• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sasaran Meningkatnya Kualitas Analisis Ketersediaan dan akses Pangan, dan Penanganan Rawan Pangan

Dilihat dari indicator jumlah provinsi yang melaksanakan panel, capaiannya mencapai 100 persen. Namun demikian dari sisi pelaksanaanya terdapat bebarapa permasalahan, seperti::

a. Kurangnya pembinaan enumerator oleh daerah, sehingga enumerator kurang intensif dalam mengirim data melalui SMS,

b. Adanya satuan pengukuran yang belum seragam, khususnya untuk data stok,

c. BKP provinsi dan kabupaten belum memanfaatkan data panel untuk bahan perumusan kebijakan di daerah masing-masing secara optimal

Guna mengatasi berbagai permasalahan tersebut, telah dilakukan berbagai upaya antara lain:

a. Mengirimkan hasil rekapitulasi absensi ke provinsi dan melakukan kegiatan validasi data langsung ke enumerator;

b. Melakukan koordinasi dengan BKP daerah, sekaligus pembinaan terhadap enumerator;

Memberikan pencerahan tentang analisis dan pelaporan kepada petugas daerah pada acara-acara apresiasi, workshop yang dilakukan oleh Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan atau oleh BKP daerah.

3. Sasaran Meningkatnya Kualitas Analisis Ketersediaan dan akses Pangan, dan Penanganan Rawan Pangan

Guna mencapai sasaran ini, diukur Sasaran tersebut dicapai dengan mengukur lima indikator kinerja. Pencapaian dari masing-masing indikator kinerja dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel III.7. Pengukuran Pencapaian Sasaran Meningkatnya Kualitas Analisis Ketersediaan dan Akses Pangan, dan Penanganan Rawan Pangan Tahun 2011

Indikator Kinerja Target Realisasi %

a. Jumlah propinsi yang menindaklanjuti hasil analisis ketersediaan pangan

33 33 100

b. Jumlah alternative pengembangan akses pangan masyarakat

2 2 100

c. Jumlah propinsi yang melakukan penanganan rawan pangan berdasarkan hasil analisis SKPG dan

melakukan intervensi rawan pangan transien

33 29 87,88

d. Jumlah kab/kota yang melakukan intervensi

penanganan rawan pangan berdasarkan hasil analisis SKPG

400 230 57,50

e. Jumlah desa rawan pangan yang menjadi mandiri 221 221 100

Indikator kinerja sasaran ini telah terealisasi diatas 85 persen, kecuali indikator sasaran ”Jumlah kab/kota yang melakukan intervensi penanganan rawan pangan berdasarkan hasil analisi SKPG” yang terealisasi 57,50 persen atau 230 kelompok dari target 400 kelompok. Kecilnya realisasi tersebut dikarenakan (a) Daerah tidak optimal dalam melaksanakan dan memanfaatkan hasil analisi SKPG; (b) Provinsi dan Kabupaten tidak melakukan penyusunan juklak dan juknis; (c) Tidak terbentuk Tim Investigasi di beberapa daerah; (d) Tingginya tingkat mutasi aparat sehingga petugas sering berganti; dan (e) Pencairan tidak sesuai RUK. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa :

a. Jumlah propinsi yang menindaklanjuti hasil analisis ketersediaan pangan sebanyak 33 provinsi atau mencapai 100 persen.

b. Jumlah alternatif pengembangan akses pangan masyarakat sebanyak 2 dokumen atau mencapai 100 persen;

c. Jumlah propinsi yang melakukan penanganan rawan pangan berdasarkan hasil analisis SKPG dan melakukan intervensi rawan pangan transien sebanyak 29 provinsi atau 87,88 persen dari target 33 provinsi;

d. Jumlah kab/kota yang melakukan intervensi penanganan rawan pangan berdasarkan hasil analisis SKPG sebanyak 230 kab/kota atau 57,50 persen dari target 400 kab/kota;

Kegiatan Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan dilaksanakan dengan menggunakan anggaran sebesar Rp. 171,56 milyar dengan relisasi Rp. 158,07 milyar atau 92,14 persen terdiri dari Rp. 61,86 milyar untuk dana bansos yang dialokasikan ke daerah dengan realisasi Rp. 58,06 milyar atau 93,85 persen dan sisanya untuk melaksanakan berbagai kegiatan terkait pelaksanaan Desa Mapan di Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan; dan untuk pelaksanaan kegiatan pendukung Apresiasi Analisis Ketersediaan Pangan.

