• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dikemukakan, berikut ini disampaikan saran-saran:

1. Hendaknya penelitian tentang karya musik Jalan Sunyi Bhisma mendapat respon bagi mahasiswa untuk lebih mengembangkan penelitian ini. Penelitian karya musik Jalan Sunyi Bhisma memiliki kelebihan dan kekurangan dari segala bagian, serta masih sangat menarik untuk dikaji lebih dalam.

2. Bagi pengajar hendaknya memberikan pendekatan semiotik kepada pembaca teks sebagai lanjutan dalam tahapan analisis bentuk dan struktur musik.

DAFTAR PUSTAKA

Adler, Samuel. 1982.The Study of Orchestration. New York : Norton and Company

Ammer, Christine. 2002. The Facts On File Dictionary of Music, Fourth Edition. New York : Facts on File.

Andriessen, Hendrik. 1983. Musik: Pandangan dan Renungan. Jakarta : Cipta Karya.

Banoe, P. (2003).Kamus musik.Yogyakarta: Kanisius.

Creswell, Jhon W. 2010.Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Korsakow, Nicolas Rimsky. 1912.Principles of Orchestration. New York : E. F. Kalmus Orchestra Scores, INC.

Amir, Hazim. 1994.Nilai-Nilai Etis dalam Wayang.Jakarta : Sinar Harapan. Prier sj, Karl-Edmund. 1993. Sejarah Musik Jilid 2. Yogyakarta : Pusat Musik

Liturgi.

Stein, Leon. 1979. Stucture and Style: The Sudy and Analysis of Musical Forms. New Jersey,USA : Ummy-Bichard Music.

Sugiyono, (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : CV. Alfabeta.

_________(2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : CV. Alfabeta.

Susetya, Wawan. 2007. Bharatayuda: Ajaran, Simbolisasi, Filosofi, dan Maknanya dalam Kehidupan Sehari-hari.Yogyakarta : Kreasi Wacana. Tambajong, Japi. 1992. Ensiklopedi Musik Jilid 2. Jakarta : Cipta Adi Pustaka. Yasasusastra, J. Syahban. 2011.Mengenal Tokoh Pewayangan: Biografi, Bentuk,

LAMPIRAN 1. TRANSKIP WAWANCARA KOMPOSER

Wawancara 1

Peneliti: Selamat malam, Mas Puput. Saya Arya Yudistira dari Pendidikan Seni Musik Universitas Negeri Yogyakarta, ingin meneliti karya Mas Puput yang berjudul Jalan Sunyi Bhisma. Karya tersebut menurut saya sangat menarik untuk diteliti. Bolehkah saya meneliti karya tersebut? Jika diperbolehkan, saya hendak meminta partitur karya tersebut. Terimakasih.

Puput P: Halo Arya, sebelumnya saya sangat berterima kasih karena anda telah berkenan meneliti karya saya. Untuk partitur karya tersebut bisa saya kirim melalui email.

Peneliti: Terima kasih Mas Puput karena telah mengizinkan saya untuk meneliti karya tersebut. Ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan tentang karya tersebut jika Mas Puput mengizinkan. Saya membutuhkan informasi mengenai latar belakang karya tersebut, Mas.

Puput P: Jadi begini, Arya. Cerita perwayangan memiliki dua epos besar yaitu Ramayana karya Walmiki dan Mahabharata karya Wiyasa. Dalam Mahabharata, penulis menemukan berbagai pembelajaran kehidupan yang tidak ada di dalam Ramayana, yang didominasi oleh kisah asmara Sri Rama dan Dewi Shinta.

Mahabharata merupakan kisah kehidupan yang terbagi menjadi delapan belas kitab yang sering disebut Astadasaparwa. Kedelapan belas kitab tersebut antara lain adalah Adiparwa, Sabhaparwa, Wanaparwa, Witaparwa, Udyogaparwa, Bhismaparwa, Dronaparwa, Salyaparwa, Sautikaparwa, Striparwa, Santiparwa, Anusasanaparwa, Asmawedhikaparwa, Asramawasikaparwa, Mosalaparwa, dan yang terakhir adalah Mahaprastanikaparwa.

