• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah dan Perkembangan Seni Ukir Pinto Aceh

BAB II JENIS HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL UNTUK

A. Sejarah dan Perkembangan Seni Ukir Pinto Aceh

1. Pemahaman Tentang Seni Ukir

Seni mencankup pengertian yang sangat luas, masing-masing definisi memiliki tolak ukur yang berbeda. Definisi yang dikemukakan cenderung

menitikberatkan pada sisi teoritis (berdasarkan teori) dan filosofis

(berdasarkan pengetahuan). Banyak sekali pengertian/ definisi mengenai seni. Beberapa pendapat menyatakan bahwa seni berasal dari “SANI” yang artinya “Jiwa Yang Luhur/Ketulusan jiwa”. Dan menurut kajian ilmu di Eropa

mengatakan bahwa seni merupakan “ART” (artivisial) yang artinya barang

atau karya dari sebuah kegiatan.29

Seni merupakan usaha manusia untuk menciptakan bentuk-bentuk yang menyenangkan, dalam artian bentuk yang dapat membingkai perasaan keindahan dan perasaan keindahan itu dapat terpuaskan apabila dapat menangkap harmoni atau satu kesatuan dari bentuk yang disajikan.30

Seni merupakan kreasi bentuk simbolis dari perasaan manusia. Bentuk-bentuk

simbolis yang mengalami transformasi yang merupakan universalisasi dari

pengalaman tertentu dalam karya seninya melainkan formasi pengalaman

emosionalnya yang bukan dari pikirannya semata.31

29 Soedarso, S.P. Sejarah Perkembangan Seni Rupa Indonesia. (Yogyakarta: Saku Dayar

Sana, 1990), hal 3

30

Suwarna. Modul Sejarah Seni Rupa Indonesia. (Yogyakarta: Program Semique Dirjend Dikti, FBS, UNY, 2003), hal 6

31Hasibuan Otto.Perlindungan Hak Cipta di Era Digital Ditinjau dari Sudut Litigasi (fokus

Masih banyak kiranya definisi seni yang lain, sebanyak manusia di muka bumi ini. Hal ini berarti seni merupakan kebutuhan manusia dan merupakan hubungan yang tidak dapat terpisahkan antara manusia, seni dan lingkungan masyarakat. Dan kita harus bisa menafsirkan bahwa seni merupakan kemampuan menggambarkan kelengkapan dan keragaman yang ada didalamnya. Umpamanya kita harus memahami bahwa yang kita cari didalam wujud seni itu bukan hanya kenikmatan indera belaka tetapi lebih dari itu. Kejelasan ini semua hanya dapat diperoleh apabila kita mampu mengembangkan daya sensitivitas dan semua pengalaman yang diperoleh tentang seni.

Memahami seni itu berarti menemukan suatu gagasan atau pembahasan yang berlaku untuk menentukan hubungan dengan unsur nilai dalam budaya manusia. Jika kita sadar bahwa tujuan kita dalam seni kadang akan saling bertentangan dan membawa kita pada arah dan tujuan yang berbeda, maka sebaiknya yang harus kita lakukan adalah dapat membedakan sesuatu yang kita kehendaki dari yang kita kehendaki dalam hal lain, seperti ilmu dan kebajikan. Sebab sesuatu tetap bernilai dalam kehidupan kita menurut sesuatu yang unik. Selanjutnya kita harus bisa memahami bahwa tidak mungkin menginginkan hal-hal yang bertentangan. Umpamanya bahwa kesenian itu harus memberi teladan hidup, tetapi sekaligus juga disesuaikan dengan prasangka-prasangka kita sendiri atau bahkan lukisan itu warnanya ekspresif dan harmonis tetapi juga nampak benar-benar seperti objeknya, atau puisi itu adalah musik, pahat itu lukisan.

