• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEDER KODASHIM SEDER TOHOROTH

Dalam dokumen IMANKU IBADAHKU GAYA HIDUPKU MERUMUSKAN (1) (Halaman 104-121)

Tractate Niddah

Tractate Tohoroth

Eksistensi Talmud, mendapat tentangan, baik dari kalangan Yahudi sendiri, maupun Islam serta Kekristenan. Kaum Saduki menolak keberadaan Talmud, demikian pula dengan kaum Karaites serta Haskalah. Mereka beranggapan bahwa Talmud mengekang atau mencegah seseorang memperoleh kesadaran pencerahan95. Sementara kalangan Islam menerbitkan buku berjudul, Talmud: Kitab Hitam Yahudi Yang Menggemparkan96

. Kekristenan Romawi dan khususnya era Reformasi Luther, memberikan penilaian negatif terhadp eksistensi Talmud dan menyebutnya sebagai ―penyembahan berhala‖, ―kutukan‖, ―ajaran yang menghujat‖97 Peranan dan Kedudukan Talmud Sebagai Instrumen Memahami Latar Belakang Keagamaan Pra Kristen

Sejauh mana Talmud memiliki signifikasi bagi Pengikut Mesias (baik itu Mesianik, Kristen, Katholik, Orthodox, Protestan, Advent, Baptis, Pentakosta, Kharismatik, dll)? Pertama, Talmud memberikan informasi mengenai latar belakang sejarah keyahudian dan Yudaisme pra Mesias. Shmuel Safrai menjelaskan mengenai

95

Rachmiel Frydland, When Talmud is Right http://www.menorah.org/whentlir.html 96

Prof. DR. Muhammad Abdullah ass Syarqawie, Talmud: Kitab Hitam Yahudi

Yang Menggemparkan, Jakarta: SAHARA Publishers, 2004, hal 239-243 97Anti-Semitism of the Church Father

peranan Talmud: ―There are no complete historical books in the talmudic tradition, but there is a wealth of varied information from all facets of public and private social life and spiritual life in the Temple, the synagogue and the house of study. Likewise we can glean facts from talmudic literature regarding trade and economics, agriculture, craftmanship, the life of the sages and of the common man, urban-rural relations and relations between Eretz Israel and the Diaspora. The hakahot, aggadot, dialogues and debates reflect both the home and the marketplace, the wealthy and the poor, weekdays, sabbaths and festivals-in fact every aspects of human life in all its variety and formas of expression‖98 (Tidak ada buku sejarah yang lengkap dalam tradisi Talmudik namun di dalamnya ada berbagai informasi yang melimpah dari berbagai bentuk kehidupan sosial dan spiritual masyarakat di Bait Suci, Sinagog-sinagog dan rumah belajar. Agaknya kita dapat mengumpulkan fakta-fakta dari literatur Talmudik mengenai jual beli dan perekonomian, ketrampilan, kehidupan para kaum bijaksana, dan orang biasa, hubungan kota dan desa serta hubungan Tanah Israel dan Diaspora‖. Dengan membaca Talmud, kita dapat memetakan dan merekonstruksi latar belakang sejarah Yudaisme pra Mesias dan bagaimana para rabbi mengapresiasi TaNaKh dalam zamannya).

Kedua, Talmud memberikan keterangan mengenai aplikasi suatu ayat dalam TaNaKh yang tidak dimengerti oleh pembaca TaNaKh Abad XXI. Contoh, Keluaran 20:10 memerintahkan, "Lo taasheh kal melaka, Atta ubeneka ubiteka avdeka waamateka ubehemteka wegerka asher bishareka". Orang beriman tidak diperbolehkan bekerja di hari Shabat. Kata "Bekerja" dalam ayat ini diterjemahkan dari kata Melakha. Bukan sekedar bekerja biasa namun, "suatu pekerjaan yang bersifat menciptakan atau menguasai terhadap

98

Shmuel Safrai, Talmudic Literature as an Historical Source for the Second

Temple Period, Jerusalem School of Synoptic Studies, MISHKAN ISSUES No 17/18, 1992-1993

sesuatu"99. Kata ini berhubungan dengan kata Melekh (Raja). Yudaisme mengatur mengenai Melakha yang tidak boleh dikerjakan, dalam MISNAH SHABAT 7:2, sbb:100

