PERAN KAPASITAS PETANI DALAM MEWUJUDKAN KEBERHASILAN
USAHATANI: KASUS PETANI SAYURAN DAN PADI
DI KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN
PROVINSI JAWA TIMUR
HERMAN SUBAGIO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Peran Kapasitas Petani dalam Mewujudkan Keberhasilan Usahatani: Kasus Petani Sayuran dan Padi di Kabupaten Malang dan Pasuruan Provinsi Jawa Timur” adalah ide atau hasil karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah
diajukandalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi lain. Sumber informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan
dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor,
ABSTRACT
HERMAN SUBAGIO. Farmer’s capacity and the successful of farming system: Case of Vegetables and Rice Farmers in Malang and Pasuruan District in East Java Province. Under Direction of SUMARDJO, PANG S ASNGARI, PRABOWO TJITROPRANOTO and DJOKO SUSANTO.
Farmer’s capacity is the very important factor in agricultural development based on human resources; high level of farmers’ capacity ensures thei successes and in sustainable farming system.
The objectives of the research are: to determine the level of farmer’s capacity and to analyze the determinant factors effecting farmer capacity. The research was carried out in Malang and Pasuruan Districts which are the centres for vegetables and rice in East Java Province. Data were collected using structured interviews and direct observation. Total sample were 324 farmers who drawn using cluster random sampling technique, i.e.177 and 165 of vegetables farmers and rice farmer, respectively
The results of the research showed that: the level of farmer’s capacity is low level category. There is significant difference of the level of farmer’s capacity in two Districts, The level of farmer’s capacity in Malang District is higher than in Pasuruan District. The characteristic of innovation, cosmopolitness and formal educational are determinant factors affecting farmer’s vegetables capacity, whereas the accsess of information and cosmopolite are determinant factors of rice farmers capacity. The factors have significant indirect effect to the successful of farming system through farmer’s capacity and self reliance in farming.
The results of the research imply that agricultural research and extension should take into consideration the level of farmer’s educational, farmer’s capacity, accsess of information and characteristics of innovation in developing agricultural technologies and programs to disseminate innovation and information.
RINGKASAN
HERMAN SUBAGIO. Peran Kapasitas Petani dalam Mewujudkan Keberhasilan Usahatani: Kasus Petani Sayuran dan Padi di Kabupaten Malang dan Pasuruan Provinsi Jawa Timur, dibimbing oleh SUMARDJO, PANG S. ASNGARI, PRABOWO TJITROPRANOTO dan DJOKO SUSANTO.
Kapasitas petani sangat penting seiring dengan prioritas pembangunan pertanian berorientasi kepada pengembangan sumberdaya manusia. Kapasitas adalah daya-daya yang melekat pada pribadi seseorang sebagai pelaku utama pengelola sumber daya pertanian untuk dapat menetapkan tujuan usahatani secara tepat dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara tepat pula. Hingga kini kapasitas petani dalam mewujudkan keberhasilan usahatani masih rendah. Terbukti dari pengetahuan, sikap dan ketrampilan petani dalam mengidentifikasi potensi usahatani, pemanfaatan peluang, mengatasi permasalahan usahatani dan menjaga keberlanjutan sumberdaya usahatani masih rendah.
Tujuan penelitian adalah (1) Mendeskripsikan tingkat kapasitas petani sayuran dan petani padi, (2) Mengungkap faktor-faktor determinan yang berpengaruh terhadap kapasitas petani sayuran dan petani padi dan tingkat keberhasilannya dalam usahatani, (3) Memetakan kapasitas petani sayuran dan petani padi dalam mewujudkan keberhasilan usahatani dan (4) merumuskan model penyuluhan yang efektif untuk peningkatan kapasitas petani.
Penelitian dilakukan dengan responden petani sayuran dan petani padi di Kabupaten Malang dan Kabupaten Pasuruan Jawa Timur menggunakan metode survei dan pengamatan langsung. Sampel menggunakan metode cluster random sampling. Total sampel adalah 324 petani terdiri 177 petani sayuran dan 165 petani padi. Analisis data menggunakan analisis statistik diskriptif, uji beda, uji regresi dan analisis jalur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir 50 persen kapasitas petani sayuran rendah hingga sangat rendah sedangkan petani padi mencapai 62 persen. Kapasitas petani sayuran berbeda nyata dengan petani padi. Kapasitas petani sayuran dalam mengidentifikasi potensi usahatani adalah tinggi hingga sangat tinggi menunjukkan lebih rendah dibanding petani padi, sedangkan dalam pemanfaatan peluang, mengatasi permasalahan usahatani dan menjaga keberlanjutan sumberdaya usahatani adalah lebih tinggi.
Karakteristik pribadi petani memiliki pengaruh lebih besar dibanding faktor lingkungan, inovasi dan informasi terhadap pembentukan dan peningkatan kapasitas petani sayuran. Sebaliknya, pada petani padi faktor di luar karakteristik pribadi menunjukkan pengaruh lebih besar. Pendidikan dan kekosmopolitan adalah karakteristik pribadi petani yang determinan untuk peningkatan dan pembentukan kapasitas petani sayuran berkualitas (tinggi), sedangkan pada petani padi ditunjukkan oleh kekosmopolitan. Faktor determinan di luar karakteristik pribadi petani dalam membentuk dan meningkatkan kapasitas petani sayuran adalah ketersediaan inovasi, sedangkan untuk kapasitas petani padi adalah aksesbilitas informasi.
©
Hak cipta milik IPB, tahun 2008
Hak cipta dilindungi Undang-undang
1.Dilarang mengutip sebagaian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a.Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b.Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
PERAN KAPASITAS PETANI DALAM MEWUJUDKAN KEBERHASILAN USAHATANI: KASUS PETANI SAYURAN DAN PADI
DI KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR
Herman Subagio
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji pada Ujian Tertutup: Prof. Dr. H. R. Margono Slamet
Penguji pada Ujian Terbuka: 1. Dr. Ir. Fawzia Sulaiman
Judul : Peran Kapasitas Petani dalam Mewujudkan Keberhasilan Usahatani: Kasus Petani Sayuran dan Padi
di Kabupaten Malang dan Pasuruan Provinsi Jawa Timur.
Nama Mahasiswa : Herman Subagio
N.I.M. : P061020031
Disetujui: Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. SUMARDJO, MS. Ketua
Prof. Dr. PANG S. ASNGARI Anggota
Dr. PRABOWO TJITROPRANOTO, M.Sc. Anggota
Prof. (Ris) Dr. DJOKO SUSANTO, SKM. Anggota
Diketahui:
Ketua Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Dr. Ir. LALA M. KOLOPAKING, MS.
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Prof. Dr. Ir. KHAIRIL A. NOTODIPUTRO, MS
PRAKATA
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena dengan rakhmat dan hidayahNya Disertasi dengan judul: “KAPASITAS PETANI DALAM MEWUJUDKAN KEBERHASILAN USAHATANI: KASUS PETANI SAYURAN DAN PADI DI KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR” dapat terselesaikan.
Disertasi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan Program Studi Doktor pada Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih dan penghargaan tertinggi penulis haturkan kepada: Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sumardjo, MS., Bapak Prof. Dr. H. Pang S. Asngari, Bapak Dr. H. Prabowo Tjitropranoto, M.Sc. dan Bapak Prof. (Riset) Dr. Djoko Susanto, SKM., APU yang telah memberikan bimbingan dan dukungan tidak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini dan melewati tahapan Program Studi Doktor di Sekolah Pascasarjana IPB. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. H. R. Margono Slamet atas kesediaan menerima penulis sebagai mahasiswa PPN dan bersedia menjadi penguji pada ujian tertutup. Demikian juga terima kasih disampaikan kepada Dr. Ir. Fawzia Sulaiman dan Dr. Ir. Ma’mun Sarma MS.,M.Ec. sebagai penguji pada ujian terbuka.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan disertasi ini, yang tidak mungkin disebutkan satu persatu. Namun secara khusus penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada istri penulis, Tyas Suryaningsih Dipl.Ak, ananda Chatraintan dan Mahathir Mohammad yang telah banyak berkorban dan berdo’a bagi penulis, terima kasih juga disampaikan kepada ibunda R. Sofia yang banyak berdo’a bagi penulis.
Kepada rekan-rekan penyuluh dan seluruh petani responden yang telah banyak memberikan informasi maupun data pendukung dalam penelitian ini, penulis menyampaikan banyak terima kasih. Demikian pula bagi seluruh dosen dan rekan-rekan PPN, penulis sampaikan terima kasih atas dorongan dan dukungannya dalam menyelesaikan Program Studi Doktor pada Sekolah Pasca-sarjana IPB Bogor.
Kepada Pimpinan Badan Litbang Pertanian, penulis menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan biaya dan kesempatan yang telah diberikan. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Kepala BPTP Jawa Timur atas pemberian ijin belajar dan bantuan do’a yang telah diberikan bagi penulis.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Probolinggo pada tanggal 5 Juni 1960 sebagai anak ke enam dari tujuh bersaudara dari bapak Slamet Martoprawiro Samudro (alm.) dan ibu R. Sofia. Pendidikan Sekolah Dasar hingga Lanjutan Atas diselesaikan di kota Probolinggo. Sarjana Pertanian lulus pada tahun 1987 dari Universitas Wisnuwardhana Malang. Program Pascasarjana Jurusan Sosiologi diselesaikan pada tahun 1992 di Universitas Gadjahmada Yogyakarta. Studi Program Doktor pada Ilmu Penyuluhan Pembangunan ditempuh mulai tahun ajaran 2002/2003 dengan bantuan beasiswa dari Badan Litbang Departemen Pertanian.
