja sebagai petani, sebagian dari mereka ada yang memiliki lahan perkebunan, sawah, dan ada juga mereka yang hanya ikut bekerja mengurus lahan milik orang lain. Selain itu, ada beberapa penduduk yang bekerja diluar desa, seperti pegawai swasta, buruh pabrik, dan buruh bangunan.
Gambar 3.2
Warga yang membuka warung untuk memenuhi kebutuhan hidup Sumber : dokumentasi penulis
Pemerintahan di Desa Sukaraksa dipimpin oleh Kepala Desa yang menaungi 4 dusun, dan terdiri dari 12 RW serta 38 RT. Selain lembaga pemerintahan, Desa Sukaraksa juga memiliki lembaga kemasyarakatan desa yaitu LPM Desa yang hanya berjumlah 5 orang. Lembaga tersebut tidak terlalu terlihat peran dan tugasnya, karena memang tidak berjalannya organisasi tersebut. Hanya terbentuk tapi tidak dijalankan sesuai LPM Desa pada umumnya yang memiliki fungsi untuk meningkatkan aspirasi dan pelayanan masyarakat dalam penyelenggaraan dan pembangunan desa yang lebih baik.
B. Strategi Program Desa Tangguh Bencana di Desa Sukaraksa
Strategi program Desa Tangguh Bencana Di desa Sukaraksa sendiri telah dilakukan, yang dicanangkan oleh BNPB dan dilaksanakan oleh BPBD di masing-masing kota serta kabupaten.
Desa Tangguh Bencana adalah desa yang memiliki kemampuan mandiri untuk beradaptasi dan menghadapi ancaman bencana, serta memulihkan diri dengan segera dari dampak bencana yang merugikan, jika terkena bencana (Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana, No. 1, 2012). Dengan demikian sebuah Desa/Kelurahan Tangguh Bencana merupakan sebuah desa atau kelurahan yang memiliki kemampuan untuk mengenali ancaman di wilayahnya dan mampu mengorganisir sumber daya masyarakat untuk mengurangi kerentanan dan sekaligus meningkatkan kapasitas demi mengurangi risiko bencana. Program destana yang dilakukan di desa Sukaraksa ini Kemampuan ini diwujudkan dalam perencanaan pembangunan yang mengandung upaya-upaya pencegahan, kesiapsiagaan, pengurangan risiko bencana dan peningkatan kapasitas untuk pemulihan pasca keadaan darurat.
Pengembangan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana merupakan salah satu upaya pengurangan risiko bencana berbasis masyarakat. Pengurangan risiko bencana berbasis masyarakat adalah segala bentuk upaya untuk mengurangi ancaman bencana dan kerentanan masyarakat, dan meningkatkan kapasitas kesiapsiagaan, yang direncanakan dan dilaksanakan oleh masyarakat sebagai pelaku utama. Dalam Desa/Kelurahan Tangguh Bencana, masyarakat terlibat aktif dalam mengkaji, menganalisis, menangani, memantau, mengevaluasi dan mengurangi risiko-risiko bencana yang ada di wilayah mereka, terutama dengan memanfaatkan sumber daya lokal demi menjamin keberkelanjutan. dikarenakan program ini merupakan
program jangka Panjang, maka BPBD membentuk kader atau suatu kepengurusan destana masyarakat di Desa Sukaraksa. Adanya pembentukan kader-kader destana ini berguna agar masyarakat memiliki kesadaran akan bencana dan dapat mengurangi ancaman serta meningkatkan kapasitas secara mandiri. Kader destana ini terdiri dari 20 orang masyarakat desa Sukaraksa yang mengajukan diri sebagai relawan saat BPBD pertama kali melakukan sosialisasi. Masyarakat yang tergabung menjadi kader destana bukan hanya dari masyarakat biasa, tetapi pemerintah daerah seperti beberapa RT (Rukun Tetangga) dan RW (Rukun Warga) juga ikut andil menjadi relawan destana. Tugas dan fungsi mereka di masyarakat adalah mengawasi dan menjalani keberlanjutan program pelatihan dan sosialisasi dari BPBD yang sebelumnya sudah dilakukan di desa Sukaraksa.
Tujuan khusus pengembangan Desa/Kelurahan Tangguh bencana ini adalah:
1) Melindungi masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bahaya dari dampak-dampak merugikan bencana.
2) Meningkatkan peran serta masyarakat, khususnya kelompok rentan, dalam pengelolaan sumber daya dalam rangka mengurangi risiko bencana;
3) Meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya dan pemeliharaan kearifan lokal bagi pengurangan risiko bencana;
4) Meningkatkan kapasitas pemerintah dalam memberikan dukungan sumber daya dan teknis bagi pengurangan risiko bencana;
5) Meningkatkan kerjasama antara para pemangku kepentingan dalam PRB, pihak pemerintah daerah, sektor swasta, perguruan tinggi, LSM, organisasi masyarakat dan kelompok-kelompok lainnya yang peduli.
