• Tidak ada hasil yang ditemukan

JADWAL KEGIATAN LAWATAN SEJARAH

SEJARAH CANDI NGAWEN, CANDI MENDUT, DAN CANDI PAWON 1.CANDI NGAWEN

Bagi umat Budha dan Hindu, candi merupakan bangunan suci. Candi dipelihara dengan baik karena umat Budha dan Hindu percaya bahwa para dewa bersemayam pada bayangan itu. Namun kini bangunan candi banyak yang tak utuh lagi. Ada candi yang memang tak selesai dibangun, adapula candi yang rusak akibat bencana alam ataupun ulah

manusia.” Itulah pendapat seorang arkeolog Milliard, yang menjelaskan tentang candi.

Candi Ngawen yang terletak di Desa Gunungpring, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang Jawa Tengah ini merupakan satu dari sekian banyak candi di Kabupaten Magelang yang bercorak Budha. Candi Ngawen memang masih kurang dikenal oleh masyarakat. Bahkan masyarakat Magelangpun hanya sedikit yang mengetahui keberadaannya. Jika ditinjau dari segi lokasi, Candi Ngawen terletak tidak jauh dari pasar Muntilan. Dari Jalan Pemuda Muntilan hanya sekitar satu kilometer ke selatan. Pendek kata, Candi Ngawen ini berada pada lokasi yang mudah dijangkau.

Pada awalnya Candi Ngawen ditemukan oleh Belanda . Kemudian oleh Belanda dipugar pada tahun 1911. Menurut catatan yang ada pada pos penjagaan, Candi Ngawen dibangun sekitar abad 8, tepatnya pada masa

158

dinasti Syailendra (Budha) dan dinasti Rakaipikatan (Hindu). Candi ini termasuk dalam candi Budha meskipun dibangun oleh dua dinasti yang berbeda. Karena dibangun pada dua dinasti inilah Candi Ngawen dijuluki Candi Peralihan.

Candi Ngawen bila dipandang sekilas bentuk bangunannya nyaris mirip dengan bangunan candi Hindu. Hal ini disebabkan bangunan candi yang meruncing. Tetapi apabila diamati dengan seksama, candi ini memiliki stupa dan teras (undak-undak) yang menjadi simbol dalam candi-candi Budha. Selain bangunannya yang mirip dengan candi-candi Hindu, bentuk bangunan Candi Ngawen memiliki sedikit banyak kesamaan dengan Candi Mendut. Candi Mendut yang merupakan rangkaian candi Budha sekitar 5 km dari situs ini.

Kompleks Candi Ngawen mencakup lima bangunan candi dengan letak berderet. Terdiri dari dua candi induk dan tiga candi apit. Candi induk merupakan candi utama, sedangkan candi apit adalah candi yang letaknya mengapit candi induk. Candi apit juga diartikan sebagai bangunan pendamping candi induk. Karena candi induk diapit oleh candi apit, letak dari candi induk ada pada bangunan kedua dan keempat.

Candi induk yang pertama merupakan satu-satunya candi yang masih lengkap diantara empat candi lainnya. Meski paling lengkap, sayangnya, stupa pada candi ini sudah pecah menjadi beberapa bagian sejak awal ditemukannya. Ini membuat stupa candi tidak dipasang dan diamankan dengan kata lain disimpan. Sebagai candi yang paling

utuh, candi induk pertama itu memang paling banyak batu penyusunnya. Dengan tujuan pengamanan, pemerintah memperkuat sambungan batu tersebut dengan memberi lapisan semen. Adapun untuk batu asli yang rusak, terpaksa diganti dengan batu polosan. Batu polosan yang dimaksud adalah batu yang tidak ber-relief seperti aslinya.

Berbeda dengan candi induk pertama, kondisi candi induk kedua lebih parah. Sebab pada candi induk kedua tersebut begitu banyak batu penyusun yang pecah-pecah dan hilang. Stupanya bahkan juga hilang. Bila diprosentasekan hanya lima puluh persen saja batu yang masih layak pada bangunan keempat ini. Hal ini membuat bangunan keempat pada Candi Ngawen berdiri, tetapi tidak sempurna. Hanya berlantai namun tak beratap dan tak berdinding.

Di samping itu, batu-batu di pelataran candi tidak sebatas batu penyusun candi induk dan candi apit. Masih banyak lagi batu-batu lain yang ditemukan, namun tidak termasuk dalam batu penyusun candi induk dan apit. Batu-batu itu adalah batu lain yang hingga sekarang belum jelas arti dan fungsinya. Batu tadi ditata rapi di taman candi. Untuk memperindah pelataran candi, pihak pengelola menanami bunga-bunga indah, beserta kolam lengkap dengan bunga teratai di tengahnya.