1. Sowing (menabur benih) 2. Plowing (membajak)

3. Reaping (memungut tuaian)

4. Binding sheaves (mengikat berkas) 5. Threshing (mengirik)

6. Winnowing (menampi) 7. Selecting (menyeleksi) 8. Grinding (menggiling)

9. Sifting (mengayak, menampi) 10.Kneading (membuat adonan) 11.Baking (membakar)

12.Shearing wool (mencukur wool) 13.Washing wool (mencuci wool)

14.Beating wool (memukul /menumbuk wool) 15.Dyeing wool (mencelup wool)

16.Spinning (memintal)

17.Weaving (menenun, menganyam)

18.Making two loops (membuat dua potongan) 19.Weaving two threads (menganyam dua benang) 20.Separating two threads (memisahkan dua benang) 21.Tying (mengikat)

22.Untying (membuka)

23.Sewing two stitches (menjahit dua jahitan) 24.Tearing (menyobek)

25.Trapping (menjerat binatang) 26.Slaughtering (menyembelih) 27.Flaying (menguliti)

28.Salting meat (mengasini makanan)

99 Tracey R. Rich, Shabat, 1995-2005, www.jewfaq.org

100 Ibid.,

29.Curing hide (merawat kulit) 30.Scraping hide (memarut kulit) 31.Cutting hide up (memotong kulit) 32.Writing two letters (menulis dua surat) 33.Erasing two letters (menghapus dua surat) 34.Building (membangun)

35.Tearing a building down (membongkar bangunan) 36.Extinguishing a fire (memadamkan api)

37.Kindling a fire (mengumpulkan kayu untuk perapian) 38.Hitting with a hammer (memukul dengan palu)

39.Taking an object from the private domain to the public, or transporting an object in the public domain. (menggunakan benda /alat transportasi yang digunakan untuk kepentingan umum)

Kategorisasi diatas, menolong kita untuk mengenali berbagai aktivitas yang dikategorikan dengan melakha. Halakha rabinik diatas merupakan penafsiran para rabbi Yahudi untuk menolong umat dalam mengklasifikasikan apa yang tidak boleh dikerjakan. Walapun demikian, kategorisasi di atas dapat mengesankan legalistik dan menjadi kuk, jika tidak disertai pemahaman yang benar mengenai hakikat Torah dan hakikat Kasih Karunia YHWH.

Torah sendiri tidak memberikan kategorisasi yang spesifik. Agar tidak terjebak praktek yang bersifat legalistik (ketaatan pada hukum yang berlebihan, sehingga mengabaikan essensi hukum itu sendiri), kita harus memperhatikan apa yang diajarkan Mesias, "Sabat untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat" (Mrk 2:27). Apa artinya? Sabat hendaklah bukan menjadi beban atau kuk yang memenjarakaan kehidupan orang beriman karena Sabat diperuntukkan bagi manusia untuk beristirahat dan beribadah secara personal dan komunal kepada Yahweh. Bahaya melakukan berbagai kategorisasi secara kaku dan mutlak tanpa memperhatikan konteks waktu dan tempat, dapat menimbulkan bahaya legalistik.

Ketiga, memberikan informasi mengenai pararelisasi antara Yudaisme dengan ajaran Yesus dalam Kitab Perjanjian Baru, dlam batas-batas tertentu. DR. David Stern menerbitkan Jewish New Testament Commentary yang berusaha mensinergikan sumber- sumber literatur Yahudi kuno dan kontemporer, untuk mendapatkan pemahaman yang utuh mengenai latar belakang dan kesamaan ucapan Yesus dengan beberapa ajaran para rabbi. Dalam bukunya, Stern menjelaskan: ―My own purpose in these notes that draw on Jewish writings is neither to prove that the New Testament copied rabbinic Judaism nor the opposite, but simply to present a sampling of the many parallels‖101

