• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KATA PENGANTAR. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

KATA PENGANTAR

Pemantapan ketahanan pangan memiliki arti strategis, karena: (1) pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan hak asasi; (2) konsumsi pangan dan gizi yang berimbang akan menjamin terbentuknya manusia Indonesia yang berkualitas; dan (3) pemantapan ketahanan pangan merupakan pilar bagi stabilitas ekonomi, politik, dan kesatuan NKRI.

Dengan berubahnya lingkungan stratejik, maka berbagai upaya yang dilakukan melalui program pemantapan ketahanan pangan, perlu dilakukan re-orientasi dan penajaman sebagaimana diatur dalam Undang Undang Pangan Nomor 7 Tahun 1996 yang ditetapkan dalam suasana keterbukaan, semangat globalisasi, memperhatikan kepentingan nasional, dan semangat Otonomi Daerah yang menuntut perbaikan pelayanan kepada masyarakat. Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan mengandung semangat otonomi daerah dengan memperhatikan kepentingan nasional. Peraturan Pemerintah Nomor 38 dan 41 Tahun 2007, juga menetapkan, bahwa Ketahanan Pangan menjadi urusan wajib daerah.

Sejalan dengan itu, guna menindaklanjuti Ketetapan MPR RI Nomor XI/MPR/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, serta Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, keseluruhan perangkat hukum yang ada menegaskan terhadap segenap elemen dari bangsa Indonesia untuk senantiasa bersungguh-sungguh menyelenggarakan pemerintahan negara dan pembangunan yang didasarkan pada prinsip-prinsip

good governance and clean government. Sebagai tindak lanjutnya, pemerintah telah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, sebagai salah satu bentuk upaya perbaikan dalam manajemen pemerintahan. Disamping itu, penyelenggaraan pemerintahan yang sesuai dengan prinsip-prinsip good governance and clean government juga harus didukung dengan penegakan hukum dan adanya transparansi. Dalam penegakan hukum, selain menegakkan peraturan hukum yang ada juga perlu adanya pengkajian dan pengembangan produk hukum itu sendiri, sesuai dengan dinamika lingkungan strategis.

Badan Ketahanan Pangan (BKP) sebagai lembaga pemerintah, dengan didasari Inpres Nomor 7 Tahun 1999 harus dapat mewujudkan akuntabilitasnya secara politik, ekonomi, sosial, dan budaya dalam melaksanakan fungsi pelayanan kepada masyarakat, memfasilitasi, membangun, memberdayakan, dan sebagai mediator. Akuntabilitas dapat dilihat melalui kompetensi lembaga tersebut, sinergitasnya dengan ruang lingkupnya, kinerja yang dihasilkan, serta adanya standar pelayanan minimal. Dalam melaksanakan tugas pokok pada tahun 2010, BKP masih mengacu kepada Program Kerja Kementerian Pertanian yang tercantum pada Rencana Pembangunan

(2)

Pertanian 2005-2009, Renstra Badan BKP 2005-2009, dan kebijakan pragmatis Pimpinan Kementerian Pertanian, dan DIPA 2010.

Untuk melihat hasil pencapaian kinerja BKP periode Januari sampai Desember 2010, telah disusun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010. Penyusunan LAKIP tetap memperhatikan adanya dinamika kegiatan, perubahan fokus orientasi kegiatan, dan skala prioritas penanganan.

Laporan terbagi dalam dua bagian, yaitu LAKIP Tahun 2010. Tujuan utama penyampaian laporan, sebagai bahan bagi Menteri Pertanian dalam mengukur kinerja Kementerian Pertanian, sekaligus melihat sinergitas pelaksanaan Program Pembangunan Pertanian dari segenap unsur aparatur yang berada di bawah binaannya.

Cara pengukuran penilaian dan evaluasi kinerja yang dilakukan dalam penyusunan laporan lebih bersifat self assessment, dan disadari masih belum sempurna, sehingga tidak menutup kemungkinan untuk dapat diperbaiki sesuai kondisi pelaksanaan kegiatan.

Jakarta, Februari 2011

Kepala Badan Ketahanan Pangan

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ketahanan pangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan bangsa karena pemenuhan pangan merupakan hak azasi setiap manusia. Selain itu, ketahanan pangan juga merupakan salah satu pilar ketahanan nasional suatu bangsa, dan menunjukkan eksistensi kedaulatan bangsa. Terkait dengan hal tersebut, ketahanan pangan tidak akan dapat terwujud dengan hanya melibatkan satu komponen bangsa, tapi harus melibatkan seluruh komponen bangsa, baik pemerintah maupun masyarakat, harus bersama-sama membangunan ketahanan pangan secara sinergi. Hal inilah yang kemudian dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, yang merumuskan ketahanan pangan sebagai “kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, halal, merata, dan terjangkau” dan ketahanan pangan

merupakan tanggungjawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Undang-undang tentang Pangan tersebut kemudian dijabarkan dalam berbagai Peraturan Pemerintah untuk diimplementasikan dalam keputusan Pimpinan Pemerintah.

Dalam rangka mencapai ketahanan pangan yang mantap dan berkesinambungan, ada 3 (tiga) komponen pokok yang harus diperhatikan: (1) ketersediaan pangan yang cukup dan merata; (2) distribusi pangan yang efektif dan efisien; serta (3) konsumsi pangan yang beragam dan bergizi seimbang. Ketiga komponen tersebut perlu diwujudkan sampai tingkat rumah tangga, dengan: (1) memanfaatkan potensi sumberdaya lokal yang beragam untuk peningkatan ketersediaan pangan dengan teknologi spesifik lokasi dan ramah lingkungan; (2) mendorong masyarakat untuk mau dan mampu mengkonsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman untuk kesehatan; (3) mengembangkan perdagangan pangan regional dan antar daerah, sehingga menjamin pasokan pangan ke seluruh wilayah dan terjangkau oleh masyarakat dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI); (4) memanfaatkan pasar pangan internasional secara bijaksana bagi pemenuhan konsumen yang beragam; serta (5) memberikan jaminan bagi masyarakat miskin di perkotaan dan perdesaan dalam mengakses pangan yang bersifat pokok.

Upaya untuk mewujudkan pemantapan ketahanan pangan tersebut, kemudian dijabarkan dalam berbagai program dan kegiatan pembangunan ketahanan pangan yang dilaksanakan oleh Badan Ketahanan Pangan (BKP). Guna mengetahui perkembangan pelaksanaan program dan

(4)

kegiatan pembangunan ketahanan pangan tersebut selama tahun 2011, disusunlah Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) BKP Tahun 2011.

1. Landasan Hukum

Pembentukan BKP sebagai salah satu unit kerja setingkat Eselon I dalam struktur organisasi Kementerian Pertanian, ditetapkan dalam: Pasal 45 dan 46 Keppres Nomor 9 Tahun 2005 tanggal 15 Oktober 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia; serta Pasal 23 huruf k dan Pasal 24 angka (11) Perpres Nomor 10 Tahun 2005 tanggal 31 Januari 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia. Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor: 299/Kpts/OT.140/7/2005 tanggal 25 Juli 2005, kemudian disempurnakan kembali dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 61/Permentan/OT.140/10/2010 tanggal 14 Oktober 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, yang menetapkan tugas BKP yaitu: "Melaksanakan pengkajian, pengembangan, dan koordinasi di bidang pemantapan ketahanan pangan".

Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) didasarkan pada instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999, tanggal 15 Juni 1999 dalam rangka mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok, fungsi, serta kewenangan pengelolaan sumberdaya dan kebijaksanaan yang dipercayakan berdasarkan perencanaan stratejik yang telah dirumuskan.

2. Maksud dan Tujuan

Laporan Akuntabilitas Pemerintah (LAKIP) tahun 2011 disusun sebagai pertanggungjawaban kinerja Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian kepada Menteri Pertanian selaku pimpinan tertinggi kementerian.

Tujuan penyusunan laporan ini adalah untuk memenuhi kewajiban Badan Ketahanan Pangan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya selama tahun 2011 dan digunakan sebagai salah satu bahan penyusunan LAKIP pada tingkat kementerian.

3. Sistematika Penyusunan LAKIP 2011

Sistematika penyusunan LAKIP berdasarkan format yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) dan Reformasi Birokrasi (RB) No. 29 tahun 2010 yaitu tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja (PK) dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.

(5)

B. Tugas Fungsi dan Struktur Organisasi

Tugas BKP berdasarkan Permentan Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010 yaitu:

"Melaksanakan pengkajian, pengembangan, dan koordinasi di bidang pemantapan ketahanan pangan". Dalam melaksanakan tugasnya, BKP menyelenggarakan fungsi:

1. Pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pemantapan ketersediaan pangan, serta pencegahan dan penanggulangan kerawanan pangan;

2. Pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pemantapan distribusi pangan dan cadangan pangan;

3. Pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pemantapan pola konsumsi dan penganekaragaman pangan;

4. Pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pengawasan keamanan pangan segar; serta

5. Pelaksanaan administrasi Badan Ketahanan Pangan.

Mengingat luasnya substansi dan banyaknya pelaku yang berperan dalam pembangunan ketahanan pangan, maka sangat diperlukan kerjasama yang sinergis dan terarah antar institusi dan komponen masyarakat serta koordinasi program dan kegiatan berbagai subsektor dan sektor. Guna mewujudkan sinergi dan harmonisasi kebijakan dan program, serta memperkuat koordinasi peningkatan ketahanan pangan antar sektor, antar wilayah, dan antar waktu, dibentuk Dewan Ketahanan Pangan (DKP) yang bertugas merumuskan kebijakan serta melaksanakan evaluasi dan pengendalian dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional melalui Keppres Nomor 132 Tahun 2001 yang disempurnakan dengan Perpres Nomor 83 Tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan (DKP), menetapkan BKP secara ex-officio

sebagai Sekretariat DKP yang diketuai oleh Presiden dan Ketua Harian oleh Menteri Pertanian.

