• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor Lokasi dan Sejarah

RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor (RSMM) awalnya adalah Rumah sakit jiwa pusat bogor (RSJP). RSMM Bogor menempati area tanah seluas 1.092.184,58 m2. dengan luas bangunan 42.217,12 m2. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit yang didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda, yaitu pada tanggal 1 Juli 1982 dengan nama “Het Krankzinaigengeticht te Buitenezorg” dan merupakan rumah sakit terbesar kedua setelah rumah sakit jiwa pusat di Lawang, Jawa Timur. Pada perjalanan hidupnya RSMM mencoba mengembangkan sayap pelayanananya dengan membuka instalasi pemulihan NAPZA pada tahun 1999 dan pelayanan umum serta spesialis pada tahun 2003. RSMM adalah rumah sakit vertikal di bawah pegelolaan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, merupakan rumah sakit jiwa kelas A yang memiliki 650 tempat tidur, BOR 66,24 persen pada tahun 2003 dan sebanyak 641 tempat tidur yang mendapat biaya dari pemerintah. Nama Dr. H. Marzoeki Mahdi itu sendiri diambil untuk mengabdikan nama direktur pertama Rumah Sakit Jiwa Pusat Bogor yang berkebangsaan Indonesia dan untuk mengurangi stigma masyarakat sebagai rumah sakit jiwa.

Visi dan Misi

Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi mempunyai visi untuk mewujudkan rumah sakit mandiri melalui profesionalisme dan pelayanan yang bermutu dengan mengutamakan kepuasaan pelanggan dan terjangkau oleh rakyat miskin. Misi Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi antara lain melaksanakan pelayanan kesehatan dengan unggulan kesehatan jiwa dan NAPZA; memberdayakan seluruh potensi yang ada dirumah sakit; mengembangkan pelayanan kesehatan jiwa mejadi pusat rujukan nasional; mengembangkan pendidikan kesehatan dan penelitian serta kemitraan yang seluas-luasnya; mencapai kesejahteraan bersama.

Fasilitas Pelayanan

Fasilitas pelayanan rawat jalan terdiri atas Dokter Umum, Laboratorium, Apotek, UGD, Radiologi, Ruang Operasi, Poli Penyakit Dalam, Poli Anak, Poli THT, Poli Bedah, Poli Kandungan, Poli Syaraf, Poli Paru-paru, Poli Diabetes.

20

Fasilitas Pelayanan Rawat Inap terdiri atas Arjuna (VIP & Kelas I+), Bisma (Kelas I), Parikesit (Kelas Anak I & III), ICU (Kelas I+), Isolasi (Kelas II), Kebidanan (Kelas II & III), Antasena (Kelas II, II+, III), Perina (Kelas Bayi III).

Gambaran Umum Instalasi Gizi Struktur Organisasi Instalasi Gizi

Instalasi gizi merupakan unit kerja yang menyelenggarakan makanan di rumah sakit. Instalasi gizi rumah sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi memiliki tiga dapur yang berbeda peruntukkannya, yaitu dapur instalasi gizi untuk pasien psikiatri, dapur NAPZA untuk pasien NAPZA, dan dapur umum untuk pasien umum sehingga ruang penyelenggaraan makanan dibagi menjadi tiga tempat. Dalam struktur organisasi rumah sakit, keberadaan instalasi gizi RSMM Bogor langsung dibawah komando direksi, tetapi dalam pelaksaaan kegiatan sehari-hari wadah yang menangani kegiatan kesehatan khususnya dalam kegiatan pelayanan gizi di rumah sakit. Tugas unit-unit kerja masing-masing profesi di instalasi gizi rumah sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi dapat dilihat pada Lampiran 2.

Visi dan Misi Instalasi Gizi

Visi dari instalasi gizi Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi antara lain mampu memberikan pelayanan gizi yang berkualitas kepada seluruh pelanggan. Sedangkan misi dari instalasi gizi Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi antara lain memberikan pelayanan gizi paripurna.

