• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

Y 3 Keberhasilan Usahatani Peubah-peubah

A. Sayuran 1) Sangat Rendah 5.1 3.4 2.8 0.0 11

Rendah 4.0 17.5 5.6 1.7 28.8 Tinggi 1.1 15.8 15.3 2.3 34.5 Sangat Tinggi 0.6 2.8 16.4 5.6 25.4 Total 10.8 39.5 40.1 9.6 100.0 B. Padi2) Sangat Rendah 1.8 6.7 7.3 0.0 15.8 Rendah 5.5 22.4 17.0 0.6 45.5 Tinggi 1.8 18.2 10.3 2.4 32.7 Sangat Tinggi 0.0 2.4 1.8 1.8 6.0 Total 9.1 49.7 36.4 4.8 100.0

Keterangan : 1) Hasil uji Chi-square berbeda sangat nyata =0,01. 2) Hasil uji Chi-square berbeda nyata =0,05.

Pengaruh tingkat kemandirian terhadap keberhasilan usahatani berbeda sangat nyata antara usahatani sayuran dan usahatani padi (Tabel 61). Kecenderung- an tingkat kemandirian usahatani menunjukkan pengaruh lebih besar terhadap tingkat keberhasilan usahatani sayuran sedangkan pada usahatani padi tampak lebih kecil.

Tabel 61. Sebaran Keberhasilan Usahatani menurut Kemandirian Usahatani

Keberhasilan Usahatani (%) Kemandirian

Usahatani Sngt rendah Rendah Tinggi Sngt Tinggi Total A. Sayuran1) Sangat Rendah 3.4 5.6 0.0 0.0 9.0 Rendah 3.4 19.8 11.9 1.1 36.2 Tinggi 2.8 13.6 23.2 4.5 44.1 Sangat Tinggi 1.1 0.6 5.1 4.0 10.7 Total 10.7 39.5 40.1 9.6 100.0 B. Padi2) Sangat Rendah 1.8 7.3 1.2 0.0 10.3 Rendah 5.5 24.2 16.4 0.6 46.7 Tinggi 1.8 13.9 17.6 1.8 35.2 Sangat Tinggi 0.0 4.2 1.2 2.4 7.9 Total 9.1 49.7 36.4 4.8 100.0

Keterangan : 1) Hasil uji Chi-square berbeda sangat nyata =0,01.

2) Hasil uji Chi-square berbeda sangat nyata =0,01.

Kemandirian berpengaruh besar terutama tampak antara tingkat kemandirian sangat rendah hingga tinggi. Hubungan tingkat kemandirian dengan tingkat keberhasilan usahatani menunjukkan pola kecenderungan sama seperti yang ditunjukkan oleh tingkat kapasitas petani yang telah diuraikan sebelumnya.

Dari Tabel 61 menunjukkan bahwa keberhasilan usahatani sayuran sebesar 49,7 persen sebagian besar dicapai pada tingkat kemandirian usahatani tinggi hingga sangat tinggi sedangkan pada usahatani padi tampak mencapai lebih rendah. Hal ini karena kemandirian petani sayuran tinggi (rata-rata skor 67,4) dan keberhasilan usahatani sayuran juga tinggi (rata-rata skor 70,1), sedangkan pada usahatani padi kemandirian petani lebih rendah (rata-rata skor 58,7) dan tingkat keberhasilan usahatani padi juga rendah (rata-rata skor 60,7). Dengan demikian tingkat kemandirian petani sayuran memiliki pengaruh lebih besar dibanding pada padi dalam mencapai keberhasilan usaha pertanian.