(Tujuan saya dengan menyertakan tulisan-tulisan Yahudi, bukanlah untuk membuktikan bahwa Kitab Perjanjian Baru meniru rabinik Yudaisme bukan pula menentangnya, namun sebenarnya untuk menunjukkan contoh mengenai banyaknya kesamaan-kesamaan). Beberapa contoh kesamaan tersebut dalapat dilihat dalam beberapa perkataan Yesus. Dalam Matius 6:7 Yesus mengatakan: ―Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Tuhan. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan‖. Pernyataan ini setara dengan apa yang pernah diucapkan rabi-rabi Yahudi dalam Mishnah Avot 2:1-3 sbb: ―Rabbi Shim‘on berkata, ‗…Ketika kamu berdoa, janganlah membuat doamu kaku (berulang-ulang, mekanis) namun naikkanlah dengan kerendahan hati dan keindahan di hadapan Yang Maha Ada, diberkatilah Dia‖102

.

Demikian pula dengan Berakhot 61a sbb: ―Ketika kamu menghampiri Yang Maha Kudus, diberkatilah Dia, biarlah kata- katamu sedikit‖103

. Bahkan ucapan Yesus yang dikenal oleh

101 DR. David Stern, Jewish New Testament, Clarksville, Maryland: Jewish New Testament Publications, 1992, p.xii

102

Ibid., p.31 103

―Kekristenan‖ dengan sebutan ―Golden Rule‖ atau ―Hukum Emas‖ ternyata memiliki paralelisasi dengan tulisan-tulisan Apokripha Yahudi seperti Tobit 4:15 sbb: ―Apa yang tidak kausukai sendiri, janganlah kauperbuat kepada siapapun. Jangan minum anggur sampai mabuk dan kemabukan jangan menyertai dirimu di jalan‖104

Talmud melaporkan sebuah peristiwa pertemuan antara seorang kafir Romawi dengan Hillel dan Shamai dalam Mishnah Shabat 31a sbb: ―Seorang penyembah berhala mendatangi Shamai dan berkata kepadanya, ‗Buatlah aku menjadi seorang Proselite (orang yang mengikut agama Yudaisme), namun dengan syarat bahwa engkau mengajarkan kepadaku keseluruhan Torah, sementara Aku berdiri pada salah satu kaki! Shammai mengusirnya dengan tongkat pengukur bangunan di tangannya. Ketika penyembah berhala tersebut menemui Hillel, dan mengucapkan perkataan yang sama, maka Hillel menjawabnya, ‗Apa yang kamu benci, janganlah kamu melakukannya pada sesamamu. Inilah keseluruhan Torah. Sisanya hanyalah penjelasan. Pergi dan lakukanlah!‖105 Perbedaan antara ucapan Yesus dengan Hillel, bahwasanya Yesus mengucapkan dalam bentuk positip, ―apa yang orang lain ingin lakukan kepadamu, lakukanlah demikian‖, sementara Hillel mengucapkan dalam bentuk negatif, ―Apa yang kamu tidak ingin orang lain lakukan terhadap dirimu, maka kamupun jangan melakukan demikian‖.

Ariel dan D‘vorah Berkowitz menjelaskan sbb: ―Finally, reading and studyng the oral Torah lends tremendous insight into the minds of the great Jewish sages. As we learn what they thought, what they

104 Deuterokanonika Terjemahan Baru

, Lembaga Biblika Indonesia, 1976, Alkitab Elektronik Indonesia Seri 2.0.0

105

felt and how they looked at life, we will be better able to appreciate the Jewish sensibility throughtout the ages. It is hope that this would help to curb the Anti Semitsm which has run rampant through much of the Church‘s history‖106

(Akhirnya, membaca dan mempelajari Torah lisan memberi pemahaman yang luar biasa ke dalam pemikiran para rabi Yahudi. Demikianlah kita belajar mengenai apa yang mereka pikirkan, apa yang mereka rasakan dan bagaimana mereka memandang kehidupan. Kita akan lebih mampu untuk memahami perasaan orang Yahudi sepanjang zaman. Harapannya hal ini akan menolong mengendalikan sikap Anti Semitisme yang telah merajalela sepanjang sejarah gereja)107.