BKP selaku Sekretariat DKP memfasilitasi pelaksanaan tugas Menteri Pertanian selaku Ketua Harian DKP dalam membantu Presiden RI untuk: (1) merumuskan kebijakan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional; dan (2) melaksanakan evaluasi dan pengendalian dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional. Tugas Dewan meliputi kegiatan di bidang: penyediaan pangan, distribusi pangan, cadangan pangan, penganekaragaman pangan, serta pencegahan dan penanggulangan masalah pangan dan gizi.

(6)

Dalam melaksanakan tugas sehari-hari, BKP didukung oleh empat Eselon II dengan struktur organisasi pada Gambar I.1, yaitu:

1. Sekretariat Badan, mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis dan administratif kepada seluruh unit organisasi di lingkungan Badan Ketahanan Pangan.

2. Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan, mempunyai tugas melaksanakan pengkajian,

penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pemantapan ketersediaan pangan, serta pencegahan dan penanggulangan kerawanan pangan.

3. Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan, mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pemantapan distribusi pangan.

4. Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan, mempunyai tugas

melaksanakan pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pemantapan konsumsi dan keamanan pangan.

Badan Ketahanan Pangan sebagai ex-officio Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan (DKP), dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Presiden RI selaku Ketua DKP melalui Menteri Pertanian selaku Ketua Harian DKP.

(7)

BAB II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

A. Rencana Strategik

Rencana Strategik Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010-2014 disusun dengan visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan dan kegiatan sebagai berikut :

1. Visi

Mengacu visi, arah, dan kebijakan pembangunan pertanian, maka Visi BKP Kementerian Pertanian tahun 2010-2014 menjadi institusi yang handal, aspiratif, dan inovatif dalam pemantapan ketahanan pangan. Handal berarti mampu mengerjakan pekerjaan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang diemban dengan penuh tanggung jawab berdasarkan pada target sasaran yang telah ditetapkan. Aspiratif berarti mempu menerima dan mengevaluasi kembali atas saran, kritik, dan kebutuhan masyarakat. Inovatif berarti mampu mengikuti perkembangan informasi dan teknologi yang terbaru. Pemantapan Ketahanan Pangan adalah upaya mewujudkan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.

2. Misi

Untuk mencapai visi tersebut dan dengan tetap berpedoman pada Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 serta Peraturan Menteri Pertanian Nomor 299/Kpts/OT.140/7/2005 dan Nomor 394/Kpts/RC.120/11/2005, maka disusun Misi BKP Kementerian Pertanian dalam tahun 2010-2014 sebagai berikut :

a. Peningkatan kualitas pengkajian dan perumusan kebijakan pembangunan ketahanan pangan;

b. Pengembangan dan pemantapan ketahanan pangan masyarakat, daerah, dan nasional; c. Pengembangan kemampuan kelembagaan ketahanan pangan daerah;

d. Peningkatan koordinasi dalam perumusan kebijakan, pengembangan ketahanan pangan, serta pemantauan dan evaluasi pelaksanaannya.

(8)

3. Tujuan

Seiring visi dan misi serta memperhatikan perkembangan masalah, tantangan, potensi, dan peluang, disusun tujuan pembangunan ketahanan pangan Tahun 2010-2014, memberdayakan masyarakat agar mampu mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang dikuasainya untuk mewujudkan ketahanan pangan secara berkelanjutan, dengan cara : a. Meningkatkan ketersediaan dan cadangan pangan dengan mengoptimalkan

sumberdaya yang dimilikinya/dikuasainya secara berkelanjutan;

b. Membangun kesiapan dalam mengantisipasi dan menanggulangi kerawanan pangan; c. Mengembangkan sistem distribusi, harga, dan cadangan pangan untuk memelihara

stabilitas pasokan dan harga pangan yang terjangkau bagi masyarakat;

d. Mempercepat penganekaragaman konsumsi pangan beragam, bergizi, seimbang dan aman guna meningkatkan kualitas SDM dan penurunan konsumsi beras perkapita; e. Mengembangkan sistem penanganan keamanan pangan segar.

4. Sasaran Strategis

Berdasarkan visi, misi, dan tujuan strategis Badan Ketahanan Pangan, disusunlah sasaran stategis Badan Ketahanan Pangan tahun 2011 yang hendak dicapai, terdiri dari:

a. Meningkatnya penganekaragaman konsumsi pangan dan keamanan pangan segar; b. Meningkatnya kemampuan kelembagaan distribusi dan cadangan pangan serta

stabilitas harga pangan;

c. Meningkatnya kualitas analisis ketersediaan dan akses pangan, serta penaganan rawan pangan

5. Cara Pencapaian Tujuan dan Sasaran

Tujuan dan sasaran strategis ketahanan pangan tahun 2011 tersebut, ditempuh melalui strategi, kebijakan, program, kegiatan yang masih mengacu pada tahun sebelumnya sebagai berikut:

a. Strategi

Strategi yang akan ditempuh Badan Ketahanan Pangan 2010-2014 yaitu :

i. Melaksanakan koordinasi secara sinergis dalam penyusunan kebijakan ketersediaan, distribusi, konsumsi pangan, dan keamanan pangan segar;

(9)

ii. Mendorong pengembangan cadangan pangan, sistem distribusi pangan, penganekaragaman konsumsi dan pengawasan keamanan pangan segar;

iii. Mendorong peran serta swasta, masyarakat umum, dan kelembagaan masyarakat lainnya dalam ketersediaan, distribusi, konsumsi, dan pengawasan keamanan pangan segar;

iv. Menyelenggarakan program aksi pemberdayaan masyarakat dalam memecahkan permasalahan ketahanan masyarakat;

v. Mendorong sinkronisasi pembiayaan program aksi antara APBN, APBD dan dana masyarakat;

vi. Memecahkan permasalahan strategis ketahanan pangan melalui koordinasi Dewan Ketahanan Pangan

Strategi Badan Ketahanan Pangan tahun 2010-2014 tersebut, diimplementasikan melalui :

i. pemantapan ketersediaan pangan, penanganan kerawanan dan akses pangan; ii. pemantapan system distribusi, stabilisasi harga dan cadangan pangan;

iii. percepatan penganekaragaman konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang dan aman;

iv. penajaman keamanan pangan segar; dan

v. penguatan kelembagaan dan manajemen ketahanan pangan pemerintah dan masyarakat.

Langkah operasional yang ditempuh dalam mengakomodasi strategi diatas adalah sebagai berikut :

i. Pemantapan ketersediaan pangan, penanganan kerawanan pangan dan akses pangan, melalui : (a) mendorong kemandirian pangan melalui swasembada pangan untuk komoditas strategis (beras, jagung, kedelai, gula dan daging sapi); (b) meningkatkan keragaman produksi pangan berdasarkan potensi sumberdaya lokal/wilayah; (c) revitalisasi System Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG); (d) memberdayakan masyarakat di daerah rawn pangan; dan (e) meningkatkan akses pangan di tingkat wilayah dan rumahtangga.

ii. Pemantapan distribusi, stabilisasi harga dan cadangan pangan, melalui : (a) mendorong pembentukan cadangan pangan pokok pemerintah daerah (provinsi,

(10)

kabupaten/kota, desa) dan cadangan pangan masyarakat; (b) mengembangkan penguatan lembaga distribusi pangan masyarakat (penguatan LDPM) di daerah sentra produksi padi dan jagung; dan (c) memantau stabilisasi pasokan dan harga komoditas pangan serta daya beli masyarakat.

iii. Percepatan penganekaragaman konsumsi beragam, bergizi seimbang dan aman, melalui : (a) sosialisasi, promosi dan edukasi budaya pangan beragam, bergizi seimbang dan aman; (b) optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan; (c) menumbuhkan dan mengembangkan industry pangan berbasis tepung-tepungan berbahan baku lokal (non beras, non terigu); (d) melakukan kemitraan dengan perguruan tinggi, asosiasi, dan lembaga swadaya masyarakat; dan (e) pengawasan keamanan pangan segar.

iv. Penguatan kelembagaan dan manajemen ketahanan pangan, dilakukan melalui : (a) koordinasi program pembangunan ketahanan pangan lintas sector; (b) peningkatan motivasi dan partisipasi masyarakat; (c) koordinasi evaluasi dan pengendalian pencapaian kondisi ketahanan pangan; (d) peningkatan pelayanan perkantoran dan perlengkapan terhadap program diversifikasi dan ketahanan pangan masyarakat; (e) pengembangan pemberdayaan masyarakat ketahanan pangan; dan (f) efektivitas peran dan fungsi Dewan Ketahanan Pangan.yang dilakukan untuk mencapai tujuan dan sasaran strategis berdasarkan subsistem ketahanan pangan, meliputi:

v. Subsistem Ketersediaan Pangan: (a) menumbuhkembangkan koordinasi dan sinergi kebijakan ketersediaan pangan; (b) mengkoordinasikan pengembangan cadangan pangan; (c) berperan serta dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kerawanan pangan.

vi. Subsistem Distribusi Pangan: (a) menumbuhkembangkan koordinasi dan sinergi kebijakan distribusi pangan; (b) mendorong dan memberikan kontribusi terhadap kelancaran distribusi pangan; serta (c) mendorong peranserta kelembagaan masyarakat dalam meningkatkan kelancaran distribusi, menciptakan stabilisasi harga, dan meningkatkan akses pangan.

vii. Subsistem Konsumsi Pangan: (a) menumbuhkembangkan koordinasi dan sinergi kebijakan konsumsi pangan; (b) mensinergikan upaya pemantapan pola konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang, dan aman; (c) mendorong peningkatan penganekaragaman konsumsi pangan; serta (d) meningkatkan peran dalam sistem keamanan dan preferensi pangan masyarakat.