Seperti tujuan yang sudah disebutkan diatas. BPBD tidak langsung melepas tanggung jawab program tersebut ke kader yang memang dari segi pengetahuan dan kemampuan dalam kesadaran akan bencana masih terbilang kurang untuk dibagikan lagi ke khalayak umum. Maka, BPBD melaksanakan pelatihan peningkatan kapasitas gabungan se-Kabupaten Bogor khusus untuk kader destana yang telah dibentuk dari berbagai daerah. Pelatihan tersebut dilaksanakan setiap satu kali dalam sebulan selama 3 hari di tempat yang nantinya akan ditentukan oleh BPBD. Setiap daerah yang sudah dibentuk kader destana wajib mengikuti pelatihan ini dengan mengirim 1-2 orang perwakilan kader desa.
Gambar 3.3
Pelatihan gabungan peningkatan kapasitas untuk kader destana di Cijeruk. Sumber : kader destana Sukaraksa
C. Kebijakan Pengembangan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana Desa Sukaraksa
BPBD tidak langsung melepas tanggung jawab program tersebut ke kader yang memang dari segi pengetahuan dan kemampuan dalam kesadaran akan bencana masih terbilang kurang untuk dibagikan lagi ke khalayak umum. Maka, BPBD melaksanakan pelatihan peningkatan kapasitas gabungan se-Kabupaten Bogor khusus untuk kader destana yang telah dibentuk dari berbagai daerah. Pelatihan tersebut dilaksanakan setiap satu kali dalam sebulan selama 3 hari di tempat yang nantinya akan ditentukan oleh BPBD. Setiap daerah yang sudah dibentuk kader destana wajib mengikuti pelatihan ini dengan mengirim 1-2 orang perwakilan kader desa. Pada pasal 4 Undang-undang No. 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana menyatakan bahwa Penanggulangan bencana bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana. Lebih lanjut Peraturan Kepala BNPB nomor 3 tahun 2008 tentang Pedoman Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BAB II), menetapkan bahwa pemerintah daerah bertanggung jawab untuk, antara lain, melindungi masyarakat dari ancaman dan dampak bencana, melalui:
1) Pemberian informasi dan pengetahuan tentang ancaman dan risiko bencana di wilayahnya;
2) Pendidikan, pelatihan dan peningkatan keterampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana;
3) Perlindungan sosial dan pemberian rasa aman, khususnya bagi kelompok rentan bencana;
4) Pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, penanganan darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi.
Kegiatan tersebut sudah dilakukan oleh BPBD dengan melakukan pelatihan ,seperti sesi seminar dan juga praktek lapangan. Sesi seminar tersebut kader diberikan materi mengenai pengenalan bencana secara umum, ancaman bencana, dan pertolongan pertama saat bencana terjadi. Materi pengenalan bencana berguna untuk kader destana agar memahami dan mengetahui apa itu bencana, mengapa daerah mereka rawan akan bencana, serta bagaimana mencegah dan mengatasi bencana. Masing-masing perwakilan kader destana di kabupaten Bogor memiliki wilayah rawan bencana yang berbeda, seperti banjir bandang, longsor, dan angin puting beliung. Dari perbedaan daerah rawan bencana tersebut, maka BPBD pun memberikan materi mengenai ancaman bencana yang berguna agar kader memahami apa penyebab bencana itu terjadi dan bagaimana mengurangi ancamannya. Setelah diberikan materi mengenai bencana, mereka juga diberikan materi pertolongan pertama saat bencana, seperti evakuasi korban dan lain-lain. Bukan hanya dari segi pengetahuan saja, tapi BPBD juga memberikan materi praktik penanganan darurat agar mereka memahami saat di lapangan. Praktik penanganan darurat seperti menolong korban yang terluka, membuat tandu, dan bagaimana cara mengevakuasi korban ke tempat yang aman. Mereka juga mempraktikkan cara membangun tenda posko bagi para warga yang terdampak bencana.
Gambar 3.4
Praktik evakuasi korban yang terluka Sumber : kader destana Sukaraksa
Dari gambar diatas, tandu yang mereka buat berasal dari kayu dan juga sarung yang diikat di kayu tersebut. Saat bencana terjadi pasti akan kekurangan sumber daya pendukung dalam melakukan pertolongan pertama, maka dari itu kader diajarkan untuk menggunakan barang-barang seadanya di kondisi yang keadaannya darurat. Kader destana merupakan relawan pertama yang turun langsung di desanya masing-masing sebelum BPBD atau lembaga-lembaga lain turun ikut membantu daerah yang terjadi bencana. Begitu pun di Desa Sukaraksa, saat bencana longsor terjadi di bulan Januari lalu, kader destana dengan sigap membantu warga terdampak. Mereka melakukan koordinasi dengan BPBD dan membangun posko sementara tempat yang aman dari longsor. Bukan hanya kader destana yang membantu warga terdampak, tetapi masyarakat lain yang tidak terkena dampak, turut ikut membantu.