• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Terhadap Seni Ukir Pinto Aceh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perlindungan Hukum Terhadap Seni Ukir Pinto Aceh"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

CUT DARA PUSPITA

107011088/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan

pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

CUT DARA PUSPITA

107011088/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

Pembimbing Pembimbing

(Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum) (Syafruddin S. Hasibuan, SH, MH)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Runtung, SH, MHum

Anggota : 1. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 2. Syafruddin S. Hasibuan, SH, MH

(5)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : CUT DARA PUSPITA

Nim : 107011088

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SENI UKIR

PINTO ACEH

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri

bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena

kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi

Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas

perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan

sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama :CUT DARA PUSPITA

(6)

i

tidak hanya digunkaan sebagai perhiasan tetapi juga sudah di produksi massal, misalkan dalam bentuk kerajinan tangan (souvenir), serta motif-motif Pinto Aceh

sudah banyak digunakan sebagai desain interior pada rumah dan gedung-gedung pemerintahan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis hak kekayaan intelektual

yang cocok untuk melindungi seni ukir Pinto Aceh dan menganalisis mengenai

perlindungan hukum bagi karya seni ukir sepertiPinto Aceh. Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam suatu perundang-undangan, spesifikasi penelitian dalam penulisan hukum ini adalah bersifat deskriptif analitis.

Motif Pinto Aceh yang memiliki nilai estetik dan telah menjadi ciri khas masyarakat Aceh ternyata baru berusia 77 tahun namun eksistensinya pantas di kelompokkan kedalam motif tradisional Aceh yang telah berusia ratusan tahun.

Namun tak banyak yang mengetahui asal usul dari motif Pinto Acehtersebut,

Pinto Aceh diciptakan tahun 1935 oleh Mahmud Ibrahim. Hak kekayaan Intelektual yang pantas melindungi Pinto Aceh adalah Hak Cipta karena dalam Pasal 12 huruf f Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 disebutkan bahwa segala bentuk seni rupa, seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, kolase dan seni terapan tergolong kedalam ciptaan yang dilindungi oleh Hak Cipta. Karena telah

diketahui siapa penciptanya maka masa berlaku perlindungan Pinto Aceh adalah

selama hidup penciptanya ditambah 50 tahun sesudah pencipta pencipta meninggal

dunia. Oleh karena itu Pinto Aceh telah menjadi public domain, bila terjadi

pengklaiman dari bangsa Asing maka negaralah yang melaksanakan hak cipta

tersebut atas nama penciptanya. Walaupun hak ekonominya berakhir, namun hak moral atas penciptaan karya seniPinto Acehharus tetap dihormati.

Kesimpulan yang diperoleh, bahwa keberadaan seni ukirPinto Acehyang saat ini telah mengalami perkembangan hendaknya di inventarisasikan oleh pemerintah daerah mengingat Pinto Aceh telah menjadi ciri khas masyarakat Aceh. Pemerintah secepatnya mengeluarkan RPP yang mengatur tentang Perlindungan dan Pendaftaran Hak Cipta yang dilindungi Negara yang bertujuan untuk melindungi Aset-aset karya seni Anak bangsa dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

(7)

ii

only used as jewelry but it has also been mass-produced in the forms of handicrafts (souvenirs), and the motives of Pinto Aceh have been much used as the interior design of houses and government buildings.

The purpose of this descriptive analytical study was to find out the kind of Intellectual Property Rights which is appropriate to protect this sculpture of Pinto Aceh and to analyze the legal protection for the work of sculpture as Pinto Aceh. This study with normative juridical approach referred to the legal norms found in the legislation.

The motive of Pinto Aceh having the esthetics value which has been a specific characteristic of Acehnese community is just 77 years old but its existence deserves to be grouped into Acehnese traditional motive which have been hundreds of years old.

Yet, not many people know the origin of the motive of Pinto Aceh. Pinto Aceh was created by Mahmud Ibrahim in 1935. The Intellectual property Rights which is appropriate to protect Pinto Aceh is the Copy Right because in Article 12 (f) of Law No.19/2002 on Copy Right, it is stated that all forms of fine arts such as painting, drawing, sculpture, calligraphy, collage and applied arts belong to the creation protected by the Copy Right. Since the creator has been known, the validity protection period of Pinto Aceh is throughout the life of its creator plus 50 years after its creator dies. Therefore, Pinto Aceh has been a public domain. In case it is claimed by any citizen of foreign nations, our government will maintain its Copy Right on behalf of its creator. Even though its economic right ends, the moral right of the creation of Pinto Aceh as a work of art must be respected.

The conclusion drawn is that the sculpture of Pinto Aceh which is currently developing should be an inventoried by the government considering Pinto Aceh has become the specific characteristic of the people of Aceh. The government should issue the government Regulation regulating the Protection and Registration of the Copy Right which is protected by the state in order to protect the assets of our works of art from the irresponsible parties.

(8)

iii

yang dengan berkat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini

dengan judul : “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SENI UKIR PINTO

ACEH”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar

Magister Kenotariatan (MKn) pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan serta

dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis ini dapat

diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh karena itu, ucapan terima kasih yang

mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat Bapak Prof. Dr.

Runtung, SH, MHum, Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, MHum dan Bapak

Syafruddin S. Hasibuan, SH, MH, DFM selaku komisi pembimbing dan Dosen

penguji Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN dan Bapak Dr. Jelly

Leviza, SH, MHum yang dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan

untuk kesempurnan penulisan tesis ini. Dan juga semua pihak yang telah berkenaan

memberikan masukan dan arahan dalam penulisan tesis ini sehingga tesis ini menjadi

lebih sempurna dan terarah.

