• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRUKTUR DAN MAKNA JALAN SUNYI BHISMA KARYA PUPUT PRAMUDITYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STRUKTUR DAN MAKNA JALAN SUNYI BHISMA KARYA PUPUT PRAMUDITYA."

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada

Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta guna memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Arya Yudistira

10208241001

JURUSAN PENDIDIKAN SENI MUSIK FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v

Bahkan jam rusak pun benar dua kali dalam sehari.”

(6)

vi

(7)

vii

memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar sarjana pendidikan.

Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak. Untuk

itu, penulis menyampaikan terima kasih secara tulus kepada Rektor Universitas

Negeri Yogyakarta, Dekan Fakultas Bahasa dan Seni, dan Ketua Jurusan Pendidikan

Seni Musik yang telah memberikan kesempatan dan berbagai kemudahan kepada

penulis.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini tidak akan berhasil tanpa bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan skripsi

ini. Oleh karena itu penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih dan hormat

secara mendalam kepada:

1. Prof. Dr suminto A Sayuti, selaku Dosen pembimbing I, yang senantiasa

mengarahkan dan membimbing dengan sabar hingga terselesaikanya skripsi

ini;

2. Drs Herwin Yogo Wicaksono M.Pd., selaku Dosen pembimbing II, yang

senantiasa memberikan dorongan semangat belajar, wawasan ilmu,

pengarahan dan dengan sabar telah membimbing hingga terselesaikanya

skripsi ini;

3. Birul Walidaini S.Pd., selaku narasumber dalam peneitian ini yang telah

meluangkan waktunya dalam memberikan segala informasi khususnya

tentang bentuk, struktur musik dan tanda pada karya musik Jalan Sunyi Bhisma;

4. Puput Pramuditya S.Sn., selaku narasumber dalam penelitian ini yang telah

memberikan wawasan serta arahan khususnya tentang bentuk, struktur, dan

(8)
(9)

ix A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Fokus Penelitian ...4

C. Tujuan Penelitian ...4

D. Manfaat Penelitian ...5

BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian Struktur Komposisi ...6

1. Irama ……….. 7

B. Musik Sebagai Tanda dalam Komunikasi Estetis ...15

C. SemiotikPierceian ...17

D. Penelitian yang Relevan ...18

E. Pertanyaan Penelitian ...19

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ...21

B. Tahap-Tahap Penelitian ...21

(10)

x

BAB IV IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI TANDA YANG MEMBANGUN STRUKTUR DAN MAKNA PADA TEKSJALAN SUNYI BHISMA

A. Identifikasi dan Klasifikasi Tanda ...30

1. Makna Tanda-Tanda Tipe Ikon ...32

2. Makna Tanda-Tanda Tipe Indeks ...33

3. Makna Tanda-Tanda Tipe Simbol ...37

B. Pembahasan ...39

1. Pembahasan Hasil Analisis pada Tanda dan Makna Tanda-Tanda Tipe Ikon...37

2. Pembahasan Hasil Analisis pada Tanda dan Makna Tanda-Tanda Tipe Indeks ...41

3. Pembahasan Hasil Analisis pada Tanda dan Makna Tanda-Tanda Tipe Simbol...42

C. Analisis Struktur dan Makna TeksJalan Sunyi Bhisma……… 43

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...85

B. Saran ...86

DAFTAR PUSTAKA ...88

(11)

xi

Tabel 2 : Makna Tanda-Tanda Tipe Ikon ...32

Tabel 3 : Makna Tanda-Tanda Tipe Indeks ...34

(12)

xii

dihadapkan pada pilihan sulit ...46

Gambar 2 : Birama 13-20, bassoon dan cello mengungkapkan kebimbangan Bhisma ...46

Gambar 3 : Melodi jembatan birama 21-22 untuk efek gemuruh ...47

Gambar 4 : Efek gemuruh pada jembatan birama 21-22 ...47

Gambar 5 : Efek gemuruh pada jembatan birama 21-22 ...48

Gambar 6 : Birama 31-34 Melodi Instrumen Tiup yang Bersifat Tegang ...49

Gambar 7 : Birama 31-34 Melodi Instrumen Tiup yang Bersifat Tegang ...49

Gambar 8 : Birama 31-34 Melodi Instrumen Tiup yang Bersifat Tegang ...49

Gambar 9 : Birama 31-34 Melodi Instrumen Tiup yang Bersifat Tegang ...50

Gambar 10 : Birama 33-34, suasana emosional sebagai jembatan untuk tensi yang lebih tinggi ...51

Gambar 11 : Birama 66-68, motif sebagai wujud pergolakan hati Bhisma yang akan terus dipakai ...52

Gambar 12 : Bagian B, seksi gesek untuk efek pergolakan bathin yang mencapai puncak ...52

Gambar 13 : Birama 100, glockenspiel dan vibraphone ...53

(13)

xiii

perasaan yang ikhlas ...54

Gambar 17 : Tiup Kayu dan Tiup Logam Menambah Tebal Melodi dan Harmoni di sub bagian b’ birama131-136 ...55

Gambar 18 : Birama 139-144, biola 1 dan flute dan diakhiri akord augmented menggambarkan jalan kesunyian Bhisma belum berakhir ...56

Gambar 19 : Seksi gesek dengan ritme statis dan aksen membuat nuansa tegang pada birama 1-10...56

Gambar 20 : Birama 12-14, seksi tiup kayu dan logam membuat suasana perasaan campur aduk ...57

Gambar 21 : Melodi kekecewaan Amba yang dimainkan piano pada birama 15-23 ...57

Gambar 22 : Melodi kekecewaan yang dimainkan oleh cello membuat nuansa lebih sendu pada birama 24-33 ...58

Gambar 23 : Birama 34-42, melodi kekecewaan Amba terus diulang kali ini dimainkan flute dan oboe ...58

Gambar 24 : Cuplikan melodi kekecewaan dengan emosi yang tinggi dimainkan oleh seksi gesek dengan dinamik forte pada birama 43-50 ...59

(14)

xiv

Gambar 28 : Cuplikan ketegangan Bhisma saat mendengar sumpah Amba pada birama 85-94 ...62

Gambar 29 : Instrumen tiup kayu memainkan nada-nada kesedihan dan penyesalan Bhisma di birama 97-112 ...63

Gambar 30 : Nada panjang seksi tiup logam yang menggambarkan kesedihan Bhisma yang tak bisa menikahi Amba karena terhalang dinding sumpahnya sendiri, birama 113-114 ...63

Gambar 31 : Seksi gesek menggambarkan penantian Bhisma akan karmanya birama 115-123 ...64

Gambar 32 : Birama 115-123, flute dan klarinet memainkan melodi ekspresi ketegaran Bhisma dalam menanti karmanya ...64

Gambar 33 : Birama 125-130, ekspresi kesendirian Bhisma dalam menanti karmanya ...64

Gambar 34 : Introduksi suasana dilema yang dialami Bhisma birama 1-4 ...65

Gambar 35 : Sedikit aksen emosional dalam kebimbangan Bhisma ada di birama 5-7 ...66

Gambar 36 : Jembatan menuju tensi yang lebih tinggi birama 7-10 ...66

(15)

xv

mencapai puncaknya di birama 41-48 ...69

Gambar 40 : Birama 49-52, biola 2 dan kontrabas ketegangan Bhisma dalam perenungan mengingat kedua belah pihak adalah cucunya ...70

Gambar 41 : Birama 53-56, seksi gesek menggambarkan Bhisma yang sedang tegang dalam bayangan ketakutan terhadap perang Bharatayuda ...70

Gambar 42 : Variasi motif biola 1 membuat emosi ketakutan lebih tinggi ...71

Gambar 43 : Interpretasi penulis tentang Bhisma yang terlihat membela Kurawa namun sebenarnya tidak pada birama 66-83 ...71 Gambar 44 : Sub bagian transisi, tensi bertambah naik birama 87-91 ...72

Gambar 45 : Seksi gesek pada bagian D birama 96-99 yang menggambarkan Bhisma sebagai sosok hitam di mata orang banyak ...73

Gambar 46 : Menggambarkan sosok Bhisma yang lekat dengan Kurawa dan bersifat angkara murka pada birama 102-105 ...73

Gambar 47 : Menggambarkan Bhisma yang tersamar di pihak hitam atau putih .74

Gambar 48 : Bag. E, birama 116-129, menggambarkan kegagahan Bhisma dalam perang Bharatayuda ...74

Gambar 49 : Timpani sebagai penutup gerakan ketiga di birama terakhir membuat klimaks yang tertahan ...75

(16)

xvi

Gambar 53 : Birama 49-56, ratapan kesedihan Bhisma ...78

Gambar 54 : Melodi kekecewaan Amba kembali terdengar secara samar sebagai tanda datangnya Srikandhi di birama 55-62 ...78

Gambar 55 : Cuplikan birama 63-68 yang menggambarkan kedatangan Srikandhi sebagai titisan Amba ...79

Gambar 56 : Melodi renungan Bhisma yang akan terus diulang di birama 73-80 ...79

Gambar 57 : Pengulangan melodi renungan Bhisma di birama 81-88 ...80

Gambar 58 : Melodi renungan Bhisma yang divariasi birama 89-94 ...81

Gambar 59 : Cuplikan melodi renungan Bhisma yang lebih emosional di birama ...82

Gambar 60 : Panah Srikandhi yang menemui sasaran diibaratkan suara triangel di birama 113-117 ...82

Gambar 61 : Cuplikan bag D, sub bagian a, birama 118-133. Sebuah perenungan tentang kematian sosok Bhisma 73-80 ...83

Gambar 62 : Melodi yang menggambarkan sosok Bhisma yang selalu dihadapkan pada situasi sulit dan kesedihan pada birama 142-154 ...84

(17)

xvii

Lampiran 2 : Transkip Wawancara Komposer (2) ...93

Lampiran 3 : Partitur ...95

(18)

xviii Arya Yudistira

10208241001 ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan makna dari tanda-tanda yang terdapat pada partiturJalan Sunyi Bhismakarya Puput Pramuditya.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Subjek penelitian yaitu partitur laguJalan Sunyi Bhisma karya Puput Pramuditya. Penelitian difokuskan pada karya Jalan Sunyi Bhisma karya Puput Pramuditya sebagai representasi dari cerita pewayangan Bhisma yang dikaji berdasarkan pendekatan semiotik tipologi tanda dari Carles Sander Pierce yang membentuk sebuah makna dan diteliti lebih dalam untuk bentuk dan struktur musiknya. Teknik analisis data dilakukan dengan tahapan analisis sebelum di lapangan dan pada saat di lapangan dengan menggunakan model interaktif yang terdiri atas data reduction (reduksi data), data display (penyajian data), dan verification (kesimpulan). Keabsahan data dilakukan dengan triangulasi teknik dan triangulasi waktu.