Dalam alur besar peperangan dahsyat antara Pandawa dan Kurawa, sesungguhnya ada sosok penting yang sering kali terlewatkan keberadaannya, yakni Bhisma. Bhisma merupakan sesepuh di negara Astina dan juga merupakan kakek tiri dari kedua belah pihak yang sedang berperang, Pandawa dan Kurawa. Jauh sebelum perang Bharatayuda terjadi, Bhisma telah menjadi figur penting dalam perjalanan panjang negara Astina. Bhisma merupakan putra kedelapan dari Prabu Sentanu dan Dewi Gangga. Karena rasa bakti dan cintanya pada sang ayah, Bhisma ikhlas melepaskan takhta pemerintahan Astina yang sejatinya merupakan haknya kepada keturunan Dewi Durgandini.

Keputusan Bhisma untuk melepaskan haknya sebagai putra mahkota ternyata membawa dampak panjang dalam perjalanan negara Astina. Pecahnya perang saudara antara Pandawa dan Kurawa, perang antara kebaikan dan kejahatan yang seakan memang harus terjadi dalam takdir kehidupan. Tentu takdir ini pun tidak diketahui dan tidak bisa dielakkan oleh Bhisma, sosok yang begitu ikhlas dan teguh memegang janjinya.

Perang Bharatayuda pun bagi Bhisma pribadi menjadi jalan takdir kematiannya. Ia rela mati di ujung panah Srikandi, istri Arjuna untuk memenuhi hutang karmanya kepada Dewi Amba yang secara tidak sengaja terbunuh oleh panah Bhisma ketika ia masih muda. Saat itu Dewi Amba memohon agar Bhisma mau menikah dengannya. Atas sumpah untuk tidak menikah sepanjang hidupnya, Bhisma mencoba menakut-nakuti Dewi Amba dengan panahnya agar Dewi Amba menjauh. Ternyata anak panah Bhisma melesat secara tidak sengaja dan mengenai Dewi Amba. Sebelum tewas, Dewi Amba berucap bahwa kelak dalam perang Bharatayuda, Bhisma akan mati di tangan seorang prajurit perempuan. Sumpah inilah yang diterima dan

dinantikan Bhisma sebagai karma hidupnya dalam perang Bharatayuda.

Dalam perang Bharatayuda, Bhisma akhirnya menjalani takdir karmanya tertembus ribuan panah Srikandhi. Pandawa dan Kurawa yang melihat Bhisma tak berdaya dengan ribuan panah sebagai penopang punggung, segera mengerumuninya dan menghentikan perang sementara. Hal inilah yang menjadi momen terakhir Bhisma dalam sejarah panjang perjalanan hidupnya, yakni ketika dia meminta secawan air untuk penghilang dahaga, Kurawa berusaha melayani Bhisma untuk yang terakhir kali dengan menyediakan tuak khusus dan istimewa. Namun Pandawa justru melayani Bhisma dengan memberi secawan darah korban perang kepada Bhisma dan justru darah dari Pandawa yang diterima oleh Bhisma. Kemudian Bhisma kembali meminta bantal sebagai penopang kepalanya. Kurawa menyerahkan bantal istana. dengan kualitas terbaik, sedang Pandawa mengumpulkan senjata perang mereka masing-masing untuk diberikan kepada Bhisma dan pemberian Pandawa juga yang kemudian diterima Bhisma. Permintaan Bhisma yang terakhir adalah pelindung sengatan matahari. Kurawa kembali menyediakan payung kebesaran istana, tetapi Pandawa membawakan satu pohon besar yang kemudian ditancapkan di samping kepala Bhisma untuk melindungi dari sengatan matahari. Kembali pemberian Pandawa yang akhirnya diterima. Dengan melihat sikap Bhisma yang demikian dapat ditangkap suatu kesan mendalam tentang figur Bhisma. Dia adalah orang yang sangat kesatria. Bahkan di akhir hidupnya pun bukan keduniawian yang ingin dia nikmati, melainkan hal-hal yang sangat lekat dengan jiwa keprajuritan yang dimilikinya.

