• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.3 Prosedur Kerja

4.3.2 Scalling Up Proses Biotransformasi

Medium GYP dibuat dengan melarutkan 5 gram pepton, 1 gram yeast extract, 20 gram glukosa, 0,5 gram KH2PO4, 0,5

22

gram MgSO4.7H2O, 10 mg FeSO4.7H2O, 0,2 gram CaCO3

ke dalam 1000 ml air sumur. Setelah semua komponen larut, bagi medium tersebut ke dalam erlenmeyer masing–masing sebanyak 200 ml dalam erlenmeyer 500 ml sesuai jumlah isolat jamur kemudian tutup dengan aluminium foil. Kelima erlenmeyer berisi medium disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121 0C selama 20 menit.

4.3.2.2Kultivasi jamur endofit AFKR-5

Jamur endofit AFKR-5 yang ditumbuhkan pada medium PDA dipotong kecil kurang lebih 0,5 x 0,5cm dan diambil sebanyak 4 buah kemudian dimasukkan ke dalam medium GYP yang telah disterilkan dan didinginkan. Pengerjaan kultivasi jamur endofit dilakukan dalam keadaan steril di dalam laminar airflow. Medium yang telah berisi jamur endofit diinkubasi menggunakan shaker pada suhu 27 0C dengan kecepatan 120 rpm selama 4 hari.

4.3.2.3 Penambahan substrat pada kultur jamur endofit AFKR-5

Penambahan substrat berberin dilakukan seperti saat skrining. Substrat yang akan ditambahkan pada kultur dibuat dengan menambahkan 100 mg berberin ke dalam 100 ml metanol. Kemudian larutan tersebut disaring dengan menggunakan

syringe Millex GP dengan diameter pori 0,20 µm dalam keadaan steril.

23

Larutan berberin steril dengan konsentrasi 1 mg/ml dipipet sebanyak 20 ml kemudian dimasukkan ke dalam setiap kultur jamur endofit. Kultivasi dilanjutkan dengan menginkubasi medium menggunakan shaker hingga hari ke-14.

4.3.2.4 Monitoring hasil biotransformasi

Biotransformasi dimonitoring untuk memantau apakah telah terjadi biotransformasi berberin dengan cara melakukan pengambilan sampel terhadap kultur jamur endofit pada hari ke-10 setelah penambahan berberin.

Kultur jamur endofit dalam medium GYP saat 10 hari setelah penambahan substrat berberin dipipet sebanyak ± 5 ml dan kemudian dipindahkan ke dalam tabung reaksi. Setelah itu tambahkan dengan diklorometan : metanol = 5:1 sebanyak ± 5 ml, kemudian dikocok menggunakan vortex dan didiamkan beberapa menit sehingga akan terbentuk dua lapisan. Lapisan bawah tersebut kemudian dipipet dan dipindahkan ke labu evaporator kemudian dikeringkan.

Ekstrak kemudian dianalisis dengan KLT (fase diam silica gel 60 F254 dan fase gerak diklorometan : metanol = 6:1 (7

ml) yang ditambahkan asam asetat glasial 1 tetes). Noda yang muncul diamati di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Selain dengan KLT, hasil penyamplingan ini juga dianalisis menggunakan HPLC dengan kondisi HPLC = Capcell Pak C-18 ( Shiseido 4,6 mm

24

x 250 mm) , fase gerak air millipore : asetonitril = 90 % : 10 %, laju alir 1 ml/menit, lama aliran 30 menit, detektor UV dengan panjang gelombang 266 nm.

4.3.2.5 Ekstraksi kultur jamur endofit AFKR-5

Kultur jamur endofit setelah 14 hari penambahan berberin dikecilkan ukurannya menggunakan spatula. Kemudian kultur tersebut diekstrak menggunakan diklorometan : metanol = 5:1. Sebanyak ± 50 ml pelarut campur dimasukkan ke dalam kultur jamur, kemudian dikocok menggunakan magnetic stirer selama 10 menit. Setelah itu,jamur dipisahkan dengan filtrat menggunakan saringan. Proses ini diulang sebanyak 3 kali. Hasil saringan filtrat merupakan ekstrak yang kemudian dikeringkan lalu ditimbang kemudian dianalisis dengan KLT (fase diam silica gel 60 F254 dan eluen

diklrometan : metanol = 6:1 (7 ml) yang ditambah 1 tetes asam asetat glasial). Noda yang muncul diamati di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Selain dengan KLT, hasil pengambilan sampel ini juga dianalisis menggunakan HPLC dengan kondisi HPLC = Capcell Pak C-18 (Shiseido 4,6 mm x 250 mm) , fase gerak air millipore : asetonitril = 90 % : 10 %, laju alir 1 ml/menit, lama aliran 30 menit, detektor UV dengan panjang gelombang 266 nm.