Tujuan, Tugas Pokok, dan Fungsi Instalasi Gizi

Tujuan instalasi gizi yaitu tercapainya pengelolaan makanan, penyuluhan, konsultasi dan terapi gizi yang bermutu serta mengutamakan kepuasan pelanggan. Tugas pokok instalasi gizi yaitu perencanaan (pengadaan bahan makanan), pengolahan dan distribusi makanan untuk pasien dan pegawai; konsultasi gizi; penyimpanan bahan makanan pada gudang bahan makanan; penelitian dan pengembangan gizi terapan; dan pengawasan oleh Quality Control.

Jam kerja di instalasi gizi di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi telah memiliki kebijakan tersendiri dalam pembagian waktu kerja. Jam kerja dibagi menjadi 2 shift yaitu pagi dimulai pukul 05.00 WIB sampai pukul 12.00 WIB dan untuk dinas siang mulai pukul 11.30 WIB sampai pukul 17.30 WIB. Terkecuali di dapur pelayanan umum dinas siang mulai pukul 13.00 WIB sampai pukul 20.00 WIB.

21

Tenaga Kerja Instalasi Gizi

Jumlah tenaga kerja Bagian Umum yaitu 22 orang, Bagian Psikiatri 26 orang, Bagian Napza 9 orang. Tenaga kerja Instalasi gizi berdasarkan pendidikan akhir antara lain S2 sebanyak 1 orang (Kepala Instalasi Gizi), S1 sebanyak 4 orang, D3 Gizi 5 orang, D3 Jasa Boga 4 orang, SMKK 11 orang, SMA 9 orang, SMEA 23 orang, sehingga totalnya sebanyak 57 orang.

Kegiatan Penyelenggaraan Makanan RS

Tujuan dilaksanakannya penyelenggaraan makanan di rumah sakit adalah untuk meyediakan makanan dengan kualitas yang baik dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan pasien serta memberikan pelayanaan yang layak dan memadai. Hal tersebut dilakukan agar fungsi pengaturan makanan untuk membantu proses penyembuhan penyakit pasien dapat tercapai.

Sasaran penyelenggaraan makanan di RSMM bogor disamping pasien psikiatri ada juga pasien narkoba dan pasien umum (pasien dengan berbagai penyakit) serta karyawan. Kegiatan penyelengaraan makanan di RSMM meliputi pengadaan, perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan, pengolahan pendistribusian makanan dan pencatatan pelaporan. Alur proses kegiatan penyelenggaraan makanan dapat dilihat di Tabel 4.

Tabel 4. Alur proses kegiatan penyelenggaraan makanan di RSMM Bogor Kegiatan Penanggung jawab Unsur yang terlibat Informasi yang diperlukan Keterangan Pengadaan Bahan Makanan Ka.instalasi gizi pan.pengadaan barang/jasa. Bag. Perencaan rekanan

-Anggaran biaya makan -Jumlah pasien -Kebijakan RS tentang pengadaan makanan -Spesifikasi BM -Daftar pesanan BM -Pengadaan BM dilakukan dengan cara pelelangan terbatas -Pemesanan BM

dilakukan tiap hari

Perencanaan Menu

Direk tur ka bidang jangdik Ka instalasi gizi -Ahli gizi -Perawat -Pasien -Bag perencanaan -indeks makanan -standar porsi & bumbu -peralatan yang ada -peraturan pemberian

makanan RS

-Pelaksanaannya tiap 3 bulan sekali

-Siklus menu10 hari -Melakukan evaluasi menu Perencanaan Kebutuhan Bahan Makanan Ka.instalasi Bag perencanaan Ahli gizi Bag pengolahan Bag gudang BM

-jumlah pasien rawat inap bulan lalu

Standar porsi Siklus menu 10 hari Standar harga BM Peraturan pembelian makanan RS Data pemberian makanan pasien harian (DPMP)