Kedua, memahami cara pandang (world view/mindset) Ibrani. Tim Hegg menjelaskan mengenai cara pandang Ibrani sbb: ―To think Hebraically means to think like a Hebrew did in ancients times. Why would this be important? Because the Scriptures, for the most part, were written by Hebrews (Jews). In fact, only Luke of all the writers of Scriptures was not a Jew by birth (at least by modern scholarly opinion). Thus, if we‘re going to understand the manner of speech, the way words are used, and the way important issues of life are described by someone in the Hebrew culture, we must understand, in general terms, how the Hebrew people thought-how they looked at life-their world view‖ 108

. (Berpikir secara Ibrani berarti berpikir sebagaimana orang Ibrani berpikir pada zaman lampau. Mengapa hal ini demikian penting? Karena sebagain besar isi Kitab Suci, dituliskan oleh orang-orang Ibrani. Sebenarnya, hanya Lukas dari keseluruhan penulis Kitab Suci yang bukan seorang Yahudi berdasarkan kelahirannya (setidaknya menurut pendapat sarjana modern). Agar kita dapat memahami yaitu cara berbicara, mengenai kata-kata yang dipergunakan serta pentingnya persoalan-persoalan kehidupan yang

106 Ariel & D‘vorah Berkowitz Torah Rediscoverd, Hampton: Shoreshim Publishing, 1996, p. 94

107

Terkait persoalan Anti Semitisme dapat membaca kajian saya di sini:

108 Interpreting the Bible: An Introduction to Hermeneutics, TorahResources.com Distance Learning Yeshiva, 2000, p. 20

digambarkan oleh seseorang dalam kebudayaan Ibrani, maka kita harus memahami dengan istilah umum, mengenai bagaimana orang Ibrani berpikir, bagaimana mereka melihat kehidupan - pandangan dunia yang mereka miliki) .

Dalam artikelnya, Tim Hegg menjelaskan beberapa ciri khas cara pandang Ibrani sbb:109

1. “Down to earth-action oriented” (prinsip berorientasi pada tindakan)

Kebenaran: Bukan sekumpulan gagasan (ide) melainkan pengalaman. Saya menjelaskan kepadamu mengenai kebenaran melalui apa yang telah terjadi dalam sejarah

Nilai : Jangan katakan pada saya apa yang akan kamu kerjakan namun tunjukkan pada saya apa yang telah kamu kerjakan

Konsep : Berorientasi pada tindakan, kongkrit bukan abstrak. Dalam bahasa Ibrani, kata kerja muncul mendahului dalam struktrur kalimat. Banyak konsep diekspresikan dengan istilah- istilah yang tegas al;

Wayyissa: ―menggangkat mata‖ (Kej 22:4) Wayyikharaf af: ―hidung terbakar/murka‖ (Kel 4:14)

Egleh: ―tidak menutup telinga‖ (Rut 4:4)

Tekabdu et levavkem: ―memiliki hati yang keras‖ (1 Sam 6:6)

109

Tuhan : ―Yang tidak nampak‖ namun digambarkan secara nampak dengan istilah-istilah kongkrit al, Tuhan bertelinga, bertangan, berkaki. Para teolog mengistilahkan dengan ―anthropomorphisme‖. Teologi : Teologi bukan dipahami sebagai suatu kepercayaan terhadap sejumlah daftar kepercayaan, rumusan dogma melaikan pada suatu hubungan atau relasi. Hal ini ditunjukkan dengan mengekspresikan proses berpikir yang dilakukan dalam hati, dimana seseorang ―mengasihi Tuhan‖ (Ul 6:5), dimana seseorang ―merasa takut akan Tuhan‖(Ul 28:65), dimana seseorang ―merasa berdosa. Bagian dalam tubuh adalah wilayah dimana muncul rasa takut (Yer 4:19) dan hati dimana terletak rasa tertekan (Rat 2:11) dan juga sukacita (Ams 23:16). Kepala bukan dipahami sebagai pusat berpikir melainkan sebagai tempat bagi sesuatu yang halus yaitu kekuatan kehidupan yang mengalir menuju tubuh.