(11)

Untuk menopang berbagai strategi tersebut, diperlukan strategi penunjang yang tidak terlepas dari Tugas Pokok dan Fungsi BKP, yaitu sebagai berikut:

i. Melaksanakan manajemen pembangunan ketahanan pangan yang profesional, bersih, peduli, transparan, dan bebas KKN.

ii. Meningkatkan koordinasi perencanaan ketahanan pangan.

iii. Merumuskan produk hukum dibidang ketahanan pangan yang berpihak kepada petani.

iv. Membangun sistem evaluasi dan pengendalian pembangunan ketahanan pangan yang efektif.

v. Meningkatkan kemampuan SDM aparatur dalam penanganan ketahanan pangan.

b. Kebijakan

Kebijakan yang berkaitan dengan ketahanan pangan yang bersifat umum dan strategis tidak sepenuhnya berada dalam kewenangan BKP, tetapi menyebar di berbagai subsektor lingkup Kementerian Pertanian dan instansi terkait lainnya. Beberapa kebijakan yang berada dalam kewenangan dan penanganan dari BKP antara lain: i. Peningkatan ketersediaan, penanganan kerawanan pangan dan akses pangan,

diarahkan untuk: (i) meningkatkan dan menjamin kelangsungan produksi dalam negeri menuju kemandirian pangan; (ii) mencegah dan menanggulangi kondisi rawan pangan secara dinamis; (iii) mengembangkan koordinasi sinergis lintas ektor dalam pengelolaan ketersediaan pangan, peningkatan akses pangan dan penanganan kerawanan pangan.

ii. Peningkatan sistem distribusi, stabilitasi harga dan cadangan pangan, kebijakannya diarahkan untuk : (i) mengembangkan sistem distribusi pangan yang efektif dan efisien untuk menjamin stabilitas pasokan dan harga pangan; (ii) mengembangkan kemampuan pengelolaan cadangan pangan pemerintah dan masyarakat secara sinergis dan partisipatif; (iii) mengembangkan koordinasi sinergis lintas sektor dalam pengelolaan distribusi, harga dan cadangan pangan; dan (iv) meningkatkan peranserta kelembagaan masyarakat dalam kelancaran distribusi, kestabilan harga dan cadangan pangan.

iii. Peningkatan pemenuhan kebutuhan konsumsi dan keamanan pangan, antara lain: (i) mempercepat penganekaragaman konsumsi pangan berbasis pangan lokal; (ii) mengembangkan teknoogi pengolahan pangan, terutama pangan lokal non beras

(12)

dan non terigu, guna meningkatkan nilai tambah dan nilai sosial; (iii) meningkatkan pengawasan keamanan pangan segar; dan (iv) mengembangkan koordinasi sinergis lintas sek tor dalam pengelolaan konsumsi dan keamanan pangan.

Dalam pelaksanaan implementasi kebijakan-kebijakan tersebut, diperlukan dukungan kebijakan, antara lain : (i) peningkatan dukungan penelitian dan pengembangan pangan; (ii) peningkatan kerjasama internasional; (iii) peningkatan pemberdayaan dan peranserta masyarakat; (iv) penguatan kelembagaan dan koordinasi ketahanan pangan; serta (v) dorongan terciptanya kebijakan makro ekonomi dan perdagangan yang kondusif bagi ketahanan pangan.

iv. Peningkatan peran Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan, antara lain: (i) mendorong koordinasi program ketahanan pangan lintas sektor dan lintas daerah; (ii) meningkatkan motivasi dan partisipasi masyarakat bersama pemerintah dalam rangka memantapkan ketahanan pangan; (iii) meningkatkan peranan kelembagaan formal dan informal dalam pelaksanaan ketahanan pangan.

c. Program

Berbagai strategi dan kebijakan sebagai upaya untuk mencapai sasaran strategis ketahanan pangan tahun 2011, dioperasionalkan melalui penyelenggaraan berbagai program pembangunan pertanian yang mengacu pada program pembangunan tahun 2010-2014 yaitu Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan

Masyarakat, sasaran (outcome) yang hendak dicapai dalam program tersebut adalah

meningkatnya ketahanan pangan melalui pengembangan ketersediaan, distribusi, konsumsi, dan keamanan pangan segar serta terkoordinasinya kebijakan ketahanan pangan, program tersebut mempunyai 4 (empat) kegiatan utama yaitu :

i. Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan, sasaran yang

hendak dicapai yaitu meningkatnya kemampuan kelembagaan distribusi dan cadangan pangan serta stabilitas harga pangan.

ii. Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan, sasaran yang

hendak dicapai yaitu meningkatnya kualitas analisis ketersediaan dan akses pangan, serta penanganan rawan pangan.

(13)

iii. Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Peningkatan

Keamanan Pangan Segar, sasaran yang hendak dicapai yaitu meningkatnya

penganekaragaman konsumsi pangan dan keamanan pangan segar.

iv. Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya Badan Ketahanan Pangan,

dengan sasaran yang ingin dicapai adalah terwujudnya pelayanan administrasi dan manajemen terhadap penyelenggaran ketahanan pangan. Kegiatan yang dilaksanakan meliputi: (a) Pengelolaan gaji, honorarium, dan tunjangan, untuk meningkatkan kinerja pegawai dalam melaksanakan berbagai kegiatan melalui pemberian gaji kepada 353 pegawai Badan Ketahanan Pangan; (b) Penyelenggaraan Operasional dan Pemeliharaan Perkantoran, untuk menunjang pelaksanaan kegiatan ketahanan pangan; dan (c) Pelayanan Publik atau Birokrasi, yang diarahkan untuk mendukung perencanaan, pemantauan, evaluasi, dan kerjasama dalam penyelenggaraan ketahanan pangan. Namun demikian, kegiatan ini tidak dicantumkan dalam laporan ini karena kegiatan tersebut merupakan kegiatan rutin yang dilakukan oleh setiap instansi, sehingga dianggap tidak dapat mewakili kinerja Badan Ketahanan Pangan.

6. Rencana Kinerja Tahun 2011

Rencana kinerja yang direncanakan pada tahun 2011 merupakan implementasi rencana jangka menengah ke dalam rencana kerja jangka pendek, yang mencakup tujuan dan sasaran kegiatan beserta indikator kinerja.

Sasaran Kinerja Tahun 2011 berdasarkan visi, misi, tujuan dan sasaran strategis Badan Ketahanan Pangan, sebagai berikut:

a. Meningkatnya penganekaragaman konsumsi pangan dan keamanan pangan segar, ditunjukkan oleh indikator: (1) jumlah desa yang telah melakukan gerakan P2KP sebanyak 4.020 desa; (2) jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang telah memasyarakatkan konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang dan aman sebanyak 402 kabupaten/kota di 33 provinsi; (3) jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang sudah menerapkan penanganan keamanan pangan segar ditingkat produsen dan konsumen sebanyak 100 kabupaten/kota di 33 provinsi.

b. Meningkatnya kemampuan kelembagaan distribusi dan cadangan pangan serta stabilitas harga pangan, yang ditunjukkan oleh: (1) jumlah gapoktan yang telah memfungsikan cadangan pangan gapoktan sebanyak 1.000 gapoktan; (2) jumlah gapoktan yang telah memfungsikan unit distribusi/pemasaran sebanyak 1.000

(14)

gapoktan; (3) jumlah lumbung untuk antisipasi musim paceklik dan bencana sebanyak 700 lumbung; (4) jumlah propinsi yang menindaklanjuti hasil analisis harga dan pasokan pangan sebanyak 16 provinsi

c. Meningkatnya kualitas analisis ketersediaan dan akses pangan, serta penanganan rawan pangan, ditunjukkan oleh indikator: (1) jumlah provinsi yang menindaklanjuti hasil analisis ketersediaan pangan sebanyak 33 provinsi; (2) jumlah alternatif pengembangan akses pangan masyarakat sebanyak 2 dokumen (3) jumlah provinsi yang melakukan penanganan rawan pangan berdasarkan hasil analisis SKPG dan melakukan intervensi rawan pangan transien sebanyak 33 propinsi; (4) jumlah kabupaten/kota yang melakukan intervensi penanganan rawan pangan berdasarkan hasil analisis SKPG sebanyak 410 kabupaten/kota di 33 provinsi; dan (5) jumlah desa rawan pangan yang menjadi mandiri sebanyak 221 desa di 33 kabupaten/kota.