-Perencanaan BM dibedakan antara pasien psikiatri, NAPZA dan umum

-BM kering dipesan perbulan

-Bumbu dipesan perbulan -Bumbu dipesan 10 hari

sekali

-BM basah dipesan setiap hari Penerimaan BM dan penyimpanan Panitia penerima barang/jasa Bag gudang BM Bag pengolahan Rekanan Daftar pesanan BM Spesifikasi BM -BM kering diterima 1 bulan sekalidan disimpan digudang penyimpanan -BM basah diterima tiap

hari dan langsung diolah -bumbu diterima 10 hari

22

Lanjutan Tabel 4

Kegiatan Penanggungjawab Unsur yangterlibat Informasi yangdiperlukan Keterangan Persiapan dan pengolahan Ka.instalasi gizi Bag pengolahan Petugas Pengolahan /juru masak -Siklus menu -BM yang akan diolah -Peralatan pengolahan -Prosedur pengolahan -Jumlah pasien -Macam diit

-Keterampilan juru masak

-Untuk makan pagi persiapan lauk hewani dan bumbu dilakukan sehari sebelumnya -Untuk makan sore

persiapan dilakukan oleh pegawai dinas pagi Distribusi makanan Bag pengolahan dan distribusi Ahli gizi Petugas distribusi -Jumlah pasien -Jenis diet -Standar porsi -Bon permintaan makanan -Sarana pendistribusian -Peralatan makanan -Sistem pendistribusian

-kelas l&ll distribusi secara sentralisasi -Kelas lll distribusi secara

desentralisasi Makanan diangkut

keruangan dengan mobil

Pencatatan dan pelaporan

Ka. Instalasi gizi Bag administrasi Bag perencanaan Bag pengolahan dan distribusi Bag gudang Ahli gizi Kegiatan perencanaan Kegiatan pengadaan Kegiatan penyelenggaraan makanan

Kegiatan pengolahan dan distribusi makanan

Pencatatan dan pel;aporan dilakukan setiap bagian (unit kerja) yang ada diinstalasi gizi

Karakteristik Contoh Umur

Contoh dalam penelitian ini berumur antara 17 – 76 tahun. Umur pasien dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu dewasa awal, dewasa menengah, dan dewasa akhir. Lebih dari separuh (53%) contoh termasuk dewasa menengah. Sisanya termasuk dewasa akhir sebanyak 26,7 persen dan dewasa akhir sebanyak 20 persen. Dengan demikian contoh penderita penyakit dalam sebagian besar berusia 40 tahun ke atas.

Tabel 5. Sebaran contoh berdasarkan kelompok umur

Kelompok Umur n % Dewasa awal 12 20 Dewasa menengah 32 53 Dewasa akhir 16 26.7 Total 60 100 Jenis Kelamin

Sebagian besar contoh dalam penelitian ini adalah laki-laki. Jumlah contoh dengan jenis kelamin laki-laki adalah sebesar 63 persen, sedangkan perempuan sebesar 38,3 persen.

Tabel 6. Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin n %

Laki-laki 37 61.7

Perempuan 23 38.3

23

Pendidikan

Pendidikan contoh beragam mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Pada Tabel 6 dapat dilihat sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan contoh. Sebanyak 36,7 persen contoh berpendidikan tamatan SLTA/sederajat, 50 persen berpendidikan menengah ke bawah, dan 13.3 persen contoh merupakan lulusan Perguruan Tinggi.