Manusia: Manusia dipahami sebagai kombinasi utuh dan integral antara bagian yang nampak (material part) dan tidak nampak (immaterial part). Tidak ada yang lebih utama dan penting di antara keduanya

2. “Truth is in the „both-and‟, not „either-or” (prinsip

harmonisasi)

Cara pandang Ibrani lebih menekankan prinsip keselarasan dan mempertahankan ketegangan daripada berusaha menyelesaikan ketegangan dan mengkontradiksikan ketegangan. Ada banyak persoalan yang kontradiktif namun seluruhnya dipahami sebagai satu kesatuan dan bukan dikontradiksikan. Cara pandang ini disebut ―Box Logic‖ dan pandangan yang berkebalikan dengan itu adalah ―Linear Logic‖ sebagaimana cara pandang Yunani. Contoh-contoh berikut akan dikontradiksikan jika mengikuti cara pandang Yunani namun dalam pemikiran Ibrani ketegangan tersebut diakomodir. Contoh : Tidak ada satu orangpun yang pernah melihat Tuhan (Yoh 1:18, 1 Tim 1:17) namun dibagian lain dikatakan Moshe, Akharon melihat Tuhan (Kel 24:9-10) bahkan Yesus sendiri mengatakan

bahwa barangsiapa murni hatinya dia akan melihat Tuhan (Mat 5:8). Prinsip harmonisasi terangkum dalam Yesaya 45:7, ―YHWH menjadikan terang dan gelap, yang menjadikan (nasib) beruntung dan menciptakan (nasib) yang buruk‖ (yotser or ubore khoshek, osheh shalom ubore ra, YHWH oshe kol elleh). Cara pandang mengkontradiskikan segala sesuatu nampak dalam cara pandang beberapa kelompok Islam dalam membaca teks Kitab Suci TaNaKh dan Perjanjian Baru.

3. “Everything in life relates to God” (prinsip seluruh kehidupan

berhubungan dengan Tuhan)

Tidak ada perbedaan antara yang sekular dan spiritual. Semua ciptaan Tuhan baik (Kej 1:31). Segala sesuatu diterima dengan ucapan syukur (1 Tes 5:17). Dunia adalah arena untuk berkarya (Ul 26:5-10). Kata ―ibadah‖ dan ―bekerja‖ diturunkan dari akar kata yang sama dba (a-v-d). Bekerja adalah melayani, beribadah adalah melayani. Baik bekerja maupun beribadah adalah pelayanan. Yang satu melayani manusia dan manusia serta yang satu melayani Tuhan.

4. “Religion as a way of life” (prinsip agama sebagai gaya hidup) Agama tidak dipahami sebagai seperangkat sistem kepercayaan dan norma-norma belaka melainkan suatu gaya hidup dan ringkasan pengalaman hidup. Tidak mengherankan kata ―berjalan bersama YHWH‖ (wwayithalek Khanok et ha Elohim) atau ―berjalan di jalan-Nya‖ (haholek biderakaiw) sebagaimana dinyatakan beberapa ayat seperti (Kej 5:24, Mzm 128:1)

5. “Time and History are in God‟s hand” (prinsip waktu dan sejarah dalam genggaman Tuhan).

Sejarah dipahami sebagai sejarah Tuhan berinteraksi dengan umat manusia. Dalam sudut pandang Ibrani, seseorang harus mengenal sejarah karena dengan mengenal sejarah seseorang dapat

mengetahui siapa dirinya. Jika dia tidak mengetahui darimana dia datang maka dia tidak mengetahui kemana dia akan pergi. Hubungan dengan Tuhan didasarkan atas peristiwa sejarah. Ini menuntun pada pemahaman tentang ―perjanjian‖ dengan Tuhan. Seorang yang menjadi anggota suatu perjanjian hany berlaku saat mana dia menjadi anggota masyarakat yang mengikat perjanjian dengan Tuhan. Di luar ikatan perjanjian, dia terlepas dari masyarakat tersebut. Oleh karenanya penanggala dalam sistem kalender Ibrani berkaitan dengan peristiwa-peristiwa historis YHWH terhadap umatnya yang direfleksikan dalam perayaan- perayaan. Pentingnya sejarah terekam dalam Mazmur 78:1-71.

