• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. METODE PENELITIAN

5.2 Sebaran dan Variasi Klorofil-a di Perairan Utara Aceh

Hasil pengamatan terhadap citra klorofil-a ditemukan bahwa secara umum konsentrasi klorofil-a tertinggi terjadi pada bulan Maret dan terendah terjadi pada bulan Oktober. Rendahnya klorofil-a pada bulan Oktober diduga karena adanya pengaruh musim peralihan Timur-Barat (September-November) menuju musim Barat (Desember-Februari). Menurut Wyrtki (1961) dan Ilahude (1975) bahwa arus pada musim peralihan Timur-Barat tidak menentu, arus Muson Timur yang mengalir ke Barat mulai melemah dan arus Muson Barat yang mengalir ke Timur mulai bergerak. Sedangkan pada bulan Maret (musim peralihan Barat-Timur) tingginya konsentrasi klorofil-a pada perairan diduga karena hasil produktivitas primer dari terumbu karang yang terdapat diperairan. Nybakken (1992) menyatakan bahwa pada ekosistem terumbu karang terjadi suatu simbiosis yang sangat berarti bagi terciptanya produktifitas primer yang potensial. Terlihat dari hasil pengamatan bahwa pada bulan Maret 2012 konsentrasi klorofil-a ditemukan pada pesisir pantai Banda Aceh. Hal ini sependapat dengan Parson et al. (1984) yang menyatakan bahwa konsentrasi klorofil-a lebih tinggi ke arah pantai bila dibandingkan dengan konsentrasi klorofil-a kearah lepas pantai. Umumnya sebaran konsentrasi klorofil-a tinggi di perairan pantai sebagai akibat dari tingginya suplai nutrien yang berasal dari daratan melalui limpasan air sungai, dan sebaliknya cenderung rendah di daerah lepas pantai. Meskipun demikian pada beberapa tempat masih ditemukan konsentrasi klorofil-a yang cukup tinggi, meskipun jauh dari daratan. Keadaan tersebut disebabkan oleh adanya proses sirkulasi massa air yang memungkinkan terangkutnya sejumlah nurien dari tempat lain, seperti yang terjadi pada daerah upwelling.

Sebaran klorofil-a pada musim Barat (Desember-Februari) terlihat rendah dan terlihat lebih tinggi berada pada pesisir Banda Aceh hingga ke pesisir Pulo Nasi, dan konsentrasi klorofil-a terendah berada pada daerah lepas pantai perairan Utara Aceh. Hal ini disebabkan karena pada musim tersebut kecepatan angin sangat kuat dan curah hujan yang tinggi. Tingginya curah hujan yang berarti intensitas penyinaran rendah dan permukaan laut yang lebih bergelombang mengurangi penetrasi panas ke adalam air laut. Akibatnya adalah suhu permukan mencapai minimum (Gordon 2005). Diperairan teluk Omura Jepang menunjukkan

bahwa curah hujan mempunyai korelasi yang positif terhadap konsentrasi klorofil, karena curah hujan akan membawa zat-zat hara dari daratan melalui sungai menuju teluk Omura yang akhirnya zat-zat hara tersebut akan dimanfaatkan fitoplankton untuk pertumbuhannya (Wouthuyzen 1991).

Tingginya klorofil-a pada bulan Maret dibanding bulan-bulan yang lain diduga disebabkan oleh faktor musim dimana pada bulan ini sudah memasuki muson Barat-Timur. Mulai menguatnya tiupan angin pada saat tersebut memungkinkan terjadinya turbulensi dari bawah lapisan permukaan dimana konsentrasi klorofil-a lebih tinggi karena proses sinking (penenggelaman) sampai ke lapisan termoklin. Parson et al. (1984) menyatakan bahwa distribusi vertikal klorofil-a di laut pada umumnya berbeda menurut waktu, dimana suatu saat ditemukan maksimum di dekat permukaan, namun di lain waktu mungkin lebih terkosentrasi di bagian bawah eufotik.