Tabel 7. Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan

Tingkat Pendidikan n %

Tamatan Sekolah Dasar SD/sederajat 15 25.0 Tamatan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama /sederajat 15 25.0 Tamatan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas/sederajat 22 36.7

Tamatan Perguruan Tinggi 8 13.3

Total 60 100

Pendapatan

Tabel 8 menunjukkan bahwa lebih dari separuh (65%) contoh berpendapatan antara Rp 571,005 sampai dengan Rp 1,440,661. Sebanyak 20% contoh berpendapatan di atas Rp 1,440,661. Sisanya sebanyak 15% contoh memiliki pendapatan kurang dari Rp 571,005. Berdasarkan kriteria miskin BPS tahun 2007, yaitu pendapatan sebesar Rp. 600,000,-/kap/bulan, maka sebagian besar contoh bukan termasuk golongan miskin.

Tabel 8. Sebaran contoh berdasarkan pendapatan

Pendapatan n % < Rp 571,005 9 15 Rp 571,005 x < Rp 1,440,661 39 65 Rp 1,440,661 12 20 Total 60 100 Jenis Penyakit

Jenis penyakit menentukan jenis diit yang diberikan kepada pasien. Jenis penyakit dalam yang diderita contoh dikelompokkan menjadi 10 kelompok. Pada Tabel 9 dapat diketahui bahwa sebanyak 36,6% contoh menyandang Diabetes Mellitus (DM) dan komplikasi, 18.3% contoh menderita penyakit hati, sebanyak 11,7% contoh menderita penyakit jantung, dan 10% contoh mengalami gangguan pencernaan.

24

Tabel 9. Sebaran contoh berdasarkan jenis penyakit dalam

Jenis Penyakit n % Gangguan pencernaan 6 10 DM 14 23.3 DM dan komplikasi 8 13.3 Hati 11 18.3 Hipertensi 4 6.7 Jantung 7 11.7 Ginjal 2 3.3 Tumor 3 5 Gangguan pernapasan 3 5 Luka dalam 2 3.3 Total 60 100.0

Daya Terima Contoh

Daya terima merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi konsumsi gizi pasien. Daya terima pasien merupakan penilaian pasien terhadap makanan yang disajikan oleh rumah sakit, antara lain terhadap suhu, rasa, penampilan, variasi menu, porsi, waktu makan, dan kebersihan alat makan. Tabel 10 menunjukkan bahwa lebih dari separuh (66.7%) contoh memiliki daya terima sedang terhadap makanan yang disajikan rumah sakit, 20% memiliki daya terima tinggi dan 13.3% contoh memiliki daya terima rendah.

Tabel 10. Sebaran contoh berdasarkan daya terima

Daya Terima n %

Rendah 8 13.3

Sedang 40 66.7

Tinggi 12 20

Total 60 100

Berdasarkan waktu makan makanan yang disajikan oleh rumah sakit, pada waktu pagi hari persentase daya terima contoh yang tinggi lebih tinggi dibandingkan waktu makan yang lain. Pada waktu makan siang dan makan malam daya terima contoh terhadap makanan yang disajikan cenderung sedang. Tabel 11 di bawah ini menunjukkan daya terima contoh pada waktu makan pagi, siang, dan malam. Menu siklus makanan di rumah sakit terdapat pada Lampiran 1.

Tabel 11. Sebaran contoh berdasarkan daya terima dan waktu makan

Daya terima

Waktu Makan

Pagi Siang Malam

n % n % n %

Rendah 12 20 5 8.3 5 8.3

Sedang 20 33.3 42 70 42 70

Tinggi 28 46.7 13 21.7 13 21.7

25

Berdasarkan jenis makanan dari menu yang disajikan, daya terima contoh yang tinggi adalah pada buah. Sebagian besar contoh hanya memiliki daya terima sedang pada nasi, sayur, lauk hewani, dan lauk nabati.