Sejak tahun 1980 hingga 1984, penulis bekerja sebagai tehnisi pelaksana percobaan pada LP3 Pusat Perwakilan Jawa Timur di Malang, kemudian pada tahun 1985 hingga 1990 penulis bekerja sebagai peneliti pemuliaan tanaman jagung pada Balai Penelitian Tanaman Pangan (Balittan) Malang dan mulai 1994 beralih menjadi peneliti bidang sosial ekonomi di Balittan Malang. Sejak akhir tahun 1999 dialih tugas ke Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Timur hingga sekarang. Jabatan yang pernah dialami adalah:
•Koordinator On farm Research Balittan Malang pada tahun 1987 hingga 1990 •Kepala Kebun Percobaan Muneng Probolinggo pada tahun 1990 hingga 1992 •Kepala Sub Balittan Muneng Probolinggo pada tahun 1993 hingga 1994 •Ketua Kelompok Peneliti (Kelti) Sosial Ekonomi pada tahun 1994 hingga 1997 Pengalaman latihan dan lokakarya yang diikuti antara lain:
• Maize Improvement pada tahun 1987 di CIMMYT, El Batan Mexico City • Management of Experimental Stations pada tahun 1989 di CIMMYT, El Batan
Mexico City
• Management and Analysis of Statistical Data pada tahun 1990 di University of Reading, London UK.
• Pemahaman pedesaan secara partisipatif (PRA) pada tahun 1997 di Badan Litbang Pertanian Jakarta
• Workshop on Women Role’s in Upland Agriculture pada 1997 di Ciang May Bangkok, Thailand
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT... ii
RINGKASAN... iii
DAFTAR TABEL... xvi
DAFTAR GAMBAR... xix
PENDAHULUAN... 1
Latar Belakang... 1
Masalah Penelitian... 4
Tujuan Penelitian ... 6
Manfaat Hasil Penelitian... 7
Definisi Istilah... 7
TINJAUAN PUSTAKA... 10
Konsep Kapasitas ... 10
Kapasitas Petani sebagai Faktor Bertahannya Usaha Pertanian ... 13
Tantangan Usahatani ke Depan ... 15
Petani dan Karakteristiknya ... 16
Penyuluhan sebagai Pilihan Pendekatan Untuk Meningkatan Kapasitas. 25 Kemandirian Usahatani... 26
Kebutuhan Petani dalam Usaha Pertanian ... 30
Jiwa Kewirausahaan ... 32
Ketersediaan Inovasi ... 34
Macam (Jenis) Inovasi... 35
Sifat Karakteristik Inovasi ... 36
Dasar Keputusan Pilihan Inovasi... 37
Pentingnya Akses Petani terhadap Informasi pada Usaha Pertanian ... 41
KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS... 44
Kerangka Berpikir... 44
Model Usaha Pertanian yang Berhasil ... 45
Hubungan antar Peubah Penelitian... 52
Hipotesis Penelitian... 53
METODE PENELITIAN ... 56
Rancangan Penelitian ... 56
Lokasi Penelitian ... 56
Halaman
Istrumen dan Teknik Pengumpulan Data ... 59
Kesahihan dan Keterandalan... 60
Peubah Penelitian ... 64
Definisi Operasional dan Cara Pengukuran Peubah... 64
Analisis Data... 74
HASIL DAN PEMBAHASAN... 80
Gambaran Umum Daerah Penelitian... 80
Karakteristik Pribadi Petani ... 86
Faktor Lingkungan Usahatani... 94
Lingkungan Fisik ... 94
Lingkungan Ekonomi dan Sosial Budaya ... 98
Ketersediaan Inovasi dan Aksesibilitas Informasi ... 102
Ketersediaan Inovasi ... 102
Aksesibilitas Informasi ... 110
Kapasitas Petani………... 114
Kapasitas dalam Mengidentifikasi Potensi Usahatani... 117
Kapasitas dalam Memanfaatkan Peluang Usahatani... 119
Kapasitas dalam Mengatasi Permasalahan Usahatani ... 121
Kapasitas dalam Menjaga Keberlanjutan Sumberdaya Usahatani... 123
Faktor yang Mempengaruhi Kapasitas Petani ... 125
Faktor yang Mempengaruhi Kapasitas Petani Sayuran... 126
Faktor yang Mempengaruhi Kapasitas Petani Padi... 132
Kemandirian Usahatani... 136
Kemandirian dalam Pengambilan Keputusan... 138
Kemandirian dalam Penyediaan Modal... 140
Kemandirian dalam Menjalin Kerjasama/kemitraan... 142
Kemandirian untuk Menciptakan Kedinamisan Usahatani... 144
Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Usahatani... 145
Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Usahatani Sayuran... 147
Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Usahatani Padi... 153
Kaitan Kemandirian Usahatani dengan Kapasitas ... 157
Keberhasilan Usahatani...………...………... 158
Halaman
Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Usahatani Sayuran ...161
Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Usahatani Padi... 164
Kaitan Kapasitas dan Kemandirian dengan Keberhasilan Usahatani... 167
Model Pengembangan Kapasitas Petani Untuk Mewujudkan Keberhasilan Usahatani ... 172
IMPLEMENTASI HASIL PENELITIAN DALAM KONTEKS SISTEM PENYULUHAN PERTANIAN... 179
KESIMPULAN DAN SARAN ... 185
Kesimpulan... 185
Saran ... 186
DAFTAR PUSTAKA ... 188
DAFTAR LAMPIRAN ... 197
Lampiran 1. Hasil Uji Reliabilitas... 197
Lampiran 2. Hasil Uji Validitas... 199
Lampiran 3. Hasil Analisis Uji Beda Antara Sayuran dengan Padi ... 204
Lampiran 4. Hasil Analisis Lintasan/Jalur Petani Sayuran... 209
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Pokok-pokok Pemikiran Strategi Penyuluhan Pembangunan untuk
Peningkatan Kapasitas Petani …..……….….….. 27
2 Paradigma Model Usaha Pertanian Berhasil dan yang Cenderung Gagal…... 47
3 Paradigma Karakteristik Pribadi Petani yang Berkualitas Tinggi dan Rendah... 48
4 Paradigma Kapasitas Petani yang Tinggi dan Rendah…... 50
5 Paradigma Kemandirian Berusaha di Bidang Pertanian... 51
6 Paradigma Kedinamisan Usahatani ... 52
7 Lokasi Penelitian dan Jumlah Sampel ... 58
8 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian... 63
9 Peubah, Indikator dan Parameter Lingkungan Fisik, Lingkungan Ekonomi dan Sosial Budaya ... 65
10 Peubah, Indikator dan Parameter Ketersediaan Inovasi...…… 68
11 Peubah, Indikator dan Parameter Kualitas Pribadi Petani... 69
12 Peubah, Indikator dan Parameter Akses pada Informasi... 70
13 Peubah, Indikator dan Parameter Kapasitas Petani... 71
14 Peubah, Indikator dan Parameter Kemandirian Usahatani... 72
15 Peubah, Indikator dan Parameter Keberhasilan Usahatani... 73
16 Jenis Tanaman yang Diusahakan Petani pada Lokasi Penelitian... 80
17 Rata-rata Luas Penguasaan Lahan Petani ... 81
18 Sebaran Karakteristik Pribadi Petani Sayuran dan Petani Padi ... 86
19 Sebaran dan Rataan Skor Tingkat Pendidikan Petani Contoh menurut Tingkat Kosmopolitan... 90
20 Sebaran dan Rataan Skor Tingkat Kosmopolitan menurut Umur Petani Contoh... 91
21 Sebaran dan Rataan Skor Tingkat Keberanian Mengambil Resiko menurut Tingkat Pendidikan Petani Contoh... 92
22 Sebaran dan Rataan Skor Tingkat Keberanian Mengambil Resiko menurut.Umur Petani Contoh... 93
23 Sebaran dan Rataan Skor Lingkungan Fisik Petani Responden 95
Halaman 25 Bentuk Inovasi yang diterima Petani ... 102
26 Sebaran dan Rataan Skor Sifat Inovasi Petani Responden... 104
27 Sebaran dan Rataan Skor Akses pada Informasi Petani Responden 111 28 Peringkat Sumber Informasi yang Diakses Petani ... 112
29 Hasil Analisis Ragam Kapasitas Petani ... 115 30 Sebaran dan Rataan Skor Kapasitas Petani Responden pada
Usahatani Sayuran dan Usahatani Padi... 116 31 Sebaran dan Rataan Skor Pengetahuan, Sikap dam Ketrampilan
untuk Kapasitas Mengidentifikasi Potensi Usahatani ... 118 32 Sebaran dan Rataan Skor Pengetahuan, Sikap dam Ketrampilan
untuk Kapasitas Memanfaatkan Peluang Usahatani ... 120 33 Sebaran dan Rataan Skor Pengetahuan, Sikap dam Ketrampilan
untuk Kapasitas Mengatasi Permasalahan Usahatani... 122 34 Sebaran dan Rataan Skor Pengetahuan, Sikap dam Ketrampilan
untuk Kapasitas Menjaga Keberlanjutan Sumberdaya Usahatani... 124 35 Nilai Koefisien Korelasi (r) Faktor-faktor yang Berhubungan
dengan Kapasitas Petani Sayuran ... 126 36 Nilai Koefisien Regresi Faktor Karakteristik Pribadi Terhadap
Kapasitas Petani Sayuran ... 127 37 Faktor yang Berpengaruh Langsung dan Tidak Langsung Terhadap
