• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III BIOGRAFI JUBING KRISTIANTO

3.2 Eksistensi Jubing Kristianto Sebagai Aranger, Penulis, Komponis

3.2.3 Jubing Sebagai Komponis Gitar

Selain mengaransemen lagu dan menulis buku, Jubing juga menciptakan komposisi lagu untuk gitar, salah satu contoh lagu yang diciptakannya adalah

“Capucino Rumba” edisi XXVII nomor 1 tahun 2000. yang banyak dikagumi yang diterbitkan di majalah gitar Amerika Serikat, dia juga terlibat untuk membuat komposisi musik untuk film layar lebar Kita Punya Bendera. Sebuah film tentang persatuan bangsa, bagaimana anak-anak memaknai “Bhineka Tunggal Ika” film ini diproduksi tahun 2008 dimana Jubing menata dan menggarap seluruh musiknya. Untuk lagu ini dapat didengar di album “Delman Fantasy”.

Dalam menggarap musik untuk film banyak hal yang dilalui oleh Jubing, karena menciptakan komposisi musik untuk film dengan gitar baru pertama kali dilakukannya. Berikut adalah kutipan dari website Jubing mengenai deskripsi singkat Jubing Kristianto dalam pengalamannya membuat musik film.

Mulai 15 Agustus 2008, sebuah film keluarga berjudul "Kita Punya Bendera" mulai diputar di Blitz Megaplex, Grand Indonesia, Jakarta. Film ini istimewa karena mengangkat tema tentang bagaimana anak-anak memaknai "Bhinneka Tunggal Ika". Hal lain yang istimewa bagi Jubing, seluruh musik dalam film ini Jubing-lah yang menggarap. Nah, atas permintaan beberapa teman, Jubing akan sharing bagaimana suka-dukanya membuat musik untuk film.

Beberapa bulan lalu Jubing dihubungi Hadi Marlan dan Steven Purba. Mereka berasal dari sebuah rumah produksi yang biasa membuat film iklan. Hadi sebagai produser, dan Steve sebagai sutradara. Kedua anak muda ini meminta Jubing membuat musik untuk film layar lebar perdana mereka. Judulnya "Kita Punya Bendera". Mereka tidak mau mengambil lagu yang sudah jadi. Mereka ingin soundtrack yang khusus diciptakan untuk filmnya.

Bintang utama ada empat anak yang lucu-lucu dan cerdas, namun tetap dengan kepolosan mereka sebagai anak. Semuanya belum pernah main film. Mereka diaudisi langsung dari sekolah-sekolah. Bintang pendukungnya Hengky Soelaeman dan Robby Tumewu.

Jubing langsung tertarik. Terlebih setelah Jubing mendapat penjelasan yang penuh semangat dari Steven dan Hadi. Cara mereka bercerita membuat film itu seolah sudah hadir di depan mata Jubing. Singkatnya, Jubing setuju dan mereka meminta Jubing membuat sampel musik untuk adegan yang terpenting. Skenario juga diberikan pada Jubing.

Sampel Jubing buat dengan petikan gitar saja. Jubing merekam dengan PC di rumah menggunakan Sonar. Lagu lembut dengan melodi sederhana untuk adegan penting Timmy (tokoh utama) membuka satu per satu amplop angpao pemberian para sahabatnya. Jubing memberi judul "Amplop". Jubing juga sertakan satu sampel tambahan untuk musik pembuka. Sampel ini Jubing kirim ke Steve dan ternyata mereka menyukainya. Bahkan sampel itu diputar dan diperdengarkan saat syuting karena ia yakin bisa membantu para pemain menghayati aktingnya.

Langkah selanjutnya adalah pembuatan kontrak. Setelah kontrak kerja dibuat, mulailah Jubing memeras otak, corat-coret, membuat melodi dan chord, dengan panduan skenario. Pada skenario, Jubing tandai bagian mana yang sekiranya memerlukan musik. Ada dua macam:

1. Musik panjang yang melatari sebuah adegan. Misalnya, saat Engkong menceritakan sejarah keluarga pada Timmy. Di sini diperlukan musik yang memperkuat suasana nostalgia. Melodi milik Engkong ini nantinya juga muncul di adegan-adegan lain yang punya keterkaitan dengan Engkong, namun dengan versi yang berbeda, sesuai dengan karakter adegan.