Meskipun karya seni itu merupakan ungkapan, namun sebaliknya bahwa setiap ungkapan bukanlah suatu yang sebenarnya. Demikian juga tidak seorangpun akan dapat memahami kesenian kecuali lewat pencipta atau menikmati dan meneropong kehidupan kesenian dan penghayatan seni lain. Seorang seniman mencoba meyakinkan penghayatnya bahwa yang disajikannya itu indah.

Seni ukir atau ukiran merupakan gambar hiasan dengan bagian-bagian cekung

(kruwikan)dan bagian-bagian cembung(buledan)yang menyusun suatu gambar yang

indah. Pengertian ini berkembang hingga dikenal sebagai seni ukir yang merupakan seni membentuk gambar pada kayu, batu, atau bahan-bahan lain.32

Seni ukir adalah suatu kegiatan kesenian yang dilakukan dengan jalan mengorek bagian tertentu dari permukaan suatu benda, sehingga membentuk satu kesatuan ragam hias yang indah dan harmoni. Jadi ukiran adalah gambar ragam hias timbul, yang tercipta dari kreasi seni manusia dengan jalan mengorek bagian tertentu dari permukaan sebuah benda, sehingga membentuk satu kesatuan ragam hias yang indah dan harmoni.33

Bangsa Indonesia mulai mengenal ukir sejak zaman batu muda (Neolitik),

yakni sekitar tahun 1500 SM. Pada zaman itu nenek moyang bangsa Indonesia telah membuat ukiran pada kapak batu, tempaan tanah liat atau bahan lain yang ditemuinya. Motif dan pengerjaan ukiran pada zaman itu masih sangat sederhana.

32

Bahesti.Kepemilikan dalam Seni Ukir,Penerjemah. Lukman Hakim dan Ahsin M, Cet. 1. (Jakarta: Pustaka Hidayah, 1992), hal 47

33Handju, Atan dan Armillah Widawati.Pengetahuan Seni Ukir Indonesia. (Jakarta: Mutiara,

Umumnya bermotif geometris yang berupa garis, titik, dan lengkungan, dengan bahan tanah liat, batu, kayu, bambu, kulit, dan tanduk hewan. Pada zaman yang lebih dikenal sebagai zaman perunggu, yaitu berkisar tahun 500 hingga 300 SM bahan untuk membuat ukiran telah mengalami perkembangan yaitu menggunakan bahan perunggu, emas, perak dan lain sebagainya. Dalam pembuatan ukirannya adalah menggunakan teknologi cor. Motif-motif yang di gunakanpada masa zaman perunggu adalah motif meander, tumpal, pilin berganda, topeng, serta binatang maupun manusia.34

Seni ukir mengalami perkembangan yang sangat pesat, dalam bentuk desain produksi, dan motif. Ukiran banyak ditemukan pada badan-badan candi dan prasasti- prasasti yang dibuat orang pada masa itu untuk memperingati para raja-raja. Bentuk ukiran juga ditemukan pada senjata-senjata, seperti keris dan tombak, batu nisan, mesjid, keraton, alat-alat musik, termasuk gamelan dan wayang. Motif ukiran selain menggambarkan bentuk, kadang-kadang berisi tentang kisah para dewa, mitos kepahlawanan, dan lain-lain. Bukti-bukti sejarah peninggalan ukiran pada periode tersebut dapat dilihat pada relief candi.

Saat sekarang ukir kayu dan logam mengalami perkembangan pesat. Dan fungsinya pun sudah bergeser dari hal-hal yang berbau magis berubah menjadi hanya sebagai alat penghias saja.

Jadi dengan demikian yang dimaksud dengan Kerajinan Ukir adalah barang-

34http://maindakon.blogspot.com/2010/03/tugas-seni-22-feb-2010-tentang-seni.html diakses 7

barang ukiran atau hiasan yang dihasilkan oleh seseorang yang dalam perwujudannya memerlukan ketekunan, keterampilan, dan perasaan seni dengan cara di toreh dipahat di atas kayu, batu, logam, gading dan sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan kerajinan ukir kayu adalah jenis kerajinan yang menggunakan teknik ukir pada bahan kayu. Sedangkan teknik ukir adalah teknik pembuatan hiasan yang menggunakan alat berupa tatah / pahat ukir.