Dari peristiwa-peristiwa tersebut, terlihat bahwa jalan hidup Bhisma adalah jalan sunyi. Sunyi dalam arti sedikit orang yang

menempuhnya. Bhisma adalah figur yang sangat menjaga hubungan baiknya dengan Sang Pencipta sehingga dia lebih memilih untuk ikhlas dalam menyerahkan takhta, menerima dan menanti karmanya, setia dalam dharma untuk membela negaranya sampai akhirnya datang buah karma yang membawanya untuk menemui Sang Pencipta yang sangat dicintainya. Hal tersebut menginspirasi penulis untuk membuat karya komposisi musik untuk orkestra dengan judul Jalan Sunyi Bhisma.

Begitulah Arya sedikit penjelasan tentang karya saya yang berjudul Jalan Sunyi Bhisma. Semoga informasi tersebut bermanfaat untuk proses penelitianmu.

Peneliti: Terima kasih banyak, Mas Puput. Informasi tersebut akan saya gunakan sebaik-baiknya. Terimakasih juga sudah memberikan partitur secara cuma-cuma. Jika saya membutuhkan informasi lagi, jika berkenan, saya akan menghubungi Mas Puput kembali. Terimakasih.

LAMPIRAN 2. TRANSKIP WAWANCARA KOMPOSER

Wawancara 2

Peneliti: Selamat malam, Mas Puput. Saya mau konsultasi mengenai struktur musik Jalan Sunyi Bhisma. Ini hasil marking saya untuk analisa strukturnya, apakah sudah sesuai, Mas?

Puput P: Baik, saya sudah sepakat dengan marking struktur yang sudah anda kerjakan. Di dalam karya Jalan Sunyi Bhisma saya menggunakan format orkestra, maka dari itu beberapa tanda kunci berbeda-beda di setiap instrumentnya. Sebagai contoh pada isntrumen flute, oboe, clarinet in bes, horn, trompet, violin1, dan violin 2 terdapat kunci G. Instrumen midle seperti viola terdapat kunci C, dan low section seperti fagot, tuba, cello, dan contra bass terdapat tanda F. Di dalam karya Jalan Sunyi Bhisma saya menggunakan bentuk musik ABC atau Freeform (musik terbuka) dengan alasan musik bersifat naratif. Eksplorasi teknik juga saya tekankan pada karya ini. Jangan lupa juga disusun dengan rapi ya untuk penulisan struktur pada tiap-tiap bagian. Peneliti: Oh iya Mas, yang dimaksud penyusunan rapi yang seperti apa? Apa

bisa saya diberikan contoh sedikit dari yang telah saya tulis?

Puput P: Jadi begini Arya, saya coba beri contoh salah satu bagian nanti tinggal anda yang meneruskan. Gerakan I berjudul Bhisma Dewabrata memiliki bentuk tiga bagian yaitu ABC. Bagian A dimulai dari birama 1-71, bagian B terdapat di birama 72-110, sedangkan bagian C ada di birama 111-144. Bagian A memiliki subbagian yaitu introduksi – a – b – transisi. Introduksi ada di birama 1-12, subbagian a ada di birama 13-34, b dimulai dari birama 35-55, sedangkan transisi di birama 56-71. Pada bagian B terdapat subbagian a – b. Subbagian a terdapat di birama 72-99, kemudian b ada di birama 100-110. Bagian C terdiri

dari subbagian a – b – b’ – coda. Subbagian a ada di birama 111-122, b terdapat di birama 123-130, sedangkan b’ dimulai dari birama 131-138. Terakhir adalah subbagian coda yang ada di birama 139-144. Nah, disusun seperti ini nanti pada bagian gambar langsung bisa dijelaskan secara terperinci. Paham?

Peneliti: Baik, Mas Puput. Trima kasih banyak, Mas. Saya rasa informasi yang telah Mas Puput berikan sudah sangat membantu. Mohon bantuannya ya Mas jika saya menemukan kesulitan lagi.

LAMPIRAN 3. PARTITUR

PARTITUR 1 - BHISMA DEWABRATA PARTITUR 2 - SUMPAH SANG AMBA

PARTITUR 3 - ATAS NAMA DHARMA KSATRIA PARTITUR 4 - PANAH SRIKANDHI

Dokumen terkait