Perkembangan Desa Mandiri Pangan sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2011 yaitu : Jumlah Desa Mandiri Pangan yang dibangun selama 5 tahun pelaksanaan sejak tahun 2006 hingga 2011 sebanyak 2.851 desa di 399 kabupaten/kota pada 33 provinsi atau terealisasi 111,8 persen dari rencana 2.550 desa, terdiri dari :

a. Tahun 2006 sebanyak 250 desa di 122 kabupaten pada 30 propinsi, pada tahun 2009 sudah masuk dalam tahap Kemandirian, dan dijadikan Desa Inti dalam Gerakan Kemandirian Pangan (Gema Pangan) untuk membina 3 desa rawan pangan di sekitarnya menjadi Desa Replikasi;

b. Tahun 2007 sebanyak 354 desa di 58 kabupaten pada 32 propinsi, pada tahun 2010 sudah masuk dalam tahap Kemandirian, untuk selanjutnya dijadikan Desa Inti untuk melaksanakan Gema Pangan;

c. Tahun 2008 sebanyak 221 desa di 21 kabupaten pada 32 propinsi, sudah masuk dalam tahap Pengembangan;

d. Tahun 2009 sebanyak 349 desa di 74 kabupaten pada 33 propinsi, masuk dalam tahap Penumbuhan; dan

e. Tahun 2010 sebanyak 466 desa di 106 kabupaten pada 33 provinsi, dan f. Tahun 2011 sebanyak 262 desa di 18 kabupaten/kota pada 33 provinsi

Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, jumlah desa pelaksana Demapan tahun ini lebih banyak daripada sebelumnya. Kegiatan Pengembangan Demapan dilaksanakan secara bertahap selama 5 tahun sejak tahun 2006. Pada tahun 2011, jumlah desa pelaksana Demapan telah bertambah menjadi 1.994 desa dari sebelumnya 1.174 desa pada tahun 2009. Pada tahun 2010, sejumlah 122 desa bentukan tahun 2006 telah menjadi desa inti dan replikasi dan 128 desa telah dalam proses gerakan, serta 354 desa telah memasuki tahap kemandirian. Secara lebih terperinci, dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel III.8. Perkembangan Jumlah Lokasi dan Anggota Pengembangan Demapan Tahun 2006 – 2011

Tahun Posisi Tahap Pembangunan

Lokasi Jumlah KK Kelompok Afinitas Jumlah Bantuan Modal Usaha (Rp.000) Pro-vinsi Kabu-paten Desa KK KK Miskin KK % 2006 Gerakan 30 122 250 459.869 240.097 52,21 25.000.000 2007 Gerakan 32 180 354 467.514 242.825 51,94 35.400.000 2008 Kemandirian 32 201 221 61.232 31.326 51,16 22.100.000 2009 Pengembangan 33 275 349 61.082 27.922 45,71 34.900.000 2010 Penumbuhan 33 350 829 92.272 41.970 45,48 50.890.000 2011 Persiapan 33 399 838 93.274 42.426 45,49 44.230.000 Jumlah

Sumber : Laporan Akhir Desa Mapan Tahun 2011 D. Evaluasi Kinerja Tahun 2011

Berdasarkan hasil evaluasi kinerja sasaran dan kegiatan, dilakukan pula evaluasi kinerja secara umum guna memberikan penjelasan tentang berbagai hal yang mendukung keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan suatu kegiatan melalui :

a. Analisis efisiensi kegiatan dengan membandingkan antara output dengan input, baik untuk rencana maupun realisasi;

b. Pengukuran/penentuan efektivitas kegiatan yang menggambarkan tingkat kesesuaian antara tujuan dengan hasil, manfaat, atau dampak.