2. Latar Belakang Kebudayaan Aceh

Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki suku dan budaya yang beraneka ragam. Masing-masing budaya daerah saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kebudayaan daerah lain maupun kebudayaan yang berasal dari luar Indonesia. Salah satu kebudayaan tersebut adalah kebudayaan Aceh. Dilihat dari kebudayaannya, Aceh memiliki budaya yang unik dan beraneka ragam. Karena letaknya yang strategis dan juga Aceh merupakan jalur perdagangan, maka kebudayaan Aceh ini banyak dipengaruhi oleh budaya- budaya melayu, dan Timur Tengah. Beberapa budaya yang ada sekarang adalah hasil dari akulturasi antara budaya melayu, Timur Tengah dan Aceh sendiri.35

Suku bangsa yang mendiami Aceh merupakan keturunan orang-orang melayu dan Timur Tengah, hal ini menyebabkan wajah-wajah orang Aceh berbeda dengan orang Indonesia yang berada di wilayah lain. Mata pencaharian sebagian besar masyarakat Aceh adalah bertani, tetapi tidak sedikit juga yang berdagang. Sistem kekerabatan masyarakat Aceh mengenal Wali, Karong dan Kaom.36

Aceh merupakan propinsi yang paling ujung letaknya di sebelah utara pulau Sumatra. Daerah ini dapat dikatakan seluas 55.390 km2. Batas yang paling utara dari Negara Indonesia adalah Pulau We yang termasuk daerah Aceh, yang terletak di lintang Utara 6o. Daerah yang luas ini dibagi dalam

35Koentjaraningrat.Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. (Jakarta:Djambatan, 2004), hal 6 36 http://chairumanblogspot.com/makalah/item/2/Makalah Kebudayaan Aceh diakses 9 Juni

delapan daerah tingkat II (Kabupaten) yaitu: Aceh Besar, Pidie, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Tengah, Aceh Tenggara, Aceh Barat, dan Aceh Selatan. Dalam sejarah Melayu, nama Aceh adalah Lammuri. Marco Polo, seorang saudagar Venesia yang singgah di Peureulak pada tahun 1292 menyebutnya Lambri. Kemudian orang Portugis mempergunakan nama Akhem, orang Belanda mempergunakan nama Akhin, sedangkan orang Aceh sendiri menyebut daerah mereka Aceh.37

Nama daerah Aceh dalam kitab sejarah Melayu disebut Lammuri. Menurut orang Portugis yang pernah singgah di Aceh pada tahun 1292 bernama Marcopolo menyebutnya Lambri, penjajah portugis lainnya menyebut Akhir. Para pegawai kolonial dan penulis asing memberi sebuah daerah Aceh dengan

Achinese, Achehnese atau Atjaher. Sedangkan berdasarkan penelitian sejarah, orang Aceh merupakan pencampuran antara orang Arab, India, Cina dan Portugis yang dapat dilihat dari ciri-ciri fisiknya.38

Ketika Indonesia merdeka tahun 1945 daerah Aceh merupakan daerah berstatus keresidenan wilayah Sumatera Utara. Namun sekitar tahun 50-an Aceh telah menjadi wilayah provinsi sendiri yang dipimpin oleh seorang Gubernur. Sebelum terbentuknya negara kesatuan, seperti daerah lainnya Aceh pada abad-abad terdahulu berdaulat sebagai kerajaan yang dipimpin oleh penguasa-penguasa pada masa itu yang bergelar Sultan dan Sultanah (penguasa wanita).