(9)

iv

Magister Kenotariatan (MKn) dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN,

MHum, beserta seluruh staf atas bantuan, kesempatan dan fasilitas yang diberikan

sehingga dapat diselesaikan studi pada Program Program Studi Magister

Kenotariatan (MKn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, MHum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara

4. Bapak dan Ibu Guru Besar juga Dosen pengajar pada Program Studi Magister

Kenotariatan (MKn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah

mendidik dan membimbing penulis.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang

penulis sayangi :

1. Alm. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah berusaha payah, membesarkan

dengan penuh pengorbanan, kesabaran, tiada kata yang mampu mengungkapkan

betapa berartinya kalian dalam hidupku, doaku selalu menyertai kalian, dan

cita-cita terbesarku adalah ingin membahagiakan kalian di dunia dan di akhirat.

2. Buya dan Ummi yang telah memberikan doa dan semangat serta bantuannya.

Semoga Allah membalas kebaikan kalian dan doaku selalu menyertai kalian.

(10)

v

dan Noni beserta para suami dan Adinda Rini Zulfiani. Terima kasih untuk doa

dan semangat yang telah kalian beri, semoga kita tetap bersatu bersama menjadi

keluarga besar yang bahagia.

6. Keponakan-keponakan ku

7. Kak Noni, Najwa dan Abdul, Apapun yang terjadi kita selalu bersama, kalian

telah menjadi bagian hidupku. Semoga Allah mengabulkan doa kita.

8. Ernawati Br Sitorus, Juni Yell Mulih, Wilson S. Widjono yang menjadi teman

terbaikku, yang memberi nasihat menemani dan memberikan semangat. Semoga

kita dapat mewujudkan cita-cita kita.

9. Heni Absari, sahabat sejatiku, kembaranku, terima kasih atas semua perhatianmu,

10. Bapak H. Harun keuchik Leumiek, terima kasih atas waktu dan kesempatan serta

sumbangsihnya dalam membantu terselesaikannya tesis ini.

11. Pemerintah Aceh melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Dan Dinas

Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Ibu Dra.

Fauziah Hanum, M.Si dan Ibu Murniati, SE, M.Si)

12. Kementerian Hukum dan Ham Kanwil Aceh melalui Bapak Edison, SE, SH

terima kasih atas waktu dan kesempatan yang diberikan sehingga membantu

(11)

vi

B angkatan 2010 yang telah memberi motivasi satu sama lain.

15. Rekan-rekan mahasiswa program Pascasarjana Magister Kenotariatan (MKn)

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan yang tidak dapat penulis

ucapkan satu persatu.

Sebagai manusia biasa penulis memiliki keterbatasan yang melekat pada diri

penulis dalam proses belajar, memahami dan menuangkan dalam penulisan tesis ini,

sehingga kritik, saran dan sumbangan pemikiran sangat dinantikan dalam rangka

peningkatan penyempurnaan tesis akan penulis terima dengan hati dan tangan

terbuka. Penulis menyampaikan berjuta terima kasih kepada semua pihak yang telah

meluangkan satu kelonggaran bagi penulis dalam rangka belajar memahami suatu

realitas.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Medan, Juli 2012

Penulis

(12)

vii

Nama Lengkap : Cut Dara Puspita

Tempat/tanggal lahir : Cunda/5 Mei 1986

Kewarganegaraan : Indonesia

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Nama Ayah : Alm. M. Djakfar Umar

Nama Ibu : Hj. Cut Sri Usmaidar

Nama Suami : Fakhruddin Adly, SP

Nama Anak : Adra Hifzu Fadiyah

Alamat Rumah : Komplek Villa Palem Kencana Jalan Palem XI Blok T

No. 28 Medan

II. PENDIDIKAN:

1. Tamat Tahun 1999 SD Negeri 1 Lhokseumawe (berijazah)

2. Tamat Tahun 2002 SLTP Assalafy Jakarta (berijazah)

3. Tamat Tahun 2005 SMU Swasta Cahaya Sakti Jakarta (berijazah)

4. Tamat Tahun 2009 Strata I (S1) : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(13)

viii

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penulisan ... 10

E. Keaslian Penelitian ... 11

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 12

1. Kerangka Teori ... 12

2. Konsepsi ... 16

G. Metode Penelitian ... 20

1. Spesifikasi Penelitian ... 20

2. Jenis Data... 21

3. Teknik Pengumpulan Data ... 22

4. Analisis Data... 23

BAB II JENIS HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL UNTUK MELINDUNGI PINTO ACEH... 25

A. Sejarah dan Perkembangan Seni UkirPinto Aceh... 25

B. Tinjauan Umum tentang Hak Kekayaan Intelektual ... 47

(14)

ix

B. Perlindungan Hukum terhadap Seni UkirPinto Aceh... 94

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 109

A. Kesimpulan ... 109

B. Saran ... 110

(15)

i

tidak hanya digunkaan sebagai perhiasan tetapi juga sudah di produksi massal, misalkan dalam bentuk kerajinan tangan (souvenir), serta motif-motif Pinto Aceh

sudah banyak digunakan sebagai desain interior pada rumah dan gedung-gedung pemerintahan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis hak kekayaan intelektual

yang cocok untuk melindungi seni ukir Pinto Aceh dan menganalisis mengenai

perlindungan hukum bagi karya seni ukir sepertiPinto Aceh. Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam suatu perundang-undangan, spesifikasi penelitian dalam penulisan hukum ini adalah bersifat deskriptif analitis.

Motif Pinto Aceh yang memiliki nilai estetik dan telah menjadi ciri khas masyarakat Aceh ternyata baru berusia 77 tahun namun eksistensinya pantas di kelompokkan kedalam motif tradisional Aceh yang telah berusia ratusan tahun.