Keberhasilan kinerja kegiatan berdasarkan hasil evaluasi dan pengukuran kinerja kegiatan tersebut, kemudian dianalisis dengan cara membandingkan: (a) kinerja yang telah dilaksanakan atau kinerja nyata dengan kinerja yang direncanakan; (b) kinerja nyata dengan standar atau hasil capaian kinerja kegiatan yang sama pada lembaga lain; dan (c) kinerja nyata dengan kinerja tahun sebelumnya.

a. Kinerja Nyata Dengan Kinerja Tahun Sebelumnya

Secara umum, kinerja kegiatan BKP tahun 2011 sudah lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya selama periode 2005 - 2010. Hal ini terlihat dari berbagai hal berikut:

(1) Sebagian besar hasil/outputs kegiatan bernilai di atas 90 persen, serta sebagian besar indikator kinerja sudah terukur dengan lebih baik dari tahun sebelumnya, dengan nilai capaian rata-rata 95,35 persen;

(2) Hasil pengukuran indikator sasaran tahun 2011 menunjukkan, bahwa sebagian besar sasaran tahun 2011 telah terealisasi 100 persen. Hal ini diperkirakan karena meningkatnya efektivitas dan efisiensi pelaksanaan kinerja Badan Ketahanan Pangan dari tahun sebelumnya.

(3) Dari aspek ketahanan pangan tampak bahwa:

(a) Ketersediaan pangan dari produksi domestik adalah produksi dikurangi kebutuhan untuk pakan, benih/bibit dan tercecer. Perkembangan ketersediaan komoditas pangan penting selama kurun waktu tahun 2007 – 2011 menunjukkan bahwa ketersediaan beberapa komoditas meningkat, yaitu beras sebesar 3,28%, jagung 7,20%, kedelai 11,39%, ubi kayu 4,19%, ubi jalar 3,67%, sayuran 4,80%, buah-buahan 4,61%, minyak goreng (sawit) 4,68%, daging sapi sebesar 7,32%, daging ayam 5,58%, susu 13,86% dan ikan 9,66%. Peningkatan ketersediaan komoditas tersebut di atas disebabkan oleh produksi yang cenderung meningkat setiap tahunnya. Sedang perkembangan ketersediaan komoditas kacang tanah, gula dan telur mengalami penurunan masing-masing sebesar 3,59%, 0,88%, dan 0,38%. Penurunan ketersediaan ini disebabkan oleh menurunnya produksi, terlihat pada tabel III.11 berikut.

Tabel III.11. Pertumbuhan Ketersediaan Komoditas Pangan Penting Komoditas Nabati dan Hewani Tahun 2007 – 2011

(000 Ton)

No Komoditas Tahun Pertumb.

(%) '10-'11 Pertumb. (%) '07-'11 2007 2008 2009 2010 2011 (III) 1 Beras 32.371 34.166 36.207 37.371 36.762 (1,63) 3,28 2 Jagung 11.709 14.379 15.536 16.150 15.183 (5,99) 7,20 3 Kedelai 538 704 884 823 789 (4,08) 11,39 4 Kacang tanah 717 700 707 708 615 (13,13) (3,59) 5 Ubi kayu 19.163 20.858 21.129 22.930 22.495 (1,90) 4,19 6 Ubi jalar 1.660 1.656 1.811 1.805 1.912 5,92 3,67 7 Sayuran 9.077 9.634 10.203 10.278 10.940 6,44 4,80 8 Buah-buahan 16.475 17.352 17.954 14.909 18.873 26,58 4,61 9 Minyak goreng (sawit) 11.773 11.690 12.879 13.850 14.087 1,71 4,68 10 Gula 2.424 2.642 2.495 2.341 2.323 (0,80) (0,88) 11 Daging sapi 242 279 291 311 319 2,73 7,32 12 Daging ayam 714 744 774 850 886 4,30 5,58 13 Telur 1.260 1.221 1.195 1.250 1.239 (0,90) (0,38) 14 Susu 479 545 743 767 782 2,04 13,86 15 Ikan 7.003 7.530 8.344 9.079 10.121 11,48 9,66 Data diolah BKP