Tabel 12. Sebaran contoh berdasarkan daya terima terhadap jenis makanan

Daya terima

Jenis makanan

Nasi Sayur Lauk hewani Lauk nabati Buah n % n % n % n % n %

Rendah 10 16.7 12 20 0 0 5 8.3 0 0

Sedang 42 70 40 66.7 42 70 45 75 0 0

Tinggi 8 13.3 8 13.3 18 30 10 16.7 60 100

Total 60 100 60 100 60 100 60 100 60 100

Daya terima contoh ditentukan dari tingkat kesukaan contoh terhadap karakteristik makanan yang disajikan, yaitu meliputi rasa, penampilan, suhu, variasi menu, porsi, waktu dan kebersihan alat. Tabel 13 menunjukkan bahwa sebagian besar contoh menilai suka terhadap porsi, penampilan, variasi menu, waktu penyajian, dan kebersihan alat. Porsi makanan dinilai suka karena porsi makanan yang disediakan kurang atau kebanyakan. Menu makanan bervariasi antar waktu makan dan hari berdasarkan siklus menu. Waktu penyajian makanan sesuai dengan jadwal makan pasien, sehingga pasien tidak sampai kelaparan. Karakteristik makanan yang dinilai kurang suka dan tidak suka oleh sebagian besar contoh adalah rasa makanan dan suhu makanan pada saat disajikan. Contoh menyukai makanan yang disajikan dalam keadaan hangat.

Tabel 13. Sebaran contoh berdasarkan tingkat kesukaan terhadap karakteristik makanan

Tingkat kesukaan

Rasa Porsi Penampilan Suhu Variasimenu Waktu Kebersihanalat n % n % n % n % n % n % n % I Tidak suka 1 1.7 1 1.7 0 0.0 11 18.3 5 8.3 0 0.0 0 0.0 Kurang suka 30 50.0 24 40.0 17 28.3 27 45.0 16 26.7 10 16.7 27 45.0 Suka 29 48.3 35 58.3 43 71.7 22 36.7 39 65.0 50 83.3 33 55.0 TOTAL 60 100.0 60 100.0 60 100.0 60 110.0 60 100.0 60 100.0 60 100.0 II Tidak suka 4 6.7 2 3.3 2 3.3 7 11.7 3 5.0 0 0.0 0 0.0 Kurang suka 31 51.7 16 26.7 20 33.3 31 51.7 18 30.0 8 13.3 23 38.3 Suka 25 41.7 42 70.0 38 63.3 22 36.7 39 65.0 52 86.7 37 61.7 TOTAL 60 100.0 60 100.0 60 100.0 60 100.0 60 100.0 60 100.0 60 100.0

Penilaian pasien terhadap makanan yang disediakan rumah sakit sangat terkait dengan penerimaan pasien terhadap makanan yang selanjutnya dapat berpengaruh terhadap kemampuan mengkonsumsinya. Porsi yang tepat, penampilan yang menarik, menu yang bervariasi, peralatan yang bersih, dan waktu penyajian yang tepat dapat meningkatkan penilaian terhadap makanan

26

sehingga dapat membangkitkan selera. Selera makan pasien juga dapat ditingkatkan dengan mengupayakan rasa yang enak pada makanan. Namun, umumnya makanan dari rumah sakit tidak seenak makanan biasa karena pemberian bumbu sebagai penyedap makanan dibatasi. Pemberian makanan dalam kondisi hangat juga dapat meningkatkan selera makan karena meningkatkan citarasa.

Rasa makanan yang kurang disukai diduga disebabkan oleh kondisi fisik pasien akibat penyakit yang diderita. Kondisi fisik yang lemah dapat mempengaruhi kondisi psikis pasien sehingga selera makan berkurang. Selain itu keluhan pasien seperti mual dan ingin muntah juga dapat mempengaruhi tingkat penerimaan pasien terhadap makanan yang diberikan. Kondisi fisik pasien selain disebabkan oleh penyakit yang diderita, juga dipengaruhi oleh jenis obat serta pengobatan yang dipakai (Hartono 2000). Secara tidak langsung faktor tersebut dapat mempengaruhi selera makan pasien. Pada Tabel 14 dapat dilihat daya terima contoh berdasarkan jenis penyakit yang diderita.