Ketiga, memahami idiom-idom Semitik Yudaik yang bertebaran dalam teks Perjanjian Baru bahkan yang berbahasa Yunani. D. Bivin dan R. Blizzard menjelaskan mengenai idiom-idiom Ibrani dalam teks Perjanjian Baru sbb: ―One of the best indications of the Hebrew origin of the Synoptic Gospels is to be found within the texts of the Gospel themselves. The Hebraic undertext is revealed not only in sentence structure but in the many literalism and idioms present, which are peculiar to the Hebrew language‖ 110

(salah satu indikasi terbaik adanya asal usul Ibrani dari Injil Sinoptik, ditemukan di dalam teks Injil itu sendiri. Pengaruh Ibrani disingkapkan bukan hanya dalam struktur kalimat melainkan dalam banyak literalisme dan idiom yang ada yang cukup asing bagi bahasa Ibrani). Dalam artikel yang lain, David Bivin menegaskan, ―Hebraisms can be found in all books of the NT -- after all, most, if not all, of these books were authored by Jews living in the land of Israel in the first century -- but the vast majority of the NT‘s Hebraisms lie buried in the Greek texts of Matthew, Mark and Luke. Isolated idioms do not prove Hebrew origins, just as a French word or idiom in American English does not prove Americans speak French. No single Hebraism can support the supposition that a NT book was originally written in Hebrew; however,

110

masses of Hebraisms in a NT book tend to indicate a Hebrew ancestor‖111 (Hebraisme dapat ditemukan dalam keseluruhan kitab-kitab Perjanjian Baru – bagaimanapun meski tidak seluruhnya masing-masing kitab tersebut dituliskan oleh orang-orang Yahudi yang tinggal di Israel pada Abad Pertama – namun kebanyakan unsur Hebraisme Perjanjian Baru terkubur di dalam teks Yunani Matius, Markus dan Lukas. Idiom yang tersembunyi memang tidak membuktikan asal usul Ibrani dari Kitab Perjanjian Baru, seperti kata atau idiom Prancis dalam bahasa Inggris orang Amerika tidak membuktikan bahwa orang Amerika berbahasa Prancis. Tidak ada satupun unsur Hebraisme dalam Kitab Perjanjian Baru menunjukkan indikasi bahwa aslinya dituliskan dalam bahasa Ibrani. Namun demikian, banyaknnya unsur Hebraisme dapat mendukung dugaan bahwa Kitab Perjanjian Baru cenderung memngindikasikan asal usul Ibraninya).

Beberapa bukti adanya unsur-unsur Semitik Hebraik dalam naskah Perjanjian Baru Yunani sbb:112

1. Penggunaan Kata Ganti Yang Berlebihan (Redundant pronouns). Kata ganti penghubung (relatif pronoun) dalam bahasa Ibrani, tidak dapat berubah bentuk (indeclinable) dan tanpa jenis kelamin (genderless), sehingga memerlukan kata ganti orang dalam anak kalimat yang diikutinya. Hal ini mempengaruhi sejumlah bagian dalam Kitab Perjanjian baru yang mana merupakan kata ganti yang tidak diperlukan yaang muncul setelah adanya kata penghubung, sebagaimana dalam Markus 7:25 yang secara literal dibaca, ―seorang ibu yang dia sendiri (autou), yang anak perempuan miliknya (autes) kerasukan roh jahat, segera mendengar tentang Dia, lalu datang dan tersungkur di depan kaki-Nya.‖ Susunan

111

David Bivin, Cataloging the New Testament's Hebraisms: Part 1 (Luke 14:26; 15:18-22) September 07, 2010

http://blog.jerusalemperspective.com/archives/000135.html 112

David Alan Black, New Testament Semitism‖, The Bible Translator 39/2, April 1988, pp. 215-223

demikian mungkin saja dalam bahasa Yunani namun bukan asli Yunani, sebagaimana aslinya dalam bahasa Ibrani dan Aramaik.