Model Pengembangan Kapasitas Petani Untuk Mewujudkan Keberhasilan Usahatani

Misi penyuluhan harus mengedepankan target pencapaian pengembangan kualitas sumber manusia. Keberhasilan suatu usaha pertanian tidak terlepas dari kondisi kualitas sumber manusia (petani) sebagai pelaku terdepan. Kualitas petani dapat ditunjukkan dari kapasitas yang dimiliki petani dalam menjalankan usahatani. Kebutuhan peningkatan kapasitas petani sangat penting dan mendesak untuk dilakukan guna menghadapi persaingan di masa datang dan peningkatan kesejahteraan petani. Makna pengembangan kapasitas diartikan sebagai proses peningkatan daya-daya yang dimiliki pada pribadi seorang petani untuk dapat menetapkan tujuan usahatani secara tepat dan mencapai tujuan tersebut secara tepat pula. Kapasitas menyangkut kemampuan diri dari petani sehingga merupakan unsur utama dalam menuju keberhasilan berusaha. Peningkatan kapasitas merupakan proses pembelajaran secara berkelanjutan yang bertujuan untuk memberi daya-daya agar petani dapat mengidentifikasi potensi, memanfaatkan peluang, mengatasi permasalahan dan menjaga keberlanjutan sumberdaya yang digunakan dalam berusaha di bidang pertanian, sehingga dapat menetapkan tujuan usahatani secara tepat dan mencapai tujuan tersebut secara dan tepat.

Penyuluhan memiliki fungsi sangat penting dan strategis bagi peningkatan kapasitas petani terutama dalam fungsi pengembangan sumberdaya manusia. Penyuluhan di bidang pertanian yang banyak dilakukan selama ini selain untuk kelancaran pelaksanaan program juga lebih menekankan kepada produktivitas sumberdaya alam melalui diseminasi tekonologi produksi yang bermuara kepada pengembangan sumberdaya pertanian. Menurut Tjitropranoto (2005) penyuluhan yang berorientasi kepada pengembangan sumberdaya pertanian memang lebih mudah dan cepat tampak hasilnya tetapi memiliki kelemahan yaitu hasil yang dicapai tidak dapat lestari. Sebaliknya penyuluhan yang bertumpu kepada pengembangan sumberdaya manusia lebih sulit terutama karena heterogenitas tujuan dan kebutuhan petani, memerlukan waktu untuk dapat melihat hasilnya tetapi memiliki kelebihan yakni hasil yang telah dicapai berkelanjutan. Semestinya orientasi penyuluhan bertujuan mengelola perilaku sasaran petani

(sumberdaya manusia) menuju kepada kapasitas petani agar tahu, mau dan mampu mengubah perilaku petani sesuai dengan kebutuhan yang telah dirumuskan.

Model penyuluhan bagi petani sayuran dan petani padi disusun dengan pendekatan masukan (input), proses, keluaran (output) dan dampak (outcome) berdasarkan pada model teoritis yang telah teruji melalui analisis regresi dan lintasan. Pertimbangan model penyuluhan karena: (1) kapasitas petani masih tergolong rendah, (2) kondisi penyuluhan banyak terselenggara belum sesuai tujuan dan kebutuhan petani, (3) petani masih sangat membutuhkan bimbingan dari pihak luar dan (4) petani memiliki potensi besar untuk berkontribusi terhadap pembangunan bangsa tetapi masih banyak aspek belum kondusif.

Prinsip model penyuluhan dilakukan melalui proses pembelajaran menggunakan prinsip-prinsip pendidikan orang dewasa yang dilaksanakan secara berkelanjutan oleh seluruh instistusi atau perorangan (stakeholder) yang bergerak dibidang pembangunan pertanian. Hasil sistesis dari penelitian diperoleh penyusunan model penyuluhan berbeda antara petani sayuran dan petani padi dalam upaya meningkatkan kapasitas untuk mewujudkan keberhasilan usahatani. Perbedaan tersebut berdasarkan dari hasil analisis yang disajikan pada Gambar 18 dan Gambar 19.

Faktor strategis untuk meningkatkan kapasitas bagi petani sayuran dari Gambar 17 dan Gambar 18 adalah ketersediaan inovasi, keberanian mengambil resiko dan kekosmopolitan sedangkan bagi petani padi adalah aksesbilitas informasi, keberanian mengambil resiko dan kekosmopolitan.