Kapasitas Petani Sayuran... 129 38 Faktor yang Berpengaruh Langsung dan Tidak Langsung Terhadap
Kapasitas Petani Sayuran... 131 39 Nilai Koefisien Korelasi (r) Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Kapasitas Petani Padi... ... 132 40 Nilai Koefisien Regresi Pengaruh Karakteristik Pribadi Petani
Terhadap Kemandirian Usahatani Padi ... 133 41 Nilai Koefisien Regresi Faktor –faktor yang Mempengaruh
Kapasitas Petani Padi ... 134 42 Persentase dan Rataan Skor Tingkat Kemandirian Usahatani Petani
Sayuran dan Petani Padi ... 137 43 Sebaran dan Rataan Skor Pengetahuan, Sikap dam Ketrampilan
untuk Kemandirian Petani dalam Pengambilan Keputusan... 139 44 Sebaran dan Rataan Skor Pengetahuan, Sikap dam Ketrampilan
untuk Kemandirian Petani dalam Penyediaan Modal... 141 45 Sebaran dan Rataan Skor Pengetahuan, Sikap dam Ketrampilan
untuk Kemandirian Petani dalam Menjalian Kemitraan/
Partnership...143 46 Sebaran dan Rataan Skor Pengetahuan, Sikap dam Ketrampilan
untuk Kemandirian Petani dalam Menciptakan Kedinamisan
Halaman
47 Nilai Koefisien Korelasi (r) Faktor-faktor yang Berhubungan
dengan Kemandirian Usahatani ...146
48 Nilai Koefisien Regresi Pengaruh Karakteristik Pribadi dan
Kapasitas Petani Terhadap Kemandirian Usahatani Sayuran ... 147 49 Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Faktor-faktor Terhadap
Kemandirian Usahatani Petani Sayuran... 150 50 Nilai Koefisien Regresi Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Kemandirian Usahatani Sayuran ... 151 51 Nilai Koefisien Regresi Pengaruh Karakteristik Pribadi dan
Kapasitas Petani Terhadap Kemandirian Usahatani Padi ... 153 52 Nilai Koefisien Regresi Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Kemandirian Petani Tanaman Padi ... 155 53 Sebaran Kemandirian Usahatani Menurut Kapasitas Petani ... 157 54 Sebaran dan Rataan Skor Tingkat Keberhasilan Usahatani... 159
55 Nilai Koefisien Korelasi (r) Faktor-faktor yang Berhubungan
dengan Keberhasilan Usahatani... 161 56 Nilai Koefisien Regresi Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Keberhasilan Usahatani Sayuran... 162 57 Nilai Koefisien Regresi Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Keberhasilan Usahatani Padi... 165 58 Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Faktor yang
Mempengaruhi Keberhasilan Usahatani Padi ... 167 59 Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Kapasitas Terhadap
Keberhasilan Usahatani... 169 60 Sebaran Keberhasilan Usahatani Menurut Kapasitas Petani... 170 61 Sebaran Keberhasilan Usahatani Menurut Kemandirian Usahatani . 171 62 Ciri Inovasi yang Diperlukan Sesuai Kebutuhan Petani Sayuran... 181 63 Ciri Informasi yang Diperlukan Sesuai Kebutuhan Petani Padi... 182 64 Lembaga dan Peran yang Diperlukan dalam Peningkatan Kapasitas
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Interaksi Kapasitas dengan Pengetahuan, Sikap dan Ketrampilan... 12
2. Tujuan Penyuluhan Pembangunan…...………... 31
3. Kerangka Pikir Penelitian... 46
4. Hubungan Antar Peubah Penelitian... 55
5. Pengaruh Antar Peubah Secara Konseptual pada Hipotesis 1 ... 77
6. Pengaruh Antar Peubah Secara Konseptual pada Hipotesis 2... 78
7 Pengaruh Antar Peubah Secara Konseptual pada Hipotesis 3... 78
8 Pengaruh Antar Peubah Secara Konseptual pada Hipotesis 4... 79
9 Pengaruh Antar Peubah Secara Konseptual pada Hipotesis 5 ... 79
10 Rantai Pemasaran Hasil Sayuran ... 84
11 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kapasitas Petani Sayuran... 130
12 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kapasitas Petani Padi ... 135
13 Pengaruh Karakteristik Pribadi Petani Sayuran Terhadap Kemandirian Usahatani Sayuran ... 148
14 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Usahatani Sayuran ... 152
15 Pengaruh Karakteristik Pribadi Petani Padi Terhadap Kemandirian Usahatani ... 154
16 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Usahatani Padi ... 156
17 Pengaruh Faktor-faktor Terhadap Keberhasilan Usahatani Sayuran ... 163
18 Pengaruh Faktor-faktor Terhadap Keberhasilan Usahatani Padi... 166
19 Pengaruh Kapasitas Petani dan Kemandirian Usahatani Terhadap Keberhasilan Usahatani ... 169
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor pertanian hingga kini masih menjadi andalan program pemerintah
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Selama krisis ekonomi berlangsung
prioritas kebijakan lebih besar diarahkan kepada penyelesaian krisis
moneter sehingga kebijakan di sektor pertanian relatif berkurang. Namun
demikian sektor pertanian masih tetap menunjukkan pertumbuhan positif
dibanding sektor yang lain. Oleh karena itu, sektor pertanian merupakan
sektor riil yang masih menjanjikan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, terutama para petani.
Memasuki era informasi yang mengakibatkan globalisasi di segala bidang,
sektor pertanian dituntut memiliki nilai keunggulan kompetitif dan komparatif
yang tinggi, sehingga dalam pengelolaan dapat bersaing dengan produk-produk
pertanian yang berasal dari luar negeri (impor). Belajar dari kegagalan
pengalaman pembangunan sebelumnya yang bertumpu pada pertumbuhan
ekonomi, dalam menghadapi persaingan global tersebut, prioritas pada sektor
pertanian harus digarap berbeda.
Pembangunan sektor pertanian di era globalisasi harus bertumpu kepada
sumber daya manusia (SDM) berdaya yang bergerak di bidang pertanian
sehingga dapat, mau dan mampu bersaing (Saragih, 1998). SDM sebagai
subyek pembangunan terdiri dari orang-orang yang memiliki nilai-nilai,
budaya dalam kapasitas yang berbeda antara satu dengan yang lain. Perbedaan
tersebut harus dapat dikelola sedemikian rupa untuk mencapai tujuan pembangunan
yaitu kondisi SDM yang lebih baik dari sebelumnya. Menurut Myers (Legan
dan Loomis, 1980), untuk mengukur tingkat keberhasilan perkembangan
pembangunan pertanian terutama terletak pada pengembangan SDM pertanian.
Harapan masa depan kondisi SDM yang lebih baik dari tujuan pembangunan
merupakan harapan bagi setiap insan hidup yakni manusia yang bersifat normatif dan
universal (Susanto, 2003). Secara rasional dan psikologis alasan untuk hidup lebih baik
(1) kehidupan dan hidup ini perlu diperbaiki,
(2) masa depan yang lebih baik perlu direncanakan dan ditata secara cermat
mulai sekarang,
(3) kemampuan menghadapi tantangan (dalam dan luar negeri) perlu
dikembangkan secara terus menerus, dan
(4) perlu pengembangan jiwa kewirausahaan, sikap hemat dan kepedulian sosial.
Dalam persaingan global tersebut perlu dicari nilai-nilai keunggulan yang
khusus terutama yang ada pada petani sebagai ujung tombak pelaku
pembangunan pertanian. Tim CRESCENT (2003) melaporkan bahwa dalam
suatu masyarakat manapun terdapat daya internal yang mekanismenya bersifat
khas (local specific) dan secara nyata berperan dalam mengatasi masalahnya sendiri (internal). Nilai-nilai keunggulan yang ada pada petani seperti pengalaman dan pengetahuan asli petani maupun kapasitas (potensi lokal) yang
lain dalam melaksanakan usaha pertanian dapat dijadikan pijakan (entry point)
untuk membangun sektor pertanian yang berbasis kepada kebutuhan dan harapan
petani. Potensi-potensi lokal harus dapat dimanfaatkan seoptimal-optimalnya sambil
menerapkan berbagai inovasi/teknologi tepat guna sesuai dengan kemampuan dan
kebutuhan petani. Perilaku petani yang spesifik dalam berusahatani harus
mampu menjadi daya dorong untuk mewujudkan keberhasilan usaha pertanian
yang tangguh pada persaingan global.