Namun tak banyak yang mengetahui asal usul dari motif Pinto Acehtersebut,

Pinto Aceh diciptakan tahun 1935 oleh Mahmud Ibrahim. Hak kekayaan Intelektual yang pantas melindungi Pinto Aceh adalah Hak Cipta karena dalam Pasal 12 huruf f Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 disebutkan bahwa segala bentuk seni rupa, seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, kolase dan seni terapan tergolong kedalam ciptaan yang dilindungi oleh Hak Cipta. Karena telah

diketahui siapa penciptanya maka masa berlaku perlindungan Pinto Aceh adalah

selama hidup penciptanya ditambah 50 tahun sesudah pencipta pencipta meninggal

dunia. Oleh karena itu Pinto Aceh telah menjadi public domain, bila terjadi

pengklaiman dari bangsa Asing maka negaralah yang melaksanakan hak cipta

tersebut atas nama penciptanya. Walaupun hak ekonominya berakhir, namun hak moral atas penciptaan karya seniPinto Acehharus tetap dihormati.

Kesimpulan yang diperoleh, bahwa keberadaan seni ukirPinto Acehyang saat ini telah mengalami perkembangan hendaknya di inventarisasikan oleh pemerintah daerah mengingat Pinto Aceh telah menjadi ciri khas masyarakat Aceh. Pemerintah secepatnya mengeluarkan RPP yang mengatur tentang Perlindungan dan Pendaftaran Hak Cipta yang dilindungi Negara yang bertujuan untuk melindungi Aset-aset karya seni Anak bangsa dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

(16)

ii

only used as jewelry but it has also been mass-produced in the forms of handicrafts (souvenirs), and the motives of Pinto Aceh have been much used as the interior design of houses and government buildings.

The purpose of this descriptive analytical study was to find out the kind of Intellectual Property Rights which is appropriate to protect this sculpture of Pinto Aceh and to analyze the legal protection for the work of sculpture as Pinto Aceh. This study with normative juridical approach referred to the legal norms found in the legislation.

The motive of Pinto Aceh having the esthetics value which has been a specific characteristic of Acehnese community is just 77 years old but its existence deserves to be grouped into Acehnese traditional motive which have been hundreds of years old.

Yet, not many people know the origin of the motive of Pinto Aceh. Pinto Aceh was created by Mahmud Ibrahim in 1935. The Intellectual property Rights which is appropriate to protect Pinto Aceh is the Copy Right because in Article 12 (f) of Law No.19/2002 on Copy Right, it is stated that all forms of fine arts such as painting, drawing, sculpture, calligraphy, collage and applied arts belong to the creation protected by the Copy Right. Since the creator has been known, the validity protection period of Pinto Aceh is throughout the life of its creator plus 50 years after its creator dies. Therefore, Pinto Aceh has been a public domain. In case it is claimed by any citizen of foreign nations, our government will maintain its Copy Right on behalf of its creator. Even though its economic right ends, the moral right of the creation of Pinto Aceh as a work of art must be respected.

The conclusion drawn is that the sculpture of Pinto Aceh which is currently developing should be an inventoried by the government considering Pinto Aceh has become the specific characteristic of the people of Aceh. The government should issue the government Regulation regulating the Protection and Registration of the Copy Right which is protected by the state in order to protect the assets of our works of art from the irresponsible parties.

(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karya intelektual yang dihasilkan manusia bukanlah dari nol, tetapi

dihasilkan dari sesuatu hasil kerja yang pernah ada, dalam artian karya itu bisa

dihasilkan karena materinya sudah disediakan oleh alam dan kemudian diolah dan

dimodifikasi oleh manusia sesuai dengan kebutuhannya, atau memang sudah dibuat

oleh manusia terdahulu dan disempurnakan lagi oleh manusia berikutnya. Yang

sudah ada itu ditingkatkan kegunaannya sehingga mempunyai nilai lebih. Dengan

alasan di atas, maka dasar pemberian hak kepada para pencipta, penemu atau

pendesain, yang hasil karyanya digunakan untuk meningkatkan taraf hidup dan

martabat, serta kesejahteraan manusia perlu dipahami oleh masyarakat. Secara logis

seharusnya dapat diterima bahwa setelah hak diberikan kepada mereka yang

berprestasi, kewajiban akan timbul pada masyarakat yang berkepentingan dengan

hasil karya itu untuk tidak menggunakannya tanpa hak, memalsukan, memperbanyak

tanpa ijin atau mencuri idenya. Diharapkan masyarakat sadar, hal itu merugikan si

pencipta, pendesain atau inventor (penemu) juga negara sehubungan dengan pajak.1

Salah satu bagian dari penciptaan adalah cipta/karya seni ukir, Sehubungan

dengan itu, sering dijumpai karya seni ukir yang amat mengecewakan terutama

1http://pusathki.uii.ac.id/konsultasi/konsultasi/arif-riska-bertanya.html diakses tanggal 20

(18)

karya-karya yang merupakan jiplakan atau contekan dari bangunan-bangunan modern

yang sudah ada di negara barat. Hal ini akan berdampak pada semakin menipis dan

pudarnya arsitektur sebagai karya seni dari kebudayaan. Keadaan ini diperparah lagi

dengan pelanggaran berupa pengcopian atas karya seni ukir yang dilakukan dengan

menggambar ulang secara langsung dengan mengganti nama penciptanya. Suatu

kenyataan bahwa perkembangan pembangunan semakin maju, jadi sangat dibutuhkan

perlindungan hukum atas seni ukir untuk menghindari adanya pelanggaran hukum

terhadap seni ukir.2

Dalam Undang-Undang No.19 Tahun 2002 salah satu hak cipta yang

mendapat perlindungan hukum adalah seni ukir, sebagaimana diatur dalam Pasal 12

huruf f Undang-Undang Hak Cipta.

Pengakuan ini dibarengi dengan pembatasan hak cipta sebagaimana diatur

dalam Pasal 15 Undang-Undang hak cipta dengan syarat mencantumkan sumber

daya, baik untuk keperluan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusun

laporan, penulisan kritik dan tinjauan suatu masalah dengan ketentuan tidak

merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta. Hal ini juga berlaku untuk

kepentingan pembelaan, ceramah pendidikan, pertunjukan gratis, perbanyak non

komersial dan lain sebagainya.