25

4.3.2.6 Partisi ekstrak hasil biotransformasi

Ekstrak kental hasil ekstraksi dilarutkan dengan metanol kemudian dipartisi menggunakan n-heksan. Partisi ini dilakukan dengan corong pisah sehingga kemudian didapatkan dua lapisan (lapisan atas air, lapisan bawah diklorometan) dan diambil lapisan bawah. Lapisan bawah tersebut kemudian dikeringkan menggunakan rotary evaporator. Ekstrak kental yang didapat kemudian dianalisis dengan KLT (fase diam silica gel 60 F254 dan fase gerak

diklorometan : metanol = 6:1 (7 ml) yang ditambahkan asam asetat glasial 1 tetes). Noda yang muncul diamati dibawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm kemudian disemprot dengan reagen serium.

4.3.2.7 Fraksinasi hasil biotransformasi AFKR-5

Ekstrak hasil partisi difraksinasi dengan menggunakan kolom kromatografi dengan fase diam sephadex LH–20 (volume 275 ml) dan fase gerak metanol 90%. Hasil fraksinasi ditampung dengan tabung reaksi dan setiap tabung dicek dengan analisis KLT (fase diam silica gel 60 F254 dan fase

gerak diklorometan : metanol = 6:1 (7 ml) ditambah asam asetat glasial 1 tetes). Noda yang muncul diamati di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm kemudian disemprot dengan pereaksi dragendroff. Isi tabung–tabung yang memiliki noda yang sama pada

26

kromatogram KLT digabungkan menjadi satu fraksi. Tabung 3-6 digabung menjadi fraksi satu. Tabung 7-8 digabung menjadi fraksi dua dan tabung 9-11 digabungkan menjadi fraksi tiga.

4.3.2.8 Purifikasi produk biotransformasi AFKR - 5 fraksi 1

Ketiga fraksi yang diperoleh dari fraksinasi menggunakan kromatografi kolom kemudian dianalisis dengan KLT (fase diam silica gel 60 F254 dan fase gerak diklorometan : metanol

= 6 : 1 (7 ml) dan ditambah asam asetat glasial 1 tetes). Noda yang muncul diamati di bawah sinar pada panjang gelombang UV 254 nm dan 366 nm kemudian disemprot dragendroff. Fraksi satu kemudian dipurifikasi menggunakan KLT preparatif dengan fase diam silica gel 60 F254 dan fase gerak

diklorometan : metanol : amoniak 25 % = 5:3:0,5 . Noda yang muncul diamati di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Setelah itu noda tersebut dikerok kemudian dilarutkan dengan diklorometan dan metanol, kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring. Hasil saringan yang didapatkan dikeringkan dan kemudian dianalisis dengan KLT menggunakan fase gerak diklorometan : metanol = 6:1 (7 ml) dengan ditambahkan asam asetat glasial 1 tetes. Noda yang muncul diamati di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm dan setelah itu hitung Rfnya.

27

4.3.2.9 Karakterisasi produk hasil biotransformasi dengan MS

Senyawa hasil biotransformasi berberin dianalisis menggunakan MS Water LCT Premier Xe Micromass Technology.

28

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Skrining Biotransformasi Berberin

Dengan dilakukannya skrining biotransformasi berberin ini, dapat dilihat kemampuan dari 4 isolat jamur endofit dalam melakukan proses biotransformasi dalam medium GYP dan PDB. Monitoring terhadap proses biotransformasi oleh jamur endofit tersebut dilakukan dengan cara melakukan penyamplingan setelah 1 hari, 2 hari, 3 hari dan 7 hari penambahan berberin ke dalam kultur jamur endofit. Proses transformasi diamati dengan melakukan analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT) terhadap ekstrak kultur jamur. KLT tersebut kemudian dielusi dengan menggunakan fase gerak diklorometan : metanol = 6:1 dan ditambahkan 1 tetes asam asetat glasial.

Namun hingga penyamplingan hari ke-7, kromatogram hasil KLT belum menampakkan terjadinya reaksi biotransformasi. Reaksi biotransformasi baru terlihat pada ekstrak kultur jamur pada 14 hari penambahan berberin (gambar 6).