B. Penetapan Kinerja

Sebagai tindaklanjut Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Badan Ketahanan Pangan telah menyusun Penetapan Kinerja (PK) Tahun 2011 sebagai acuan tolok ukur evaluasi akuntabilitas kinerja yang akan dicapai pada tahun 2011 sebagai berikut :

Tabel 1. Penetapan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2011

Unit Organisasi Eselon I : Badan Ketahanan Pangan Tahun Anggaran : 2011

No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target

(0) (1) (2) (3)

1. Meningkatnya penganekaragaman konsumsi pangan dan keamanan pangan segar

1. Jumlah desa yang telah melakukan gerakan P2KP

4.020 Desa

2. Jumlah provinsi dan Kab/Kota yang telah

memasyarakatkan konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang dan aman

33 Provinsi, 402 Kab/Kota

(15)

No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target

(0) (1) (2) (3)

3. Jumlah provinsi dan Kab/Kota yang sudah menerapkan Penanganan Keamanan Pangan Segar ditingkat produsen dan konsumen

33 Provinsi, 100 Kab/Kota

2. Meningkatnya kemampuan kelembagaan distribusi dan cadangan pangan serta stabilitas harga pangan

1. Jumlah gapoktan yang telah memfungsikan cadangan pangan gapoktan

1.000 Gapoktan

2. Jumlah Gapoktan yang telah memfungsikan unit

distribusi/pemasaran

1.000 Gapoktan

3. Jumlah lumbung untuk antisipasi musim paceklik dan bencana

700 Lumbung

4. Jumlah provinsi yang menindaklanjuti hasil analisis harga dan pasokan pangan

16 Provinsi

3. Meningkatnya kualitas analisis ketersediaan dan akses pangan, serta penanganan rawan pangan

1. jumlah propinsi yang menindaklanjuti hasil analisis ketersediaan pangan

33 Propinsi

2. jumlah alternatif

pengembangan akses pangan masyarakat

2 Dokumen

3. jumlah propinsi yang melakukan penanganan rawan pangan berdasarkan hasil analisis SKPG dan melakukan intervensi rawan pangan transien

33 Provinsi

4. Jumlah Kab/Kota yang melakukan intervensi penanganan rawan pangan berdasarkan hasil analisis SKPG

410 Kabupaten/ Kota

5. Jumlah desa rawan pangan yang menjadi mandiri

221 Desa

Jumlah Anggaran :

(16)

BAB III

AKUNTABILITAS KINERJA

A. Gambaran Umum Pengukuran Capaian Kinerja Tahun 2011

Secara umum, pengukuran capaian kinerja pada Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian tahun 2011 dilakukan dengan cara membandingkan antara target dan realisasi masing-masing indikator kinerja. Selain membandingkan dengan realisasinya, indikator kinerja sasaran dan kegiatan juga dapat diukur melalui perbandingan dengan capaian kinerja tahun-tahun sebelumnya atau capaian kinerja dari suatu kegiatan sejenis yang pernah dilakukan oleh instansi atau unit kerja pertanian lainnya.

Secara ringkas, sasaran-sasaran strategis tahun 2011 yang ditargetkan telah dapat tercapai, walaupun realisasi dari sasaran tersebut masih belum seluruhnya 100 persen. Realisasi pencapaian sasaran strategis tersebut kemudian dievaluasi dan dianalisis, dan dijadikan sebagai perbaikan dalam pelaksanaan kegiatan dan pencapaian sasaran pada tahun-tahun berikutnya. Hasil evaluasi dan analisis terhadap pencapaian sasaran strategis secara rinci tertuang sebagai berikut.

B. Pengukuran Capaian Kinerja Tahun 2011

Tahun 2011 merupakan tahun transisi dari Program Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2010 – 2014. Dengan mengacu kepada Rencana Strategis (Renstra) dan Program Kerja Pemantapan Ketahanan Pangan Tahun 2010-2014, dan mengikuti perubahan kebijakan dan lingkungan strategis, Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian selama tahun 2011, telah menetapkan tiga sasaran yang akan dicapai. Ketiga sasaran tersebut selanjutnya diukur dengan menggunakan 12 (dua belas) indikator kinerja. Pengukuran tingkat capaian kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2011 dilakukan dengan cara membandingkan antara target indikator kinerja sasaran dengan realisasinya. Rincian tingkat capaian kinerja masing-masing indikator sasaran tersebut dapat diilustrasikan dalam Tabel III.1.

Tabel III.1. Pengukuran Pencapaian Sasaran Badan Ketahanan Pangan Tahun 2011

No. Sasaran Indikator Kinerja

Uraian Target Capaian %

1. Meningkatnya penganekaragaman konsumsi pangan dan keamanan pangan segar

a.Jumlah desa yang telah melakukan gerakan P2KP

4.020 4.000 99,58 b.Jumlah provinsi kab/kota yang telah

memasyarakatkan konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang dan aman

33 402 33 393 100 97,76 c. Jumlah provinsi, kab/kota yang menerapkan

penanganan keamanan pangan segar 33 100 32 96 96,97 96

(17)

No. Sasaran Indikator Kinerja

Uraian Target Capaian %

ditingkat produsen dan konsumen 2. Meningkatnya kemampuan

kelembagaan distribusi dan cadangan pangan serta stabilitas harga pangan

a.Jumlah gapoktan yang telah memfungsikan cadangan pangan gapoktan

1.000 984 98,40 b.Jumlah gapoktan yang telah memfungsikan

unit distribusi/pemasaran

1.000 984 98,40 c.Jumlah lumbung untuk antisipasi musim

paceklik dan bencana

700 700 100 d.Jumlah provinsi yang menindaklanjuti hasil

analisis harga dan pasokan pangan

16 16 100 3. Meningkatnya kualitas

analisis ketersediaan dan akses pangan, serta penanganan rawan pangan

a.Jumlah propinsi yang menindaklanjuti hasil analisis ketersediaan pangan

33 33 100 b.Jumlah alternative pangembangan akses

pangan masyarakat

2 2 100

c.Jumlah provinsi yang melakukan

penanganan rawan pangan berdasarkan hasil analisis SKPG dan melakukan intervensi rawan pangan transien

33 29 87,88

d.Jumlah kab/kota yang melakukan intervensi penanganan rawan pangan berdasarkan hasil analisis SKPG

410 230 56,09 e.Jumlah desa rawan pangan yang menjadi

mandiri

221 221 100

Realisasi pencapaian sasaran sampai dengan akhir tahun 2011 menunjukkan bahwa sebagian besar sasaran atau sebanyak 12 indikator kinerja dari 3 sasaran telah dapat dicapai dengan hasil yang baik atau telah terealisasi lebih dari 85 persen, kecuali pada indikator sasaran “Jumlah kab/kota yang melakukan intervensi penanganan rawan pangan berdasarkan hasil analisis SKPG” nilai pencapaian sasaran terealisasi 56,09 persen hal ini diakibatkan karena beberapa factor antara lain : (a) Daerah tidak optimal dalam melaksanakan dan memanfaatkan hasil analisi SKPG; (b) Provinsi dan Kabupaten tidak melakukan penyusunan juklak dan juknis; (c) Tidak terbentuk Tim Investigasi di beberapa daerah; (d) Tingginya tingkat mutasi aparat sehingga petugas sering berganti; dan (e) Pencairan tidak sesuai RUK.

C. Pengukuran Kinerja Kegiatan dan Analisis Capaian Kinerja

Analisis dan evaluasi capaian kinerja diperoleh dari hasil pengukuran kinerja kegiatan yang mendukung tercapainya sasaran. Beberapa sasaran dapat dilaksanakan melalui satu program, dan pencapaian setiap sasaran dilaksanakan oleh beberapa kegiatan. Namun demikian, pada laporan ini, kegiatan yang dilaporkan untuk mencapai setiap sasaran dibatasi hanya pada kegiatan yang bersifat strategis. Hasil analisis dan evaluasi capaian kinerja tahun 2011 Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian dapat dijelaskan sebagai berikut:

(18)

1. Sasaran Meningkatnya Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Keamanan Pangan Segar

Sasaran tersebut dicapai dengan mengukur tiga indikator kinerja. Pencapaian dari masing-masing indikator kinerja dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel III.2. Pengukuran Pencapaian Sasaran Meningkatnya Penganekaragaman

Konsumsi Pangan dan Keamanan Pangan Segar Tahun 2011

Indikator Kinerja Target Realisasi %

1. Jumlah desa yang telah melakukan gerakan P2KP 4.020 4.000 99.50

2. Jumlah provinsi dan kab/kota yang telah memasyarakatkan konsumsi pangan yang beragam,

33 402 33 393 100 97,76 seimbang dan aman

3. Jumlah Provinsi dan Kab/Kota yang sudah menerapkan 100 96 96 penanganan Keamanan Pangan Segar ditingkat produsen

dan konsumen

Indikator kinerja sasaran ini telah tercapai dengan baik, ditunjukkan oleh indikator kinerja sasaran yang telah terealisasi rata-rata diatas 95 persen. Dari tabel diatas bisa dilihat bahwa : a. Jumlah desa yang telah melakukan gerakan P2KP sebanyak 4.000 desa atau 99,50 persen dari

target 4.020 desa; sebanyak 20 desa yang tidak merealisasikan dari Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan Barat 10 desa dan Kabupaten Keerom Provinsi Papua 10 desa.

b. Jumlah provinsi dan kab/kota yang telah memasyarakatkan konsumsi pangan beragam, bergizi, seimbang dan aman sebanyak 33 provinsi atau 100 persen dan 393 kab/kota atau 97,76 persen dari target 402 kab/kota;

c. Jumlah provinsi dan kab/kota yang sudah menerapkan penanganan keamanan pangan segar ditingkat produsen dan konsumen sebanyak 96 kab/kota atau 96 persen dari target 100 kab/kota; sebanyak 4 kab/kota blm menerapkan penanganan keamanan pangan segar karena berbagai kendala yaitu : keterbatasan fasilitas laboratorium pengujian, SDM yang terbatas serta sering terjadi mtasi pegawai.