Daerah Aceh Besar merupakan Ibu Kota kerajaan Aceh Darussalam yang menjadi pusat kebudayaan. Setelah runtuhnya masa kerajaan dan digantikan oleh kekuasan penjajah. Sekitar tahun 1960 setelah Indonesia merdeka barulah kotamadya Banda Aceh terbentuk sebagai pusat pemerintahan administratif provinsi Aceh39

37

http://acehpedia.org/Budaya_Aceh, diakses 9 Juni 2012 pukul 8.00 WIB

38A. Hasjmy,Sejarah Kebudayaan Islam, PT. Bulan Bintang, Jakarta, 1995, hal 30

39Sujiman A. Musa,Seni Rupa Aceh,(Banda Aceh : Taman Budaya Provinsi Daerah Istimewa

Aceh merupakan propinsi yang paling ujung letaknya di sebelah utara pulau Sumatera. Pada masa sekarang pun Provinsi Aceh berpusat di kota Banda Aceh. Daerah Aceh yang terletak dibagian paling barat dari wilayah Indonesia, tepatnya dibagian ujung utara dari pulau Sumatera. Daerah Aceh yang luas wilayahnya 55.390 Km2, terletak antara garis 20– 60lintang utara dan 950– 980bujur timur. Di sebelah barat kawasan Aceh berbatasan dengan Samudera Indonesia (Lautan Hindia), sebelah utara dan timur berbatas dengan Selat Malaka dan sebelah selatan berbatas dengan provinsi Sumatera Utara.

Dilihat dari sisi kebudayaannya, Aceh memiliki budaya yang unik dan beraneka ragam. Kebudayaan Aceh ini banyak dipengaruhi oleh budaya- budaya melayu, karena letak Aceh yang strategis dan merupakan jalur perdagangan maka masuklah kebudayaan Timur Tengah. Beberapa budaya yang ada sekarang adalah hasil dari akulturasi antara budaya melayu, Timur Tengah dan Aceh sendiri. Suku bangsa yang mendiami Aceh merupakan keturunan orang-orang melayu dan Timur Tengah hal ini menyebabkan wajah-wajah orang Aceh berbeda dengan orang Indonesia yang berada di lain wilayah.40

Setiap bangsa mempunyai corak kebudayaan masing-masing. Kekhasan budaya yang dimiliki suatu daerah merupakan cerminan identitas daerah tersebut. Aceh memiliki banyak corak budaya yang khas.

Kebudayaan juga merupakan warisan sosial yang yang hanya dapat dimiliki oleh masyarakat yang mendukungnya. Pada awalnya adat dan budaya Aceh sangat kental dengan pengaruh Hindu. Setelah Islam masuk unsur-unsur hindu yang

40

http://andriansaputra.multiply.com/journal/item/21/Sejarah_Kebudayaan_Aceh, diakses 9 Juni 2012 pukul 9.00 WIB

bertentangan dengan Islam dihilangkan, namum tradisi yang dinilai tidak menyimpang tetap dipertahankan.

Semua kota-kota hindu setelah islam kuat di Aceh dihancurkan. Bekas-bekas kerajaan itu masih bisa diperiksa walau sudah tertimbun, seperti di kawasan Paya Seutui, Kecamatan Ulim (perbatasan Ulim dengan Meurah Dua), reruntuhan di Ladong. Bahkan menurut H M Zainuddin, mesjid Indrapuri dibangun diatas reruntuhan candi. Pada tahun 1830, Haji Muhammad yang lebih dikenal sebagai Tuanku Tambusi juga meruntuhkan candi-candi dan batunya kemudian dimanfaatkan untuk membangun mesjid dan benteng-benteng.41

Asimiliasi adat dan budaya itulah kemudian melahirkan budaya adat dan budaya Aceh sebagaimana yang berlaku sekarang. Sebuah ungkapan bijak

dalam hadih maja disebutkan, “Mate aneuék meupat jeurat, gadoh adat pat

tamita.” Ungkapan ini bukan hanya sekedar pepatah semata. Tapi juga pernyataan yang berisi penegasan tentang pentingnya melestarikan adat dan budaya sebagai pranata sosial dalam hidup bermayarakat.42

Adat dan kebudayaan juga mewariskan sebuah hukum non formal dalam masyarakat, yakni hukum adat yang merupakan hukum pelengkap dari hukum yang berlaku secara umum (hukum positif). Disamping tunduk kepada hukum positif, masyarakat juga terikat dengan hukum dan ketentuan adat.