Lalu apa fungsi Candi Ngawen? Fungsi Candi Ngawen tidak jauh beda dengan candi-candi pada umumnya. Sesuai dengan coraknya, candi ini juga berfungsi sebagai tempat beribadah umat Budha. Yang menjadi pembeda dari Candi Ngawen ini ialah frekuensi digunakannya. Walau

160

sama-sama sebagai tempat peribadatan, namun candi ini cenderung jarang dikunjungi. Menurut Sumedi, selaku juru pelihara di Candi Ngawen, bangunan situs yang terletak di Muntilan ini biasanya digunakan atau dikunjungi untuk beribadah hanya pada saat perayaan Waisak. Itu pun pengunjungnya hanya sedikit. Kemudian taman di pelataran candi juga memiliki fungsi, yakni untuk kenyamaan pengunjung saat mampir di candi ini. Adapun kolam di taman memiliki fungsi untuk pengairan di wilayah pelataran candi.

Candi Ngawen bila dilihat dari sisi lain memiliki aspek yang menarik. Candi Budha mungil ini memiliki potensi yang bisa dikembangkan dengan baik. Letaknya yang berbingkai kealamian, membuatnya sangat menarik. Apalagi bila batu-batu penyusunnya lengkap dan candi ini dipugar kembali, tentu keksotisan alamnya semakin memancar. Daerah sekitar candi ini juga berpotensi untuk dijadikan desa wisata.

Candi Ngawen merupakan bukti tidak dikenalnya peninggalan nenek moyang. Bukan sekedar kurang dikenali, potensi yang belum digali dari peninggalan purbakala inipun belum dicoba untuk dikembangkan. Padahal bisa saja candi mungil ini menjadi sumber devisa, setidaknya untuk daerah sekitarnya.

2. CANDI MENDUT

Dari sebuah prasasti yang ditemukan di daerah Karanganyar yaitu

dari dinasti Syailendra. Namun hingga kini belum diketahui secara pasti mengenai tahun pembuatan atau pembangunan Candi Mendut. Awalnya Candi Mendut ditemukan oleh seorang dari Belanda yang bernama J.G. de Casparis pada tahun 1836. Kemudian dari tahun 1897 hingga 1904 dilakukan perbaikan pada candi yang meliputi bagian kaki dan tubuh candi. Theodoor van Erp Kembali memeperbaiki candi hingga bagian puncaknya pada tahun 1908 sampai 1925.

Bangunan candi yang terbuat dari batu Andesit ini mempunyai luas secara keseluruhan mencapai 13,7 meter persegi dan mempunyai tinggi 26,4 meter. Pada bagian atas candi terdapat 48 buah stupa. Akan tetapi puncak candi sudah tak tersisa sehingga tak diketahui bentuk aslinya seperti apa. Selain untuk obyek wisata Candi Mendut digunakan sebagai tempat upacara waisak pada bulan mei saat bulan purnama. Candi Mendut buka dari jam 07.00 hingga 18.00 untuk setiap harinya.

Relief Di Candi Mendut

Pada bagian kaki tubuh hingga atapnya Candi Mendut dihiasi dengan beberapa relief yang mengandung cerita moral dan digambarkan

162

dengan tokoh binatang. Beberapa relief tersebut diantaranya Brahmana dan Kepiting yang menceritakan tentang Brahmana yang menyelamatkan seekor kepiting dan kemudian si kepiting membalas budi dengan cara menyelamatkan Brahmana saat mendapat gangguan dari ular dan gagak. Ada juga cerita tentang Dua ekor burung betet yang mempunyai karakter berbeda karena dibesarkan oleh Brahmana dan satunya dibesarkanoleh seorang penyamun. Relief terbesar terlihat di bagian belakang candi yang menceritakan tentang Buddha Avalokitesvara.

3. CANDI PAWON

Pendirian Candi Pawon diperkirakan pada pertengahan abad VIII, hampir bersama dengan Candi Mendut dan Candi Borobudur. Nama ''pawon'' sendiri, menurut sebagian orang, berasal dari kata ''pa-awu-an'' yang berarti tempat menyimpan awu ( abu ) . Pada bilik candi di tubuh candi semula diperkirakan terdapat arca bodhisattva sebagai bentuk penghormatan kepada raja Indra.

Berdasarkan prasasti karang tengah ( 824 m ), arca tersebut mengeluarkan ''vigra'' ( sinar ), sehingga arca Bodhisattva tersebut kemungkinan dibuat dari logam perunggu. Menurut Poerbatjcaraka, candi Pawon merupakan upa angga ( bagian dari ) Candi Borobudur, karena adanya kemiripan motif pahatan pada Candi Pawon dengan Candi Mendut dan Candi Borobudur.

Lampiran 27

HASIL PRE TEST

Dokumen terkait