Tabel 14. Sebaran contoh berdasarkan daya terima dan jenis penyakit

Jenis Penyakit Rendah Sedang Tinggi TOTAL

n % n % n % n % Gangguan pencernaan 1 12.5 4 10.0 1 8.3 6 10.0 DM 4 50.0 7 17.5 3 25.0 14 23.3 DM + komplikasi 1 12.5 4 10.0 3 25.0 8 13.3 Hati 1 12.5 9 22.5 1 8.3 11 18.3 Hipertensi 0 0.0 3 7.5 1 8.3 4 6.7 Jantung 1 12.5 5 12.5 1 8.3 7 11.7 Ginjal 0 0.0 1 2.5 1 8.3 2 3.3 Tumor 0 0.0 2 5.0 1 8.3 3 5.0 Gangguan pernapasan 0 0.0 3 7.5 0 0.0 3 5.0 Luka 0 0.0 2 5.0 0 0.0 2 3.3 TOTAL 8 100.0 40 100.0 12 100.0 60 100.0

Daya terima contoh berdasarkan penyakit yang diderita secara umum sedang pada semua jenis penyakit. Daya terima rendah paling banyak pada pasien yang menderita Diabetes Mellitus. Secara umum sebagian besar pasien penderita diabetes juga memiliki daya terima sedang.

27

Kebutuhan Energi dan Protein

Kebutuhan energi dan protein orang sakit umumnya lebih rendah dari kebutuhan energi dan protein dalam kondisi sehat karena kondisis fisik dan penyakit yang di derita. Rata-rata kebutuhan energi contoh adalah 2010.13 kkal/hari. Kebutuhan energi contoh laki-laki sebesar 2149.38 kkal/hari, lebih besar dari kebutuhan energi dan protein contoh perempuan, yaitu 1870,88 kkal/hari. Rata-rata kebutuhan protein contoh yaitu 69.99 g/hari, kebutuhan protein contoh laki-laki sebesar 72.63 g/hari g/hari dan contoh perempuan 67.34 g/hari. Kebutuhan energi dan protein masing-masing contoh terdapat pada Lampiran 3.

Tabel 15. Rata-rata kebutuhan zat gizi contoh menurut jenis kelamin

Zat Gizi Rata-Rata Kebutuhan Energi dan Protein

Laki-laki Perempuan Rata-rata

Energi (kkal/hari) 2149.38 1870,88 2010.13

Protein (g/hari) 72.63 67.34 69.99

Menurut Hardinsyah dan Martianto (1989), kebutuhan energi terbesar umumnya diperlukan untuk metabolisme basal karena berat badan dan luas permukaan tubuh. Pada kondisi sehat aktivitas yang bervariasi antara laki-laki dan perempuan menyebabkan adanya perbedaan rata-rata yang nyata dalam metabolisme basal laki-laki dan perempuan sehingga kebutuhan energinya pun berbeda. Sedangkan pada kondisi sakit, perbedaan kebutuhan kebutuhan energi dan protein disamping sebabkan oleh perbedaan fisik seperti tinggi badan dan berat badan juga dipengaruhi oleh jenis penyakit dan berat ringannya penyakit

Ketersediaan Energi dan Protein

Makanan yang disediakan oleh rumah sakit merupakan sumber utama ketersediaan energi dan protein untuk pasien. Makanan yang sediakan harus dapat menjamin tercukupinya kebutuhan zat gizi pasien. Rata-rata ketersediaan energi untuk contoh adalah sebesar 2179.65 kkal/hari dan ketersediaan protein yaitu 87.06 gram/hari. Ketersediaan energi contoh laki-laki sebesar 2164.11 kkal/hari dan contoh perempuan 2195.20 kkal/hari. Sedangkan ketersediaan protein contoh laki-laki sebesar 84.93 g/hari dan contoh perempuan 89.20 g/hari. Ketersediaan energi dan protein masing-masing contoh terdapat pada Lampiran 3.