Tahap pertama, mula-mula dilakukan identifikasi kebutuhan petani secara partisipatif antara penyuluh dengan petani. Petani ikut aktif merumuskan kebutuhan nyata petani berdasarkan skala prioritas. Tahap ini sangat penting karena bila tidak diketahui kebutuhan yang diperlukan dengan skala prioritas berakibat, penyuluhan tidak bermanfaat. Petani dan penyuluh harus dapat memilih antara kebutuhan yang dirasakan (feld need) dan kebutuhan sesungguhnya (real need).

Berdasarkan hasil penelitian ini terdentifikasi kebutuhan mendesak bagi petani sayuran terhadap ketersedian inovasi menyangkut inovasi yang menguntungkan dengan masukan biaya rendah dan kesesuaian inovasi.

Ketersediaan inovasi masih memiliki tingkat keuntungan rendah yang ditunjukkan oleh jumlah petani sebanyak 72,3 persen dan tingkat kesesuaian dengan kebutuhan petani yang rendah mencapai 67,8 persen. Demikian pula sumber dan ketersediaan informasi yang dapat dipercaya oleh petani masih rendah mencapai 55,5 persen. Secara ringkas kebutuhan inovasi petani sayuran meliputi (1) sumber informasi menguntungkan, (2) pemahaman dan kemampuan pengelolaan resiko inovasi, (3) inovasi yang tersedia dapat dipercaya, (4) inovasi yang tersedia sesuai dengan masalah yang dihadapi. Kebutuhan pendidikan dari petani sayuran adalah pengalaman belajar dalam bentuk pendidikan non formal yang terkait dengan pemahaman tentang resiko dan kemampuan pengelolaan dan pelaksanaan usaha yang beresiko sedangkan kekosmopolitan adalah peningkatan interaksi dengan petani yang lebih berhasil. Secara ringkas sebagai kebutuhan masukan petani sayuran untuk materi proses penyuluhan disajikan pada Gambar 20.

Kemudian untuk kebutuhan petani padi adalah akses informasi, keberanian mengambil resiko dan kekosmopolitan. Aksesbilitas informasi petani padi rendah dapat teridentifikasi meliputi (1) Ketersedian informasi yang dapat dipercaya (2) kesesuaian informasi dengan masalah yang dihadapi (3) kredibilitas pemberi dan kemudahan informasi dan (4) pengalaman belajar dan berinteraksi dengan petani yang lebih berhasil/maju. Kebutuhan kekosmopolitan meliputi intensitas pergaulan dengan petani dan masyarakat lain lebih maju usahataninya, jumlah waktu yang digunakan untuk media informasi dan tingkat keaktifan mencari informasi sedangkan keberanian mengambil resiko meliputi pemahaman tentang resiko dan kemampuan melaksanakan usaha beresiko. Secara ringkas sebagai kebutuhan masukan materi untuk proses penyuluhan disajikan pada Gambar 20.

Tahap kedua adalah proses penyuluhan yang dapat meningkatkan kapasitas petani. Pokok-pokok pikiran strategi penyuluhan pembangunan untuk peningkatan kapasitas petani telah disampaikan pada Tabel 2, merupakan hasil sintesa model penyuluhan pertanian menuju pengembangan kemandirian petani (Sumardjo, 1999) dan paradigma baru penyuluhan pembangunan (Slamet, 2003). Syarat untuk menerapkan model peningkatan kapasitas melalui penyuluhan adalah ketersediaan penyuluh baik kuantitas maupun kualitas serta dan dukungan organisasi penyuluhan.

Gambar 20. Model Pengembangan Kapasitas Petani Melalui

Penyuluhan Dalam Mewujudkan Keberhasilan Usahatani

KELUARAN (Output)

Dokumen terkait