Ditengah upaya Indonesia berusaha melindungi kekayaaan warisan budayanya

negara-negara maju justru menghendaki agar pengetahuan tradisional, ekspresi

2

(19)

budaya, dan sumber daya genetik itu dibuka sebagai public property atau public

domain, bukan sesuatu yang harus dilindungi secara internasional dalam bentuk

hukum yang mengikat. Seperti halnya yang disarankan oleh Peter Jaszi dari

American University bahwa perlindungan sebaiknya disesuaikan dengan roh dan

semangat dari budaya tradisional tersebut.3Peraturan yang dibuat tidak digeneralisasi

yang akhirnya membuat kesenian tradisional subyek dari bentuk baru perlindungan

kekayaan intelektual.

Kekayaan intelektual warisan budaya Indonesia dalam dilema. Di satu sisi

rentan terhadap klaim oleh negara lain, di sisi lain pendaftaran kekayaan intelektual

tradisional sama saja menghilangkan nilai budaya dan kesejahteraan yang

melahirkannya dan menggantinya dengan individualisme dan liberalisme.4

Selama beberapa abad kepulauan Indonesia telah menghasilkan karya-karya

artistik yang luar biasa. Karya-karya ini merupakan aspek dari hubungan lokal dan

hubungan yang lebih luas dalam bidang perdagangan, agama, kekerabatan dan juga

politik, kesenian tradisional ini memiliki nilai bagi orang Indonesia. Kesenian

tradisional bukan hanya merupakan suatu wahana inspirasi dan pencerahan bagi

orang Indonesia, tetapi juga memungkinkan mereka untuk menempatkan dirinya

secara positif dan kreatif dalam hubungannya terhadap sesama dan dalam

hubungannya terhadap sejarah, pengetahuan dan praktek seni ukir berkontribusi pada

3

Josep E. Stiglitz dalam Andri TK, Nasib HaKI Tradisional Kita, (http://Catatankammi,blogspot.com/2007/12/nasib-haki-tradisional-kita.html) pukul 18.20 WIB

4Audah, Husain, Hak Cipta & Karya Cipta Musik, (Jakarta; Pustaka Litera Antar Nusa,

(20)

kesejahteraan ekonomi, identitas kelompok, kebanggaan terhadap daerah dan

bangsanya, serta pengembangan kesadaran etika yang mendalam dan bersifat khas.

Akan tetapi sekarang timbul kekhawatiran dari kalangan seniman atau pencipta seni

dalam kaitannya dengan keberadaan seni mereka dimasa sekarang.

Indonesia pernah mengalami permasalahan dengan Malaysia yang berupaya mengklaim bahwa alat kesenian tradisional angklung maupun beberapa motif batik adalah asli berasal dari Negeri jiran tersebut. Bahkan beberapa motif ukiran Jepara telah didaftarkan hak ciptanya dalam sebuah buku katalog furniture foklor Jepara oleh WNA, sehingga furniture serupa dengan desain ukiran Jepara yang sudah tercantum dalam buku katalog tersebut tidak dapat di produksi dan di pasarkan tanpa minta izin kepada WNA pemilik Hak Cipta tersebut5

Salah satu bentuk karya seni ukir yang paling dekat dengan kehidupan bangsa

Indonesia, khususnya masyarakat Aceh adalah Pintu Aceh atau secara umum dapat

disebut sebagaiPinto Aceh. Motif ini hanya salah satu dari ratusan motif perhiasan

tradisional Aceh. Sekarang motif ini selain ada yang masih buatan tangan pengrajin

emas, ada juga produksi massal, dan banyak dijual sebagai cindera mata yang banyak

diminati tidak hanya dikalangan masyarakat Aceh tetapi juga banyak di minati oleh

masyarakat lain.

Motif ini diciptakan tahun 1935 oleh Mahmud Ibrahim, pengrajin emas dari

Blang Oi. Karena kepiawaiannya membuat perhiasan ia dipanggil orang dengan

Utoh Mud. Utoh Mud memperoleh sertifikat resmi atas keterampilannya itu dari

pemerintah Belanda di Kutaraja (Banda Aceh) pada tahun 1926. Saat itu ia hanya

5

(21)

membuat satu jenis perhiasan dengan motif Pinto Aceh, yaitu bros. Kini sudah ada

cincin, leontin tusuk sanggul dan kerajinan tangan (souvenir) bahkan sering juga

digunakan sebagai indikasi geografis dengan variasi motifPinto Acehini.Pinto Aceh

berbentuk ramping dengan jeruji-jeruji yang dihiasi motif kembang ditambah lagi

sebagai pelengkap dengan rumbai-rumbai sepanjang kedua sisi.6

Desain Pinto Aceh diperoleh dari monumen peninggalan Sultan Iskandar

Muda bernama Pinto Khop. Monumen tersebut yang sekarang di sekitarnya

dijadikan taman rekreasi, terletak di tepi sungai (krueng) Daroy, konon dulunya

sebagai pintu belakang istana Keraton Aceh khusus untuk keluar masuknya

permaisuri Sultan Iskandar Muda beserta dayang-dayangnya kalau sang permaisuri

menuju ke tepian sungai untuk mandi. Sekarang ini taman tersebut diberi nama

Tanian Putroe Phang (Taman Putri Pahang), nama sang permaisuri. Dari desain

gerbang kecil Pintu Khop itulah diambil motif untuk perhiasan yang bernama Pinto

Acehini.7

Provinsi Aceh sebagai salah satu provinsi yang memiliki istimewa dan sangat

kaya akan keragaman tradisi dan budaya salah satunya seni ukir Pinto Aceh yang

menjadi ciri-ciri masyarakat Aceh, tentunya memiliki kepentingan tersendiri dalam

6

http://hanumskamyta.blogspot.com/2011/05/kebudayaan-aceh.html diakses tanggal 10 Februari 2012 pukul 13.00 WIB