Sejalan dengan persaingan global, pada era otonomi daerah juga terdapat
persaingan dalam mencari identitas sebagai andalan untuk diunggulkan oleh
masing-masing daerah. Daerah provinsi Jawa Timur banyak memiliki keunggulan
dari sektor pertanian. Sub sektor tanaman pangan, Jawa timur merupakan salah
satu sentra produksi untuk tanaman padi, jagung maupun tanaman
kacang-kacangan seperti kedelai, kacang tanah maupun kacang hijau. Kontribusi
tanaman padi yang menghasilkan beras untuk bahan makanan pokok di
Indonesia mencapai 10 persen dari kebutuhan Nasional yang menempati
peringkat ketiga setelah Jawa barat dan Sulawesi selatan. Oleh karena itu tidak heran
bila banyak program nasional untuk sub sektor tanaman pangan banyak
tanaman pangan, daerah Provinsi Jawa Timur juga merupakan sentra produksi
tanaman hortikultura. Walau demikian, petani yang bergerak pada usaha tanaman
sayuran relatif lebih berkembang dibanding petani yang mengusahakan tanaman padi.
Program pembangunan pertanian yang banyak memprioritaskan
komoditas unggulan yang berpotensi dan bertujuan ekspor tidak sepenuhnya
salah tetapi juga memiliki resiko yang cukup besar karena sangat tergantung
kepada kebutuhan pasar terutama bagi komoditas-komoditas yang memiliki
tingkat daya saing yang rendah. Menurut Azahari (2004), prioritas pengembangan
tanaman buah-buahan seperti manggis, mangga, dan pisang karena buah-buah
tersebut merupakan komoditas unggulan yang berpotensi dan bertujuan ekspor.
Kebijakan pengembangan tanaman buah-buahan untuk tujuan ekspor dalam
kurun waktu jangka pendek memang menguntungkan, tetapi keberlanjutannya
sangat tergantung kebijakan negara pengimpor. Dalam kondisi sistem
perdagangan dunia hasil produk pertanian yang tidak jujur (fair) akan membahayakan dan sangat merugikan petani (Husodo, 2004). Bahkan menurut
Sawit (2004), walaupun ada perlakuan khusus terhadap sektor pertanian di
negara berkembang seperti Indonesia, hampir tidak mungkin dapat mengejar
ketinggalan, dan hanya negara maju yang akan mampu memetik manfaat
jauh lebih banyak dibanding negara berkembang. Pesimistis Sawit (2004)
dan Husodo (2004) tersebut cukup beralasan karena hampir semua negara di
dunia secara normatif akan selalu melindungi produk yang dihasilkan dengan
berbagai kebijakan proteksi dan promosi. Sebagai contohseperti yang dimuat
pada Harian Kompas (2005) dilaporkan bahwa seluruh ekspor buah-buahan
Indonesia sejak bulan Januari 2005 telah ditolak memasuki pasaran Eropa karena
negara-negara Eropa menerapkan kebijakan standarisasi mutu (Europe Good Agriculture Practice/GAP) yang sebelumnya tidak ada.
Tanaman padi sebagai penghasil beras merupakan produk pertanian yang
memiliki nilai strategis yang sangat penting sehingga menjadi prioritas
pengembangan untuk dimanfaatkan sebagai upaya peningkatan kesejahteraan
para petani. Walaupun demikian secara faktual, masyarakat Indonesia terutama
menengah hingga bawah. Hingga sekarang permintaan pasar untuk pangan
terutama beras terus meningkat dan untuk mencukupi kebutuhan beras di dalam
negeri banyak diimpor dari luar negeri seperti dari Vietnam, Cina, Thailand
maupun negara asia yang lain seperti India dan Philipines.
Dalam era globalisasi persaingan akan semakin ketat, sehingga
kapasitas yang dimiliki petani dalam melaksanakan usaha pertanian harus selalu
ditingkatkan dan dikembangkan agar dapat mampu bersaing dan tangguh dalam
menghadapi persaingan global. Berbagai hasil penelitian dan konsep tentang usaha
pertanian tangguh sebenarnya telah banyak muncul sejak awal tahun sembilan
puluhan (Hadiwigeno, 1985; Baharsyah dkk., 1985; Kasryno, 1988; Abbas, 1995)., tetapi konsep yang dibangun tidak mempertimbangkan kapasitas petani sehingga
berakibat tidak memiliki keberkelanjutan. Bahkan faktor keberlanjutan dari
ketangguhan usaha pertanian lebih ditekankan kepada keberlanjutan sumber
daya alam, sedangkan faktor keberlanjutan untuk sumber daya manusia banyak
diabaikan. Pengembangan kapasitas petani cenderung diabaikan terutama
karena dominasi paradigma pembangunan yang masih bersifat top down. Sejalan dengan era otonomi dan desentralisasi, maka pengembangan kapasitas petani
sangat diperlukan untuk menciptakan ketangguhan usaha pertanian. Pertanyaan
yang muncul untuk dapat dicari jawabannya dalam penelitian ini adalah:
Bagaimana kapasitas perilaku yang harus dimiliki petani agar dapat berhasil
dalam melaksanakan usaha pertanian sehingga memiliki daya saing tinggi dalam
menghadapi tantangan global?
Masalah Penelitian
Masalah adalah suatu fenomena yang dapat diartikan sebagai suatu
kesenjangan antara yang ada sekarang dengan kondisi yang seharusnya
terjadi (diharapkan). Untuk memecahkan masalah tersebut, dalam masalah
penelitian secara teknis menyiratkan adanya kemungkinan untuk dilakukan
penelitian (McMillan dan Schoemaker, 1989).
Dalam sistem usaha pertanian untuk tanaman padi dan sayuran di Indonesia,
pengelolaan rakyat dicirikan dengan hanya sebatas kantong-kantong produksi
yang bersifat kawasan produksi, pertanaman menggunakan teknologi
sederhana dan penggunaan informasi pasar belum memadai, modal terbatas,
dan lebih dominan bersifat individu. Masalah pengelolaan tanaman padi dan
tanaman sayuran adalah terletak pada kapasitas petani dalam mengelola
usahatani masih berorientasi kepada kuantitas produksi bukan kepada kualitas
sehingga memiliki daya saing rendah (Supriyanto, 2001). Usahatani sayuran
merupakan suatu usaha yang memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap
preferensi konsumen (pasar). Sedangkan usahatani padi memiliki masalah
yang lebih komplek baik yang menyangkut kebijakan yang penuh dengan
muatan politis maupun skala pengusahaan lahan yang relatif sempit.
Perilaku petani dalam mengelola usahatani dengan sistem pengelolaan rakyat
memiliki kekhususan tersendiri dibanding dengan sistem pengelolaan perkebunan.
Sejumlah rangkaian perilaku petani tersebut, menurut Popkin (1986), merupakan
suatu tindakan yang rasional. Dikatakan rasional karena hanya petani itu sendiri
yang secara pasti mengetahui perilaku yang tepat sesuai dengan harapan dan
kebutuhannya. Kemampuan petani untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan
potensi yang dimiliki merupakan suatu kapasitas petani yang tidak boleh
diabaikan apabila ingin keberhasilan usaha pertanian dapat berkelanjutan. Dengan
demikian, selama ini perilaku petani dalam melaksanakan usaha pertanian selalu
berpijak sesuai dengan kapasitas yang petani miliki. Sejalan dengan pendapat
Popkin tersebut, Scott (1994) mengemukakan bahwa perilaku petani sesuai
dengan potensi, kemampuan dan kebutuhan petani. Menurut Asngari (2001),
perilaku seseorang (petani) dapat dikategorikan menjadi dua yaitu perilaku yang
secara jelas dapat dilihat (overt behavior) dan perilaku yang kadangkala tidak dapat dilihat secara nyata (covert behavior). Baik perilaku yang dapat dilihat maupun yang tidak dapat dilihat dipengaruhi oleh unsur-unsur pembentuk
perilaku yang menurut Isaac dan Michael (Asngari, 2001) terdapat pada kawasan
kognitif, afektif dan psikomotor. Ketiga kawasan unsur pembentuk perilaku
tersebut saling berinteraksi. Dengan demikian perilaku merupakan suatu rangkaian
Di masa lalu perilaku petani dipandang sebagai bentuk tindakan konservatif
karena para agen pembaharu maupun perancang pembangunan tidak dapat melihat
dan memahami secara jelas perilaku sesungguhnya. Walaupun ada keberpihakan
kepada petani dari pemerintah (policy maker) dalam melakukan usahatani padi dan sayuran tetapi masih bersifat semu sehingga tingkat keberhasilan usahatani
masih rendah dan kesejahteraan hidup petani tetap rendah. Pertanyaan yang
timbul adalah bagaimana dan mengapa petani tetap bertahan mengusahakan
tanaman padi dan tanaman sayuran? Pertanyaan lebih lanjut dalam penelitian
untuk dicari jawabannya adalah:
(1) Bagaimana tingkat kapasitas petani sayuran dan petani padi dalam
melaksanakan usahatani?
(2) Faktor-faktor manakah yang berpengaruh efektif terhadap peningkatan
kapasitas petani dalam berusaha di bidang pertanian agar memiliki tingkat
keberhasilan tinggi?
(3) Faktor determinan apa saja yang berpengaruh terhadap kapasitas petani agar
tingkat keberhasilan usahatani tetap tinggi?
(4) Bagaimana model pengembangan kapasitas petani yang efektif (operasional)
untuk peningkatan kapasitas petani dalam mewujudkan keberhasilan usahatani?
Tujuan Penelitian
Selaras dengan permasalahan yang telah diuraikan tersebut, maka tujuan
penelitian yang ingin dicapai adalah :
(1) Mendeskripsikan secara jelas tingkat kapasitas petani sayuran dan petani padi
dalam melaksanakan usahatani.