(b) Ketersediaan pangan penting yang mengalami peningkatan pada tahun 2011 dibandingkan dengan tahun 2010, yaitu ketersediaan ubi jalar 5,92%, sayuran 6,44%, buah-buahan 26,58%, minyak goreng (sawit) 1,71%, daging sapi 2,73%, daging ayam 4,30%, susu 2,04% dan ikan 11,48%. Peningkatan ketersediaan komoditas tersebut disebabkan oleh meningkatnya produksi dibandingkan tahun 2010. Sedangkan ketersediaan yang mengalami penurunan, yaitu beras 1,63%, jagung 5,99%, kedelai 4,08%, kacang tanah 13,13%, ubi kayu 1,90%, telur 0,90%, dan gula 0,80%. Penurunan ketersediaan ini

disebabkan oleh menurunnya produksi dibandingkan tahun 2010 seperti terlihat pada tabel III.12 berikut

Tabel III.12. Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Komoditas Nabati dan Hewani Tahun 2007 – 2011

(000 Ton) No Komoditas Tahun Pertumb. (%) '10-'11 Pertumb. (%) '07-'11 2007 2008 2009 2010 2011 (III) 1 Padi (gabah) 57.157 60.326 64.399 66.469 65.385 (1,63) 3,47 2 Jagung 13.288 16.317 17.630 18.328 17.230 (5,99) 7,20 3 Kedelai 593 776 975 907 870 (4,08) 11,39 4 Kacang tanah 789 770 778 779 677 (13,13) (3,59) 5 Ubi kayu 19.988 21.757 22.039 23.918 23.464 (1,90) 4,19 6 Ubi jalar 1.887 1.882 2.058 2.051 2.172 5,92 3,67 7 Sayuran 9.455 10.035 10.628 10.706 11.396 6,44 4,80 8 Buah-buahan 17.117 18.028 18.654 15.490 19.608 26,58 4,61

9 Minyak goreng (sawit) 12.061 11.976 13.195 14.189 14.432 1,71 4,68

10 Gula 2.448 2.668 2.520 2.364 2.345 (0,80) (0,88) 11 Daging sapi 339 393 409 436 448 2,73 7,32 12 Daging ayam 1.296 1.350 1.405 1.542 1.588 2,93 5,24 13 Telur 1.382 1.324 1.302 1.362 1.372 0,74 (0,12) 14 Susu 568 647 882 909 928 2,04 13,86 15 Ikan 8.238 8.858 9.817 10.681 11.907 11,48 9,66 Data diolah BKP

(c) Kasus kerawanan pangan dan gizi masyarakat yang terjadi di berbagai daerah, diperkirakan telah berkurang dengan adanya Pengembangan Demapan yang dilaksanakan periode 2006 – 2011 . Pengembangan Demapan telah mengentaskan kemiskinan dan kerawanan pangan sekitar 11.404 kelompok masyarakat yang tersebar di 2.851 desa pada 399 kabupaten/kota rawan pangan di 33 propinsi secara bertahap dari tahap persiapan, penumbuhan, pengembangan, kemandirian, desa inti dan replikasi (Tabel III.8);

(d) Dalam rangka menjaga stabilitas harga pangan, terutama gabah/beras dan jagung, telah dilaksanakan kegiatan Penguatan-LDPM sejak tahun 2009. Sampai bulan Desember 2011, sudah dibina 984 Gapoktan: (1) tahap pengembangan dibangun tahun 2009 sebanyak 237 Gapoktan, berkurang satu Gapoktan dari sasaran karena masalah internal Gapoktan; dan (2) tahap penumbuhan dibangun tahun 2010 sebanyak 235 Gapoktan, sedangkan tahap kemandirian sebanyak 512 Gapoktan.