7http://tentanghki.blogspot.com/2009/01/dekranas-daftarkan-lima-Aceh-.html diakses tanggal

(22)

perlindungan hukum terhadap kekayaan intelektual masyarakat asli tradisional.8

Akan tetapi karena perlindungan hukum terhadap kekayaan intelektual

masyarakat asli tradisional masih lemah, potensi yang dimiliki oleh Indonesia

tersebut dikhawatirkan akan dimanfaatkan oleh pihak asing secara tidak sah. Hal ini

disebabkan karena kurangnya kesadaran warga masyarakat dan Negara Republik

Indonesia dalam hal ini Pemerintah Indonesia sebagai pemegang Hak Cipta atas seni

ukir daerah yang belum terdaftar memanfaatkan dan melaksanakan Undang-Undang

Hak Cipta yang sudah ada sejak tahun 1982 sampai dengan tahun 2002 yang

bertujuan untuk mencegah terjadinya penggunaan/pemanfaatan budaya tradisional

Indonesia khususnya seni ukir Pinto Aceh dari pihak yang tidak bertanggung jawab

atau antisipasi pengakuan milik bangsa lain.

Oleh sebab itu yang perlu dilakukan sekarang adalah, mencari dan

mengumpulkan fakta-fakta yang berkaitan denganPinto Acehagar mengetahui status

hukum atas Pinto Aceh. Bila sudah ditemukan buktinya, perlu lagi dilihat masa

berlaku atau perlindungan hukum atas hak cipta tersebut sudah berakhir atau masih

berlaku. Menjadi public domain, siapa saja bisa menggunakan lambang Pinto Aceh

tersebut. Masa berlaku hak cipta, menurut Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19

tahun 2002, adalah selama hidup penciptanya dan terus berlangsung hingga 50 tahun

setelah penciptanya meninggal.9

8

http://acehdalamsejarah.blogspot.com/2009/02/banda-aceh-dalam-sejarah.html diakses tanggal 18 Februari 2012 pukul 14.00 WIB

9http://smpn7bgr.com/index.php?ttg- 20SENI diakses tanggal 18 Februari 2012 pukul 14.15

(23)

Dampak positif timbulnya berbagai kasus mengenai Hak Cipta ini salah

satunya seperti timbulnya klaim masyarakat Indonesia atau Maluku atas lagu Rasa

Sayange, yang digunakan untuk promosi pariwisata Malaysia ada juga hikmahnya.

Kasus itu hendaknya menjadi pelajaran bagi pemerintah, terutama Dinas Kebudayaan

dan Pariwisata untuk segera melakukan inventarisasi karya cipta budaya bangsa

seperti lagu-lagu yang tidak diketahui penciptanya, hikayat, dongeng, legenda dan

seni ukir dan lain sebagainya. Karya-karya budaya bangsa itu hendaknya dihimpun

dan dibukukan, sehingga bila timbul perselisihan dikemudian hari, maka akan lebih

mudah untuk pembuktiannya.

Menurut Ansori Sinungan Direktur Hak Cipta Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM, kasus itu menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia mulai sadar akan pentingnya perlindungan terhadap hak cipta. Selama ini, menurut Ansori, banyak pencipta lagu merasa senang lagu mereka dinyanyikan orang lain, bahkan sampai di Malaysia tanpa izin dari pencipanya. Padahal, hal pencipta itu dilindungi oleh Undang-Undang.

Ansori Sinungan menyarankan kepada pemerintah untuk segera

mengumpulkan bukti-bukti unuk mendukung klaim bahwa lagu Rasa Sayange itu berasal dari Indonesia. Bila Indonesia memiliki bukti kuat, katanya, Malaysia bisa saja digugat untuk menghentikan penggunaan lagu tersebut untuk kepentingan promosi pariwisata Negara tetangga itu.

Bila tidak bisa membuktikan lagu tersebut berasal dari Indonesia,

menurutnya, klaim terhadap lagu itu akan menjadi lemah. Dia menjelaskan bahwa masa berlaku hak cipta itu ada aturannya dalam undang-undang. Bila masa berlaku suatu hak cipta sudah berakhir, karya itu akan menjadi milik umum, siapa saja bisa menggunakannya. Masa berlaku lagu-lagu karya Sebastian Bach, misalnya sudah berakhir, siapa saja bisa menggunakan karena sudah menjadi public domain, kata Ansori.

(24)

orang lain. Dia menyarankan kepada para seniman supaya mendaftarkan hasil karya cipta mereka ke Direkorat Hak Cipta, Ditjen Hak Kekayaan Intelekual

Departemen Hukum dan HAM.10

Filosofi pentingnya diberikan perlindungan hukum terhadap Hak Cipta bukan

hanya didasarkan pada teori hukum alam, tetapi juga dijustifikasi oleh penganut

utilitarian yang menekankan bahwa berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi, maka

perlindungan Hak Cipta sangat dibutuhkan dalam rangka untuk memberikan insentif

bagi pencipta untuk menghasilkan karya ciptanya. Ada gairah untuk mencipta, maka

dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kekayaan keragaman budaya dan

tradisi itu apabila dapat dikelola dengan baik dan benar, maka bukan tidak mungkin

kebangkitan ekonomi Indonesia justru dipicu bukan karena kecanggihan teknologi,

melainkan karena keindahan tradisi dan keragaman warisan budaya itu sendiri.11

Dalam konteks inilah peran hukum menjadi sangat penting, agar pemanfaatan

warisan budaya sebagai sumber ekonomi baru tidak mengabaikan hak-hak

masyarakat pendukungnya. Peran hukum menjadi sangat penting agar pemanfaatan

warisan budaya ini tidak dimanfaatkan oleh pihak asing untuk kepentingan komersial

tanpa seizin Negara Republik Indonesia sebagai pemegang Hak Cipta. Upaya ini

dimaksudkan untuk menghindari tindakan pihak asing yang dapat merusak nilai

kebudayaan tradisional Indonesia.12

10Sandhiyaning Wahyu Arifani, Perlindungan Hukum terhadap Hak Cipta Atas Lagu yang

tidak ketahui penciptanya, (Medan : Magister Kenotariatan, Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2007), hal 8

11

Budi Santoso, “Dekonstruksi Hak Cipta : Studi Evaluasi Konsep Pengakuan Hak Dalam Hak Cipta Indonesia”, (Kapita Selekta Hukum, Fakultas Hukum Undip, 2007), hal 13

12

(25)

Pendaftaran karya cipta, memang tidak wajib karena perlindungan hukum atas

karya cipta itu otomatis berlaku pada saat pertama kali diumumkan kepada publik.