(2) Mengungkap faktor-faktor determinan yang mempengaruhi kapasitas petani
sayuran dan petani padi dan tingkat keberhasilannya dalam usahatani.
(3) Memetakan kapasitas petani sayuran dan petani padi dalam mewujudkan
keberhasilan usahatani.
(4) Tersusunnya rumusan model pengembangan kapasitas petani yang tepat untuk
peningkatan kapasitas petani sayuran dan petani padi dalam mewujudkan
Manfaat Hasil Penelitian
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah model pengembangan
kapasitas petani yang dapat memberikan sumbangan secara praktis dan ilmiah.
Dari segi praktis, hasil penelitian ini mendapatkan rumusan faktor determinan
yang berpengaruh terhadap kapasitas petani sehingga dapat digunakan sebagai
acuan untuk menyusun strategi peningkatan kapasitas petani dalam mewujudkan
keberhasilan usahatani. Peningkatan kapasitas petani dapat digunakan sebagai
upaya untuk mempertahankan usaha pertanian yang dilakukan petani agar tetap
memiliki peluang kepastian pasar.
Dari segi ilmiah, bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan
tentang konsep-konsep kapasitas petani bagi pengembangan sumber daya manusia.
Hal tersebut berguna untuk menyusun model-model alternatif dalam rekayasa
sosial pengembangan kapasitas secara bottom up khususnya bagi petani tanaman padi dan petani tanaman sayuran dan pembangunan pertanian secara umum.
Selain itu hasil penelitian dapat sebagai dasar acuan suatu model pengembangan
kapasitas petani sayuran dan petani padi dalam mewujudkan keberhasilan usaha
pertanian.
Definisi Istilah
(1) Petani adalah sosok manusia sebagai pelaku utama yang mengandalkan
pengelolaan sumber daya pertanian sebagai sumber nafkah/berusaha di bidang
pertanian baik berupa tanaman, ternak maupun pengelola hasil pertanian.
Kebutuhan untuk hidup mereka sebagian besar dicukupi dari hasil usaha
pertanian. Dalam penelitian ini yang dimaksud petani adalah sosok manusia
sebagai pelaku utama yang mengelola usahatani sayuran dan usahatani padi.
(2) Karakteristik pribadi petani adalah ciri-ciri yang melekat bagi seseorang
sebagai pelaku utama yang berkaitan erat dengan kesiapannya untuk
mengembangkan diri dalam melakukan usaha pertanian. Karakteristik petani
pada penelitian ini ditunjukkan oleh tingkat pendidikan, pengalaman
(3) Keberhasilan usaha pertanian adalah kondisi yang diperoleh dari upaya
pelaku usaha pertanian yang dinilai dari aspek kepastian pasar, aspek
produkvitas dan aspek keberlanjutan. Aspek kepastian pasar mencerminkan
suatu usaha pertanian yang dihasilkan bermanfaat dari segi ekonomi dan
sosial. Segi ekonomi dapat memberikan manfaat sesuai dengan kebutuhan
hidup yang diperlukan, sedangkan dari aspek sosial meliputi kebutuhan akan
status usaha tersebut dapat memenuhi dan tidak bertentangan dengan kondisi
lingkungan sosial budaya yang telah ada. Kepastian pasar meliputi
keleluasaan pelaku usaha untuk mendapatkan faktor produksi sesuai dengan
yang dibutuhkan, kegiatan usaha yang dilakukan selaras dengan lingkungan,
hasil yang diperoleh sesuai/dapat terserap oleh pasar.
Dari segi produktivitas adalah memperoleh manfaat secara
menguntung-kan dan terjadi perkembangan ke arah peningkatan sehingga dapat terjadi
suatu usaha yang efisien dan efektif. Produktivitas kegiatan usaha pertanian
tinggi tampak dari efisiensi penggunaan modal, tenaga kerja dan waktu.
Keberlanjutan merupakan keleluasaan pelaku usaha untuk menggunakan
sumberdaya usahatani yang dimiliki secara berkelanjutan. Keberlanjutan
suatu usaha dapat dilaksanakan secara berkelanjutan bila tidak mengganggu
dan dapat melestarikan lingkungan secara tepat dan baik yang menyangkut
aspek fisik maupun sosial budaya.
(4) Kapasitas petani diartikan sebagai daya-daya yang melekat pada pribadi
seseorang sebagai pelaku utama pengelola sumber daya pertanian untuk dapat
menetapkan tujuan usahatani secara tepat dan mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dengan cara tepat pula. Setiap individu (seseorang) secara alamiah
memiliki kapasitas yang melekat pada dirinya. Tingkat perbedaan kapasitas
seseorang ditunjukkan dari pengetahuan, sikap dan ketrampilan berusaha di
bidang pertanian dalam memperoleh dan memanfaatkan informasi/inovasi
serta kondisi lingkungan yang melingkupi seseorang tersebut. Tingkat
kapasitas petani pada penelitian ini ditunjukkan dalam mengidentifikasi
potensi, memanfaatkan peluang, mengatasi permasalahan dan menjaga
keber-lanjutan sumber daya usahatani dalam mewujudkan tingkat keberhasilan
(5) Inovasi pertanian adalah keberadaan suatu obyek (ide, gagasan maupun
tehnik) yang dianggap sesuatu yang relatif baru dan dinilai lebih bermanfaat
keberadaan dalam lingkungan (usaha) yang ada. Inovasi ini dapat berasal dari
hasil-hasil penelitian maupun (inovasi) yang berasal dari petani lain di luar
dan di dalam lingkungan komunitas petani yang bersangkutan. Inovasi yang
tersedia pada penelitian ini meliputi aspek macam, sifat dan bentuk pilihan
keputusan dalam penerapannya.
(6) Kemandirian usahatani adalah perwujudan dari keleluasaan petani untuk
memilih dan mengarahkan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan usaha
pertanian yang dilakukan secara saling ketergantungan yang menguntungkan,
bertanggung jawab dan menerima segala konsekuensinya. Kemandirian usahatani
pada penelitian ini meliputi aspek pengambilan keputusan, penyediaan modal,
menjalin kemitraan dan menciptakan kedinamisan usahatani
(7) Aksesbilitas informasi adalah aktivitas yang dilakukan oleh petani untuk
meraih pesan/pengetahuan yang terkait dengan usaha pertanian yang
dilakukan. Akses terhadap informasi tersebut terkait dengan sumber
informasi, macam dan kesesuaian informasi yang diperoleh serta kredibilitas
pemberi informasi.
(8) Lingkungan ekonomi dan sosial budaya petani adalah individu di luar pelaku
utama pertanian atau sekelompok individu dalam sistem kemasyarakatan
yang telah menjadi tradisi dan atau kelembagaan yang mengandung nilai dan
norma serta pemanfaatan keberadaannya mempengaruhi pola pikir dan
tindakan petani dalam melaksanakan usaha di bidang pertanian. Lingkungan
ekonomi dan sosial budaya pada penelitian ini ditunjukkan oleh keluarga,
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Kapasitas
Secara harfiah istilah kapasitas berasal dari istilah bahasa Inggris capacity
yang memiliki makna: kemampuan, daya tampung yang ada. Penggunaan kata
kapasitas sering diidentikan dengan istilah posisi kemampuan ataupun kekuatan
seseorang yang ditampilan dalam bentuk tindakan.
Konsep kapasitas dalam pembangunan telah lama dikembangkan terutama
oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) dalam
rangka membantu negara-negara berkembang dalam melaksanakan pembangunan.
Menurut OECD (1996), pengembangan kapasitas merupakan gambaran
kemampuan dari individu ataupun masyarakat untuk menghadapi permasalahan
mereka sebagai bagian dari usaha mereka untuk mencapai tujuan pembangunan
secara berkesinambungan. Alikodra (2004) berpendapat bahwa kapasitas individu
maupun masyarakat menyangkut kemampuan dan ketrampilan dalam
memecahkan permasalahan yang dimiliki individu ataupun masyarakat tersebut
berdasarkan tujuan pembangunan yang telah ditetapkan. Makna kapasitas yang
dikembangkan oleh The Ontario Prevention Clearinghouse (2002) memberikan
definisi pengertian
lebih luas yaitu: “the actual knowledge, skill sets, participation, leadership and resource required by individual, organization or a community to effectively address local issues and concerns.”
Demikian juga pengertian kapasitas yang dikembangkan oleh CIDA (2001):
“capacity as the abilities, skills, under-standings, attitudes, values, relationships, behaviors, motivations, resources and conditions that enable individuals, organzations, network/sectors and broader social system to carry out functions and achieve thier development objectives over times. “
Secara implisit pengertian tersebut memberikan makna bahwa kapasitas
merupakan kemampuan yang dimiliki oleh individu, organisasi maupun
masyarakat untuk memecahkan permasalahan yang dimiliki secara efektif. Lebih
jauh Goodman (Brown et al., 2001), mengatakan bahwa kapasitas diperlukan untuk membangun tingkat kesiapan yang dimiliki oleh individu, organisasi
kemunduran. Konsep kapasitas menurut Goodman (Brown et al., 2001) memiliki makna kemampuan dalam melaksanakan tujuan yang telah ditetapkan (the ability to carry out stated objectives). Sejalan dengan pendapat Goodman tersebut, Havelock (Sumardjo, 1999) memberikan pengertian konsep kapasitas adalah suatu
kemampuan untuk mengerahkan dan mengivestasikan berbagai sumber daya yang
dimiliki.