2. Musik amat pendek yang hanya berfungsi untuk cetusan emosi sesaat, misalnya kaget, geli, atau sekadar untuk peralihan dari satu adegan ke adegan lain. Misalnya saat Bu Guru geleng-geleng kepala sambil senyum saat membaca tulisan Timmy.

Semua musik itu Jubing buatkan sampelnya dengan permainan gitar saja. Lalu Jubing ajukan lagi ke Steve. Pada saat bersamaan, syuting terus berlangsung. Dan beberapa adegan yang sudah selesai syuting, bisa mulai diedit. Karena itu, musik dari Jubing sudah bisa mulai ditempel ke hasil syuting yang sudah jadi. Dari sini Steve mulai memberi masukan. Beberapa pokok masukan yang penting adalah :

1. Penggunaan bunyi instrumen musik lain untuk adegan tertentu. Misalnya perkusi, untuk mengiringi lagu "Suwe Ora Jamu". Juga ada beberapa musik yang memerlukan bunyi instrumen gesek dan tiup, bahkan orkestra penuh. 2. Perubahan tekstur (misalnya, dibuat lebih ramai atau lebih sepi). Perubahan

3. Pemindahan/penambahan melodi. Misalnya, melodi tema Engkong harus terdengar dalam tema "Amplop" dan tema "Opening".

Sementara diskusi dan masukan berjalan, proses rekaman di studio sudah mulai dilakukan. Jubing dibantu oleh Larry sebagai pemilik studio merangkap operator, juga Rendro (bassist), dan Hendra (keyboardist). Mereka bertiga adalah personel grup band Titah. Bassist Jubing perlukan pada beberapa lagu. Lebih hidup menggunakan bas asli ketimbang memainkan bas dengan keyboard. Adapun instrumen lainnya dimainkan oleh Hendra pada keyboard dengan menggunakan sampling instrumen-instrumen musik lainnya.

Semua lagu Jubing tulis hanya melodi dan chord-nya. Sedangkan detail aransemen, langsung diciptakan dan dimainkan spontan di studio. Lagu-lagu yang sudah selesai, diperdengarkan pada Steve. Umumnya bisa diterima. Hanya ada satu dua yang perlu perbaikan. Proses pengerjaan rekaman inilah yang paling banyak menguras waktu dan energi.

Setelah semua lagu disetujui, langkah berikut adalah "menempelkan" musik pada gambar video. Di sini Jubing bersama Steve dan editor bekerja bersama. Kami memastikan semua musik mulai berbunyi dan berakhir pada menit dan detik yang tepat. Sedikit pergeseran bisa mengubah emosi adegan. Idealnya, durasi musik baru dibikin setelah proses editing gambar usai. Namun karena keterbatasan waktu, proses pembuatan musik dilakukan simultan dengan editing gambar. Karena itu, terpaksa digunakan efek "fade-in" dan "fade out", juga mengkopi musik, untuk mempersingkat/memperpanjang durasi musik agar pas dengan durasi adegan.

Setelah semua musik dan gambar berpadu, hasilnya dikirim ke sound editor yang akan menempel efek-efek suara (bunyi langkah kaki, pintu ditutup, mesin bajaj, dsb...) dan memastikan semua penempelan efek suara dan musik sudah berada di tempat yang tepat, sesuai adegan. Sampai di sini, peran Jubing sebagai pembuat musik sebetulnya sudah selesai.

Langkah terakhir adalah me-"render" berbagai file gambar (video) dan (audio) tadi ke dalam satu file saja untuk dibuat master film. Master inilah yang nantinya akan digunakan sebagai induk untuk proses penggandaan film.

Demikianlah sekilas sharing tentang proses pembuatan musik film yang baru pertama kalinya ini Jubing lakukan. Jubing yakin, hasilnya masih jauh dari sempurna. Masih banyak kekurangan dari seorang pemula. Namun jika diibaratkan sebagai ujian skripsi, Jubing rasa bisa lulus. Soal berapa nilainya, itu tergantung pada para penguji yang tak lain adalah para penonton film ini nantinya. Semoga teman semua bisa menyempatkan waktu untuk menonton "Kita Punya Bendera".

Dalam membuat komposisi, ada sejumlah hal yang yang menjadi pendorong mulainya proses mencipta lagu seperti yang diungkapkan Jubing

Kristianto dalam websitenya “Ayo Membuat Komposisi” berdasarkan

pengalamannya akan dideskripsikan bagaimana membuat komposisi dari suatu lagu.