Pendaftaran karya cipta, diperlukan sebagai bukti di pengadilan bila terjadi sengketa

di kemudian hari. Bila pencipta memiliki sertifikat pendaftaran karya cipta,

pembuktiannya di pengadilan akan lebih mudah.13

Disinilah faktor hukum memainkan peran yang penting agar pemanfaatan seni

ukiran ini tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak asing yang tidak berwenang.

Hukum memandang seni ukiran dari sisi hak, dalam arti siapa yang berhak. Oleh

karena itu, hukum juga memandang seni ukiran dari aspek perlindungannya untuk

mengkaji dan menelitinya lebih detail, sehingga dengan demikian akan terjawab

kesimpulan yang sesuai dengan permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dilakukan penelitian dalam bentuk tesis

tentang hal tersebut dengan judul : “Perlindungan Hukum Terhadap Seni Ukir

Pinto Aceh.”

B. Perumusan Masalah

Adapun pokok masalah dari penelitian ini adalah:

1. Jenis hak kekayaan intelektual apa yang cocok untuk melindungiPinto Aceh?

2. Bagaimana perlindungan hukum atas seni ukirPinto Aceh?

C. Tujuan Penelitian

Sebagai tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui jenis hak kekayaan intelektual apa yang cocok untuk

(26)

melindungiPinto Aceh.

2. Untuk mengetahui perlindungan hukum atas seni ukirPinto Aceh.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat teoritis

Untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi peningkatan dan

perkembangan di bidang hukum khususnya hukum ekonomi dan teknologi dalam

kaitannya dengan hukum hak kekayaan intelektual mengenai seni ukir tradisional

pada khususnya serta guna menambah literatur dan bahan-bahan informasi ilmiah,

mengingat wacana mengenai hukum hak kekayaan intelektual khususnya seni ukir

tradisional ini merupakan batasan yang tergolong baru dalam penerapan hukum di

Indonesia.

2. Manfaat Praktis

a. Guna mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis, sekaligus

untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang sudah

diperoleh.

b. Untuk memberikan masukan serta tambahan pengetahuan bagi para pihak yang

terkait dengan masalah yang diteliti dan berguna bagi pihak-pihak lain yang

berkepentingan mengenai hak kekayaan intelektual dan terhadap seni ukir

tradisional pada khususnya.

c. Guna merumuskan upaya perlindungan hukum, khususnya aspek hukum hak

(27)

keberadaannya dan berkaitan dengan usaha pengembangan seni ukir tradisional

tersebut di Indonesia.

E. Keaslian Penelitian

Guna menghindari terjadinya duplikasi terhadap penelitian di dalam masalah

yang sama, maka peneliti melakukan tentang Perlindungan Hukum Terhadap Seni

UkirPinto Aceh.

Demikian pula berdasarkan pemeriksaan terhadap hasil-hasil penelitian yang

berkaitan dengan hal di atas, maka ternyata penelitian ini belum pernah dilakukan

oleh peneliti lain dalam judul dan permasalahan yang sama.

Sehingga hal ini perlu dibahas dan diteliti lebih lanjut, yang akan bermanfaat

bagi keanekaragaman pendaftaran serta perlindungan hukum terhadap seni ukirPinto

Aceh, sehingga hal ini merupakan sesuatu yang baru dan dengan demikian maka

penelitian ini adalah asli serta dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.

Adapun judul penelitian yang mendekati adalah dengan tesis saudari

Shandiyaning Wahyu Arifani Nim 077011086 Magister Kenotariatan Universitas

Sumatera Utara dengan judul ” Perlindungan hukum terhadap hak cipta atas lagu

yang tidak diketahui penciptanya” dengan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana pelaksanaan untuk menentukan pemegang hak cipta atas lagu yang

tidak diketahui penciptanya menurut UU hak cipta?

2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap hak cipta atas lagu yang tidak diketahui

penciptanya menurut UU hak cipta di Indonesia?

(28)

hak cipta atas lagu yang tidak diketahui penciptanya.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Menurut M. Solly Lubis yang menyatakan konsep teori merupakan :

“Kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, mengenai suatu kasus ataupun

permasalahan (problem) yang bagi si pembaca menjadi bahan perbandingan,

pegangan teori, yang mungkin ia setuju ataupun tidak disetujuinya, ini merupakan

masukan eksternal bagi peneliti”.14

Kerangka teori dalam penelitian hukum sangat diperlukan untuk membuat

jelas nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosofinya

yang tertinggi.15 Teori hukum sendiri boleh disebut sebagai kelanjutan dari

mempelajari hukum positif, setidak-tidaknya dalam urutan yang demikian itulah kita

merekonstruksikan kehadiran teori hukum secara jelas.16

Oleh sebab itu, teori atau kerangka teori mempunyai kegunaan paling sedikit

mencakup hal-hal sebagai berikut :17

a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta

yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.

b. Teori sangat berguna didalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina

struktur konsep-konsep serta memperkembangkan defenisi-defenisi.