2. Penggunaan Kata “Mengatakan” Secara Berlebihan

(Redundant use of ‗saying‘). Ucapan tidak langsung dalam bahasa Ibrani Kitab Suci, tidak dikenal; semua ucapan disampaikan secara langsung, entahkah kata-kata tersebut kata-kata yang sesungguhnya diucapkan atau mewakili makna umum mengenai apa yang telah diucapkan. Kata Ibrani, dengan teliti menghubungkan dengan kata penghubung Yunani, legon, ―mengatakan‖ yang dipergunakan untuk memberitahukan suatu kutipan. Contoh, Markus 8:28, ―Jawab mereka: Ada yang mengatakan (legontes): Yohanes Pembaptis‖. Contoh lainnya, lihat Matius 23:1-2; 28:18; Lukas 14:3; 24:6-7.

3. Pembukaan Yang Dimulai Dengan, “Sampailah Pada

Waktunya” (Intoductory ‗it came to pass‘). Penggunaan kata kerja bahasa Yunani yang ganjil, seperti egeneto bersamaan dengan kata kerja lain, terkadang menghasilkan kaitan yang rapat (closely corresponding) dengan idiom Semitik ―maka demikianlah itu terjadi‖ atau ―terjadilah demikian‖. Ciri Semitisme ini muncul sangat kerap dalam tulisan Lukas dibandingkan lainnya (Markus hanya empat kasus berkaitan dengan hal ini). Contoh, Lukas 2:6, ―And it came to pass, in their being there, the days were fulfilled for her bringing forth‖ (―Demikanlah terjadi {Greek: egeneto de} ketika mereka di situ tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin, YLT). Pengakuan terhadap ketidakwajaran ekspresi berbahasa tersebut, kebanyakan para penerjemah modern mengawali dengan kalimat sederhana, ―sementara mereka di sana‖ (Band. GNB, NIV, JB, NEB, RSV). Contoh-contoh lain dari idiom ini, lihat Lukas 2:1; 2:6; 2:15; 3:21; 5:1; 5:12; 5:17; 16:1; 6:6; 6:12; 7:11; 8:1; 8:22; 9:18; 9:28; 9:37; 9:51; 11:1; 11:27; 14:1; 17:11; 18:35; 20:1; 22:24; 24:4)

4. Paralelisme (Paralleism). Paralelisasi bait dan anak kalimat merupakan karakteristik puisi Semitik dan dapat dengan mudah

ditelusuri dalam Kitab Perjanjian baru bahkan yang berupa terjemahan sekalipun. Kotbah di Bukit (Mat 5:3-11) pada mulanya disampaikan dalam bentuk puisi, entahkah dalam bahasa Ibrani atau Aramaik, nampak nyata dari bentuk paralelisasi yang sampai saat ini dapat kita baca dalam terjemahan berbahasa Inggris. Jejak-jejak pararelisme dapat kita telusuri dalam Hymne Lukas (Luk 1-2) dan nubuat Simeon (Lukas 2:34-35). Bentuk pararelisme lainnya dalam ditemukan dalam dialog dalam Markus 11:9-10, ―Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan,diberkatilah Kerajaan yang datang, Kerajaan bapak kita Daud‖. Kehadiran sejumlah pararelisme agaknya menolong dalam membedakan apakah bagian demi bagian sebuah naskah akan ditulis dalam format puisi atau gaya prosa.

Keempat, analisis teks bahasa sumber penulisan baik dalam bahasa Yunani dan Aram (Ibrani). Kita tidak bisa mengandalkan begitu saja terjemahan kitab suci khususnya Lembaga Alkitab Indonesia. Kita harus melakukan sejumlah analisis teks bahasa sumber untuk mendapatkan makna suatu teks dalam sebuah ayat atau perikop. Dalam artikel saya yang berjudul, ―Mengkaji Validitas Terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia‖113 ada sejumlah kritik penerjemahan Lembaga Alkitab Indonesia.

Studi Kasus 1 Petrus 3:19-20: “Memberitakan Injil” atau

“Mengumumkan kebangkitannya?”

Terjemahan versi Lembaga Alkitab Indonesia menuliskan, ―…dan di dalam Roh itu juga Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara, yaitu kepada roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh

Dalam dokumen IMANKU IBADAHKU GAYA HIDUPKU MERUMUSKAN (1) (Halaman 104-121)