Hasil skrining memperlihatkan bahwa reaksi biotransformasi terjadi pada kultur jamur endofit AFKR-5 dan AFKR-13 pada medium GYP. Sedangkan pada jamur endofit yang dikultivasi pada medium PDB tidak memperlihatkan berjalannya reaksi biotransformasi. Berikut adalah profil kromatogram KLT dari skrining biotransformasi berberin :

29

a b

c d

Gambar 6. Profil kromatogram KLT (fase diam silica gel 60 F254, fase gerak diklorometan : metanol = 6:1 (7 ml) ditambah 1 tetes asam asetat glasial) ekstrak diklorometan-metanol dari kultur jamur endofit AFKR-2, 3, 5, dan 13 pada medium GYP dan PDB saat 14 hari penambahan berberin. (fase diam silica gel 60 F254, fase gerak diklorometan : metanol = 6:1 ditambahkan 1 tetes asam asetat.S=berberin; C=blanko medium; 2,3,5,13=AFKR-2,3,5,13. (a) sinar UV 254 nm, (b)sinar UV 366 nm (pada medium GYP),(c) sinar UV 245 nm, (d) sinar UV 366 nm (pada medium PDB)

Dari hasil skrining yang dilakukan terhadap 4 isolat jamur endofit dari akar kuning terlihat bahwa AFKR–5 dan AFKR-13 pada medium GYP dapat melakukan reaksi biotransformasi terhadap berberin. Hasil skrining ini juga memperlihatkan berbedanya kemampuan setiap jamur endofit dalam mentransformasikan senyawa berberin bergantung pada medium kultur. Hal tersebut terlihat pada hasil noda dari hasil skrining dimana jamur endofit

produk

30

AFKR–5 dan AFKR–13 mampu melakukan biotransformasi pada medium GYP sedangkan jamur–jamur endofit tersebut tidak memperlihatkan kemampuan biotransformasi pada medium PDB. Medium kultur yang berbeda akan memberikan hasil biotransformasi yang berbeda dimana medium memberikan pengaruh nutrisi yang diterima oleh jamur endofit, sehingga medium kultur jamur yang berbeda akan memperoleh nutrisi yang berbeda pula.

Hasil skrining yang dilakukan memperlihatkan bahwa jamur endofit AFKR–5 dan AFKR–13 pada medium GYP dapat melakukan biotransformasi berberin. Oleh karena itu dilakukanlah scalling up reaksi biotransformasi berberin dengan salah satu isolat jamur endofit yang dapat melakukan reaksi biotransformasi yaitu AFKR-5 pada medium GYP. Dari hasil KLT saat skrining biotransformasi (gambar 6) AFKR-5 memperlihatkan noda produk hasil biotransformasi yang lebih besar dibandingkan dengan AFKR–13.

Untuk membuktikan bahwa senyawa produk biotransformasi tidak dihasilkan oleh jamur endofit AFKR–5 sebagai metabolit sekunder jamur tersebut dilakukan dengan bantuan analisis KLT. Hal tersebut dilakukan dengan membandingkan KLT dari kultur jamur AFKR–5 yang ditambahkan berberin dengan kontrolnya yaitu yang tidak ditambahkan berberin (Gambar 7). Hasil KLT tersebut memperlihatkan bahwa jamur endofit AFKR–5 pada medium GYP tidak menghasilkan produk hasil biotransformasi. Noda yang muncul pada ekstrak jamur endofit AFKR–5 dengan penambahan berberin tidak terdapat pada ekstrak jamur endofit AFKR–5 tanpa penambahan berberin. Senyawa hasil biotransformasi ini berada di atas berberin yang

31

memperlihatkan bahwa senyawa hasil biotransformasinya bersifat relatif lebih nonpolar dibandingkan berberin.

a b

Gambar 7. Profil ktomatogram KLT (fase diam silica gel 60 F254, fase gerak diklorometan : metanol = 6:1 (7 ml) ditambah 1 tets asam asetat glasial) ekstrak diklorometan – metanol kultur jamur endofit AFKR-5 pada medium GYP. (S = berberin, 1 = AFKR–5 ditambahkan berberin, 2 = AFKR-5 tanpa penambahan berberin), (a) UV 254 nm, (b) UV 366 nm.

5.2 Profil Jamur AFKR– 5

Jamur endofit AFKR–5 diisolasi dari tumbuhan akar kuning. Jamur ini kemudian ditumbuhkan pada medium potato dextrose agar (PDA). Hasil pengamatan secara makroskopis terhadap jamur endofit AFKR-5 akan membentuk miselium berwarna putih setelah 4 hari ditumbuhkan pada medium PDA. Saat satu minggu terbentuk miselium yang lebih banyak dan pada minggu kedua terlihat miselium berwarna kuning (gambar 8) yang kemungkinan merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh jamur endofit AFKR-5.

produk berberin

32

a b

Gambar 8. Jamur endofit AFKR–5 pada medium PDA (a) satu minggu, (b) dua minggu.