14M. Solly Lubis (I),Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : CV. Mandar Maju, 1994), hal 80

15Satjipto Rahardjo,Ilmu Hukum, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakt, 1991), hal 254 16Ibid. hal. 253

(29)

c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar daripada hal-hal yang telah diketahui

serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang diteliti.

d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah

diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut

akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.

e. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada

pengetahuan peneliti.

Oleh karena itu maka terdapat beberapa teori yang digunakan sebagai pisau

analisis dalam penelitian ini adalah teori fiksi hukum. Dalam ilmu hukum dikenal

teori fiksi hukum yang menyatakan bahwa diundangkannya sebuah peraturan

perundang-undangan oleh instansi yang berwenang mengandaikan semua orang

mengetahui peraturan tersebut. Dengan kata lain tidak ada alasan bagi pelanggar

hukum untuk menyangkal dari tuduhan pelanggaran dengan alasan tidak mengetahui

hukum atau peraturannya. Menurut teori fiksi hukum, kewajiban untuk

mempublikasikan peraturan yang dibuat dengan sendirinya gugur ketika peraturan

tersebut resmi diundangkan oleh pemerintah.18Sebagai contoh, pengundangan sebuah

undang-undang di Indonesia dilakukan dengan menempatkannya dalam Lembaran

18Secara historis lahirnya asas publisitas berawal dari kebiasaan Raja Hamurabi dari

(30)

Negara. Dengan pengundangan itu undang-undang resmi berlaku dan dengan

sendirinya masyarakat dianggap mengetahuinya. Perintah pengundangan terdapat

dalam tubuh undang-undang itu sendiri. Biasanya perintah pengundangan yang

ditempatkan di bagian penutup suatu undang-undang itu berbunyi : agar setiap orang

mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan

penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Teori fiksi hukum

mengasumsikan bahwa pengundangan peraturan mempunyai kekuatan mengikat,

mengikat setiap orang untuk mengakui eksistensi peraturan tersebut.19

Ungkapan teori ini berkaitan dengan filsafat hukum pada masa Yunani yang

diungkapkan W. Friedmann :

“Kalau diperhatikan undang-undang, memberikan keadilan yang sama

kepada semua, walaupun terdapat perbedaan-perbedaan diantara

pribadi-pribadi itu. Kalau tidak ada kedudukan sosial, kemajuan dalam hidup dapat

dicapai bukan atas dasar reputasi melainkan karena kapasitas, kelas-kelas

dalam masyarakat bukan faktor yang menentukan dalam soal jasa”.20

Ketentuan di atas merupakan landasan hukum dalam upaya melindungi

segenap bangsa Indonesia.

Jika dihubungkan dengan aspek hukum positif, diharapkan mampu mengatasi

berbagai permasalahan yang timbul, berkaitan dengan hak kekayaaan atas intelektual

tersebut, hukum dapat memberikan perlindungan bagi karya intelektual, sehingga

19 Risma Kusuma Ayu, Fiksi Hukum, http://riana.tblog.com/post/1970029891 diakses pada

tanggal 14 April 2012 pukul 21.00 WIB

(31)

mampu mengembangkan daya kreasi masyarakat yang bermuara pada tujuan

berhasilnya perlindungan hak kekayaan atas intelektual.

“Undang-undang Hak Cipta menganut prinsip bahwa pencipta mempunyai

hak eksklusif untuk melaksanakan ciptaannya, artinya dalam kurun waktu tertentu

pencipta mempunyai hak untuk melaksanakan sendiri ciptaannya atau memberi izin

kepada orang lain untuk melaksanakan ciptaannya itu.21

Berdasarkan hak eksklusif, maka pihak lain yang ingin ikut melaksanakan

ciptaan dan mengambil manfaat ekonomi dari ciptaan itu, harus mendapatkan izin

dari pencipta yang bersangkutan.

Hak cipta pada dasarnya adalah hak milik perorangan yang tidak berwujud

dan timbul karena kemampuan intelektual manusia. Sebagai hak milik, hak cipta

dapat dialihkan oleh penciptanya atau yang berhak atas ciptaan itu. Hak cipta dapat

dialihkan kepada perorangan atau kepada badan hukum. Salah satu cara pengalihan

hak cipta dikenal dengan nama lisensi hak cipta atau lebih dikenal dengan nama

perjanjian lisensi.

“Untuk membuat perjanjian lisensi maka pengalihan hak cipta harus

dituangkan dalam bentuk Akta Notaris. Hal ini mengingat begitu luasnya aspek yang

terjangkau oleh hak cipta sebagai hak, sehingga jika dibuat dalam bentuk akte notaris

21Ansori Sinungan,Pengertian Hak Cipta, (Jakarta, Penerbit : Departemen Hukum dan HAM

(32)

dapat ditentukan secara jelas dan tegas ruang lingkup pengalihan hak yang

diberikan.”22

2. Konsepsi

Guna menghindari kesalahan dalam penafsiran terhadap judul penelitian ini,

penulis merasa perlu memberikan konsepsi agar dapat tercapai tujuan yang dimaksud.

Pengertian konsepsi disini adalah definisi operasional penelitian, yaitu pengertian

atau maksud dasar dari istilah-istilah yang dipakai atau digunakan.

a. Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk

mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu

dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

b. Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas

inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran,

imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam

bentuk yang khas dan bersifat pribadi.

c. Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam

lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.

d. Pemegang Hak Cipta adalah pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang

menerima hak tersebut dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut

hak dari pihak yang menerima hak tersebut.