Tabel 16. Rata-rata ketersediaan zat gizi contoh menurut jenis kelamin

Zat Gizi Rata-Rata Ketersediaan Energi dan Protein

Laki-laki Perempuan Total

Energi (kal/hari) 2164.11 2195.20 2179.65

28

Ketersediaan rata-rata energi dan protein contoh perempuan lebih besar daripada ketersediaan energi dan protein untuk laki-laki. Namun rata-rata ketersediaan energi dan protein telah memenuhi kebutuhan rata-rata energi dan protein contoh. Berdasarkan standar porsi makanan yang disediakan untuk pasien, ketersediaan energi dan protein untuk pasien kelas III adalah sebesar 1700 kkal/hari dan 45 g/hari. Dengan tersedianya energi dan protein yang cukup diharapkan kebutuhan energi dan protein pasien dapat terpenuhi.

Konsumsi Energi dan Protein

Ketersediaan energi dan protein yang telah mencukupi harus diikuti dengan konsumsi yang sesuai dengan kebutuhan. Kekurangan energi dan protein pada pasien dapat menghambat proses penyembuhan penyakit. Rata-rata konsumsi energi contoh yaitu 1549.54 kkal/hari dan konsumsi protein yaitu 62.42 gram/hari. Konsumsi energi contoh laki-laki sebesar 1684.14 kkal/hari dan contoh perempuan 1414.94 kkal/hari. Sedangkan konsumsi protein contoh laki-laki sebesar 66.57 g/hari dan contoh perempuan 58.26 g/hari. Konsumsi energi dan protein masing-masing contoh terdapat pada Lampiran 3.

Tabel 17. Rata-rata konsumsi zat gizi contoh menurut jenis kelamin

Zat Gizi Rata-Rata Konsumsi Energi dan Protein

Laki-laki Perempuan Total

Energi (kal/hari) 1684.14 1414.94 1549.54

Protein (g/hari) 66.57 58.26 62.42

Rata-rata konsumsi energi dan protein contoh lebih rendah daripada kebutuhan energi dan protein contoh. Artinya, konsumsi makanan contoh belum memenuhi kebutuhan energi dan protein. Agar kebutuhan energi dan protein terpenuhi, seorang pasien sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi semua makanan yang disediakan oleh rumah sakit, karena konsumsi makanan dari luar rumah sakit tidak diperbolehkan khususnya untuk pasien yang memerlukan diit yang ketat. Oleh karena itu tidak ada makanan lain sebagai tambahan untuk dikonsumsi selain makanan yang disediakan oleh rumah sakit.

Konsumsi energi dan protein yang rendah selain dapat menghambat proses penyembuhan juga dapat menurunkan status gizi contoh. Seseorang yang tidak makan cukup pangan secara teratur dapat mengakibatkan tubuh kehilangan zat gizi yang diperlukan. Simpanan zat gizi yang hilang dari tubuh harus digantikan sebelum orang tersebut memperoleh kembali kesehatan normal. Agar seseorang pulih kedalam kesehatan normal, diperlukan peningkatan protein dan zat gizi lain dalam makanan (Harper, Deaton & Driskel

29

1986). Hal ini diperlukan karena selera makan sering menurun bahkan menghilang dan untuk beberapa hari konsumsi pangan biasanya berkurang.

Tingkat Ketersediaan Energi dan Protein

Kebutuhan fisiologis pertama dan sangat penting akan zat gizi dalam tubuh adalah menyediakan energi bagi mereka yang sedang sakit dan sedang dalam proses penyembuhan (Harper, Deaton & Driskel 1986). Menurut Moehyi (1997), makanan yang disajikan harus dapat memenuhi kebutuhan gizi pasien karena makanan dapat berfungsi sebagai salah satu bentuk terapi, penunjang pengobatan dan tindakan medis.