5.3 Scalling Up AFKR-5 pada medium Glucose-Yeast Extract-Pepton (GYP)

Pada scalling up proses biotransformasi berberin, isolat jamur endofit yang digunakan adalah jamur endofit AFKR-5 pada medium GYP. Sesuai dengan skrining yang dilakukan terhadap 4 isolat jamur endofit, jamur endofit AFKR–5 dan AFKR-13 pada medium GYP memperlihatkan spot produk biotransformasi. Namun pada hasil KLT terlihat, spot hasil biotransformasi yang dihasilkan jamur endofit AFKR-5 lebih besar dibandingkan dengan AFKR-13 sehingga pada saat scalling up digunakan jamur endofit AFKR-5 (gambar 6).

Untuk tujuan isolasi dan karakterisasi produk biotransformasi tersebut, maka dilakukan kultur jamur endofit AFKR-5 pada skala lebih besar, yaitu 5x200 ml di dalam erlenmeyer 500 ml. Kultur jamur yang telah berumur 4 hari terlihat terbentuk seperti filamen berwarna putih yang banyak (Gambar 9).

33 a b c d e

Gambar 9. Kultur jamur endofit AFKR – 5 pada medium glucose yeast-ekstrak pepton (GYP). (a) saat kultivasi, (b) 4 hari kultivasi (sebelum penambahan berberin), (c) 1 hari (d) 10 hari (e) 14 hari (telah ditambahkan berberin).

Pada hari ke-10 penambahan berberin dilakukan penyamplingan untuk mengamati terjadinya proses biotransformasi. Hasil penyamplingan kemudian diekstrak dengan diklorometan-metanol (5:1) dan kemudian dianalisis dengan HPLC dan KLT. Dari hasil kromatogram HPLC terlihat puncak berberin masih tinggi (10C) dan dari hasil kromatogram KLT terlihat berberin dan ekstrak kultur menunjukkan noda yang sama (gambar 11a,b). Saat 14 hari penambahan berberin pada kultur jamur endofit AFKR-5, dilakukan ekstraksi seperti pada saat skrining. Kultur jamur endofit AFKR–5 pada medium GYP diekstrak dengan pengekstrak diklorometan–metanol lalu ekstrak tersebut dianalisis dengan HPLC dan KLT.

34

Gambar 10. Hasil kromatogram HPLC menggunakan kolom Capcell pak C-18 (Shiseido 4,5 mm x 260 mm), fase diam air millipore : asetonitril = 90 %: 10%, laju alir : 1 ml/menit, lama aliran 30 menit, detektor UV λ 266 nm. (A) jamur endofit AFKR-5 tanpa penambahan berberin, (B) standar berberin, (C) kultur jamur 10 hari setelah penambahan berberin, (D) kultur jamur 14 hari setelah penambahan berberin.

0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 min 0.00 0.25 0.50 0.75 1.00 1.25 1.50 mV Detector A:266nm 2.6432.814 3.061 3.810 5.429 11.541 18.210 19.861 C 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 min 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 mV Detector A:266nm 2.814 3.061 3.650 3.810 4.117 4.328 4.532 4.883 5.073 5.265 5.424 5.700 6.090 6.419 7.128 8.029 11.74312.66113.083 18.263 19.838 24.645 27.105 A 0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 12.5 15.0 17.5 20.0 22.5 25.0 27.5 min 0.0 2.5 5.0 7.5 10.0mVDetector A:266nm 3.182 5.483 B berberin 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 min 0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 mV Detector A:266nm 1. 18 8 1. 68 3 2. 20 5 2. 93 2 3. 06 5 5. 42 6 18 .2 27 D produk biotransformasi berberin

35

a b c d

Gambar 11. Profil kromatogram KLT (fase diam silica gel 60 F254, fase gerak diklorometan : metanol = 6:1 (7 ml) ditambah 1 tets asam asetat glasial) kultur jamur endofit AFKR-5 pada medium GYP (a) di bawah sinar UV 254 nm, (b) di bawah sinar UV 366 nm (10 hari penambahan berberin), (c) di bawah sinar UV 254 nm, (d) di bawah sinar UV 366 nm (14 hari penambahan berberin). S = berberin, E = ekstrak jamur.