Dengan demikian pengertian konsep kapasitas adalah segala daya-daya
yang dimiliki oleh individu, organisasi maupun masyarakat untuk dapat
menetapkan tujuan yang dikehendaki secara tepat dan mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dengan cara yang tepat pula. Tingkat kapasitas yang dimiliki tersebut
menyangkut perilaku tentang pengetahuan, sikap dan kemampuan dalam
mengidentifikasi potensi, memanfaatkan peluang, mengatasi permasalahan dan
menjaga agar tetap berkeberlanjutan.
Konsep kapasitas dengan kompetensi dalam ranah (kawasan) pengetahuan,
sikap dan ketrampilan pada diri seseorang sulit dipisahkan secara jelas karena
keduanya merupakan unsur penting dalam pembentukan kemampuan pribadi
seseorang dalam berperilaku untuk memenuhi harapan dan kebutuhannya. Walau
demikian, menurut Badudu (2003) bila ditelusuri dari makna kata-kata serapan
asing dalam kamus bahasa Indonesia, keduanya memliki perbedaan yang
subtansial. Kapasitas yang berasal dari kata “capacity” memiliki makna adalah suatu kemampuan untuk berfungsi atau berproduksi yang berasal dari kekuatan
yang dimilikinya. Kompetensi yang berasal dari kata “competency” memiliki makna sebagai suatu kemampuan yang berkaitan dengan wewenang atau hak-hak
untuk menentukan/memutuskan yang menyangkut tugas dan tanggung jawabnya.
Baik kapasitas maupun kompetensi yang sama-sama bergerak di ranah pengetahuan,
sikap dan ketrampilan disajikan pada Gambar 1.
Dari Gambar 1 tersebut dapat ditunjukkan bahwa kapasitas dan
kompetensi memang tidak dapat dipisahkan karena keduanya dibentuk dari unsur
pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang saling berinteraksi. Seorang yang
dimiliki belum tentu tinggi/besar, sebaliknya bila seorang memiliki kapasitas
tinggi sudah barang tentu memiliki kompetensi yang tinggi pula.
PENGETAHUAN
SIKAP KETRAMPILAN
Percaya diri
Komitmen Kompetensi
Gambar 1. Interaksi Hubungan Kapasitas dengan Pengetahuan, Sikap dan Ketrampilan
PENGETAHUAN
Percaya diri
Komitmen
SIKAP Kompetensi
KETRAMPILAN
KAPASITAS RENDAH
MOD
EL P
E
N
Y
U
L
U
H
AN YA
N
G
Jadi pada dasarnya kapasitas merupakan daya-daya kekuatan yang
menghasilkan kemampuan, sedangkan kompetensi adalah suatu kemampuan yang
bermuara pada keahlian. Persamaan antara kapasitas dan kompetensi terletak dari
unsur pembentuk yang sama, tetapi interaksi dari dari unsur pembentuk
kompetensi dengan kapasitas perbedaannya akan semakin mengecil sejalan dengan
perkembangan meningkatnya kapasitas yang terbentuk.
Dalam konteks keberhasilan usaha di bidang pertanian, kapasitas
merupakan unsur utama dalam menuju keberhasilan berusaha karena menyangkut
kemampuan diri dari petani yang terdiri dari kemampuan dalam mengidentifikasi
potensi, memanfaatkan peluang, mengatasi permasalahan dan menjaga
keberlanjutan sumberdaya yang digunakan dalam berusaha tersebut.
Kapasitas Petani sebagai Faktor Bertahannya Usaha Pertanian.
Kapasitas pada diri manusia akan menentukan tindakan yang diambil.
Tindakan (actions) memiliki pengertian sesuatu yang dilakukan atau perbuatan. Semua mahluk didunia akan melakukan tindakan sesuai dengan kepentingan
dan kebutuhan yang diharapkan dan diinginkan. Menurut Weber, suatu tindakan
adalah perilaku manusia yang mempunyai makna subyektif bagi pelakunya. Bagi
petani yang melakukan usahatani baik secara sadar maupun tidak akan
melakukan suatu tindakan sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan usahatani
yang dijalankan oleh petani itu. Berhasil atau tidak dari suatu tindakan yang
dilakukan petani tergantung dari kapasitas yang dimiliki diri petani itu sendiri.
Bila manusia (orang) tersebut memiliki kapasitas di bidang pertanian, maka
tindakan orang tersebut akan selalu bermotifkan/kecenderungan pada pertanian.
Motif tindakan seseorang juga terkait dengan faktor sosial yang melingkupi,
tetapi tidak semua tindakan seseorang dapat dianggap sebagai tindakan sosial.
Menurut Weber, suatu tindakan hanya memiliki makna sebagai tindakan sosial
bila tindakan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain
dan berorientasi kepada orang lain.
Dalam konteks bertahannya usaha pertanian, tindakan yang dilakukan petani
Rocher (1975) mendefinisikan fungsi sebagai kumpulan kegiatan yang ditujukan
kearah pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem. Usahatani sebagai
suatu sistem tindakan untuk memenuhi kebutuhan petani dengan sebagai aktor.
Kegiatan usahatani merupakan suatu tindakan petani untuk memenuhi
kebutuhan pribadi petani beserta keluarganya. Suatu tindakan termasuk yang
dilakukan petani menurut Weber adalah subyektif dan rasional. Dikatakan
tindakan subyektif karena terkait untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan rasional
karena segala tindakan petani sesuai dengan yang dimiliki dan dikuasai petani
tersebut baik menyangkut pengetahuan maupun ketrampilan.
Petani sebagai manusia menurut Lippitt, Watson dan Westley (1958)
memiliki potensi untuk diubah dan dikembangkan. Pengembangan sumberdaya
manusia (SDM) menurut Gilley (1993) adalah meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan sehingga mampu memperbaiki perilaku yang dimiliki secara
teroganisasi untuk kebutuhan dirinya maupun kebutuhan profesional.
Pengembangan potensi petani sebagai SDM yang bergerak di bidang pertanian
terutama berpijak kepada karakteristik pribadi petani dan faktor lingkungan yang
mempengaruhi kegiatan usahatani.
Kapasitas petani sebagai aktor dalam melakukan tindakan berusahatani
merupakan suatu tindakan yang merujuk kepada fungsi untuk memenuhi
kebutuhan. Menurut Turner (1978) dan Ritzer dan Goodman (2004) yang merujuk
kepada konsep fungsi yang diajukan Parson (1960) menyebutkan, terdapat empat
jenis fungsi yang penting agar suatu sistem tetap bertahan. Keempat fungsi
penting yang diperlukan sistem tersebut adalah:
(1) Adaptation yaitu sebuah sistem harus dapat menanggulangi situasi di luar ketika mengancam keberadaan sistem. Fungsi adaptasi ini berarti harus
mampu menggali segala potensi yang ada baik yang terletak pada lingkungan
eksternal maupun internal. Penyesuaian dengan situasi yang melingkupi
sehingga lingkungan tersebut dapat mencukupi kebutuhan sistem. Sistem
usahatani agar dapat menanggulangi kebutuhan usaha, kapasitas petani harus
mampu mengidentifikasi potensi baik yang ada di luar dirinya maupun yang
(2) Goal attainment adalah sistem yang memiliki fungsi untuk mendefinisikan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sistem usahatani agar dapat
mencapai tujuan, tentu harus terus berupaya untuk memanfaatkan peluang
yang ada. Peluang yang diraih harus didiskripsikan dan didefinisikan secara
jelas dalam bentuk tujuan sehingga peluang tersebut dapat diraih.
(3) Integration adalah sebuah sistem yang harus mengatur komponen, sehingga dapat mengelola hubungan antara fungsi adaptasi, pencapaian tujuan dan
pemeliharaan pola (A, G dan L). Fungsi pemeliharaan pola ini merupakan
suatu pengelolaan yang dapat mengatasi masalah yang mungkin timbul dalam
pencapaian tujuan. Kapasitas petani dalam melaksanakan usahatani harus
dapat mengatasi masalah muncul sehingga koordinasi dan pengaturan
komponen-komponen sistem usahatani harus dapat dikelola secara baik.
(4) Latency yaitu sebuah sistem harus melengkapi, memelihara dan memperbaiki baik secara individu maupun pola-pola kultural. Hal ini memiliki makna
bahwa fungsi latensi atau pemeliharaan pola adalah menjaga dan mendorong
keberlanjutan sistem. Fungsi latensi dalam usahatani adalah menjaga
keberlanjutan sistem usahatani.
Keempat fungsi tersebut saling terkait satu dengan yang lain. Dalam sistem
usaha tani yang dijalankan oleh petani, fungsi-fungsi tersebut harus mampu
berjalan secara optimal agar keberhasilan usahatani dapat terwujud.