Karya musikJalan Sunyi Bhismateridiri dari empat gerakan yang masing-masing memiliki bentuk dan strukur yang berbeda. Karya ini termasuk dalam musik program dan memiliki bentuk freeform atau musik bebas. Pada gerakan pertama memiliki bentuk ABC, bagian kedua ABC, bagian ketiga ABCDE, dan bagian keempat ABCD. Serta terdapat subbagian, transisi, dan coda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa makna Jalan Sunyi Bhisma karya Puput Prmuditya sebagai representasi dari cerita pewayangan Bhisma. Cerita Bhisma direpresentasikan melalui hubungan persamaan/simulasi antara tanda dan objek, hubungan sebab akibat antara tanda dan objek serta hubungan tanda dengan objek melalui kesepakatan. Tanda dan hubungan antar tanda pada teks Jalan Sunyi Bhisma yang teridentifikasi menunjukan bahwa karya tersebut merupakan karya modern dengan bentuk minimalis yang merepresentasikan unsur musikal dan ekstra musikal pada cerita pewayangan Bhisma.

(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Musik merupakan media seni di mana manusia mengungkapkan kreativitas dan ekspresi seninya melalui bunyi-bunyian atau suara. McDermott (2013: 8) mendefinisikan bahwa musik adalah kekuatan hidup manusia. Musik merupakan ilmu pengetahuan dan seni tentang kombinasi ritmik dari nada-nada, baik vokal maupun instrumental, yang meliputi melodi dan harmoni sebagai ekspresi dari segala sesuatu yang ingin diungkapkan terutama aspek emosional. Musik mencerminkan kebudayaan masyarakat pendukungnya yang ditandai dengan karakteristik jenis musik yang beranekaragam serta mengandung nilai dan norma-norma yang menjadi bagian dari proses enkulturasi budaya, baik dalam bentuk formal maupun informal (Ewen, 1971: 4). Danesi (2004: 195) menjelaskan bahwa musik merupakan bentuk seni yang melibatkan penggunaan bunyi secara teroganisir melalui kontinum waktu tertentu dan musik memainkan peran dalam tiap kehidupan masyarakat.

(20)

tersebut disebabkan oleh kreativitas, lingkungan, dan tujuan masing-masing komponis.

Tambajong (1992: 85) menyatakan bahwa komponis merupakan pencipta karya musik berdasarkan komposisinya. Prier (2011: 92) menyatakan bahwa komponis merupakan seorang pengubah atau pencipta lagu/nyanyian. Seorang komponis dalam menciptakan musik memiliki tujuan yang khusus. Tujuan setiap komponis dicapai dengan cara menyampaikan pesan melalui karya musik. Pesan yang akan disampaikan diungkapkan secara tersurat maupun tersirat. Pesan tersurat biasanya terdapat pada lirik lagu-lagu yang menggunakan instrumen vokal. Vokal merupakan instrumen paling efektif dalam menyampaikan pesan karena vokal mampu menyanyikan kalimat-kalimat verbal. Pesan tersirat biasanya terdapat pada karya musik instrumental. Pesan tersirat dapat diidentifikasi melalui struktur suatu karya musik.

Karya musik sering disebut juga dengan istilah komposisi. Komposisi merupakan bentuk tertulis suatu karya musik (Tambajong 1992: 85). Kusumawati (2013: ii) mendefinisikan bahwa komposisi merupakan suatu karya yang utuh dan memenuhi persyaratan kompositoris atau ciri-ciri penentu (limiting factors), secara teknis disebut parameter. Miller dalam Bramantyo (TT: 356) berpendapat bahwa komposisi instrumental terbagi menjadi dua yaitu komposisi musik ‘mutlak’ (absolute) dan musik ‘programa’ (program).

(21)

yang berbeda dari setiap pendengarnya. Hal ini disebabkan karena musikabsolute tidak mengikat, tetapi diciptakan untuk keindahan musik tersebut. Selain musik absoluteterdapat juga musikprogram.

Musik program merupakan istilah untuk musik di mana komponis selain notasi juga mencantumkan pula suatu keterangan tambahan tentang isi non musikal dari komposisi tersebut (Prier, 2011: 169). Musik program merupakan jenis musik yang memiliki konteks ekstramusikal (pesan). Konteks ekstramusikal berarti sebuah cerita yang akan disampaikan kepada audience melalui musik tersebut. Musik program juga mengandung rangkaian-rangkaian cerita yang membentuk imajinasi bagi pendengarnya (Andrieseen, 183: 197). Salah satu komponis di Indonesia yang membuat karya musik program adalah Puput Pramuditya.

(22)

bebas menemukan gagasan atau ide-ide dalam proses pembuatan komposisi musik seperti gagasan Puput Pramuditya dalam karyaJalan Sunyi Bhisma.

Salah satu karya musik instrumental yang menarik untuk dianalisis pesannya adalahJalan Sunyi Bhismakarya Puput Pramuditya yang ditulis pada tahun 2013. Jalan Sunyi Bhisma adalah karya musik yang menceritakan tentang kisah tokoh pewayangan Bhisma. Karya musik Jalan Sunyi Bhisma merupakan (komposisi) musik program.

Berdasarkan semua pernyataan tersebut mengenaiJalan Sunyi Bhisma,kajian terhadap dasar dan proses penggarapan karya tersebut dan sebagai dasar interpretasi terhadap karya musikJalan Sunyi Bhismakarya Puput Pramuditya.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan tersebut, masalah difokuskan pada makna karya musik berjudul Jalan Sunyi Bhisma sebagai represenatsi dari epos pewayangan Mahabarata dalam perang Bharatayuda.

C. Tujuan Penelitian

(23)

D. Manfaat Penelitian

1. Secara teoretis, untuk menambah literatur penelitian tentang analisis karya seni musik dan sebagai sumber bagi yang membutuhkan uraian struktur musik dan makna dalam laguJalan Sunyi Bhismakarya Puput Pramuditya. 2. Secara praktis, untuk menambah referensi musik program serta referensi

(24)

BAB II

DESKRIPSI TEORI

A. Pengertian Struktur Komposisi

Djlantik (2001: 31) menyatakan bahwa kata struktur mengandung arti bahwa di dalam karya seni terdapat suatu pengorganisasian, penataan dan ada hubungan tertentu antara bagian-bagian yang tersusun tersebut. Menurut Poerwodharminto (1985: 965), struktur merupakan cara bagaimana sesuatu disusun. Struktur memiliki unsur-unsur yang saling berkaitan antara yang satu dengan lainnya dan memiliki sifat totalitas serta transformatif.

Pengertian komposisi musik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga (2007: 585) adalah gubahan, baik instrumental maupun vokal; susunan lagu, baik instrumental maupun vokal Prier (1989: 87) menyatakan bahwa komposisi musik merupakan suatu komposisi yang berupa bentuk lagu, bentuk ansambel, bentuk sonata, bentuk opera, bentuk oratorio, dan bentuk simphoni. Komposisi yang paling dasar dan sederhana adalah bentuk lagu. Komposisi merupakan suatu karya musik yang diciptakan oleh seorang komponis atau pencipta lagu dan dicatat dengan pasti hingga dapat dibunyikan orang lain tanpa bantuan atau kehadiran komponis (Prier, 2011: 92).

(25)

1. Irama

Irama merupakan rangkaian gerak yang berurutan dan menjadi unsur dasar dari musik. Irama terbentuk dari sekelompok bunyi dan diam, panjang pendeknya bunyi dan diam dalam waktu yang bermacam-macam membentuk pola irama serta bergerak menurut pulse dalam setiap ayunan birama (Jamlus, 1998: 7). Pulse merupakan rangkaian denyutan yang terjadi berulang-ulang dan berlangsung secara teratur, dapat bergerak cepat maupun lambat (Ibid, 1998: 9).

Menurut Prier (2011: 76), irama merupakan unsur musik pokok yang menghidupkan penyajian musik berhubungan dengan panjang pendek nada dan tekanan pada melodi, sebagai unsur pokok yang pertama. Tambajong (1997: 243) menambahkan irama sama dengan ritme atau rhythm. Sejalan dengan pendapat tersebut menurut Sumaryo (dalam Joseph 2005: 52), irama secara populer adalah unsur-unsur dalam musik sebagai pembagian berlangsungnya waktu yang memberi pernyataan hidup kepada musik, irama membuat musik terasa mempunyai gerak.

Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa ritme berhubungan dengan waktu dan panjang pendeknya nada yang berlangsung dalam suatu komposisi musik.