Kegiatan ini dilaksanakan dengan menggunakan anggaran sebesar Rp. 184,94 milyar atau 87,75 persen dari alokasi Rp. 210,75 milyar, terdiri dari: Rp. 47,25 milyar untuk bansos P2KP dengan realisasi 46,96 milyar atau 99,39 persen, sisanya digunakan untuk melaksanakan berbagai kegiatan pendukung diversifikasi pangan. Kegiatan ini dilaksanakan oleh 434 instansi pelaksana

(19)

yang terdiri dari BKP Kementan khususnya Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan, 33 unit kerja ketahanan pangan propinsi, dan 400 unit kerja ketahanan pangan kabupaten/kota.

Anggaran tersebut digunakan untuk melaksanakan kegiatan pemberdayaan melalui P2KP untuk kelompok wanita melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan, sosialisasi P2KP bagi siswa SD/MI, pengembangan usaha pengolahan pangan lokal berbasis tepung-tepungan, serta berbagai kegiatan pendukung diversifikasi pangan seperti: sosialisasi dan promosi P2KP, penanganan keamanan pangan segar di tingkat propinsi dan kabupaten/kota, pameran/visualisasi/publikasi dan promosi dalam rangka Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Peningkatan Keamanan Pangan Segar, pemantapan perumusan kebijakan ketahanan pangan, pengembangan kelembagaan keamanan pangan, dan pengawasan penanganan keamanan pangan.

Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, kinerja pencapaian sasaran ini sudah lebih baik karena telah meliputi lebih banyak desa dan kabupaten/kota di 33 propinsi. Kegiatan P2KP dilaksanakan sejak tahun 2007 melalui gerakan makan beragam, bergizi seimbang, dan aman bagi ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita di 604 lokasi Demapan, dengan sasaran penerima manfaat 50 orang perdesa sebanyak 80 kali, dengan frekuensi dua atau tiga kali perminggu. Gerakan tersebut dilanjutkan pada tahun 2008, tetapi jumlah pemberian dikurangi menjadi 60 kali dengan frekuensi 3 kali perminggu.

Pada tahun 2009, kegiatan P2KPG diarahkan ke 825 desa pada 201 kabupaten di 32 propinsi lokasi Desa Mapan yang dibangun pada tahun 2006 dan 2007, Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP), dan desa lainnya, dengan kegiatan: P2KG bagi kelompok wanita, P2KPG bagi anak SD/MI, dan pemanfaatan pangan lokal melalui tepung-tepungan.

Pada tahun 2010, kegiatan P2KPG disesuaikan dengan Perpres Nomor 22 Tahun 2009 menjadi Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP), dengan tujuan antara lain: (1) meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran masyarakat dalam konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman berbasis pangan lokal; (2) mendorong penurunan konsumsi beras sebesar 1,5 persen pertahun; dan (3) pencapaian Skor Pola Pangan Harapan (PPH) sebesar 95 pada tahun 2015. Kegiatan P2KP diarahkan ke 2.000 desa pada 200 kabupaten di 33 propinsi lokasi Desa Mapan yang dibangun pada tahun 2006 dan 2007, PUAP, dan desa lainnya, dengan kegiatan:

a. Pemberdayaan kelompok wanita melalui optimalisasi pekarangan, dimaksudkan untuk meningkatkan konsumsi pangan masyarakat yang beragam, bergizi seimbang, dan aman. Sasaran kegiatan di 2.000 desa pada 200 Kabupaten/Kota pada 33 propinsi, sampai bulan Desember 2010 terealisasi di 1.710 desa/kelompok atau 85,50 persen.

(20)

b. P2KP bagi anak SD/MI, melalui sosialisasi dan peragaan pangan lokal yang tersedia di masing-masing daerah, diharapkan dapat memperkenalkan dan meningkatkan pemahaman siswa/i SD/MI dalam penganekaragaman konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman;

c. Sosialisasi dan promosi penganekaragaman konsumsi pangan di 200 kabupaten/kota, sampai bulan Desember terlaksana di 170 kabupaten/kota atau 85,00 persen;

d. Pengembangan usaha pengolahan pangan lokal berbasis tepung-tepungan oleh 2.000 kelompok unit usaha kecil di bidang pangan, yang sampai bulan Desember 2010 telah terealisasi 1.600 kelompok atau 80,00 persen. Jenis pangan lokal yang sudah berhasil dikembangkan menjadi tepung-tepungan antara lain: ubi kayu, ubi jalar, sukun, sagu, rumput laut, jagung, pisang, keladi, labu kuning, lidah buaya, garut, ganyong, kacang hijau, dan kedelai. Tepung-tepungan yang dihasilkan tersebut, merupakan bahan dasar yang mudah diolah menjadi pangan lokal, dan diharapkan dapat menjadi susbstitusi pangan pokok beras di pedesaan;

e. Pengembangan teknologi inovatif pangan lokal oleh 12 perguruan tinggi dan 7 Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP), terlaksana di 11 perguruan tinggi dan 6 STTP.

Implementasi kebijakan P2KP pada tahun 2011 sebagai bentuk keberlanjutan dari kegiatan P2KP tahun 2010 dengan desa sasaran sebanyak 4.020 desa di 259 kab/kota, 33 provinsi diwujudkan melalui kegiatan utama yaitu (a) pemberdayaan kelompok wanita; (b) optimalisasi pemanfaatan pekarangan; (c) pengembangan usaha/industry pengolahan pangan lokal; (d) kerja sama dengan Perguruan Tinggi/Sekolah Tinggi Penyuluh Pertanian (STPP) dan stakeholder lain; dan (e) sosialisasi bagi dan promosi penganekaragaman konsumsi pangan. Selain itu kegiatan P2KP mendorong peran serta dunia usaha melalui Corporate Social Responsibility (CSR)/Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL).

Sampai dengan Bulan Desember 2011 terealisasi 4.000 desa atau 99,50 persen dari target sebanyak 4.020 desa, sebanyak 20 desa yang tidak merealisasikan dari Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan Barat 10 desa dan Kabupaten Keerom Provinsi Papua 10 desa. Selain itu pada tahun 2011 Badan Ketahanan Pangan mendapatkan APBNP (Anggaran Penghematan) melalui kegiatan P2KP sebanyak 700 desa dengan realisasi 100 persen, dengan demikian total seluruhnya sebanyak 4.700 desa atau 99,57 persen dari target 4.720 desa.

Jumlah desa yang melaksanakan kegiatan P2KP sejak tahun 2007 hingga 2011 meningkat cukup signifikan seperti pada Tabel III.2, terutama karena pada tahun 2009 sudah masuk kedalam 4 program utama Kementerian Pertanian.

(21)

Tabel III.2 Kumulatif Jumlah Lokasi Kegiatan P2KPG/P2KP Tahun 2007-2011

Target Tahun

2007 2008 2009 2010 2011

1.P2KPG/P2KP

a. Pemberdayaan Kelompok Wanita melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan

- - 825 2.000 4.720

b. Anak SD/MI - 32 148 2.000 4.720

c. Pengembangan Usaha Pengolahan Pangan Lokal Berbasis Tepung-tepungan

- - 130 2.000 4.720 d. Desa 604 604 825 2.000 4.720 e. Kabupaten/Kota 180 180 201 200 400 f. Propinsi 32 32 33 33 33 2.Promosi a. Kabupaten/Kota - - 201 200 400 b. Propinsi - - 33 33 33

3.Kerjasama Perguruan Tinggi - - 10 19 29

1. Perguruan Tinggi/Universitas 7 12 22

2. STPP 3 7 7

Berbagai permasalahan yang dihadapi terkait dengan pelaksanaan kegiatan Diversifikasi Pangan, antara lain:

a. Kurang optimalnya partisipasi kabupaten/kota dalam pembinaan kelompok wanita untuk pemanfaatan pekarangan guna pengembangan konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman;

b. Kurang optimalnya partisipasi propinsi dalam pembinaan dan inventarisasi kebutuhan peralatan yang diperlukan kelompok unit usaha kecil untuk pengembangan tepung-tepungan sebagai bahan baku pangan olahan di pedesaan;

Guna mengatasi permasalahan tersebut, telah dilakukan berbagai upaya sebagai berikut: a. Meningkatkan dan mengintensifkan pembinaan kelompok oleh pendamping di masing-masing

desa;

b. Melanjutkan kegiatan pada TA. 2012 Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) untuk: penambahan desa baru, pembinaan kelompok yang dibangun pada tahun 2011, sosialisasi dan promosi, serta pengembangan teknologi inovatif pangan lokal

2 Sasaran Meningkatnya Kemampuan Kelembagaan Distribusi dan Cadangan Pangan

serta Stabilitas Harga Pangan

Sasaran tersebut dicapai dengan mengukur empat indikator kinerja. Pencapaian dari masing-masing indikator kinerja dapat digambarkan sebagai berikut:

(22)

Tabel III.3. Pengukuran Pencapaian Sasaran Meningkatnya Kemampuan Kelembagaan Distribusi dan Cadangan Pangan serta Stabilitas Harga Pangan

Indikator Kinerja Target Realisasi %

1. Jumlah gapoktan yang telah memfungsikan cadangan

pangan gapoktan 1.000 984 98,40

2. Jumlah gapoktan yang telah memfungsikan unit

distribusi/pemasaran 1.000 984 98,40

3. Jumlah lumbung untuk antisipasi musim paceklik dan

bencana 700 700 100

4. Jumlah propinsi yang menindaklanjuti hasil analisis

harga dan pasokan pangan 16 16 100

Indikator kinerja sasaran ini telah tercapai dengan baik, ditunjukkan oleh indikator kinerja sasaran yang telah terealisasi rata-rata diatas 95 persen. Dari tabel diatas bisa dilihat bahwa : a. Jumlah gapoktan yang telah memfungsikan cadangan pangan gapoktan sebanyak 984 gapoktan

atau 98,40 persen dari target 1.000 gapoktan;

b. Jumlah gapoktan yang telah memfungsikan unit distribusi/pemasaran sebanyak 984 gapoktan atau 98,40 persen dari target 1.000 gapoktan;

c. Jumlah lumbung untuk antisipasi musim paceklik dan bencana sebanyak 700 lumbung atau 100 persen;

d. Jumlah provinsi yang menindaklanjuti hasil analisis harga dan pasokan pangan sebanyak 16 provinsi atau 100 persen.