Tantangan Usahatani Era ke Depan
Keberhasilan usahatani pada saat ini maupun pada era ke depan masih tetap
akan menjadi tumpuan utama pembangunan di Indonesia. Beberapa tantangan
yang mesti dihadapi pembangunan pertanian antara lain mempertahankan dan
meningkatkan keberhasilan usahatani. Hal ini karena sebagian besar penduduk
sangat bergantung tingkat kesejahteraannya dari hasil usaha pertanian. Kelemahan
internal usahatani yang perlu dihadapi antara lain adalah sumberdaya manusia
rendah, penguasaan ilmu dan pengetahuan relatif kurang, penguasaan lahan
semakin sempit, kesuburan lahan pertanian yang semakin menurun, modal untuk
pemasaran tidak menjamin insentif yang layak bagi petani (Puslitbang Sosek,
2004). Lebih lanjut Sumardjo (1999) mengemukakan bahwa tantangan lain adalah
bersumber dari keragaman kualitas petani dan sumberdaya alam yang etrsedia
serta meningkatnya selera konsumen (pasar) terhadap kualitas produksi pertanian
yang menyangkut aspek kesehatan dan harga yang bersaing.
Tantangan lain yang datang dari sisi eksternal adalah ancaman dari luar
negeri akibat globalisasi sehingga berbagai bentuk seperti perdagangan bebas
dunia dan perdagangan gelap antara lain penyeludupan maupun bentuk barang
yang dipalsukan.
Untuk menghadapi tantang tersebut perlu berbagai upaya antara lain dengan
meningkatkan daya-daya yang melekat pada pribadi petani sebagai pelaku utama
pengelola sumber daya pertanian agar kapasitas yang dimiliki petani meningkat
sehingga dapat bertahan dan berhasil dalam menjalan usahatani. Pemikiran yang
perlu untuk meningkatkan daya-daya pada pribadi petani selain terkait dengan
kegiatan produksi juga mesti dikaitkan dengan ketersedian inovasi, informasi dan
pasar. Oleh karena itu perlu dikembangkan daya-daya pada pribadi petani agar
menguasai dalam mengidentifikasi potensi, pemanfataan peluang yang diperoleh,
dapat mengatasi permasalahan kegiatan usahatani dan dapat menjaga sumberdaya
usahatani yang berkelanjutan. Selain itu menurut Sumardjo (1999) perlu
dikembangkan kemandirian petani dalam melakukan usahataninya melalui proses
belajar mandiri.
Petani dan Karakteristiknya
Secara umum petani dapat diberi pengertian adalah seseorang yang bekerja
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dari kegiatan usaha pertanian baik yang
berupa usaha pertian di bidang tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,
peternakan dan perikanan. Batasan petani menurut Departemen Pertanian
Republik Indonesia (2002) adalah pelaku utama agribisnis, baik agribisnis
monokultur maupun polikultur dari komoditas tanaman pangan, hortikultura,
batasan bahwa petani adalah manusia yang bekerja memelihara tanaman dan atau
hewan untuk diambil manfaatnya guna menghasilkan pendapatan. Lebih lanjut
Wolf (1985) memberikan batasa petani adalah orang desa yang bercocok-tanam
artinya mereka bercocoktanam dan beternak di daerah perdesaan, tidak di dalam
ruangan-ruangan tertutup (greenhouse) di tengah-tengah kota atau dalam kotak-kotak yang diletakkan di atas ambang jendela. Dari aspek tempat tinggal, secara
umum petani tinggal di daerah perdesaan, dan juga di daerah-daerah pinggiran
kota. Pekerjaan pokok yang dilakukan untuk mempertahankan kelangsungan
hidup mereka adalah di bidang pertanian. Oleh karena itu umumnya pekerjaan
petani terkait dengan penguasaan atau pemanfaatan lahan (tanah).
Dengan demikian yang dimaksud petani pada penelitian ini adalah sosok
manusia sebagai pelaku utama yang mengandalkan sumber daya pertanian
sebagai sumber nafkah/berusaha di bidang pertanian baik berupa tanaman, ternak
maupun pengelola hasil pertanian yang telah diusahakan. Kebutuhan untuk hidup
mereka sebagian besar dicukupi dari hasil usaha pertanian.
Petani sebagai sosok individu memiliki karakteristik tersendiri secara individu
yang dapat dilihat dari perilaku yang nampak dalam menjalankan kegiatan
usahatani. Karakteristik individu adalah bagian dari pribadi dan melekat pada
diri seseorang. Karakteristik tersebut mendasari tingkah laku seseorang dalam
situasi kerja maupun situasi yang lainnya (Rogers dan Shoemaker, 1987).
Mardikanto (1993) mengemukakan bahwa karakteristik individu adalah sifat-sifat
yang melekat pada diri seseorang dan berhubungan dengan aspek kehidupan,
seperti; umur, jenis kelamin, posisi, jabatan, status sosial, dan agama. Dalam
kaitannya dengan proses difusi inovasi, Slamet (1995) mengemukakan bahwa
umur, pendidikan, status sosial ekonomi, pola hubungan dan sikap merupakan
faktor individu yamg mempengaruhi proses difusi inovasi. Lebih lanjut
Lionberger (1960) mengemukakan bahwa karakteristik individu atau personal
faktor yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkungan adalah:
umur, pendidikan dan karakteristik psikologis. Karakteristik psikologis ialah
rasionalitas, fleksibilitas mental, orientasi pada usahatani sebagai bisnis dan
bahwa terdapat tujuh karakteristik petani yang dianggap mempunyai pengaruh
dalam upaya pemberdayaan petani untuk menumbuhkan kemandirian dalam
pengambilan keputusan, yaitu: (1) umur, (2) pengalaman berusahatani, (3)
motivasi berprestasi, (4) aspirasi, (5) persepsi, (6) keberanian mengambil resiko
dan (7) kreativitas. Dengan demikian secara konseptual karakteristik individu
adalah keseluruhan ciri-ciri yang melekat pada seseorang yang dapat berbeda
dengan yang lainnya. Berpijak dari konsep tersebut, maka karakteristik petani
adalah ciri-ciri yang melekat pada individu petani yang dapat membedakannya
dengan petani lainnya.. Masing-masing individu petani memiliki karakteristik
sendiri-sendiri yang berbeda antara satu sama lain. Dalam penelitian ini
karakteristik pribadi petani dibatasi pada lingkup (1) pendidikan yang dialami
petani, (2) umur/usia, (3) pengalaman berusahatani, (4) tingkat kosmopolitansi
petani dan (5) keberanian mengambil resiko dalam menjalankan kegiatan usaha
pertanian.
Pendidikan
Istilah pendidikan menurut Dictionary of Education memiliki pengertian
adalah: (1) proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap dan membentuk
tingkah-laku lainnya di dalam masyarakat pada suatu tempat yang mereka
bertempat selama mereka hidup, dan (2) proses sosial yang sering dihadapkan
pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang
dari sekolah), sehingga dapat memperoleh atau mengalami perkembangan
kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimum.
Dalam Undang Undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan
peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan/atau latihan bagi
peranannya di masa yang akan datang. Batasan pendidikan menurut
Padmowihardjo (1994) adalah sebagai usaha mengadakan perubahan perilaku
berdasarkan ilmu-ilmu dan pengalaman-pengalaman yang sudah diakui dan
pendidikan merupakan proses pembentukan watak seseorang sehingga
memperoleh pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah laku. Sidi dan Setiadi
(2005) menekankan kepada proses pembekalan karena pendidikan merupakan
upaya membekali anak dengan ilmu dan iman agar mampu menghadapi dan
menjalani kehidupannya dengan baik serta mampu mengatasi permasalahannya
secara mandiri. Proses pembekalan tersebut menurut Winkel sebagai bantuan
yang diberikan oleh orang dewasa kepada orang yang belum dewasa ataupun
pada seseorang dalam proses pendewasaan agar mencapai tingkat kedewasaan.
Pendidikan menurut Slamet (2003) adalah suatu usaha untuk menghasilkan
perubahan-perubahan pada perilaku manusia. Perubahan perilaku yang
ditimbulkan oleh proses kegiatan pendidikan dapat dilihat melalui (1) perubahan
dalam hal pengetahuan (2) perubahan dalam ketrampilan atau kebiasaan dalam
melakukan sesuatu dan (3) perubahan dalam sikap mental terhadap segala sesuatu
yang dirasakan.
Pendidikan merupakan indikator utama pembangunan dan kualitas
sumber-daya manusia pertanian. Pendidikan pada dasarnya merupakan usaha sadar untuk
menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan dan/atau latihan bagi
peranannya dimasa yang akan datang. Pada hakikatnya pendidikan berfungsi
untuk mengembangkan kemampuan, meningkatkan mutu kehidupan, dan martabat
manusia baik individu maupun sosial (Prijono dan Pranarka, 1996). Secara garis
besar konsep pendidikan yang dikemukakan tersebut di atas dapat dibagi dua
bentuk yaitu pendidikan formal dan pendidikan non-formal.
Pendidikan formal, menurut Combs dan Mansyur (1985), yaitu pendidikan
di sekolah yang teratur, sistematis, mempunyai jenjang dan dibagi dalam
waktu-waktu tertentu berlangsung dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi.
Dengan demikian pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan
secara resmi dan tertentu di sekolah yang pelaksanaannya diatur secara sistematis
berdasarkan aturan dan kurikulum yang baku serta mempunyai tujuan sesuai
dengan jenis dan jenjang pendidikannya sejak dari taman kanak-kanak sampai
perguruan tinggi. Proses pendidikan yang dimaksudkan adalah menyiapkan
mahluk sosial, sebagai warga negara maupun yang terkait dengan tugas atau
profesi tertentu melalui pengembangan kemampuan (pengetahuan, sikap dan
keterampilan). Hasil penelitian Megawangi dkk. (1994) menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan Petani (suami) dan tingkat pendapatan berhubungan secara
nyata dan positif terhadap terhadap kebiasaan perencanaan anggaran keluarga
yang termasuk perencanaan anggaran usahatani. Kesimpulan tersebut memberikan
gambaran bahwa sekicil apapun tingkat pendidikan petani tenyata memiliki
pengaruh terhadap kegiatan usahatani. Pendidikan formal dalam penelitian ini,
dibatasi pada tingkat pendidikan formal yang telah ditempuh oleh petani.