2. Melodi

(26)

16) melodi merupakan susunan rangkaian nada (bunyi dengan rangkaian teratur) yang terdengar secara berurutan serta berirama dan mengungkapkan suatu gagasan pikiran dan perasaan. Melodi merupakan naik turunnya nada yang seyogyanya dilihat sebagai gagasan inti musikal yang sah menjadi musik bila ditunjang dengan gagasan yang memadukannya dalam suatu kerjasama dengan irama, tempo, bentuk, dan lain-lain (ensiklopedi musik, 1992: 28).

Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa melodi memiliki unsur ritme dan nada yang mengungkapkan suatu gagasan dan pikiran seorang komposer. Unsur yang terdapat dalam sebuah melodi adalah sebagai berikut.

a. Motif

(27)

Menurut Prier (1996: 27) untuk pengolahan motif sendiri terdapat tujuh cara, yaitu sebagai berikut.

1) Ulangan Harafiah

Ulangan harafiah merupakan ulangan/repetisi motif. Ulangan harafiah mengungkapkan suatu kesan (misalnya keheningan malam) dan ulangannya bermaksud menegaskan suatu pesan untuk meningkatkan perhatian.

2) Sekuens (Ulangan pada Tingkat Lain)

Sekuens merupakan variasi termudah. Sekuens memiliki dua kemungkinan, yaitu:

a) Sekuens naik: sebuah motif dapat diulang pada tingkat nada yang lebih tinggi. Sekuen naik sering terdapat di dalam kalimat pertanyaan.

b) Sekuens turun: sebuah motif dapat diulang pada tingkat nada yang lebih rendah. Sekuens ini digunakan untuk menurunkan ketegangan dalam sebuah motif.

3) Perbesaran Interval(Augmentation of the Ambitus)

Sebuah motif terdiri dari beberapa nada, dan dengan demikian terbentuklah pula beberapa interval yang dapat diperbesar. Tujuannya adalah untuk menciptakan suatu peningkatan ketegangan guna membangun “busur” kalimat.

4) Pemerkecilan Interval(Diminuation of the Ambitus)

Pemerkecilan interval merupakan kebalikan dari perbesaran interval, di mana interval dapat diperkecil. Tujuan pemerkecilan nada selain sebagai variasi, juga mengurangi ketegangan dalam sebuah kalimat. Biasanya pemerkecilan tidak terjadi berulang-ulang.

5) Pembalikan(Inversion)

Setiap interval yang naik dijadikan turun dan setiap motif asli menuju ke bawah, dalam pembalikannya diarahkan keatas. Bila pembalikannya bebas, maka besarnya interval tidak dipertahankan, tetapi disesuaikan dengan harmoni lagu.

6) Perbesaran Nilai Nada(Augmentation of the Value)

Suatu pengolahan melodis yang menggandakan nilai nada, sehingga melodi seakan-akan lebih lambat. Secara tidak langsung, perbesaran nilai nada merubah ritme sebelumnya.

7) Pemerkecilan Nilai Nada(Diminuation of the Ambitus)

Suatu pengolahan melodis yang membagi nilai nada sehingga melodi seakan-akan lebih cepat. Secara tidak langsung, pemerkecilan nilai nada merubah ritme sebelumnya.

b. Frase

(28)

frase dalam musik merupakan gabungan beberapa motif menjadi satu. Frase dalam melodi terdiri atas frase pertanyaan dan frase jawaban. Frase merupakan bagian dari kalimat lagu seperti dalam kalimat bahasa dan dinyanyikan dalam satu pernafasan. Frase sederhana biasanya terdiri atas dua atau empat birama. Kalimat musik terbentuk dari sepasang frase dan dua kalimat musik atau lebih akan membentuk lagu. Frase memiliki dua fungsi, yaitu:

1) Kalimat pertanyaan/frase antecedens

Kalimat pertanyaan/frase antecedens merupakan awal kalimat (biasanya birama 1-4 atau 1-8), disebut pertanyaan atau kalimat depan karena biasanya berhenti dengan nada yang mengambang atau biasa disebut dengan koma. Pada umumnya kalimat ini berhenti di dominan.

2) Kalimat jawaban /frase consequens

Kalimat jawaban / frase consequens merupakan bagian kedua dari kalimat (biasanya birama 5-8 atau 9-16), disebut sebagai jawaban karena melanjutkan pertanyaan dan berhenti dengan akor tonika. Kalimat jawaban memberikan kesan selesailah sesuatu di nada akhir kalimatnya.

3. Harmoni

(29)

tentang keterkaitan nada-nada dalam akor serta hubungan antara akor yang satu dengan akor yang lainya.

Berdasarkan pernyataan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa harmoni merupakan rangkaian gerak nada secara simultan, selaras dan sepadan yang memiliki hubungan antara nada-nada dan akor serta akor dengan akor lainnya.

4. Tema

Menurut Syafiq (2003: 299), tema adalah rangkaian nada yang merupakan pokok bentukan sebuah komposisi karena sebuah komposisi dapat memakai lebih dari satu tema. Rahma (2013:1) mendifinisikan bahwa tema merupakan kumpulan dari beberapa kalimat musik. Tema merupakan gagasan utama dalam sebuah komposisi musik. Pada umumnya sebuah komposisi musik merupakan kumpulan dari beberapa tema. Di sisi lain, tema merupakan wajah dari sebuah komposisi musik yang memberikan penekanan-penekanan tertentu sehingga pendengar memiliki pemahaman tertentu pada saat mendengarkan sebuah komposisi musik

5. Kadens

(30)

berakhirnya sebuah lagu atau sebuah frasa lagu. Terdapat beberapa macam kadens, antara lain:

a. Kadens Authentic : progresi akor V – I b. Kadens Plagal : progresi akor IV –I c. Deceptif Kadens : progresi akor V – VI d. Kadens Setengah : progresi akor I – V – I – IV

Berdasarkan pernyataan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kadens merupakan rangkaian nada dan harmoni yang menunjukkan akhir dari kalimat. 6. Bentuk Musik

Menurut Prier (1996:2) Bentuk musik adalah suatu gagasan/ide yang nampak dalam pengolahan/susunan semua unsur musik dalam sebuah komposisi (melodi, irama, harmoni dan dinamika).

Prier mengatakan bahwa “ide ini mempersatukan nada-nada musik serta terutama bagin-bagian komposisi yang dibunyikan satu per satu sebagai kerangka. Bentuk musik dapat dilihat juga secara praktis : sebagai ‘wadah’ yang ‘diisi’ oleh seorang komponis dan diolah sedemikian hingga menjadi musik yang hidup”.

Menurut Banoe (2013:151) bentuk musik merupakan susunan kerangka lagu yang ditentukan menurut bagian-bagian kalimatnya.

(31)

Kumpulan kalimat yang dijadikan suatu gagasan dalam bentuk musik, bentuk yang paling sering digunakan adalah bentuk lagu atau bentuk bait (lied form). Artinya bentuk ini memperlihatkan suatu kesatuan utuh dari satu atau beberapa kalimat dengan penutup yang meyakinkan (Prier , 2011:5). Prier menambahkan bahwa bentuk dalam musik sederhana dibagi menjadi 3 macam:

a. Bentuk lagu satu bagian adalah bentuk lagu yang terdiri atas satu bagian berupa kalimat yang utuh/bait saja, tetapi memenuhi satu kesatuan yang lengkap.

b. Bentuk lagu dua bagian: dengan dua kalimat yang berlainan.

c. Bentuk lagu tiga bagian: dengan tiga kalimat yang belainan. (a,b,c nya sejajar dengan angka 3)

Selain bentuk musik sederhana diatas bentuk musik yang terdapat bentuk musik atau lagu yang umum lainnya. Stein (2011:69) mengatakan bahwa tipe bentuk-bentuk lagu pada umumnya adalah sebagai berikut yaitu:

(1) Satu Bagian, (2) Dua bagian yang sederhana, (3) Dua bagian yang dikembangkan, (4) Tiga bagian embrionis, (5) Tiga bagian, (6) Tiga bagian yang diperluas, (7) Lima bagian, (8) Bentuk bebas atau bentuk kelompok.

7. Musik Program

Musik program merupakan jenis musik yang memiliki konteks ekstramusikal di dalamnya. Konteks ekstramusikal berarti sebuah cerita yang akan disampaikan kepada audiens melalui musik tersebut. Musik program juga mengandung rangkaian-rangkaian cerita yang membentuk imajinasi bagi pendengarnya.

(32)

karya sastra Shakespeare dengan judul yang sama yang mengisahkan drama percintaan antara Romeo dan Juliet. Contoh kedua yang juga sangat terkenal yakni karya Serge Prokofiev, ‘Peter and the Wolf’ untuk orkestra. Karya ini pada mulanya merupakan karya permintaan dari Natalya Sats, direktur Moscow Musical Theatre for Children, sebuah kelompok teater musikal khusus untuk

anak-anak di kota Moskow, Russia. Natalya meminta Prokofiev untuk mebuat karya orkestra dan narasi yang mengandung cerita menarik bagi anak-anak. Akhirnya Prokofiev menciptakan karya ‘Peter and The Wolf’ yang mengisahkan dinamika hidup seorang anak laki-laki bernama Peter dan pertarungannya dengan seekor serigala, untuk menyelamatkan bebek peliharaan Peter. Prokofiev merangkai cerita dengan memilih instrumentasi yang mewakili setiap tokoh dalam ‘Peter and the Wolf’.

Peter digambarkan dengan seksi instrument gesek, bebek digambarkan dengan oboe, burung dengan flute, kucing dengan clarinet, serigala dengan seksi horn, dan kakek Peter dengan bassoon.

(33)

B. Musik Sebagai Tanda dalam Komunikasi Estetis

Ada beberapa pendapat dari para ahli mengenai tanda, di antaranya yaitu Danesi (2012: 6) yang berpendapat bahwa tanda adalah segala sesuatu warna, isyarat, kedipan mata, objek, rumus matematika, dan lain-lain yang merepresentasikan sesuatu yang lain selain dirinya. Kemudian menurut Martinet (2010: 45), tanda adalah sesuatu yang bisa ditangkap yang memperlihatkan hal selain dirinya sendiri.