Aceh memiliki kekhasan tersendiri dalam hukum adat dengan berbagai lembaga adatnya yang sudah ada semenjak zaman kerajaan. Hukum adat tersebut

41

http://andriansaputra.multiply.com/journal/item/21/Sejarah_Kebudayaan_Aceh, diakses 9 Juni 2012 pukul 9.00 WIB

42

Timphiek. (2009). Asimilasi dalam Budaya Aceh. dari http://blog.harian- aceh.com/asimilasi-dalam-budaya-aceh.jsp diakses 9 Juni 2012 pukul 9.00 WIB

telah disesuaikan dengan filosofi hukum Islam, sehingga sukar dibedakan antara hukum dan adat itu sendiri.

Tradisi menambang emas dalam masyarakat Aceh telah berlangsung berabad-abad, yang biasa dilakukan di bukit-bukit antara Pidie dan Meulaboh. Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, perajin-perajin Aceh pada masa itu telah membuat perhiasan lainnya berupa kalung, liontin, gelang tangan dan gelang kaki. Perhiasan lainnya berupa hiasan rambut bagi para wanita Aceh dengan berbagai corak dan bentuk.43

Masuknya agama Islam ke daerah Aceh telah membawa pengaruh dalam berbagai segi kehidupan masyarakat Aceh. Menurut Veltmen orang-orang Aceh mempelajari seni tempa emas dan perak dari orang-orang Arab dan Cina. Meskipun demikian seni tempa emas Aceh tidak terlepas dari kekhasannya.44

Perhiasan Pinto Aceh (Pintu Aceh) terdapat diantara lebih dari 250 jenis perhiasan tradisional Aceh, namun kehadirannya dalam kelompok perhiasan tradisional sampai tahun 1998 lebih kurang baru 63 tahun jika dibandingkan

dengan jenis lainnya sepanjang 2 abad. Pinto Aceh diciptakan pada tahun

1935, ternyata cepat populer dan telah menarik banyak wanita penggemar perhiasan tradisional, baik wanita Aceh maupun orang-orang di luar Aceh. Sampai zaman sekarang ini setiap orang luar Aceh yang berkunjung ke daerah ini hampir dapat dipastikan akan membawa pulang salah satu perhiasan yang bermotifPinto Aceh.45

Perhiasan yang satu ini akhirnya menjadi populer diseluruh Nusantara dan Malaysia, bahkan tercatat juga pelancong Barat punya minat untuk perhiasan yang satu ini yang lebih dari 70 tahun terus diproduksi. Sementara ada beberapa perhiasan tradisional Aceh memang tidak mampu lagi dibuat pada masa sekarang ini karena kemahiran membuatnya tidak bergenerasi penerus. Sehingga jenis-jenis perhiasan

43Barbara Leigh,Tangan-Tangan Terampil Aceh, (Jakarta : Djambatan, Jakarta,1988), hal 96 44Ibid, hal 97

yang tak mampu dibuat sekarang ini menjadi sangat langka dan hanya bisa dilihat di museum ataupun pada kolektor-kolektor ataupun berada secara turun temurun pada orang-orang tertentu yang menyimpannya sebagai pusaka.

3. Asal Usul PerhiasanPinto Aceh

Menurut sejarahnya kerajinan emas sudah ada sejak abad ke 16-17 dalam masyarakat Aceh (ketika pemerintahan raja-raja Aceh) dan terus berkembang hingga saat ini. Pada tahun 1935 seorang pengrajin Aceh bernama Mahmud Ibrahim atau lebih dikenal dengan Utoh Mud (sebutan untuk perajin), membuat sebuah perhiasan emas bernamaPinto Aceh.46

Gambar 1. Motif Pinto Aceh47

46Ufrida, Perhiasan Emas Pintoe Aceh Menyangkut Masalah Keberadaan, Bentuk Motif,