1. Pengalaman mencoba melodi. (Dari coba-coba)

Jubing membunyikan asal-asalan sebuah rangkaian melodi, biasanya pendek dan sederhana ataupun sebuah arpegio dengan chord yang asal pencet di sembarang tempat di leher gitar. Sembari bermain tak menentu itu, tiba-tiba saja

bisa muncul melodi atau corak chord yang membetot perhatian Jubing. Jubing akan berhenti dan mengulanginya sampai tertanam dalam benak dan perasaan Jubing. Dari situ Jubing berusaha mengembangkannya menjadi musik yang lebih kaya dan lebih panjang. Untuk melengkapinya, proses coba-coba atau main asal-asalan bisa dilakukan kembali, hanya saja kali ini Jubing sudah punya semacam "pagar". Jubing upayakan, temuan-temuan baru harus cocok atau nyambung dengan temuan awal tadi. Agar tak lupa. Kita bisa langsung menulis penggalan-penggalan musik yang kita "temukan" tadi. Atau bisa juga dengan memasang alat perekam selama kita bermain. Dengan demikian, jika kita ingin mendengarnya kembali, tinggal membaca atau memutar ulang perekam. Contoh karya Jubing yang bermula dari coba-coba ini adalah "Morning Rain" yang Jubing masukkan dalam album "Becak Fantasy". Melodi dari kalimat pertama adalah temuan tanpa sengaja saat bermain gitar tanpa arah. Namun kalimat itu terus terngiang di telinga dan tertanam dibenak Jubing. Cukup lama, sebelum Jubing mulai bisa mengembangkannya, dengan mempertimbangkan suasana dan karakter yang terasa dari melodi dasar tadi. Pengembangan ini terpicu oleh suasana hati ketika suatu hari melihat hujan turun dari balik jendela kamar Jubing.

2. Terinspirasi karya lain

Ada banyak gitaris yang Jubing kagumi. Salah satunya Earl Klugh. Dia mampu membuat melodi dan rangkaian chord yang begitu manis. Dari situ lahir sebuah gagasan, Jubing kelak harus bisa bikin karya yang semanis itu. Dengan sering mencoba memainkan karya-karya Earl Klugh, Jubing mulai memahami kesederhanaan melodinya, tipe interval yang gunakan, hingga jenis-jenis

pergerakan chordnya. Dengan bekal pengetahuan itulah, Jubing mulai proses membuat komposisi. Tidak langsung jadi tentunya. Dimulai dari pemilihan pergerakan chord, lalu dilanjutkan dengan penambahan melodi. Ya, dalam proses pembuatan melodi, menyanyi bisa sangat membantu untuk mendapatkan melodi yang pas. Menyanyilah dengan bebas, gunakan perasaan Anda mengikuti pergerakan chordnya. Hasilnya bisa di luar dugaan. Karya yang tercipta adalah

“Once Upon A Rainy Day” yang ada di album “Hujan Fantasy”. Karya Jubing

“Capuccino Rumba” lahir karena teringat pada karya gitaris flamenco Paco Pena, Rumba Flamenca. Jubing menggunakan iramanya saja, sedangkan melodi Jubing bikin sendiri. Adapun gerakan chord, meski Jubing bikin sendiri, tak bisa dipungkiri bahwa tidak ada yang baru. Banyak lagu yang mengunakan pergerakan chord serupa.

3. Pengalaman dari melodi pentatonik (Utak-atik dan eksperimen)

Jubing membuat suatu istilah utak-atik yakni dengan stimulasi langsung pada gitar dengan memainkan melodi pada gitar. Ada suatu masa di mana Jubing senang sekali mengutak-atik melodi pentatonis. Tiap kali Jubing main gitar, selalu yang muncul melodi pentatonis. Dari situlah Jubing berpikir, kenapa tidak sekalian saja diwujudkan jadi komposisi? Jubingng jika kita sudah mengutak-atik tapi lantas lenyap begitu saja. Dari niatan inilah lahir karya-karya yang bernuansa pentatonis. Yakni “Little Windbells”, “Rickshaw”, dan “Moonrise”. Ketiganya ada di album “Hujan Fantasy”.