Sejalan dengan pendapat tersebut Nurgiyantoro (2005: 40) mendefinisikan bahwa tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain yang dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan, dan lain-lain. Jadi, sesuatu dikatakan sebagai tanda apabila diinterpretasikan oleh interpreter sebagai tanda. Tanda-tanda dapat berupa gerakan anggota badan, gerakan mata, mulut, bentuk tulisan, warna, bendera, bentuk dan potongan rumah, pakaian, karya seni: sastra, lukis, musik, tari, dan lain-lain yang berada di sekitar kita.

(34)

Secara etimologis, istilah semiotika berasal dari kata Yunani ”Semeion“yang berarti tanda. Wibowo (2013: 7) berpendapat bahwa tanda itu sendiri didefinisikan sebagai suatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya dan dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Tanda adalah segala sesuatu warna, isyarat, kedipan mata, objek, rumus matematika, dan lain-lain yang merepresentasikan sesuatu yang lain selain dirinya. Secara terminologis, semiotika dapat diidentifikasikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, dan seluruh kebudayaan sebagai tanda (Danesi, 2012: 6). Danesi (2012: 19) menjelaskan bahwa analisis semiotika memang sebuah ikhtiar untuk merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang perlu dipertanyakan lebih lanjut ketika kita membaca teks atau narasi tertentu. Istilah teks mengandung hal-hal seperti percakapan, huruf, ujaran, puisi, mite, novel program televisi, lukisan teori ilmiah, komposisi musik, dan seterusnya.

(35)

C. SemiotikPierceian

Konsep pemikiran semiotika salah satunya berasal dari Charles Sander Peirce (1839-1914). Teori dari Pierce sering disebut sebagai “ grand theory” dalam semiotika. Teori tersebut mengungkapkan bahwa Pierce mengidentifikasi partikel dasar dari tanda dan menggabungkan kembali semua komponen dalam struktur tunggal. Sebuah tanda atau representament menurut Pierce merupakan sesuatu yang bagi seseorang mewakili sesuatu yang lain dalam beberapa hal atau kapasitas. Sesuatu yang lain itu, oleh Pierce disebut interpretant dan pada giliranya akan mengacu pada objeknya. Charles Sander Peirce (1839-1914) juga membahas tentang teori trikotomi. Trikotomi adalah teori yang membahas mengenai tanda yaitu sign (tanda), objek, dan interpretant. Teori ini membahas hubungan tanda dengan tanda itu sendiri (sign/representament), tanda dengan objek, dan tanda dengan interpretan. Peirce mengatakan bahwa dalam semiotika terdapat hubungan yang tidak dapat dipisahkan dari ketiga unsur yang berbeda. Hubungan tersebut disebut triadik, yakni tanda atau representament(sign), objek, daninterpretant.

(36)

sedangkan simbol adalah tanda konvensional.Trikotomi ketiga adalah hubungan tanda kepada interpretan sebagai tanda tentang kemungkinan kualitatif (rheme), tentang fakta (decisign/dicentsign), dan tentang pemikiran (argument) (Peirce via Wahono dan Kustap 2007: 54).

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka teori konsep trikotomi dari Peirce dianggap tepat untuk penelitian ini, karena di dalamnya berisi pembahasan yang diperlukan untuk langkah awal dalam mencari makna yang terdapat pada tanda-tanda musikal dalam laguJalan Sunyi Bhisma.Namun agar penelitian dan analisis tidak meluas maka dalam penelitian ini hanya akan menggunakan analisis tanda berdasarkan trikotomi kedua yaitu hubungan tanda dengan objeknya.

D. Penelitian yang Relevan

1. Makna Lagu Koyunbaba (Suite Für Gitarre Op.19) karya Carlo Domeniconi: Semiotik Pierceian

(37)

2. Makna Lagu The Spirit of Kuda Lumping (In Trance) karya Iwan Tanzil: Semiotik Pierceian

Penelitian ini ditulis oleh Mardian Bagus Prakosa. Fokus dari penelitian ini yaitu pada bentuk serta struktur musik yang dituangkan komposer ke dalam lagu tersebut yang dikaji dengan tipologi semotik dari Charles Sander Pierce. Hasil penelitian menunjukan bahwa tanda-tanda yang bersifat partikular dalam teksThe Spirit of Kuda Lumping (In Trance) tidak meninggalkan pondasi dasar dari sebuah musik suita, sehingga bisa dikatakan bahwa teks The Spirit of Kuda Lumping (In Trance) ini merupakan representasi dari suita modern dengan ciri khas tersendiri.

Kedua penelitian tersebut relevan dengan penelitian ini karena sama-sama meneliti tanda-tanda dalam teks musik yaitu semiotik dari Peirce, serta kesamaan zaman dari karya yang diteliti.

E. Pertanyaan Penelitian

Puput Pramuditya menunjukan identitas tanah kelahirannya melalui karya Jalan Sunyi Bhisma. Sebuah kesenian lokal diangkat menjadi sebuah karya musik

untuk orkestra dengan struktur musik yang jarang digunakan dalam orkestra pada umumnya.

(38)

1. Bagaimana penggunaan struktur karya musikJalan Sunyi Bhisma membawa makna tertentu?

(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang memberikan gambaran mengenai keadaan atau gejala yang terjadi tanpa melepaskan objek yang diteliti dan ditelaah dengan semiotik pierceian. Hal tersebut dikarenakan data yang terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar dan bukan berupa angka-angka, seperti yang diungkapkan Bogdan dan Biklen (via Sugiyono, 2011: 13) bahwa penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif, data yang terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar sehingga tidak menekankan pada angka.

Dalam penelitian kualitatif data berasal dari dokumentasi penelitian, pengawasan, evaluasi, pengamatan pendahuluan dan pernyataan dari narasumber-narasumber yang dipercaya. Hipotesis dalam penelitan kualitatif bersifat menemukan teori bukan merumuskan atau merinci hipotesis secara jelas sebelum terjun ke lapangan.

B. Tahap-Tahap Penelitian

(40)

1. Tahap pra lapangan

Dalam tahap ini peneliti menentukan Data utama dalam penelitian ini yaitu teks partitur dari karya musikJalan Sunyi Bhisma karya Puput. Ditambah dengan data-data pendukung atau eksternal berupa video pertunjukan karya tersebut untuk kepentingan audio visual, buku-buku yang berkaitan dengan bentuk analisa musik, artikel mengenai komposisi musik serta dilakukan wawancara dengan narasumber untuk kepentingan analisis dan identifikasi karya. Selain itu, peneliti melakukan wawancara secara informal dengan pemain dan pendengar karya tersebut. Tahap pra lapangan dilakukan peneliti selama bulan Februari - April 2016.

2. Tahap pekerjaan lapangan

(41)

3. Tahap analisis data

Pada tahap ini, peneliti akan menganalisis bentuk karya tersebut yang terdiri dari 4 bagian yang masing-masing memiliki bentuk yang berbeda, struktur musik serta makna dari karya Jalan Sunyi Bhisma. kemudian memilih data yang diperlukan dan yang tidak diperlukan, setelah itu dilakukan penyajian data serta penarikan kesimpulan.

4. Tahap evaluasi dan pelaporan

Pada tahap evaluasi dan pelaporan, peneliti akan melakukan konsultasi dan bimbingan mengenai hasil penelitian tentang karya tersebut dengan dosen pembimbing yang telah ditentukan.

C. Data Penelitian

(42)

D. Instrumen Penelitian

Menurut Moleong (2000: 19), dalam penelitian kualitatif peneliti sendiri atau bantuan orang lain adalah alat pengumpul data utama. Peneliti sebagai instrumen penelitian berfungsi dalam mengambil inisiatif yang berhubungan dengan penelitian. Inisiatif ini meliputi pencarian data, pembuatan pertanyaan untuk wawancara, dan sebagai pengolah data. Berdasarkan pengertian tersebut, maka instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri.

E. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengamati, mendengarkan, dan memainkan Jalan Sunyi Bhisma karya Puput Pramuditya serta melakukan wawancara terhadap ahli. Metode yang digunakan, yaitu:

1. Observasi

Observasi merupakan peran serta atau partisipatif (participant observation). Sugiono (2010: 204) mengatakan bahwa dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Selain melakukan pengamatan, penelitian juga melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, sehingga data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan mengetahui makna dari setiap perilaku yang nampak.

(43)

lebih dalam tentang karya tersebut. Selain memainkan karya tersebut peneliti juga berperan menjadi penonton dalam pertunjukan musik yang menyajikan karya musik Jalan Sunyi Bhisma. Selain observasi dalam pertunjukan musik, peneliti juga melakukan pengamatan terhadapfullscore partiturekarya musikJalan Sunyi Bhsimakarya Puput Pramuditya.

2. Wawancara

Wawancara bertujuan untuk memperoleh data secara maksimal. Sugiono (2010: 194) mengatakan bahwa wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit.

Wawancara dapat dilakukan dengan cara terstruktur dan tidak terstruktur. Sugiyono (2010: 197) mengatakan bahwa wawancara tidak terstruktur merupakan wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya.

(44)

3. Dokumentasi

Dokumentasi dilakukan untuk menunjang data hasil penelitian. Dokumentasi merupakan bahan tertulis atau film lain dari rekaman yang dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik (Moleong, 2000: 161). Dokumentasi yang dilakukan berupa partitur karya music Jalan Sunyi Bhisma, rekaman video seorang mahasiswa Institut Seni Indonesia Yogyakarta (Puput Pramuditya), dan rekaman (audio)orkestra dalam memainkan karya tersebut.