Pendidikan non formal menurut Tampubolon (2001) merupakan suatu
kegiatan pendidikan di luar sistem pendidikan formal dan bertujuan untuk
mengubah perilaku masyarakat dalam arti luas. Sasaran pendidikan non formal
mencakup semua kelompok umur dan semua sektor masyarakat. Menurut Alex
Inkeles (Asngari, 2001), walaupun sebagai penunjang sistem pendidikan formal,
nilai dari suatu pendidikan non-formal sangat tinggi. Lebih lanjut Prijono dan
Pranarka (1996), mengatakan bahwa pendidikan non formal pada umumnya
merupakan jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat
guna meningkatkan kemampuan menerapkan ilmu pengetahuan yang telah
diperoleh peserta didik dari lingkungan pendidikan formal ke dalam lingkungan
pekerjaan praktis di masyarakat. Bentuk pendidikan non formal tersebut,
pelatihan, kursus, penataran, magang dan penyuluhan. Penyuluhan pertanian
adalah suatu sistem pendidikan luar sekolah (pendidikan non formal) untuk petani
dan keluarganya dengan tujuan agar mereka mampu dan sanggup memerankan
dirinya sebagai warga negara yang baik sesuai dengan bidang profesinya, serta
mampu, sanggup dan berswadaya memperbaiki/meningkatkan kesejahteraan
sendiri dan masyarakatnya (Slamet, 2003). Senada dengan pendapat tersebut,
Blanckenburg (1988) menyatakan bahwa pendidikan non formal merupakan
kegiatan pendidikan yang diorganisasi secara sistematis dan dilaksanakan di luar
jaringan sistem formal untuk menyediakan bentuk pelajaran yang dipilih untuk
kebutuhan kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat, baik bagi orang
dapat berupa penyuluhan, penataran, kursus, maupun bentuk keterampilan teknis
yang lain dengan tujuan untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan kaum
petani. Proses belajar non formal atau pendidikan luar sekolah sangat diperlukan
dewasa ini agar beragam lapisan masyarakat yang sedang tertimpa kemalangan
secara bertahap dapat diajak atau didampingi ke arah kemandirian dalam mereka
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya (Susanto, 2004). Dengan definisi tersebut,
penyuluhan pertanian dan program latihan petani, penataran pekerja di luar sistem
formal dan berbagai program pengajaran kemasyarakatan yang tujuan pokok
pendidikan dapat dikelompok pada pendidikan non-formal.
Batasan pendidikan non formal dalam penelitian ini adalah pembelajaran
yang diselenggarakan dalam bentuk pendidikan non formal yang pernah diikuti
oleh petani, seperti: penyuluhan, pelatihan, kursus, penataran atau kegiatan sejenis
yang terkait dengan peningkatan dan pengkayaan petani dari pengetahuan, sikap
dan keterampilan dalam berusahatani.
Umur
Umur seseorang dapat mempengaruhi tingkat kemampuan yang dimiliki
dalam melakukan aktivitas atau usaha. Secara umum, usia atau umur seseorang
berkaitan dengan tingkat kematangan fisik dan mental seseorang. Hawkins, Best
dan Coney (1986) mengemukakan bahwa umur, jenis kelamin dan pendidikan
akan mempengaruhi perilaku seseorang. Anak yang baru berusia 10 tahun tentu
belum mempunyai tingkat kematangan fisik dan mental dibandingkan dengan
seseorang yang sudah berusia 20 tahun. Sebaliknya seseorang yang sudah berusia
80 tahun juga sudah tidak mempunyai kekuatan fisik yang prima dibandingkan
dengan yang berusia 40 tahun. Karena setelah batas usia tertentu kemampuan
kerja otot dan fungsi-fungsi indera lainnya sudah mulai menurun. Salkind (1989)
mengemukakan bahwa perbedaan umur dapat membedakan tingkat kematangan.
Tingkat perbedaan-perbedaan tersebut juga disebabkan oleh pengaruh lingkungan
Umur atau usia berdasarkan taraf perkembangan individu dikenal pada
pengelompokan usia balita, usia remaja, usia dewasa dan usia lanjut. Secara
ekonomis juga dikenal pengelompokan usia produktif dan usia ketergantungan.
Usia produktif berkisar antara 15 sampai dengan 60 tahun. Kisaran usia tersebut,
seseorang dianggap mempunyai kesiapan secara fisik dan mental untuk bekerja
dan memikul tanggung jawab. Walaupun dalam realitasnya banyak orang yang
memiliki kematangan fisik dan mental untuk bekerja tersebut kadangkala sudah
mencapai usia 17 sampai 20 tahun. Oleh karena itu Departemen Tenaga Kerja
memberi batasan usia kerja terendah pada usia 18 tahun. Kemampuan bekerja
secara produktif bagi seseorang akan terus bertambah pada batas umur tertentu
yang kemudian akan mengalami penurunan dengan bertambahnya umur petani.
Dalam kaitannya dengan adopsi inovasi menurut Soekartawi (1998) dapat
disimpulkan dari beberapa hasil penelitian bahwa difusi inovasi yang paling tinggi
adalah pada petani yang berumur paruh baya (setengah tua). Petani yang berumur
lanjut memiliki kebiasaan sudah kurang respon terhadap berbagai perubahan dan
inovasi. Petani yang memiliki kategori muda akan lebih bersemangat dalam
menjalankan kegiatan usahatani, selain itu juga untuk mencari berbagai
pengalaman.
Batasan umur yang digunakan pada penelitian ini adalah umur/usia petani
sejak mulai bekerja mengusahakan lahan pertanian dengan tanggung jawab sendiri
baik yang berupa lahan berstatus milik, sewa maupun sistem bagi hasil.
Pengalaman Berusahatani
Pengalaman dapat memiliki makna sebagai sesuatu yang pernah dialami
(dijalani, dirasakan, ditanggung, dan sebagainya), sedangkan berusahatani adalah
kegiatan pada pertanian dengan mengerahkan tenaga, pikiran, atau badan untuk
mencapai suatu maksud yang telah ditentukan. Dengan demikian yang dimaksud
dengan pengalaman berusahatani adalah sesuatu yang pernah dialami, dijalani,
dirasakan, dan ditanggung oleh petani dalam menjalankan kegiatan usahatani
dengan mengerahkan tenaga, pikiran, atau badan untuk mencapai tujuan usahatani
Keputusan petani yang diambil dalam menjalankan kegiatan usahatani lebih
banyak mempergunakan pengalaman baik yang berasal dari dirinya maupun
pengalaman petani lain. Menurut Tohir (1983) bahwa selain menggunakan
pengalaman juga petani menggunakan perasaan. Menurut Padmowihardjo (1994),
pengalaman adalah suatu kepemilikan pengetahuan yang dialami seseorang dalam
kurun waktu yang tidak ditentukan. Dalam otak manusia dapat digambarkan
adanya pengaturan pengalaman yang dimiliki oleh seseorang sebagai hasil belajar
selama hidupnya. Dalam proses belajar, seseorang akan berusaha
menghubungkan hal yang dipelajari dengan pengalaman yang dimiliki. van den
Ban dan Hawkins (2001) menyatakan bahwa seseorang yang belajar dapat
memperoleh atau memperbaiki kemampuan untuk melaksanakan suatu pola sikap
melalui pe-ngalaman dan praktik. Dalam prinsip belajar, Slamet (1995)
mengemukakan bahwa seseorang cenderung lebih mudah menerima atau memilih
sesuatu yang baru (inovasi), bila inovasi tersebut memiliki kaitan dengan
pengalaman masa lalunya, sehingga inovasi tersebut tidak terlalu asing baginya.
Bila pengalaman usahatani banyak mengalami kegagalan maka mereka (petani)
akan sangat berhati-hati dalam memutuskan untuk menerapakan suatu inovasi
yang diperolehnya. Sebaliknya, bila pengalaman menerapkan inovasi pada
kegiatan usahatani yang lalu sering berhasil, cenderung lebih tanggap terhadap
inovasi-inovasi yang diperkenalkan ataupun yang diperolehnya. Pengalaman
berusahatani dalam penelitian ini adalah lamanya waktu dalam tahun yang telah
dicurahkan oleh petani untuk kegiatan berusahatani.
Tingkat Kekosmopolitan
Kosmopolitan diartikan seseorang yang memiliki wawasan dan pengetahuan
yang luas. Sifat kekosmopolitan menurut Mardikanto (1993) adalah tingkat
hubungan seseorang dengan dunia luar di luar sistem sosialnya sendiri.
Kekosmopolitan seseorang dapat dicirikan oleh frekuensi dan jarak perjalanan
yang dilakukan, serta pemanfaatan media massa. Bagi warga masyarakat yang
lebih kosmopolit, adopsi inovasi dapat berlangsung lebih cepat, tetapi bagi yang