Dari hasil kromatogram HPLC saat penyamplingan hari ke-10 penambahan berberin (gambar 10C) dengan kromatogram setelah 14 hari penambahan berberin (gambar 10D) terlihat hasil yang berbeda. Pada 14 hari penambahan berberin terjadi penurunan puncak berberin, dipihak lain terjadi kemunculan puncak baru (gambar 10D). Puncak baru yang muncul pada 14 hari penambahan berberin merupakan produk hasil biotransformasi berberin. Hal ini diperkuat dengan hasil KLT (11c,d) saat 14 hari penambahan berberin yang memperlihatkan telah terdapatnya produk hasil biotransformasi.

Hasil ekstrak kultur jamur endofit AFKR–5 setelah diekstraksi dan dianalisis dengan HPLC dan KLT kemudian dipartisi dengan n–heksana untuk menghilangkan lemak agar mudah difraksinasi. Setelah dipartisi ekstrak ini kemudian dikeringan dengan rotary evaporator lalu ditimbang dan diperoleh ekstrak sebanyak 210,2 mg. Ekstrak ini kemudian difraksinasi

produk

36

menggunakan kromatografi kolom dengan fase diam sephadex–LH 20 dan fase gerak metanol 90 % sehingga diperoleh tiga fraksi.

Tabel 1. Hasil fraksinasi dengan kolom kromatografi (fase diam sephadex LH-20, fase gerak methanol 90%) dari ekstrak diklorometan–

metanol biotransformasi kultur AFKR–5 pada medium GYP. Fraksi Tabung Warna Fraksi Berat ( mg )

1 3,4,5,6 Coklat 36,6

2 7,8 Kuning tua 21,1

3 9,10,11 Kuning muda 30,5

Untuk mengetahui di fraksi mana senyawa hasil biotransformasi berberin maka dilakukan KLT terhadap fraksi–fraksi tersebut dengan membandingkannya terhadap berberin murni. Dari hasil KLT, fraksi satu memiliki kandungan hasil biotransformasi berberin.

Fraksi satu tersebut kemudian dipurifikasi kembali dengan menggunakan KLT preparatif dengan fase gerak diklorometan : metanol : amoniak 25 % = 5 : 3 : 0,5 sehingga diperoleh 2 fraksi, yaitu 1 – A dan 1 - B. Fraksi 1 - A merupakan hasil biotransformasi berberin sedangkan fraksi 1 - B merupakan substrat berberin yang tidak dikonversi oleh jamur endofit AFKR-5. Hal tersebut terlihat dari noda pada plat KLT (gambar 12). Selain itu, nilai Rf antara fraksi 1-B dengan Rf berberin sama yaitu 0,31 sedangkan Rf fraksi 1-A yaitu 0,40. Hasil yang didapatkan setelah purifikasi menghasilkan 28,5 mg produk utama yang berarti kemampuan jamur endofit AFKR-5 mengubah berberin mejadi produk sebesar 27.18 %.

37

a b c

Gambar 12. Profil kromatogram KLT hasil purifikasi fase satu (fase diam silica gel 60 F254 dan fase gerak diklrometan : metanol = 6:1 (7 ml) ditambah asam asetat glasial 1 tetes). 1-A = atas,1-B = bawah, (a) UV 254 nm, (b) UV 366 nm, (c) disemprot dragendroff.

Tabel 2. Hasil purifikasi fraksi 1 ekstrak diklorometan–metanol dengan fase gerak diklorometan : metanol = 6:1 (7 ml) ditambah asam asetat glasial 1 tetes.

Produk hasil biotransformasi kemudian dikarakterisasi menggunakan spektorfotometer massa. Hasil spektrofotometer massa menunjukkan produk hasil biotransformasi memiliki bobot massa 352. Hal ini menunjukkan terjadinya penambahan ion molekul sebanyak 16 amu yang diduga oksigen terhadap berberin yang memiliki bobot massa 336.

No Fraksi Warna Fraksi Rf Berat ( mg )

1 1 – A coklat muda 0,40 28,5

38

Gambar 13. Hasil spectrum produk biotransformasi menggunakan spektrofotometer massa MS Water LCT Premier Xe Micromass Technology.

39

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

Jamur endofit AFKR – 5 yang diisolasi dari tanaman Arcangelisia flava (L.) Merr mampu melakukan biotransformasi senyawa berberin menjadi satu produk yang memiliki berat molekul 16 amu lebih tinggi dibanding substrat pada medium GYP dengan kondisi inkubasi menggunakan shaker pada kecepatan 120 rpm dengan suhu 27 0C dengan kemampuan konversi sebesar

27.18% dalam waktu 2 minggu.

Dokumen terkait