4. Studi kepustakaan

Peneliti melakukan studi pustaka yang bertujuan untuk melengkapi data penelitian melalui penelusuran literatur mengenai analisis bentuk struktur musik dan teori tentang tanda serta makna baik berupa buku, jurnal, dan artikel dari internet untuk mendapatkan data yang menunjang penelitian ini.

F. Teknik Analisis Data

(45)

berbeda, memperdalam pemahaman terhadap data tersebut, menyajikan data, dan membuat interpretasi makna yang lebih luas terhadap data tersebut.

Data yang telah terkumpul dalam penelitian ini dianalisis dengan metode penelitian deskriptif kualitatif. Jadi data yang telah didapatkan kemudian dianalisis dan dideskripsikan dengan kenyataan yang ada, tujuannya yaitu untuk mendeskripsikan makna Jalan Sunyi Bhisma. Berikut merupakan komponen-komponen dalam analisis data di lapangan dengan model Miles dan Huberman.

1. Data Reduction(Reduksi Data)

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Seperti telah dikemukakan, semakin lama peneliti dilapangan, maka jumlah data akan semakin banyak, kompleks dan rumit. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data (Sugiyono, 2012: 247).

Dalam penelitian ini, data yang dihasilkan dari observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi dicatat dan dirangkum, memilih hal-hal yang pokok, dan mefokuskan pada hal-hal yang penting, sehingga data-data yang dirasa tidak dibutuhkan dapat dibuang agar data yang dianalisis tidak terlalu banyak dan data-datanya terfokus pada pokok permaslahan, yaitu terkait dengan makna dan struktur karya musikJalan Sunyi Bhismakarya Puput Pramuditya.

2. Data Display(Penyajian Data)

(46)

bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori,flowerchartdan sejenisnya (Sugiyono, 2012: 248).

Dalam penelitian tentang analisis makna karya musik Jalan Sunyi Bhisma karya Puput Pramuditya, setelah data hasil penelitian disajikan, maka dihasilkan bahwa analisis makna karya musik Jalan Sunyi Bhisma dibagi dalam dua bagian yaitu struktur dan makna karya musik Jalan Sunyi Bhisma. Dengan hasil tersebut maka langkah selanjutnya adalah mengelompokan struktur dan makna pada karya musikjalan Sunyi Bhsmakarya Puput Pramuditya.

3. Verification(Kesimpulan)

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya (Sugiyono, 2012:252).

Dalam penelitian ini tentang makna dalam karya musik Jalan Sunyi Bhisma karya Puput Pramuditya, setelah dilakukan Conclution Drawing, maka dihasilkan bahwa struktur meliputi; irama, melodi, harmoni, tema, dan kadens. Dan makna meliputi; tanda tipe ikon, indeks,dan symbol.

G. Validitas Data

(47)

Craswell (2010: 288), strategi ini melibatkan interpretasi lain selain interpretasi dari peneliti yang dapat menambah validitas atas hasil penelitian. Peneliti memilih teknik tanya jawab dengan sesama peneliti karena hasil penelitian dalam penelitian ini bisa dibagikan kepada peneliti lain dan mendapatkan tanggapan sertareviewdari sesama peneliti.

(48)

BAB IV

IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI TANDA YANG MEMBANGUN STRUKTUR DAN MAKNA PADA TEKSJALAN SUNYI BHISMA

A. Identifikasi dan Klasifikasi Tanda

Identifikasi dan klasifikasi tanda pada penelitian ini dilakukan dengan cara mengadaptasi jenis-jenis tanda berdasarkan hubungan objek dengan tanda yang dikemukakan oleh Pierce. Sebuah tanda atau representament menurut Pierce merupakan sesuatu yang bagi seseorang mewakili sesuatu yang lain dalam beberapa hal atau kapasitas. Sesuatu yang lain itu, oleh Pierce disebutinterpretant dan pada giliranya akan mengacu pada objeknya. Charles Sander Peirce (1839-1914) juga membahas tentang teori trikotomi. Trikotomi adalah teori yang membahas mengenai tanda yaitu sign (tanda), objek, dan interpretant. Teori ini membahas hubungan tanda dengan tanda itu sendiri (sign/representament), tanda dengan objek, dan tanda dengan interpretan. Peirce mengatakan bahwa dalam semiotika terdapat hubungan yang tidak dapat dipisahkan dari ketiga unsur yang berbeda. Hubungan tersebut disebut triadik, yakni tanda atau representament (sign), objek, daninterpretant.

(49)

Tabel 1:Identifikasi dan Klasifikasi Tanda pada TeksJalan Sunyi Bhisma

(50)

1. Makna Tanda-Tanda Tipe Ikon

Dari identifikasi dan klasifikasi pada tabel di atas, ditemukan beberapa tanda tipe ikon pada teks Jalan Sunyi Bhisma. Tanda-tanda bersama maknanya dijelaskan melalui tabel 2. Tabel ini diadaptasi dari segitiga elemen makna Peirce.

Tabel 2:Makna Tanda–Tanda Tipe Ikon

No Tanda Objek Interpretant

1. Penggunaan tanda kunci Sama dengan tanda

Tanda kunci yang dipakai dalam instrumen orkestra

.2. Penggunaan tandaPed Sama dengan tanda

4. Penggunaansolo Sama dengan

tanda

Tanda ikon nomor satu terdapat tanda kunci G, C, F, dan perkusi. Berdasarkan hubungan tanda dan objek pada tanda tipe ikon maka tanda dan objek yang dirujuk itu sama melalui simulasi. Interpretan mengacu pada range nada terendah dan tertinggi pada instrumen orkestra yang dimainkan.

(51)

Teknik Ped memiliki kesan tersendiri dan memiliki tujuan untuk merepresentasikan instrumen pada semua peristiwa Bhisma yang selalu dihadapkan pada pilihan yang sulit.

Tanda ikon nomor empat terdapat tanda solo. Penjelasan dari solo merupakan perintah untuk memainkan sendiri apa yang ada di dalam teks karya musik yang dimainkan. Biasanya terdapat dalam format besar seperti ansambel atau orkestra sehingga akan lebih terlihat perbedaan ketika bermain bersama dan bermainsoloatau sendiri.

2. Makna Tanda-Tanda Tipe Indeks

(52)

Tabel 3:Makna Tanda–Tanda Tipe Indeks No

Tanda Objek Interpretant

1. Jalan Sunyi Bhisma Mengacu pada salah satu epos pewayangan yaitu perang mahabarata

Judul lagu.

2. Puput Pramuditya Mengacu pada nama orang

4. Ritardando Tanda musik Digunakan komposer untuk memperlambat tempo permainan.

5. A tempo Tanda musik Digunakan komposer untuk mengembalikan tempo permainan.

6. Fermata Tanda musik Digunakan komposer untuk menghentikan hitungan notasi untuk sementara.

7. Similar Tanda musik Tanda agar pemain

instrument memainkan ulang birama sebelumnya.

8. Tril Tanda musik Tanda agar pemain

instrument memainkan 2 nada dengan cepat antara nada pokok dan nada tetangga atas. 9. Pizz Tanda musik Digunakan dalam instrument

gesek (teknikpizzicato).

10. Arco Tanda musik Tanda bantu untuk

memainkan kembali dengan bow. Biasanya terdapat dalam instrument gesek (Vion, Viola, Cello, C.Bass).

(53)

Mahabharata. Kisah besar dalam kitab Mahabarata adalah konflik antara Pandawa dan Kurawa berkenaan dengan sengketa hak pemerintahan di Negara Astina. Puncaknya adalah perang Barathayuda yang terjadi di padang Kurusetra selama delapan belas hari. Perang Barathayudha sering dimaknai sebagai simbolisasi kebaikan melawan kejahatan. Dalam alur peperangan dahsyat antara Pandawa dan Kurawa sesungguhnya ada sosok penting yang seringkali terlewatkan keberadaanya, yakni Bhisma. Bhisma merupakan sesepuh di Negara Astina dan ia juga merupakan kakek tiri dari kedua belah pihak yang sedang berperang, Pandawa dan Kurawa.

Tanda indeks nomer dua merupakan nama Puput Pramuditya sendiri sebagai seorang komposer. Nama seseorang dapat mengacu pada beberapa hal, yakni: tempat kelahiran, marga, agama, dll. Puput Pramuditya lahir di Yogyakarta tahun 1989. Keterangan tentang hubungan nama Puput Pramuditya dan negara kelahiran (Indonesia) diperkuat dengan arti nama Puput Pramuditya yang hanya dapat diartikan dengan bahasa Indonesia. “Puput” menurut bahasa Indonesia yaitu penghabisan dan ”Pramuditya” berasal dari bahasa Indonesia yang memiliki arti kebijaksanaan.

(54)

Tanda indeks nomor empat merupakan tanda Rit. Notasi dan tanda Rit tersebut mengacu pada hubungan eksistensi antar tanda. Notasi menunjukan nada yang dimainkan harus lebih diperlambat sedikit demi sedikit.

Tanda indeks nomer lima merupakan tanda yang mengacu pada tempo lagu. Tanda tersebut berhubungan dengan tanda indeks nomor empat. Tanda indeks nomer lima memiliki tujuan agar pemain mengembalikan tempo permainanya.

Tanda indeks nomor enam merupakan tanda fermata yang mengacu pada salah satu bagian lagu dan berfungsi untuk menghentikan hitungan untuk sementara, dan kemudian dilanjutkan kembali. Bila tanda fermata terdapat diatas sebuah nada, maka nada tersebut yang ditahan, bila fermata terdapat diatas tanda istirahat, maka istirahat itu yang ditahan, bila tanda fermata terdapat di atas garis birama/sukat, maka antara birama sebelumnya dan birama berikutnya disisipkkan waktu ”kosong”.