Sebaran konsentrasi klorofil-a pada musim Timur (Juni-Agustus) terlihat konsentrasi klorofil-a tertinggi diperoleh pada bulan Juni dan Juli, dan konsentrasi klorofil-a terendah berada pada bulan Mei. Hal ini terjadi karena pada bulan Juni dan Juli masih berpengaruh terhadap dampak musim peralihan Barat-Timur, sedangkan pada bulan Mei merupakan akhir dimana akan memasuki musim Timur dimana pada musim ini intensitas penyinaran dari matahari relatif rendah.

Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat nilai varians diperoleh untuk klorofil-a yaitu berkisar antara 0,002-0,058 atau bernilai kecil, dimana varians digunakan untuk melihat pola variasi yang ada pada klorofil-a. Nilai varians yang diperoleh menandakan bahwa variabilitas data suhu permukaan laut memiliki nilai yang kecil, yang artinya semakin kecil nilai varians maka semakin sedikit variasi data sehingga dapat dikatakan data yang dihasilkan adalah akurat/bagus sedangkan sebaliknya jika semakin besar nilainya, semakin banyak variasi datanya yang mengakibatkan data menjadi tidak akurat.

Citra konsentrasi klorofil-a rata-rata musiman yaitu musim barat, musim peralihan barat-timur, musim timur, dan musim peralihan timur-barat di perairan Utara Aceh termasuk kedalam konsentrasi klorofil-a pada kategori rendah. Pengelompokkan kategori klorofil-a ini sesuai dengan kutipan dari Nontji (1987),

yaitu konsentrasi klorofil-a <0,3 mg/m3 termasuk kategori rendah, 0,31-1 mg/m3

termasuk kategori sedang, dan >1 mg/m3 termasuk kategori tinggi (Tabel 12).

Gabrik dan Parslow (1989) mengemukakan bahwa laju produktifitas primer di lingkungan ditentukan oleh faktor fisik. Faktor fisik utama yang mengontrol produksi fitoplankton di perairan eutropik adalah percampuran vertikal, penetrasi cahaya di dalam kolom air dan laju tenggelam sel fitoplankton. Percampuran vertikal massa air sangat berperan dalam menyuburkan kolom perairan yaitu dengan mengangkat nutrien dari lapisan dalam ke lapisan permukaan. Dengan meningkatnya nutrien pada lapisan permukaan dan dibantu dengan penetrasi cahaya matahari yang cukup di dalam kolom perairan dapat meningkatkan laju produktifitas primer melalui aktifitas fotosintesis fitoplankton.

Selanjutnya Parson et al. (1984) mengemukakan bahwa, tidak mudah untuk menjelaskan kondisi yang berlaku umum tentang penyebaran fitoplankton secara horizontal di laut. Disebabkan oleh perbedaan kondisi ekologi pada bagian- bagian laut yang berbeda, seperti di daerah pantai dan estuari, pesisir dan laut lepas. Ada kecenderungan penyebaran fitoplankton bersifat lebih mengelompok di daerah neritik dibanding dengan daerah oseanik (lepas pantai). Hal ini juga dinyatakan Lorenzen (1971) dan Venrick (1972) dalam Levinton (1982) yakni umumnya fitoplankton di laut terbuka kurang melimpah dan distribusinya lebih merata dibandingkan dengan fitoplankton dekat pantai.

Mann dan lazier (1991) menyatakan bahwa secara umum produktivitas primer fitoplankton dipengaruhi oleh berbagai aspek fisika di laut. Pengaruh tersebut dapat terjadi pada beberapa skala luasan mulai dari sirkulasi dasar laut dalam wilayah yang luas, daerah upwelling hingga skala kecil pada daerah turbulen yang berpengaruh pada sel individu fitoplankton. Distribusi biogeografis plankton sangat ditentukan oleh faktor lingkungan, seperti cahaya, temperatur, salinitas, nutrien dan faktor-faktor lainnya. Faktor tersebut sangat menentukan keberadaan dan kesuksesan spesies plankton di suatu lingkungan (Parsons et al. 1984; Valiela 1984).

Dokumen terkait