Jenis dan Teknik Pengerjaanya,(Sumatera Barat : Fakultas Kesenian, Sekolah Tinggi Seni Indonesia Padang Panjang, 2003), hal. 22

47http://artscraftindonesia.com/ind/index.php?Itemid=1&id=34&option=com_content&task=v

Berawal dari opsir Belanda yang merupakan komandan pada masa

pemerintahannya di koetaradja (Banda Aceh sekarang). Dari keinginannya

menghadiahkan sesuatu untuk istrinya, setelah mencari ia menemukan pinto khop,

monumen peninggalan kerajaan Sultan Iskandar Muda. Ia ingin bentuk pinto khop

tersebut dibuat dalam bentuk benda fungsional berupa perhiasan, maka dipanggil lah seorang perajin emas yang mempunyai kemampuan untuk membuatnya. Mahmud

Ibrahim diminta untuk membuat perhiasan tersebut dengan mengambil bentukpinto

khop. Terpilihnya Mahmud Ibrahim sangat beralasan, ini dikarenakan petinggi-

petinggi yang ada di masa itu sudah mengenal Mahmud Ibrahim sebagai perajin emas dan perak. Semua itu karena kepiawaiannya dalam membuat perhiasan dalam sebuah pameran yang digelar di acara pasar malam bertempat di lapangan koetaradja (Banda Aceh).

Perajin-perajin emas dan perak pada masa itu berkesempatan untuk menunjukkan kemampuannya dalam membuat perhiasan. Setelah acara selesai perajin yang dianggap layak akan diberi penghargaan, maka penghargaan diserahkan salah seorang perajin dalam bentuk sertifikat, oleh panitia pelaksana pasar malam diberikan kepada Mahmud Ibrahim (Utoh Mud) pada tahun 1926 di Koetaradja.48

Utoh Mud yang mengantongi sertifikat bergengsi atas keterampilannya itu pada tahun 1935 menguji kreatifitasnya selaku utoh (pandai emas) terkenal dengan menciptakan perhiasan baru Pinto Aceh yang motifnya diambil dari bangunan Pinto

Khop, gerbang kecil tempat permaisuri Sultan Iskandar Muda keluar masuk ke tepian

sungai untuk mandi di abad-abad lampau.

Ketika itu Utoh Mud membuat satu jenis perhiasan saja berupa perhiasan dada wanita yaitu bros. Sebelumnya jenis bros memang telah ada dalam jaringan perhiasan

tradisional Aceh, namun dengan mengambil motif lain. Bros Pinto Aceh dengan

meniru pintu gerbang yang bernamaPinto Khop tersebut berbentuk ramping dengan

jeruji-jeruji yang dihiasi motif kembang ditambah lagi sebagai pelengkap dengan rumbai-rumbai sepanjang kedua sisi.

Menurut H. Harun Keuchik Leumiek perhiasan emas dan Pinto Aceh

dibuat dalam bentuk pola motif yang diambil dari ornamen-ornamen tradisional Aceh dengan bentuk simetris. Bentuk dasar lainnya diambil sebagai bentuk perhiasan adalah bangunan peninggalan bersejarah Sultan

Iskandar Muda bernama Pinto Khop. Bangunan Pintoe Khop merupakan

hadiah Sultan Iskandar Muda kepada istrinya Putro Phang (putri Pahang).

Ketika itu Sultan ingin mengobati kerinduan sang istri kepada kampung halamannya pahang (Malaysia). Untuk itu Sultan membangun taman sari di sekeliling istana yang dikelilingi Krueng Daroy (sungai), taman ini tembus kesebuah tempat pemandian sang putri bersama dayang-dayangnya. Di tempat pemandian tersebut ada sebuah pintu yang biasa dilalui oleh sang putri untuk menuju ke tempat pemandian, pintu inilah yang disebutPintoe Khop.49

Dalam artian secara bahasa Pinto artinya pintu, sedangkan kata Khop

merupakan posisi tertutup/tertelungkup. Jika dilihat dari bentuk bangunan Pinto

Khop, maka didapati bentuk seperti apa yang disebutkan. Bangunan ini mempunyai

pintu depan yang tembus kebelakang dalam posisi yang sama lurus. Sedangkan posisi kiri dan kanan yang sama, kemudian pada bagian atas atap membentuk seperti kubah

melingkar hingga bertemu sisi kiri dan kanan bangunan, bangunan ini terbuat dari batu yang disusun.