Tanda indeks nomor tujuh merupakan tanda yang mengacu pada permainan yang sama dengan permainan birama sebelumnya.

Tanda indeks nomor delapan merupakan tanda yang mengacu pada teknik bermain nadan dengan cepat, antara nada awal dengan nada berikutnya pada tingkat atasnya.

Tanda indeks nomor sembilan merupakan tanda yang mengacu pada teknik memetik dawai dengan jari pada instrument gesek.

(55)

3. Makna Tanda-tanda Tipe Simbol

Dari identifikasi dan klasifikasi pada tabel di atas, ditemukan beberapa tanda tipe indeks pada teks Jalan Sunyi Bhisma.Tanda-tanda bersama maknanya dijelaskan melalui tabel 4. Tabel ini diadaptasi dari segitiga elemen makna Peirce.

Tabel 4:Makna Tanda–Tanda Tipe Simbol

No Tanda Objek Interpretant disetiap akhir frase dan dan menentukan frase tersebut

Tanda musik Gabungan dari dinamika dan tempo yang memiliki tujuan

(56)

pengolahan motif repetisi/pengulangan. Tema pokok diulang-ulang dengan perkembangan ritme, melodi dan progresi. Hal ini mengacu pada pola iringan kuda lumping yang juga merupakan rangkaian repetisi/pengulangan.

Tanda simbol nomor dua merupakan penggunaan kadens. Kadens merupakan salah satu poin terpenting dalam sebuah karya, yang memiliki fungsi sebagai penanda frase tanya dan jawab dalam kalimat/periode musik. Secara umum kadens memiliki aturan. Namun, dalam karya Jalan Sunyi Bhisma, kadens tidak dinyatakan dengan cara yang konvensional. Kadens pada karya tersebut lebih menekankan kesan “selesailah sesuatu” dan kesan mengambang yang memiliki hakikat layaknya kalimat Tanya.

Tanda simbol nomor tiga merupakan tanda ekspresi. Tanda ekspresi merupakan gabungan dari tanda tempo dan dinamika. Tanda-tanda tersebut secara tidak sadar merupakan suatu presepsi yang bersifat konvensional. Jalan Sunyi Bhismamemiliki tanda ekspresi, seperti: 1)Piano,dalam bahasa indonesia berarti lembut, lemah, halus, tenang. Presepsi masyarakat tentang sesuatu yang lembut merupakan presepsi yang bersifat konvensional. Jika dikaitkan dengan cerita Jalan Sunyi Bhisma, masyarakat akan sepakat ketika iringan dan fenomena pada

(57)

merujuk pada suasana. Cressendo dalam bahasa Indonesia mempunyai arti semakin keras. Pemain orkestra sepakat bahwa semakin keras dapat diwujudkan melalui tone, duration, pitch dan volume. Kesepakatan-kesepakatan berupa kualitas (tone, duration, pitch dan volume) juga tampak pada kemunculan tanda-tanda tipe simbol yang lain, seperti:secure,maestoso, dolce,dll.

Tanda tipe simbol nomor empat merupakan tanda tempo. Tanda tempo merupakan tanda yang berhubungan dengan waktu dan memiliki satuan bpm (beat/minutes).Tempo pada karya Jalan Sunyi Bhisma adalah tempo 67 (pada bagian pertama). Secara umum, tanda tersebut bisa diartikan dalam satu menit terdapat 67 denyutan. Tempo sangat berkaitan dengan suasana suatu karya musik. Kesalahan tempo merupakan suatu kesalahan vatal yang mengakibatkan sebuah karya kehilangan jati dirinya. Pesan yang hendak disampaikan juga akan terasa kabur sebagai akibat kesalahan interpretasi dalam konteks tempo.

B. Pembahasan

1. Pembahasan Hasil Analisis pada Tanda dan Makna Tanda-Tanda Tipe Ikon

(58)

konvensional dan non-konvensional. Tanda kunci G, C, F merupakan salah satu tanda yang bersifat konvensional dan digunakan komposer sebagai tanda yang mengacu pada range nada pada instrument yang ada didalam karya musik tersebut. Hal ini diperkuat oleh penjelasan Puput Pramuditya seperti kutipan berikut.

“Di dalam karyaJalan Sunyi Bhisma ini saya menggunakan format orkestra, maka dari itu beberapa tanda kunci berbeda-beda di setiap instrumentnya. Sebagai contoh pada isntrumen flute, oboe, clarinet in bes, horn, trompet, violin 1, dan violin 2 terdapat kunci G. Instrumen midle seperti viola terdapat kunci C, dan low section seperti fagot, tuba, cello, dan contra bass terdapat tanda F).”

Kemunculan tanda tersebut menyatakan bahwa karya musik Jalan Sunyi Bhisma merupakan karya musik untuk orkestra yang merepresentasikan unsur-unsur cerita Bhisma. Salah satu unsur-unsur dari cerita Bhisma adalah iringan musik yang menggambarkan kepribadian dan situasi yang didalam cerita yang dihasilkan dari instrumen-instrumen musik didalamnya. Ada pun beberapa teknik yang dipakai, salah satunya terdapat pada instrumen piano yang terdapat tanda Ped. Teknik tersebut memiliki kesan tersendiri dan tujuan merepresentasikan instrument pada semua peristiwa Bhsima yang selalu diahadapkan pada masa yang sulit. Hal ini diperkuat oleh penjelasan Puput Pramuditya seperti kutipan berikut.

“Dengan penggunaan instrumen piano disertai teknik Ped untuk menambah durasi nada, saya bertujuan untuk memberi kesan bahwa sosok Bhisma selalu dihadapkan pada masa yang sulit.”

(59)

bahwa makna yang terbentuk dari kemunculan tanda tersebut menggambarkan pada suasana kebimbangan hati Bhisma. Hal ini diperkuat oleh penjelasan Puput Pramuditya seperti kutipan berikut.

“Saya munculkan permainan solo pada beberapa instrument dengan tujuan penggambaran suasana Bhisma dalam kebimbangan dapat tersampaikan.” 2. Pembahasan Hasil Analisis pada Tanda dan Makna Tanda-Tanda Tipe

Indeks

Dari hasil analisis di atas ditemukan enam tanda indeks. Representasi dari cerita pewayangan tokoh Bhisma dalam kelompok tanda ini beberapa mengacu pada suatu tempat dan masa sebagai objeknya. Selain itu juga ada tanda panah yang menjadi penunjuk eksistensi hubungan tanda dan objeknya. Jika semua tanda-tanda ini dihubungkan, maka tanda-tanda tersebut akan mengungkap makna-makna yang tersembunyi. Peneliti mengambil beberapainterpretantdalam pembahasan berikut ini.

1. Jalan Sunyi Bhisma merupakan karya musik yang tercipta dari salah satu komposer Indonesia.

(60)

“Karya ini mengusung tokoh Bhisma dalam perjalanan sunyinya dan di kemas menggunakan format orkestra.”

3. Era modern memicu penciptaan dan penggunaan tanda dalam teks musik. Interpretan yang terbentuk menyatakan bahwa, objek-objek yang ingin direpresentasikan oleh komposer era modern mengalami perkembangan. Banyak perkembangan objek yang tidak bisa direpresentasikan dengan penggunaan tanda yang bersifat konvensional, dalam konteks karya musik Jalan Sunyi Bhisma.

3. Pembahasan Hasil Analisis pada Tanda dan Makna Tanda-Tanda Tipe Simbol

Dari hasil analisis, ditemukan empat tanda tipe simbol. Pada tanda-tanda tipe ini, interpretant mengarah pada pengolahan motif beruparepetisi yang mengacu pada karakter Bhisma. Secara holistik,Jalan Sunyi Bhismamerupakan karya yang yang dibentuk dari struktuk pengolahan motif berupa pengulangan. Puput Pramuditya mengambil gagasan pokok berupa motif pada karakter bhisma dan dikembangkan dengan pengolahan nada,ritme, dinamika, dan lain-lain. Puput Pramuditya menyatakan bahwa bentuk musik pada karya Jalan Sunyi Bhisma merupakan bentuk musik minimalis. Hal tersebut menunjukaninterpretant bahwa Jalan Sunyi Bhismadibentuk melalui sesuatu yang bersifat minimal berupa motif pokok (minimal) yang menjadi dasar dari keseluruhan karya musik tersebut. Hal ini diperkuat oleh penjelasan Puput Pramuditya seperti kutipan berikut.

(61)

Musik memiliki frase layaknya bahasa. Frase dalam musik digolongkan menjadi dua, yaitu: frase tanya dan frase jawab. Salah satu penanda dari sebuah frase adalah kadens. Kadens dalam karya Jalan Sunyi Bhisma pada dasarnya berbeda dengan kadens dalam karya-karya musik secara umum. Interpretant menunjukan bahwa Puput Pramuditya tidak sepenuhnya mengikuti aturan-aturan kadens. Kadens diwujudkan melalui kesan mengambang (frase tanya) dan kesan ”selesailah sesuatu” (frase jawab melalui nada dan ritmis). Hal ini diperkuat oleh penjelasan Puput Pramuditya seperti kutipan berikut.

“Karya jalan sunyi bhisma menggunakan bentuk freform (musik terbuka) dengan alasan musik bersifat naratif.”

C. Analisis Struktur Dan Makna TeksJalan Sunyi Bhisma

Jalan Sunyi Bhismakarya Puput Pramuditya merupakan karya untuk orkestra dengan format orkestra simponi, karya tersebut memiliki empat bagian yaitu.