Ya, peristiwa, suasana, orang, dan benda bisa menjadi pendorong bagi kita untuk mencipta komposisi. Misalnya, sebuah cerita pendek karangan istri Jubing, Surat untuk Niken tentang Kupu-kupu, mendorong lahirnya kompisisi “The Butterfly Dance”. Jubing menggunakan arpegio untu menggambarkan kepak Jubingp kupu-kupu, dan loncatan-loncatan chord untuk gerakannya berpindah dari satu bunga ke bunga lain. Contoh-contoh lain : “Song for Renny” lahir dari rasa rindu dan cinta pada istri Jubing, “Waiting for Sunset” saat melihat matahari terbenam di Kuta,

“The Clock” saat mendengar detak jam dinding malam-malam, dan “Clouds” saat melihat gumpalan-gumpalan awan putih dari jendela pesawat terbang. Sering kali, berbagai pemicu ini juga melibatkan proses nomor 1 dan 2 di atas dalam mewujudkannya menjadi karya yang utuh.

Apa pun pencetus atau proses yang dilalui, sebuah komposisi yang baik menurut Jubing memiliki beberapa syarat dasar.

1. Keteraturan pola yang bisa teramati oleh telinga. Keteraturan ini bisa dalam berbagai bentuk. Dimulai dari pilihan jenis tangga nada maupun nada dasar, pilihan motif ritmis melodi dan iringan, pergerakan chord, hingga pilihan struktur.

2. Adanya harmonisasi. Yakni keserasian dan keterpaduan antar-not menjadi rangkaian melodi, bentuk chord, hingga pergerakan antar-chord. Beberapa pendapat ekstrem menyatakan tidak perlu lagi kita belajar teori harmoni karena musik adalah seni, dan seni adalah kebebasan dari aturan. Ya, ada benarnya. Tapi tetap, menurut pendapat Jubing, kita tidak bisa menulis/membunyikan not asal-asalan lantas dengan lantang menyebutnya

sebagai musik. Jadi, jika memang memungkinkan, tidak ada ruginya Anda memelajari dasar-dasar harmoni musik.

3. Musik yang baik memiliki karakter atau ciri. Ini membantu audiens cepat akrab dan tidak mudah melupakan musik kita. Ini sama halnya seperti kita mendapat kenalan baru yang punya ciri atau karakter yang khas. Kita tidak akan mudah melupakannya. Tentu saja, kita berharap mampu menghadirkan karakter yang menyenangkan untuk diingat. Sebagai penutup, kita patut pikirkan kembali apa sebetulnya tujuan kita membuat komposisi. Ada macam-macam tujuan orang menciptakan karya musik. Ada yang membuat untuk tujuan eksperimen ataupun mengasah intelektualitas. Ada yang untuk menyampaikan isi hati atau emosinya. Bahkan ada juga yang mencipta semata-mata demi mencari uang. Bagi Jubing sendiri, tujuan membuat komposisi adalah membuat karya yang bisa menyenangkan bagi pendengarnya dan akan selalu terekam dalam kenangan mereka. Anda termasuk yang mana?

3.2.3.1Daftar Kumpulan Lagu-Lagu Ciptaan Jubing Kristianto Untuk Gitar Tunggal

Berikut akan dipaparkan kumpulan lagu-lagu yang diciptakan Jubing pada gitar tunggal :

1. Album Becak Fantasy

- Morning Rain (Jubing K)

- Song For Renny (Jubing K)

- Waiting For Sunset (Jubing K)

- Lulaby (Jubing K)

2. Dalam album Delman Fantasy

- Clouds (Jubing K)

- Capuccino Rumba (Jubing K)

- OST Kita Punya Bendera (Jubing K)

3. Dalam Album Kaki Langit

- Prelude To The Falling Leaves (Jubing K)

- Kaki Langit (Jubing K)

- Fatman Blues (Jubing K)

- Wangi Hujan (Jubing K)

- Lament (Jubing K)

- Sailor’s Jig (Jubing K)

- Kelap-kelip (Jubing K)

4. Dalam Album Hujan Fantasy

- Once Upon a Rainy Day (Jubing K)

- Three Orientals Songs (Jubing K) 1. Moonrise

2. Windbells 3. Rickshaw

4. Dalam Website “www.jubing.net”

- Lament (Jubing K)

- Once Upon a Rainy Day (Jubing K)

- Amelia (Jubing K)

- Lullaby (Jubing K)

- Rickshaw (Jubing K)

- Song for Renny (Jubing K)

- Waltz No. 1 (Jubing K)

- The Clock (Jubing K)

- The Butterfly Dance (Jubing K)

- Windbells (Jubing K)

- Capuccino Rumba (Jubing K)

Dokumen terkait