Pelaksanaan kegiatan LDPM Tahun 2011 mencakup 3 tahapan yaitu tahap penumbuhan, tahap pengembangan dan tahap kemandirian dengan jumlah gapoktan sebanyak 1000 gapoktan. Tahap penumbuhan (tahun pertama) dilaksanakan di 25 provinsi untuk mempersiapkan dan menumbuhkan 235 gapoktan. Tahap pengembangan (tahun kedua) di 21 provinsi untuk mengembangkan 237 gapoktan yang terdiri dari 204 gapoktan yang ditumbuhkan pada tahun 2010 dan 33 gapoktan yang ditumbuhkan pada tahun 2009). Tahap kemandirian (tahun ketiga) di 27 propinsi untuk memberdayakan 512 gapoktan pengembangan cadangan pangan masyarakat. Realisasi pelaksanaan kegiatan LDPM keseluruhan sebanyak 984 gapoktan atau 98,40 persen dari

(23)

target 1.000 gapoktan, 1 gapoktan dari Gorontalo (tahun 2009) mengundurkan diri karena masalah internal gapoktan, sedangkan yang 15 gapoktan tidak mendapatkan bansos karena masuk dalam pra penumbuhan. Kelima belas gapoktan tersebut direncanakan akan mendapatkan akan mendapatkan dana bansos pada Tahun 2012.

Oleh karena hal tersebut maka jumlah LDPM yang diberdayakan pada Tahun 2011 lebih banyak tetapi persentasi capaian kinerjanya lebih rendah dari Tahun 2010 yaitu sebesar 99,87%. (Tabel III.4)

Tabel III.4 . Perbandingan Kegiatan Utama Penguatan LDPM Tahun 2010 dan 2011

Indikator Kinerja Target Realisasi % Keterangan

1. Jumlah LDPM yang diberdayakan

a. Tahun 2010 750 749 99,87

b. Tahun 2011 1.000 984 98,40 Terdiri dari 512 gapoktan

Mandiri, 237 gapoktan pengembangan serta 235

gapoktan penumbuhan

tahun 2009 dan

Anggaran yang dialokasikan untuk melaksanakan kegiatan penguatan LDPM Tahun 2011 seluruhnya sebesar Rp 54,57 milyar yang terdiri dari anggaran yang dialokasikan untuk dana bansos sebesar Rp. 53,40 milyar dan anggaran yang dilaksanakan oleh Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan untuk mendukung pelaksanaan LDPM sebesar 1,17 milyar.

Anggaran yang dialokasikan untuk dana Bansos sebesar Rp 53,40 milyar terdiri dari Rp 36 milyar untuk Tahap Penumbuhan dan Rp 17,40 milyar untuk Tahap Pengembangan. Penyaluran dana Bansos untuk tahap penumbuhan telah dilakukan kepada 235 Gapoktan atau mencapai realisasi 100%, sedangkan untuk Tahap Pengembangan terealisasi sebanyak 220 Gapoktan atau 92,83 % terdiri dari 12 Gapoktan dari Tahun 2009 dan 5 Gapoktan dari tahun 2010. Anggaran yang dilaksanakan oleh Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan adalah Rp 1,17 milyar telah digunakan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM sebesar Rp 1,13 milyar atau sebesar 83,43 %.

Semua Gapoktan yang sudah masuk tahap Pengembangan, umumnya telah mencairkan dana Bansos Tahap Pertama senilai Rp.150 juta setiap Gapoktan untuk digunakan membangun atau merehabilitasi gudang dan modal pembelian gabah/jagung milik anggota. Namun demikian, untuk Bansos Tahap Kedua senilai Rp.75 juta setiap Gapoktan Tahap Pengembangan, hanya 220 Gapoktan atau 92,83 persen yang mencairkan dana, sehingga masih ada 17 Gapoktan yang belum

(24)

mencairkan yaitu 5 gapoktan yang berasal dari gapoktan penumbuhan tahun 2010 dan 12 gapoktan berasal dari gapoktan penumbuhan tahun 2009. Tidak dicairkannya dana pengembangan tersebut karenatidak tercapainya criteria kinerja pembelian gabah/ jagung minimal 2 kali putaran oleh gapoktan serta terjadinya permasalahan di intern pengurus gapoktan. Dana Bansos Tahap Kedua yang tidak dicairkan tersebut telah dikembalikan ke Kas Negara. Terhadap ke 17 Gapoktan tersebut pembinaannya dilanjutkan pembinaannya hingga menghasilkan kinerja yang baik dalam melakukan pembelian gabah/ jagung yaitu minimal 2 kali putaran. Bagi 235 Gapoktan yang dibangun pada tahun 2011 atau Tahap Penumbuhan, 100 persen sudah mencairkan dana Bansos yang dialokasikan senilai Rp.150 juta untuk pembangunan/rehabilitasi gudang dan modal pembelian gabah/jagung milik anggotanya.

Tabel III.5 Penyebaran Gapoktan dan jumlah bansos yang dialokasikan dan yang dicairkan untuk kegiatan Penguatan LDPM Tahun 2011

(25)

Realisasi Jumlah Gapoktan Anggaran (Rp. Juta) Jumlah Gapoktan Anggaran (Rp. Juta) % Jumlah Gapoktan Anggaran (Rp. Juta) Anggaran (Rp. Juta) % 1 Aceh 5 375 4 300 80.00 3 450 450 100 2 Sumut 15 1,125 10 750 66.67 13 1,950 1,950 100 3 Sumbar 8 600 8 600 100.00 12 1,800 1,800 100 4 Riau 0 - 0 - 0.00 3 450 450 100 5 Jambi 10 750 6 450 60.00 4 600 600 100 6 Bengkulu 0 - 0 - 0.00 2 300 300 100 7 Sumsel 11 825 10 750 90.91 16 2,400 2,400 100 8 Lampung 22 1,650 19 1,425 86.36 17 2,550 2,550 100 9 Banten 7 525 7 525 100.00 7 1,050 1,050 100 10 D I Y 3 225 3 225 100.00 6 900 900 100 11 Jabar 33 2,475 33 2,475 100.00 21 3,150 3,150 100 12 Jateng 25 1,875 25 1,875 100.00 26 3,900 3,900 100 14 Jatim 41 3,075 41 3,075 100.00 24 3,600 3,600 100 15 Bali 3 225 3 225 100.00 3 450 450 100 16 N T B 5 375 5 375 100.00 8 1,200 1,200 100 17 N T T 5 375 5 375 100.00 7 1,050 1,050 100 13 Kalbar 7 525 7 525 100.00 6 900 900 100 18 Kalsel 6 450 6 450 100.00 12 1,800 1,800 100 19 Kalteng 0 0 0 0 0.00 3 450 450 100 20 Kaltim 0 0 0 0 0.00 0 - - 0 21 Sulsel 17 1,275 17 1,275 100.00 18 2,700 2,700 100 22 Sulbar 0 0 0 0 0.00 0 - - 0 23 Sulteng 9 675 7 525 77.78 6 900 900 100 24 Sultra 2 150 2 150 100.00 3 450 450 100 25 Sulut 1 75 0 0 0.00 9 1,350 1,350 100 26 Gorontalo 0 0 0 0 0.00 4 600 600 100 27 Papua 0 0 0 0 0.00 0 - - 0 28 Maluku 2 150 2 150 100.00 2 300 300 100 237 17,775 220 16,500 92.83 235 35,250 35,250 100 Alokasi Alokasi Tahap Pengembangan No Tahap Penumbuhan Realisasi Jumlah Provinsi Catatan:

 Alokasi dana Pada: Tahap Pengembangan untuk Bansos Tahap Kedua senilai Rp.75 juta/Gapoktan, dan Tahap Penumbuhan untuk Bansos Tahap Pertama senilai Rp.150 juta/Gapoktan.

Kegiatan pengembangan cadangan pangan realisasinya mencapai 700 lumbung atau mencapai 100 persen dari target. Dari 31 yang telah mencairkan dana bansos kepada kelompok, 25 provinsi telah melaporkan pemanfaatan dana tersebut yaitu untuk pengadaan gabah sebesar 2.068.691 kg, beras sebesar 467.314 kg dan pangan pokok lainnya sebesar 38.274 kg.