Dalam proses penulisan karya musik ini komponis lebih menekankan dan mementingkan aspek-aspek kisah Bhisma dalam tiap-tiap bagianya dan di transformasi unsure ekstra musikal menjadi unsure musikal dalam jalan cerita Jalan sunyi bhisma. Hasil analisis struktur teks Jalan Sunyi Bhismamenunjukan bahwa karya tersebut terdiri dari.

(62)

birama 13-34, b dimulai dari birama 35-55, sedangkan transisi di birama 56-71. Pada bagian B terdapat subbagian a – b. Sub bagian a terdapat di birama 72-99, kemudian b ada di birama 100-110. Bagian C terdiri dari subbagian a – b – b’ – coda. Subbagian a ada di birama 111-122, b terdapat di birama 123-130, sedangkan b’ dimulai dari birama 131-138. Terakhir adalah subbagian coda yang ada di birama 139-144.

Gerakan II yang berjudul Sumpah Sang Amba ini mempunyai bentuk tiga bagian yaitu ABC. Bagian A dimulai dari birama 1-59, bagian B adalah birama 60-96, kemudian bagian C dimulai dari birama 97-130. Bagian A terdiri dari subbagian introduksi – a – b – c – d – transisi. Subbagian introduksi terdapat di birama 1-14, subbagian a ada di birama 15-23, sub bagian b terletak di birama 24-33, subbagian c ada di birama 34-42, subbagian d terdapat di birama 43-50, sedangkan transisi ada di birama 51-59. Bagian B terdiri dari subbagian a – b. Subbagian a ada di birama 60-84, sedangkan subbagian b ada di birama 85-96.

(63)

112-115. Bagian E mempunyai subbagian a – b. Subbagian a ada di birama 116-129, dan subbagian b mulai dari birama 130-149.

Gerakan ini mempunyai bentuk 4 bagian yaitu ABCD. Bagian A ada di birama 1-44, bagian B terdapat di birama 45-72, bagian C ada di birama 73-117, dan bagian D mulai dari birama 118-154.Bagian A mempunyai subbagian a – b – transisi. Subbagian a ada di birama 1-26, subbagian b di birama 27-38, dan transisi mulai dari birama 39 -44. Bagian B mempunyai subbagian a – b – c. Subbagian a dimulai dari birama 45-54, subbagian b ada di birama 55-62, sedangkan subbagian c ada di birama 63-72. Bagian C mempunyai subbagian a – a’ – b – c – c’ – d. Sub bagian a dimulai dari birama 73-80, subbagian b ada di birama 81-88, subbagian c ada di birama 89-94, subbagian d terdapatn di birama 95-102, sedangkan subbagian d’ ada di birama 103-110, dan subbagian e ada di birama 111-117.Bagian D mempunyai sub bagian a – transisi – coda. Subbagian a dimulai dari birama 118-133, transisi ada di birama 134-141, dan coda terdapat di birama 142-154.

(64)

melodi bernuansa gelap dan kosong yang mengartikan dalam semua peristiwa Bhisma selalu dihadapkan pada pilihan yang sulit.

Gambar 1. Introduksi bag A birama 1-12 menggambarkan Bhisma selalu dihadapkan pada pilihan sulit

Pada subbagian a birama 13, muncul bunyi instrumen bassoon yang memainkan melodi tema sepanjang delapan birama yang akan dikembangkan pada bagian A selanjutnya. Instrumen cello yang dimainkan solo seakan bersahutan dengan tema awal ini menggambarkan kebimbangan hati Bhisma.

Gambar 2. Birama 13-20, bassoon dan cello mengungkapkan kebimbangan Bhisma.

(65)

Gambar 3. Melodi jembatan birama 21-22 untuk efek gemuruh.

Instrumen vibraphone juga memberi sentuhan notasi seperenam belasan ditambah seksi gesek dengan memainkan teknik tremolo membuat efek gemuruh yang masih samar.

Gambar 4. Efek gemuruh pada jembatan birama 21-22.

(66)

bassoon. Ditambah dengan counter melodyyang dimainkaninstrumen frenc horn, piano yang bermain dengan notasi seperenam belasan, dan nada panjang seksi gesek dengan register rendah, penulis berharap suasana kebimbangan akan semakin terasa. Di gerakan ini juga, lebih tepatnya di birama 25 instrumen oboe mengimitasi motif dari vibraphone yang diulang dua kali dengan pengembangan ritmis di pengulangan kedua.

(67)

Gambar 6. Birama 31-34 Melodi Instrumen Tiup yang Bersifat Tegang.

Gambar 7. Birama 31-34 melodi seksi gesek dan piano sebagai penguat ketegangan

Pada subbagian b birama 35-42, klarinet dan cello mengadaptasi tema awal yang kembali dimainkan tetapi dengan pengembangan ritme dan variasi melodi.

(68)

Notasi 9.

Gambar 9. Birama 35-38, ritme yang membuat efek lebih bergejolak Sama seperti di bagian sebelumnya, terdapat jembatan empat birama di birama 43-46. Kali ini melodi untuk jembatan dimainkan flute dan oboe kemudian disambung dengan piano dan vibraphone yang mengimitasi melodi yang sebelumnya dimainkan piano sebagai melodi pendamping untuk klarinet dan cello.

Namun seksi tiup logam secara bersamaan membunyikan nada panjang dengan akor A minor ditambah seksi gesek yang mengolah aksen dan spiccato membuat suasana jembatan ini lebih emosional daripada sebelumnya.

Gambar 10. Birama 33-34, suasana emosional sebagai jembatan untuk tensi yang lebih tinggi.

(69)

yang masuk di bagian ini seperti menyahut melodi utama, kemudian oboe dan bassoon juga ikut masuk dan menyahut seperti yang dilakukan flute dan glockenspiel. Kontrabas yang tetap memainkan notasi seper empatan di bagian ini terdengar lebih jelas karena dibantu oleh cello yang memainkan nada seper delapanan. Suasana kebimbangan dan gejolak terkesan lebih naik dibantu dengan tuba yang mendobeli kontrabas.

Pada birama 54-55 terdapat kenaikan tempo ke moderato dengan seksi gesek yang juga mengalami kenaikan dinamik dari agak keras ke keras. Timpani dan snare yang memainkan roll seakan menambah gemuruh gejolak di hati Bhisma.

Pada birama 56-65 muncul suasana baru yang berbeda dari yang sebelumnya. Di bagian ini ada instrumen xylophone yang terus memainkan motif yang sama dan diulang-ulang. Kontrabas memainkan nada seper empatan yang kali ini ditambah dengan aksen. Cello, biola alto, biola 1, dan biola 2 masuk satu per satu dengan ritme yang sama dengan snare. Keluarga tiup logam juga masuk satu per satu dimulai dari horn, trumpet, kemudian trombone. Flute yang memainkan seperenam belasan tetap menggambarkan kebimbingan yang kian bergejolak dalam hati Bhisma. Bagian ini merupakan transisi untuk masuk ke bagian B

(70)

Gambar 11. Birama 66-68, motif sebagai wujud pergolakan hati Bhisma yang akan terus dipakai.

Pada bagian B ini biola 1, biola 2 dan biola alto bermain nada yang diulang dengan ritme triplet untuk menimbulkan ketegangan dan pergolakan batin di antara dua pilihan. Permainan dinamik sangat terasa di bagian ini. Sedangkan instrumen kontrabas dan cello berfungsi sebagai penguat.

Gambar 12. Bagian B, seksi gesek untuk efek pergolakan bathin yang mencapai puncak.

(71)

Gambar 13. Birama 100, glockenspiel dan vibraphone

Kemudian pada subbagian b ini masuk instrumen cello memainkan nada yang menakutkan untuk menggambarkan sumpah Bhisma dan sebagai tanda masuknya Bhisma ke dalam bagian pertama jalan kehidupannya yang sunyi. Masuknya instrumen flute menambah kesan misterius, tegang, tetapi sunyi.

Gambar 14. Cello menggambarkan kesunyian jalan kehidupan Bhisma pada birama 101-110.

Kemudian pada bagian C subbagian a, penulis ingin mengekspresikan Bhisma yang telah berhasil mengalahkan rasa kebimbangan, emosi, dan pergolakan bathinnya dengan masuknya seksi gesek dan tiup kayu yang memainkan nada-nada panjang yang bernuansa mayor.

(72)

Gambar 15. Nada panjang seksi gesek yang mengekspresikan kebebasan Bhisma dari sifat duniawi pada birama 111-116.

Gambar 16. Motif awal kembali diulang di birama 123-129 sebagai wujud perasaan yang ikhlas

Masuknya seksi tiup logam pada bagian ini memberi efek lebar, terbuka dan tegas yang mengibaratkan keteguhan hati Bhisma dalam mengambil keputusan untuk memberikan takhtanya.

(73)

Kemudian di akhir gerakan pertama ini adalah subbagian coda, yang hanya berisi biola 1 dengan nada A yang ditahan, kemudian instrumen flute memainkan melodi misterius. Diakhiri dengan akord augmented menunjukkan bahwa jalan kesunyian Bhisma belum berakhir dan masih ada beberapa peristiwa yang akan dilaluinya dengan jalan yang sunyi kembali.

Gambar 18. Birama 139-144, biola 1 dan flute dan diakhiri akord augmented menggambarkan jalan kesunyian Bhisma belum berakhir.

(74)

Gambar 19. Seksi gesek dengan ritme statis dan aksen membuat nuansa tegang pada birama 1-10.

Gambar 20. Birama 12-14, seksi tiup kayu dan logam membuat suasana perasaan campur aduk.

(75)

Gambar 21. Melodi kekecewaan Amba yang dimainkan piano pada birama 15-23. Subbagian b masih menggambarkan tentang kekecewaan yang sangat dalam yang dialami oleh Amba. Kali ini melodi tersebut dimainkan instrumen cello dan hanya diiringi piano saja. Solo cello yang bermain di bagian ini terdenganr menyayat sesuai dengan warna suaranya yang memang mempunyai kesan sendu ketika memainkan melodi minor dengan tempo lambat. Penulis memilih menggunakan modulasi jarak kwint dikarenakan warna suara cello yang akan terasa lebih sendu di nada tinggi.