Perhiasan emas Pinto Aceh yang diciptakan oleh Utoh Mud pada tahun 1935

dalam bentuk bros. Sejak penciptaannya pada tahun 1935 perhiasan emasPinto Aceh

tidak langsung berkembang seperti sekarang ini. Pada saat itu hanya orang-orang tertentu saja yang memiliki perhiasan emas Pinto Aceh. Hal ini dikarenakan tidak

semua masyarakat Aceh mengenal perhiasan tersebut.

Sampai sekarang ini bahan baku perhiasan Pinto Aceh adalah emas berkadar

18 sampai 22 karat. Kalau dibuat dengan bahan emas murni (emas kertas) perhiasan ini mudah berlipat-lipat, baik ketika membuatnya ataupun ketika memakainya karena tidak bercampur dengan jenis logam lain.50

Ternyata tidak sembarang perajin mampu melanjutkan perbuatan perhiasan

Pinto Aceh. Setelah Utoh Mud meninggal dunia dalam usia 80 tahun, keterampilan

khusus perbuatan perhiasanPinto Acehdilanjutkan oleh muridnya yang bernama M.

Nur (Cut Nu) yang juga penduduk Blang Oi. Sampai akhir hayatnya tahun 1985 dalam usia 80 tahun. Cut Nu bekerja di toko mas milik H.Keuchik Leumiek yang membina kelanjutan seni membuatPinto Aceh.51

Setelah Cut Nu meninggal dunia, keterampilan ini dilanjutkan oleh seorang perajin yang bernama Keuchik Muhammad Saman. Tetapi yang paling berorientasi ke arah itu adalah Haji Harun Keuchik Leumiek penduduk Lamseupeueng Banda

50Harun Keuchik Leumiek,Kronologis Historis dan Dinamika Budaya Aceh(Banda Aceh :

Majelis Adat Aceh, hal 3)

Aceh, pemilik toko mas yang dikenal sampai ke luar Aceh semenjak tahun 1950-an, berlokasi di Jalan Perdagangan Banda Aceh (sekarang Jalan Tgk. Chik Pante Kulu) dan sampai kepada anaknya yang melanjutkan pembinaan ini.

Perhiasan Pinto Aceh cepat populer dan telah menarik minat pencinta

perhiasan tradisional serta peran pemerintah daerah dalam mengangkat kerajinan Aceh sekitar tahun 80-an telah membawa ‘angin segar’ terhadap kerajinan-kerajinan Aceh. Dimana pemerintah daerah memberi perhatian lebih terhadap kerajinan- kerajinan Aceh, tentunya juga terhadap kerajinan perhiasan emas Pinto Aceh. Pada

saat ini jika ada para tamu dari luar daerah dalam acara resmi, maka perhiasanPinto

Aceh menjadi salah satu benda souvenir atau buah tangan untuk dibawa oleh para

tamu. Kiranya dari sinilah perhiasanPinto Aceh mulai dibawa oleh masyarakat luas.

Nama perhiasan Pinto Aceh seakan telah menunjukkan identitas dari perhiasan

tersebut. Bentuk motif yang diambil dari kekayaan alam Aceh, yaitu bentuk bangunan peninggalan bersejarah, ornamen-ornamen Aceh menambah keindahan (nilai estetis) pada perhiasan emasPinto Aceh.

Gambar 2. MonumenPinto Khop Banda Aceh52

52http://artscraftindonesia.com/ind/index.php?Itemid=1&id=34&option=com_content&task=v

Dokumen terkait