(e) Pada Tabel III.13 terlihat bahwa tingkat ketersediaan energi dari tahun 2007 sampai 2011 setiap tahunnya sudah melebihi anjuran sebesar 2.200 kkal/kapita/hari, sedangkan pertumbuhan ketersediaan energi selama 5 tahun rata-rata sebesar 4,22% per tahun. Pada tahun 2007 tingkat ketersediaan energi berdasarkan NBM sebesar 3.358 kkal/kapita/hari, yang menunjukkan bahwa jumlah tersebut sudah melebihi sebesar 1.158 kkal/kapita/hari (52.64%) dari jumlah energi yang dianjurkan. Tahun 2008 tingkat ketersediaan energi berdasarkan NBM sebesar 3.382 kkal/kapita/hari, yang menunjukkan bahwa jumlah tersebut sudah melebihi sebesar 1.182 kkal/kapita/hari (53,73%) dari jumlah energi yang dianjurkan. Tahun 2009 tingkat ketersediaan energi berdasarkan NBM sebesar 3.320.

Tabel III.13 Perkembangan Ketersediaan Energi dan Protein Per Kapita Per Hari Berdasarkan Neraca Bahan Makanan Tahun 2007 – 2011

Tahun

Energi Protein

kkal/kapita/hari (gram/kapita/hari) Nabati Hewani Jumlah Nabati Hewani Jumlah

2007 3.220 138 3.358 65,60 14,48 80,08 2008 3.243 138 3.382 69,41 15,04 84,45 2009 3.176 144 3.320 71,96 15,78 87,75 2010 3.414 161 3.574 75,56 17,76 93,32 2011 3.782 162 3.944 71,61 18,13 89,74 Pertumbuhan (%) 4,23 4,19 4,22 2,31 5,85 2,97 Keterangan: 2009 Angka Tetap, 2010 Sementara, 2011 Perkiraan

(f) Dalam hal koordinasi ketahanan pangan, BKP selaku Sekretariat DKP telah memiliki mekanisme baku, dengan menempatkan lembaga DKP untuk melakukan koordinasi fungsional. Kegiatan koordinasi nasional melibatkan para Ketua dan Sekretaris DKP dalam Sidang Regional DKP Kabupaten/Kota dan Konferensi DKP. Sidang Regional dan Konferensi DKP merupakan forum nasional yang melibatkan daerah untuk membangun komitmen para kepala daerah terhadap pembangunan ketahanan pangan di daerahnya. (g) Dari aspek anggaran menunjukkan, bahwa alokasi anggaran pada tahun 2011 senilai Rp.

628,97 milyar, telah digunakan Rp.560,94 milyar atau 89,19 persen. Kemampuan penyerapan anggaran tersebut berkurang atau turun 2,30 persen dari tahun 2010, sehingga sisa anggaran tahun 2011 lebih berkurang 197,13 milyar atau 54,18 persen dari tahun 2010, seperti tertera pada Tabel III.14 berikut.

Tabel III.14. Perbandingan Alokasi dan Realiasi Penyerapan Anggaran BKP KementerianPertanian pada TA.2010 dan 2011

Tahun Alokasi (Rp) Realisasi Penyerapan Sisa Anggaran

Rp. % Rp. %

2010 397,683,500,000 363,828,369,522 91,49 33,855,130,478 8,51 2011 628.970.000.000 560.954.862.661 89.19 68.015.137.339 11,00 Jumlah 1.026.653.500.000 924.783.232.183 90,08 101.870.267.817 9,92

Pertumbuhan (%) (0,58) 0,54 (0,03) 1,01 0,29

b. Kinerja Suatu Instansi Dengan Kinerja Instansi Lain Yang Unggul Di Bidangnya Ataupun Dengan Kinerja Sektor Swasta; Dan Kinerja Nyata Dengan Kinerja Di Negara-Negara Lain Atau Dengan Standar Internasional

Pengukuran kinerja instansi dengan kinerja instansi lain atau kinerja sektor swasta yang unggul di bidangnya, belum dapat disandingkan karena adanya berbagai perbedaan antara lain: dalam sistem/mekanisme penganggaran/pendanaan kegiatan, organisasi, ketentuan/peraturan yang diterapkan, dan lainnya. Namun demikian, dalam lima tahun terakhir, BKP dan Sekretariat DKP telah menghasilkan beberapa hal yang menonjol secara nasional, antara lain:

(1) Penyediaan bahan perumusan kebijakan ketahanan pangan, untuk: (a) Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002; (b) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009; (c) Kebijakan perberasan yang dituangkan dalam Inpres Nomor 3 Tahun 2007 dan Nomor 8 Tahun 2008 serta Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2009, dan Permentan Nomor 38 Tahun 2007 serta Nomor 06/Permentan/Ot.140/I/ 2009; (d) Perpres Nomor 22 Tahun 2009 tentang Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal; (e) Dewan Ketahanan Pangan yang dituangkan dalam Kepres Nomor 132 Tahun 2001 yang disempurnakan menjadi Perpres Nomor 83 Tahun 2006; (f) Kebijakan Umum Ketahanan Pangan (KUKP) Tahun 2005-2009 yang telah disahkan Presiden RI Selaku Ketua DKP, dan saat ini sudah disusun KUKP Tahun 2010-2014; (g) Penyusunan Buku Satu Dasawarsa Kelembagaan Ketahanan Pangan di Indonesia; (h) Draft Rancangan Inpres ke Kemenko Perekonomian dan Setneg tentang Subsidi bahan pokok pangan yang berkesesuaian dengan bahan pokok daerah.

(2) Koordinasi Ketahanan Pangan, melalui: (a) sidang regional setiap tahun diikuti oleh Bupati/ Walikota selaku Ketua DKP Kabupaten/Kota; (b) Evaluasi Implementasi Kesepakatan Bupati/Walikota yang dilaksanakan setiap tahun; (c) Berbagai rapat koordinasi Kelompok Kerja (Pokja) yang dilaksanakan insidentil sesuai kebutuhan seperti Rapat Kerja Kelompok

Khusus (Pokjasus) Pemberdayaan Ketahanan Pangan Masyarakat, Rapat Koordinasi Terbatas Bidang Perekonomian; (d) Apresiasi Pengembangan Kemampuan Pengelola Sekretariat DKP; (e ) Seminar Strategi Implementasi Kebijakan Ketahanan Pangan Nasional.

(3) Pemberian penghargaan ketahanan pangan dilakukan setiap tahun kepada perorangan, kelembagaan tani, kelompok masyarakat, kelembagaan pemerintah propinsi dan kabupaten/ kota, pejabat fungional, petugas teknis yang berprestasi dalam mewujudkan pengembangan ketahanan pangan, serta kelembagaan agribisnis dan masyarakat umum yang berprestasi dalam pengembangan agribisnis.

(4) Penyelenggaraan hari pangan sedunia yang merujuk pada kesepakatan dunia melalui FAO dan promosi/pameran ketahanan pangan dilaksanakan setiap tahun.

(5) Pengembangan program dan kegiatan melalui: (a) sosialisasi percepatan penganekaragaman pangan (P2KP); (b) program aksi diversifikasi pangan; (c) pemberdayaan masyarakat dalam ketahanan pangan melalui pengembangan Demapan; (d) monitoring dan pengendalian ketahanan pangan, melalui: stabilisasi harga dan distribusi pangan pokok tingkat produsen dan konsumen, stabilisasi harga pangan pokok strategis pada hari-hari besar keagamaan nasional, stabilisasi harga gabah/beras di sentra produksi melalui Penguatan-LDPM, dan pengembangan data panel harga pangan; (e) penanganan daerah rawan pangan; (f) pendidikan dan pelatihan; (g) manajemen pembangunan ketahanan pangan.

(6) Mengikuti dan berpartisipasi aktif dalam berbagai pertemuan di tingkat nasional dan regional untuk membangun ketahanan pangan.

Berbagai kegiatan yang dilaksanakan tersebut, selain dikembangkan dengan dukungan APBN dan bantuan luar negeri, juga dilaksanakan bersama swasta dan stakeholder lainnya, seperti: (1) perguruan tinggi dalam hal diversifikasi pangan; dan (2) swasta untuk promosi pangan lokal yang aman.

Dokumen terkait