Dari pengadaan gabah sebanyak 2.068.691 kg gabah dan telah disalurkan kepada anggotanya sebanyak 594.998 kg sehingga masih ada stock gabah di gudang kelompok sebesar 1.473.694 kg. Sedangkan untuk beras dari pengadaan sebanyak 467.314 telah disalurkan kepada anggota sebanyak 238.647 kg, sisa stok beras yang ada di gudang kelompok adalah 228.66 kg.

(26)

Sementara itu untuk bahan pangan pokok lainnya pengadaannya sebanyak 38.274 kg dan disalurkan ke anggota sebesar 29.836 kg, sehingga sisa yang ada lumbung kelompok saat ini adalah 8.438 kg.

Alokasi anggaran kegiatan pengembangan cadangan pangan di provinsi sebesar RP. 18.950.000.000,- yang dilaksanaakan oleh 31 provinsi dengan total Bansos sebesar Rp. 14.000.000.000,- untuk 700 kelompok lumbung yang terdiri dari tahap pengembangan 425 kelompok dan tahap kemandirian 275 kelompok. Anggaran di pusat distribusi dan cadangan pangan dalam rangka pemantauan/pengumpulan data cadangan pangan masyarakat sebesar Rp. 598.850.000,- telah teralisasi sebesar Rp.526.811.800,- atau 87.97 persen. Realisasi anggaran sebesar Rp. 526.811.800,- tersebut dipergunakan untuk persiapan sebesar Rp. 38.131.500,- pelaksanaan Rp. 464.820.300,- dan pelaporan Rp. 23.860.000,-

Untuk menyediakan data harga dan pasokan pangan dari seluruh pelosok tanah air, secara cepat (up to date) dan akurat, sehingga dapat segera dilakukan antisipasi dan respon terhadap kemungkinan terjadinya gejolak, Pusat Distribusi dan Cadangan dilakukan melalui pengembangan metoda panel. Metode ini merupakan salah satu cara terbaik untuk mengamati ”dinamika distribusi pangan antar-waktu dan antar wilayah” secara cepat dan akurat. Dengan metoda ini pengumpulan data dilkaukan oleh enumerator di kabupaten/kota, melalui pengamatan secara periodik (time series) terhadap sekumpulan objek (panel). Selanjutnya data dari enumerator tersebut dilaporkan ke pusat Distribusi dan Cadangan Pangan dengan menggunakan Sort Masage Service (SMS).

Secara umum tahapan panel haraga dan pasokan pangan mencakup pengumpulan data oleh enumerator di kabupaten/kota, yang dikoordinasikan oleh Badan/kantor/instansi yang menagani ketahanan pangan provinsi, dan kompilasi dan analisis data nasional oleh di Pusat. Selain dimanfaatkan oleh pusat, data yang terkompilasi tersebut juga dmanfaatkan oleh BKP provinsi dan kabupaten untuk menganalisis kondisi perkembangan harga dan pasokan di masing-masing wilayah.

Pada tahun 2011 telah dikengembangkan metode panel di 16 provinsi yang terdiri dari 91 kabupaten/kota dan didanai melalui alokasi dana dekonsentrasi. Selain dana yang dialokasikan ke daerah melalui dana dekonsentrasi, untuk mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan panel di pusat dialokasikan dana APBN sebesar Rp 417,05 juta. Dari alokasi tersebut dapat di realisasi sebesar Rp 385,53 jut, yang digunakan untuk: (a) biaya persiapan sebesar Rp 34 juta; (b) pelaksanaan sebesar Rp 316,078 juta dan ; (c) Pelaporan sebesar Rp 35,446 juta.

Untuk mengetahui capaian kinerja kegiatan panel harga dan pasokan pangan digunakan indikator jumlah provinsi yang melaksanakan kegiatan panel. Berdasarkan indikator tersebut, semua provinsi yang ditargetkan, dapat melaksanakan kegiatan panel, yaitu 16 provinsi atau 100 persen. Angka capaian tersebut lebih besar dari angka capaian kinerja tahun 2010, yaitu 91,67

(27)

persen. Rincian selengkapnya mengenai capaian kinerja kegiatan panel harga dan pasokan pangan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel III.6 Perbandingan Kegiatan Panel Harga dan Pasokan Pangan Tahun 2010 dan 2011

Indikator Kinerja Target Realisasi % Keterangan

2. Jumlah provinsi panel

c. Tahun 2010 12

Prov

11 Prov

91,67 Terdiri dari 82 kab/kota

d. Tahun 2011 16

Prov

16 Prov

100,00 Terdiri dari 99 kab/kota

Dilihat dari indicator jumlah provinsi yang melaksanakan panel, capaiannya mencapai 100 persen. Namun demikian dari sisi pelaksanaanya terdapat bebarapa permasalahan, seperti::

a. Kurangnya pembinaan enumerator oleh daerah, sehingga enumerator kurang intensif dalam mengirim data melalui SMS,

b. Adanya satuan pengukuran yang belum seragam, khususnya untuk data stok,

c. BKP provinsi dan kabupaten belum memanfaatkan data panel untuk bahan perumusan kebijakan di daerah masing-masing secara optimal

Guna mengatasi berbagai permasalahan tersebut, telah dilakukan berbagai upaya antara lain:

a. Mengirimkan hasil rekapitulasi absensi ke provinsi dan melakukan kegiatan validasi data langsung ke enumerator;

b. Melakukan koordinasi dengan BKP daerah, sekaligus pembinaan terhadap enumerator;

Memberikan pencerahan tentang analisis dan pelaporan kepada petugas daerah pada acara-acara apresiasi, workshop yang dilakukan oleh Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan atau oleh BKP daerah.

3. Sasaran Meningkatnya Kualitas Analisis Ketersediaan dan akses Pangan, dan

Penanganan Rawan Pangan

Guna mencapai sasaran ini, diukur Sasaran tersebut dicapai dengan mengukur lima indikator kinerja. Pencapaian dari masing-masing indikator kinerja dapat digambarkan sebagai berikut:

(28)

Tabel III.7. Pengukuran Pencapaian Sasaran Meningkatnya Kualitas Analisis Ketersediaan dan Akses Pangan, dan Penanganan Rawan Pangan Tahun 2011

Indikator Kinerja Target Realisasi %

a.Jumlah propinsi yang menindaklanjuti hasil analisis ketersediaan pangan

33 33 100

b.Jumlah alternative pengembangan akses pangan masyarakat

2 2 100

c.Jumlah propinsi yang melakukan penanganan rawan pangan berdasarkan hasil analisis SKPG dan

melakukan intervensi rawan pangan transien

33 29 87,88

d.Jumlah kab/kota yang melakukan intervensi

penanganan rawan pangan berdasarkan hasil analisis SKPG

400 230 57,50

e.Jumlah desa rawan pangan yang menjadi mandiri 221 221 100

Indikator kinerja sasaran ini telah terealisasi diatas 85 persen, kecuali indikator sasaran ”Jumlah kab/kota yang melakukan intervensi penanganan rawan pangan berdasarkan hasil analisi SKPG” yang terealisasi 57,50 persen atau 230 kelompok dari target 400 kelompok. Kecilnya realisasi tersebut dikarenakan (a) Daerah tidak optimal dalam melaksanakan dan memanfaatkan hasil analisi SKPG; (b) Provinsi dan Kabupaten tidak melakukan penyusunan juklak dan juknis; (c) Tidak terbentuk Tim Investigasi di beberapa daerah; (d) Tingginya tingkat mutasi aparat sehingga petugas sering berganti; dan (e) Pencairan tidak sesuai RUK. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa :

a. Jumlah propinsi yang menindaklanjuti hasil analisis ketersediaan pangan sebanyak 33 provinsi atau mencapai 100 persen.

b. Jumlah alternatif pengembangan akses pangan masyarakat sebanyak 2 dokumen atau mencapai 100 persen;

c. Jumlah propinsi yang melakukan penanganan rawan pangan berdasarkan hasil analisis SKPG dan melakukan intervensi rawan pangan transien sebanyak 29 provinsi atau 87,88 persen dari target 33 provinsi;

d. Jumlah kab/kota yang melakukan intervensi penanganan rawan pangan berdasarkan hasil analisis SKPG sebanyak 230 kab/kota atau 57,50 persen dari target 400 kab/kota;

(29)

Kegiatan Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan dilaksanakan dengan menggunakan anggaran sebesar Rp. 171,56 milyar dengan relisasi Rp. 158,07 milyar atau 92,14 persen terdiri dari Rp. 61,86 milyar untuk dana bansos yang dialokasikan ke daerah dengan realisasi Rp. 58,06 milyar atau 93,85 persen dan sisanya untuk melaksanakan berbagai kegiatan terkait pelaksanaan Desa Mapan di Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan; dan untuk pelaksanaan kegiatan pendukung Apresiasi Analisis Ketersediaan Pangan.