Gambar 22. Melodi kekecewaan yang dimainkan oleh cello membuat nuansa lebih sendu pada birama 24-33.

Pada subbagian c motif yang sama kembali diulang, hanya saja pada sub bagian ini ditambah dengan counter melody yang dimainkan seksi cello dan melodi dimainkan oleh flute dan oboe. Membuat tensi sedikit lebih tinggi dari sebelumnya.

Notasi 23.

(76)

Di subbagian d, motif kekecewaan dimainkan oleh biola 1 dengan pendobelan jarak oktaf sehingga membuat melodi semakin tebal. Modulasi jarak sekonde dipakai untuk memberi kesan naiknya tensi, selain itu blok akord dari seksi gesek juga menambah nuansa kekecewaan yang semakin meningkat.

Gambar 24. Cuplikan melodi kekecewaan dengan emosi yang tinggi dimainkan oleh seksi gesek dengan dinamik forte pada birama 43-50.

Kemudian masuk pada subbagian transisi yang merupakan jembatan untuk masuk kepada situasi sulit yang dirasakan Bhisma ketika dihadapkan pada masalah Amba yang akhirnya memintanya untuk menikah. Biola 1 yang memainkan motif seper delapanan dimulai dari tempo adagio kemudian bertambah cepat lalu tiba-tiba muncul seksi tiup logam sebagai tanda akan dimulainya pergolakan bathin yang dialami Bhisma.

Gambar 25.Cuplikan transisi di birama 52-59 untuk menuju sebuah titik pergolakan bathin yang dialami Bhisma

(77)

timpani dan snare yang memainkan nada-nada seper enam belasan, interlocking xylophone dan vibraphone, dan juga aksen pada seksi gesek membuat efek semakin keruh dan bergemuruh. Cymbal dan grand cassa yang memberi sentuhan aksen menambah kesan keruh semakin tebal.

Gambar 26. Cuplikan pergolakan bathin yang kembali dialami oleh Bhisma pada birama 60-81dengan motif utama di seksi tiup logam.

(78)

Gambar 27. Birama 82-83 titik puncak pergolakan bathin Bhisma

(79)

Gambar 28. Cuplikan ketegangan Bhisma saat mendengar sumpah Amba pada birama 85-94.

(80)

Gambar 29. Instrumen tiup kayu memainkan nada-nada kesedihan dan penyesalan Bhisma di birama 97-112

Gambar 30. Nada panjang seksi tiup logam yang menggambarkan kesedihan Bhisma yang tak bisa menikahi Amba karena terhalang dinding sumpahnya

sendiri, birama 113-114.

(81)

Gambar 31. Seksi gesek menggambarkan penantian Bhisma akan karmanya birama 115-123.

Gambar 32. Birama 115-123, flute dan klarinet memainkan melodi ekspresi ketegaran Bhisma dalam menanti karmanya.

Kemudian pada subbagian c menggambarkan Bhisma yang menanti karmanya dalam kesendirian. Digambarkan dengan melodi yang sama dengan ketegaran Bhisma tetapi kali ini hanya dimainkan oleh cello dan kontrabas dengan tehnik pizzicato dan diiringi roll timpani dengan dinamika lembut dan semakin lama semakin menghilang.

Gambar 33. Birama 125-130, ekspresi kesendirian Bhisma dalam menanti karmanya

(82)

berbeda dari bagian sebelumnya. Nada-nada disonan dengan jarak tritonus dengan balutan akord augmented akan sering muncul di beberapa bagian.

Dimulai dari instrumen cello dan bass yang memainkan nada D-Eb (mi-fa) yang diulang selama empat bar membuka suasana dilema yang dialami Bhisma dengan melodi dari xylophone dengan nada pentatonis yang memberi kesan bimbang.

Gambar 34. Introduksi suasana dilema yang dialami Bhisma birama 1-4 Kemudian cello dan kontrabas melanjutkan dengan nada panjang mengiringi biola alto yang memainkan nada seper delapanan dengan banyak nada kromatis, french horn dan trombone yang bergantian memainkan motif yang sama secara tiba-tiba dalam suasana yang masih lembut membuat aksen dalam kebimbangan Bhisma.

(83)

Gambar 35. Sedikit aksen emosional dalam kebimbangan Bhisma ada di birama 5-7

Gambar 36. Jembatan menuju tensi yang lebih tinggi birama 7-10

(84)

perasaan damai ketika merasa bahwa dilema ini merupakan wujud perhatian dari Sang Pencipta kepadanya.

Gambar 37. Suasana tegang yang dibuat oleh seksi gesek sebagai wujud dilema Bhisma di birama 11-18.

(85)

Gambar 38. Menggambarkan pelepasan Bhisma akan kebimbangannya sebagai wujud penyerahan diri kepada Sang Pencipta, birama 21-40.

(86)

Gambar 39. Menggambarkan perenungan Bhisma yang lama dan semakin mencapai puncaknya di birama 41-48.

(87)

Gambar 40. Birama 49-52, biola 2 dan kontrabas ketegangan Bhisma dalam perenungan mengingat kedua belah pihak adalah cucunya

Muculnya seksi gesek dengan harmoni minor berdinamik crescendo – decrescendo dan tetap dengan biola 2 yang bermain ritme seper enam belasan, membuat nuansa semakin tegang dalam bayangan ketakutan akan pertempuran dahsyat antar saudara.

Gambar 41. Birama 53-56, seksi gesek menggambarkan Bhisma yang sedang tegang dalam bayangan ketakutan terhadap perang Bharatayuda.

(88)

Notasi 42. Variasi motif biola 1 membuat emosi ketakutan lebih tinggi Di bagian C pada subbagian a birama 66-83 ini, digambarkan interpretasi penulis yang meyakini bahwa Bhisma terlihat membela Kurawa namun bukan Kurawa yang sebenarnya dia bela namun Hastinapura. Dibuat dengan harmoni minor dengan iringan nada panjang dari cello dan kontrabas kemudian vibraphone dengan warna suara yang samar kemudian biola 1, biola 2 dan biola alto secara beruntun bermain melodi dengan notasi seper delapanan yang tidak jelas antara beat 1 denganbeat2, 3, atau 4. Ditambah dengan aksen dari timpani, grand cassa, dan piano yang seakan berada di beat pertama, padahal aksen tersebut tidak berada dibeatpertama.

Gambar 43. Interpretasi penulis tentang Bhisma yang terlihat membela Kurawa namun sebenarnya tidak pada birama 66-83.

(89)

Bagian D di subbagian a seksi gesek secara terus menerus bermain notasi seper enam belasan dengan aksen dan dinamik keras sebagai pengiring untuk melodi yang dimainkan biola 1, klarinet, bassoon di register rendah seakan bernuansa hitam yang menggambarkan sosok Bhisma yang akhirnya dikenal orang sebagai seorang yang bersifat hitam seperti para Kurawa yang dibelanya saat perang Bharatayuda terjadi.

Gambar 44. Subbagian transisi, tensi bertambah naik birama 87-91

Gambar 45. Seksi gesek pada bagian D birama 96-99 yang menggambarkan Bhisma sebagai sosok hitam di mata orang banyak.

(90)

Gambar 46. Menggambarkan sosok Bhisma yang lekat dengan Kurawa dan bersifat angkara murka pada birama 102-105.

Akhir dari bagian D ini adalah di sub bagian b yang menceritakan tentang Bhisma yang tersamar sebagai pihak hitam atau putih dalam menentukan pilihan untuk membela pihak Kurawa dalam perang Bharatayuda namun juga merestui Pandawa. Dilukiskan dengan tabrakan motif seksi tiup kayu dengan nada disonan di seksi tiup logam dan tremolo pada seksi gesek yang keruh dan bergemuruh dengan akhir bagian akor augmented.

Gambar

Tabel 1: Identifikasi dan Klasifikasi Tanda pada Teks Jalan Sunyi Bhisma
Tabel 2: Makna Tanda–Tanda Tipe Ikon
Tabel 4: Makna Tanda–Tanda Tipe Simbol
Gambar 5. Birama 23-30 Pengembangan Motif Tema Awal oleh Klarinet
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan tabel 6, dari hasil uji statistik didapatkan nilai rata-rata penurunan intensitas dismenorea pada kelompok kontrol sebelum tanpa diberikan kombinasi taumaherbal

Anda boleh mengulang sesring yang anda perlukan dan bandingkan antar sampel Urutkan sampel dari yang paling anda sukai (=4) hingga sampel yang paling anda

Pada penulisan ini dirancang sebuah aplikasi yang dapat menampilkan peta, dimana peta tersebut memiliki banyak informasi beserta sejarah tentang tempat-tempat

Membuat algoritma merupakan langkah yang penting dalam membuat program komputer, karena pada langkah ini pemrogram harus membuat pola pikir yang terstruktur yaitu berisi

Seperti pertunjukan musik Campursari atau Dangdut di dalam sebuah acara hajatan pernikahan, pertunjukan Reog, dan beberapa acara lainnya, pada setiap acara tersebut disikapi

Keputusan pembelian konsumen terhadap Honda vario 125 di PT Adira Dinamika Multifinace berada pada level yang tinggi terbukti dengan hasil positif dari kuesioner yang diberikan

Audit atas laporan keuangan ini adalah suatu bentuk jasa atestasi di mana auditor mengeluarkan laporan tertulis yang menyatakan pendapat tentang apakah

Berdasarkan hasil penelitian tindakan yang telah dilakukan oleh peneliti, maka dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran cooperatif learning tipe jigsaw