Ketersediaan energi dan protein yang baik adalah yang mencukupi kebutuhan. Jumlah ketersediaan energi dan protein jika dibandingkan dengan kebutuhan energi dan protein akan menghasilkan tingkat ketersediaan energi dan protein yang dapat dikategorikan menjadi defisit, normal, dan lebih. Tingkat ketersediaan energi dan protein dapat dilihat pada Tabel 18 berikut ini:

Tabel 18. Sebaran contoh berdasarkan tingkat ketersediaan energi dan protein terhadap kebutuhan energi dan protein

Tingkat Ketersediaan Terhadap Kebutuhan Energi (kkal) Protein (g) n % n % Defisit 5 8.3 11 18.3 Normal 45 75.0 12 20.0 Lebih 10 16.7 37 61.7 Total 60 100 60 100

Sebagian besar contoh (75 persen) mempunyai tingkat ketersediaan energi terhadap kebutuhan pada kategori normal, 8.3 persen contoh pada kategori lebih dan sisanya sebanyak 8.3 persen contoh pada kategori defisit. Defisit ketersediaan energi terjadi karena ketersediaan energi dari makanan yang disajikan hanya mencukupi kurang dari 90 persen kebutuhan pasien. Hal tersebut diduga karena porsi makanan yang disajikan oleh rumah sakit belum sesuai dengan kebutuhan pasien.

Terdapat 61.7 persen contoh yang mempunyai tingkat ketersediaan protein terhadap kebutuhan pada kategori lebih, 18.3 persen defisit dan sisanya 20 persen normal. Kebutuhan protein pada orang sakit sangat diperlukan terutama untuk mengganti bagian tubuh yang rusak dan mempertahankan tubuh dari serangan mikroba penyebab penyakit. Pada kondisi normal, kebutuhan protein tubuh berdasarkan AKG adalah 52 g/hari. Walaupun terdapat tingkat ketersediaan protein yang defisit pada beberapa contoh, ketersediaan protein

30

yang disediakan rumah sakit lebih besar dari kebutuhan protein berdasarkan AKG.

Tingkat Konsumsi Energi dan Protein terhadap Ketersediaan

Tingkat konsumsi terhadap ketersediaan dapat menunjukkan seberapa banyak makanan yang disediakan oleh rumah sakit yang dikonsumsi pasien. Makanan yang disediakan oleh rumah sakit ditentukan dengan memperhatikan berbagai faktor, tidak hanya kebutuhan gizi tetapi juga selera pasien agar dapat diterima dan dikonsumsi dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan gizi pasien.

Hampir semua contoh (98.3 persen) mengalami defisit tingkat konsumsi energi terhadap ketersediaan, baik defisit tingkat berat (43.3 persen), sedang (30 persen), maupun tingkat ringan (25 persen). Demikian juga untuk tingkat konsumsi protein contoh, hampir semua contoh (95 persen) mengalami defisit tingkat konsumsi protein terhadap ketersediaan, yaitu defisit tingkat berat sebesar 31.7 persen, sedang sebesar 56.7, dan ringan sebesar 6.7 persen. Tabel 19. Sebaran contoh berdasarkan tingkat konsumsi energi dan protein terhadap ketersediaan Tingkat Konsumsi Terhadap Ketersediaan Energi (kkal) Protein (g) n % n %

Defisit Tingkat Berat 26 43.3 19 31.7

Defisit Tingkat Sedang 18 30 34 56.7

Defisit Tingkat Ringan 15 25 4 6.7

Normal 1 1.7 3 5

Total 60 100 60 100

Tingkat konsumsi makanan yang masih defisit menunjukkan bahwa ketersediaan makanan tidak didukung dengan konsumsi yang baik dari pasien. Defisit konsumsi menyebabkan banyak makanan yang tersisa dan terbuang. Kondisi tersebut tentu saja merugikan pihak rumah sakit dan pasien itu sendiri,

Dokumen terkait