Perkembangan Desa Mandiri Pangan sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2011 yaitu : Jumlah Desa Mandiri Pangan yang dibangun selama 5 tahun pelaksanaan sejak tahun 2006 hingga 2011 sebanyak 2.851 desa di 399 kabupaten/kota pada 33 provinsi atau terealisasi 111,8 persen dari rencana 2.550 desa, terdiri dari :

a. Tahun 2006 sebanyak 250 desa di 122 kabupaten pada 30 propinsi, pada tahun 2009 sudah masuk dalam tahap Kemandirian, dan dijadikan Desa Inti dalam Gerakan Kemandirian Pangan (Gema Pangan) untuk membina 3 desa rawan pangan di sekitarnya menjadi Desa Replikasi;

b. Tahun 2007 sebanyak 354 desa di 58 kabupaten pada 32 propinsi, pada tahun 2010 sudah masuk dalam tahap Kemandirian, untuk selanjutnya dijadikan Desa Inti untuk melaksanakan Gema Pangan;

c. Tahun 2008 sebanyak 221 desa di 21 kabupaten pada 32 propinsi, sudah masuk dalam tahap Pengembangan;

d. Tahun 2009 sebanyak 349 desa di 74 kabupaten pada 33 propinsi, masuk dalam tahap Penumbuhan; dan

e. Tahun 2010 sebanyak 466 desa di 106 kabupaten pada 33 provinsi, dan f. Tahun 2011 sebanyak 262 desa di 18 kabupaten/kota pada 33 provinsi

Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, jumlah desa pelaksana Demapan tahun ini lebih banyak daripada sebelumnya. Kegiatan Pengembangan Demapan dilaksanakan secara bertahap selama 5 tahun sejak tahun 2006. Pada tahun 2011, jumlah desa pelaksana Demapan telah bertambah menjadi 1.994 desa dari sebelumnya 1.174 desa pada tahun 2009. Pada tahun 2010, sejumlah 122 desa bentukan tahun 2006 telah menjadi desa inti dan replikasi dan 128 desa telah dalam proses gerakan, serta 354 desa telah memasuki tahap kemandirian. Secara lebih terperinci, dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel III.8. Perkembangan Jumlah Lokasi dan Anggota Pengembangan Demapan Tahun 2006 – 2011

(30)

Tahun Posisi Tahap Pembangunan

Lokasi Jumlah KK Kelompok

Afinitas Jumlah Bantuan Modal Usaha (Rp.000) Pro-vinsi Kabu-paten Desa KK KK Miskin KK % 2006 Gerakan 30 122 250 459.869 240.097 52,21 25.000.000 2007 Gerakan 32 180 354 467.514 242.825 51,94 35.400.000 2008 Kemandirian 32 201 221 61.232 31.326 51,16 22.100.000 2009 Pengembangan 33 275 349 61.082 27.922 45,71 34.900.000 2010 Penumbuhan 33 350 829 92.272 41.970 45,48 50.890.000 2011 Persiapan 33 399 838 93.274 42.426 45,49 44.230.000 Jumlah

Sumber : Laporan Akhir Desa Mapan Tahun 2011

D. Evaluasi Kinerja Tahun 2011

Berdasarkan hasil evaluasi kinerja sasaran dan kegiatan, dilakukan pula evaluasi kinerja secara umum guna memberikan penjelasan tentang berbagai hal yang mendukung keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan suatu kegiatan melalui :

a. Analisis efisiensi kegiatan dengan membandingkan antara output dengan input, baik untuk rencana maupun realisasi;

b. Pengukuran/penentuan efektivitas kegiatan yang menggambarkan tingkat kesesuaian antara tujuan dengan hasil, manfaat, atau dampak.

Keberhasilan kinerja kegiatan berdasarkan hasil evaluasi dan pengukuran kinerja kegiatan tersebut, kemudian dianalisis dengan cara membandingkan: (a) kinerja yang telah dilaksanakan atau kinerja nyata dengan kinerja yang direncanakan; (b) kinerja nyata dengan standar atau hasil capaian kinerja kegiatan yang sama pada lembaga lain; dan (c) kinerja nyata dengan kinerja tahun sebelumnya.

a. Kinerja Nyata Dengan Kinerja Tahun Sebelumnya

Secara umum, kinerja kegiatan BKP tahun 2011 sudah lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya selama periode 2005 - 2010. Hal ini terlihat dari berbagai hal berikut:

(1) Sebagian besar hasil/outputs kegiatan bernilai di atas 90 persen, serta sebagian besar indikator kinerja sudah terukur dengan lebih baik dari tahun sebelumnya, dengan nilai capaian rata-rata 95,35 persen;

(2) Hasil pengukuran indikator sasaran tahun 2011 menunjukkan, bahwa sebagian besar sasaran tahun 2011 telah terealisasi 100 persen. Hal ini diperkirakan karena meningkatnya efektivitas dan efisiensi pelaksanaan kinerja Badan Ketahanan Pangan dari tahun sebelumnya.

(31)

(3) Dari aspek ketahanan pangan tampak bahwa:

(a) Ketersediaan pangan dari produksi domestik adalah produksi dikurangi kebutuhan untuk pakan, benih/bibit dan tercecer. Perkembangan ketersediaan komoditas pangan penting selama kurun waktu tahun 2007 – 2011 menunjukkan bahwa ketersediaan beberapa komoditas meningkat, yaitu beras sebesar 3,28%, jagung 7,20%, kedelai 11,39%, ubi kayu 4,19%, ubi jalar 3,67%, sayuran 4,80%, buah-buahan 4,61%, minyak goreng (sawit) 4,68%, daging sapi sebesar 7,32%, daging ayam 5,58%, susu 13,86% dan ikan 9,66%. Peningkatan ketersediaan komoditas tersebut di atas disebabkan oleh produksi yang cenderung meningkat setiap tahunnya. Sedang perkembangan ketersediaan komoditas kacang tanah, gula dan telur mengalami penurunan masing-masing sebesar 3,59%, 0,88%, dan 0,38%. Penurunan ketersediaan ini disebabkan oleh menurunnya produksi, terlihat pada tabel III.11 berikut.

Tabel III.11. Pertumbuhan Ketersediaan Komoditas Pangan Penting Komoditas Nabati dan Hewani Tahun 2007 – 2011

(000 Ton)

No Komoditas Tahun Pertumb.

(%) '10-'11 Pertumb. (%) '07-'11 2007 2008 2009 2010 2011 (III) 1 Beras 32.371 34.166 36.207 37.371 36.762 (1,63) 3,28 2 Jagung 11.709 14.379 15.536 16.150 15.183 (5,99) 7,20 3 Kedelai 538 704 884 823 789 (4,08) 11,39 4 Kacang tanah 717 700 707 708 615 (13,13) (3,59) 5 Ubi kayu 19.163 20.858 21.129 22.930 22.495 (1,90) 4,19 6 Ubi jalar 1.660 1.656 1.811 1.805 1.912 5,92 3,67 7 Sayuran 9.077 9.634 10.203 10.278 10.940 6,44 4,80 8 Buah-buahan 16.475 17.352 17.954 14.909 18.873 26,58 4,61 9 Minyak goreng (sawit) 11.773 11.690 12.879 13.850 14.087 1,71 4,68 10 Gula 2.424 2.642 2.495 2.341 2.323 (0,80) (0,88) 11 Daging sapi 242 279 291 311 319 2,73 7,32 12 Daging ayam 714 744 774 850 886 4,30 5,58 13 Telur 1.260 1.221 1.195 1.250 1.239 (0,90) (0,38) 14 Susu 479 545 743 767 782 2,04 13,86 15 Ikan 7.003 7.530 8.344 9.079 10.121 11,48 9,66 Data diolah BKP

(b) Ketersediaan pangan penting yang mengalami peningkatan pada tahun 2011 dibandingkan dengan tahun 2010, yaitu ketersediaan ubi jalar 5,92%, sayuran 6,44%, buah-buahan 26,58%, minyak goreng (sawit) 1,71%, daging sapi 2,73%, daging ayam 4,30%, susu 2,04% dan ikan 11,48%. Peningkatan ketersediaan komoditas tersebut disebabkan oleh meningkatnya produksi dibandingkan tahun 2010. Sedangkan ketersediaan yang mengalami penurunan, yaitu beras 1,63%, jagung 5,99%, kedelai 4,08%, kacang tanah 13,13%, ubi kayu 1,90%, telur 0,90%, dan gula 0,80%. Penurunan ketersediaan ini

Gambar

Tabel 1. Penetapan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2011
Tabel III.1. Pengukuran Pencapaian Sasaran Badan Ketahanan Pangan Tahun 2011
Tabel III.2.   Pengukuran  Pencapaian  Sasaran  Meningkatnya  Penganekaragaman
Tabel III.2  Kumulatif Jumlah Lokasi Kegiatan P2KPG/P2KP Tahun 2007-2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

sebesar 0,000 atau lebih kecil dari 0,05 (< 0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian sesuai dengan model penelitian yang menyebutkan bahwa ada

2.4.1 Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukabumi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Republik Indonesia Nomor : KEP- 443/KMK.01/2001 tanggal 23

Komputer bisa mengerti tentang program yang ditulis dengan menggunakan perangkat lunak bahasa pemrograman karena masing-masing perangkat lunak bahasa pemrograman dilengkapi

1.4.1 Pedoman Umum Penyelenggaraan Sertifikasi Profesi Penanggulangan Bencana berisikan prinsip, persyaratan dan proses uji sertifikasi kompetensi yang mencakup mengajukan

Mulai menggeliatnya kembali industri kerajinan lurik dan payung setelah beberapa masa terpuruk, menarik perhatian penata tari untuk menciptakan tarian tentang lurik

Hal ini bertolak belakang dengan apa yang menjadi esensi dari asas equality before the law yang tertuang dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, bahwa semua orang sama di

Untuk itu, agar mampu membangun preferensi merek yang kuat maka sebaiknya menjalin hubungan intensif dengan pelanggan misalnya dengan memiliki account pada jejaring

Sedangkan orangtua itu sendiri terdiri dari ayah dan ibu, dimana masing-masing akan memiliki perlakuan yang berbeda terhadap anak, tetapi menurut Shihab, (2011) ayah adalah