(33)

e. Perbanyakan adalah penambahan jumlah sesuatu ciptaan, baik secara keseluruhan

maupun bagian yang sangat substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang

sama ataupun tidak sama, termasuk mengalih wujudkan secara permanen atau

temporer.

f. Hak terkait adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta, yaitu hak eksklusif bagi

pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya, bagi Produser

Rekaman Suara untuk memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara

atau rekaman bunyinya, dan bagi lembaga penyiaran untuk membuat,

memperbanyak, atau menyiarkan karya siarannya.

g. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak

Terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak

ciptaannya atau produk hak terkaitnya dengan persyaratan tertentu.

h. Kuasa adalah konsultan Hak Kekayaan Intelektual sebagaimana diatur dalam

ketentuan Undang-Undang ini. Menteri adalah Menteri yang membawahkan

departemen yang salah satu lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi

pembinaan di bidang Hak Kekayaan Intelektual, termasuk Hak Cipta.

i. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang

berada di bawah departemen yang dipimpin oleh Menteri.

j. Hak Cipta, suatu hal khusus untuk mengumumkan atau memperbanyak citaannya

memberi izin tanpa mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan

perundangan yang berlaku.

(34)

a. Seorang atau beberapa orang bersama-sama lahirkan suatu ciptaan

b. Orang yang merancang suatu ciptaan

c. Membuat karya cipta.

l. Pemegang Hak Cipta adalah pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, orang yang

menerima hak dari Pencipta, atau orang lain yang menerima lebih lanjut hak dari

orang tersebut. Ciptaan adalah hasil setiap karya dalam bentuk yang khas

menunjuk keasliannya dalam lapangan ilmu, seni dan sastra. Pendaftaran ciptaan

tidak merupakan suatu kewajiban untuk mendaftarkan Hak Cipta.

m. Setiap manusia adalah seniman, disadari ataupun tidak karena manusia adalah

suatu karya seni Tuhan Yang Maha Kuasa. Sehingga dapat dikatakan bahwa

dimanapun manusia berada yang adalah makhluk Tuhan yang diciptakan penuh

dengan seni akan selalu melakukan seni dengan cara-cara dan kebudayaannya

masing-masing.

n. Berkesenian adalah salah satu ekpresi proses kebudayaan manusia. Kesenian

adalah salah satu ciri utama suatu kebudayaan. Bagi manusia kesenian memiliki

dua dimensi, yaitu dimensi budaya (pemerdekaan diri) dan dimensi fungsional

(kegunaan, efisiensi, teknis dan komersil). Manusia ingin menikmati dan

membagikan pengalaman estetis dalam kehidupannya, sehingga berkesenian

menjadi penting dalam hidup.

Seni ukir atau ukiran merupakan gambar hiasan dengan bagian-bagian cekung

(35)

indah. Pengertian ini berkembang hingga dikenal sebagai seni ukir yang merupakan

seni membentuk gambar pada kayu, batu, atau bahan-bahan lain.

Di Indonesia dengan adanya tradisi hukum adat, sebenarnya kurang atau

bahkan tidak begitu mengenal perangkat hukum yang mengatur perlindungan Hak

atas Kekayaan Intelektual (HaKI). Hal demikian karena akar hukum Indonesia

bersifat Komunal, gotong-royong dan hak mengenal perlindungan karya intelektual

yang mengedepankan sifat individual. Hal ini terlihat dari beberapa pandangan dari

pada pencipta desainer yang tidak begitu memperdulikan bila karyanya ditiru orang

lain dan tidak merasa dirugikan, bahkan orang tersebut merasa bangga bila karyanya

mendapat perhatian berpendapat bahwa karya ciptaannya sebagai karya batiniah yang

universal dan dapat dinikmati siapapun dan kapanpun.23

Budaya merupakan hasil capaian manusia, bagi kemudahan hidup mereka di

dunia ini. Sebagai hasil cipta, rasa, karsa, dan karya manusia, budaya, sudah tentu

menghasilkan beberapa tata cara hidup, pengetahuan, dan teknologi. Semakin tinggi

peradaban suatu masyarakat maka semakin komprehensif, canggih, dan modern tata

cara pengetahuan dan teknologi yang dapat diterapkan. Di dalam masyarakat dunia,

perkembangan budaya ini berisiko mengalami proses anomali. Proses ini merupakan

suatu proses dimana dalam kepesatan dunia yang dicapai manusia mengalami

kehilangan jati dirinya. Pada masyarakat Aceh, proses ini dapat ditandai dengan

23Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), (Jakarta :

(36)

semakin memudarnya kesadaran manusia dalam beberapa sikap dan perilaku. Hal ini

berakibat menipisnya perilaku berbudaya yang menjadi kebanggaan suatu bangsa.24

G. Metode Penelitian

Metodologi berasal dari kata “Metode dan Logos”. Metode yang artinya

adalah cara yang tepat untuk melakukan sesuatu dan logos yang artinya ilmu atau

pengetahuan. Jadi metodologi artinya cara melakukan sesuatu dengan menggunakan

pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan. Penelitian adalah suatu kegiatan

untuk mencari, mencatat, merumuskan dan menganalisis sampai menyusun

laporannya.

Penelitian sebagai suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran-kebenaran

secara sistematis, metodologis dan konsisten karena melalui proses penelitian tersebut

dilakukan analisis dan konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah.

1. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian dalam proposal ini merupakan penelitian hukum.

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode,

sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau

beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya juga diadakan

pelaksanaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut kemudian mengusahakan

suatu pemecahan atau permasalahan-permasalahan yang timbul didalam gejala yang

24 http://esenha.wordpress.com/2010/05/06/perkembangan-budayaAceh / diakseskan tanggal

(37)

bersangkutan. Untuk tercapainya penelitian ini, sangat ditentukan dengan metode

yang dipergunakan dalam memberikan gambaran dan jawaban atas masalah yang

dibahas.

Ditinjau dari segi sifatnya, penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu

analisis data yang dilakukan tidak keluar dari lingkup permasalahan dan berdasarkan

teori atau konsep yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang

seperangkat data, atau menunjukkan komparasi atau hubungan seperangkat data

dengan seperangkat data yang lain.

Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan yuridis normatif, dimana

dilakukan pendekatan terhadap permasalahan yang telah dirumuskan dengan

mempelajari ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan

yang dibahas. Metode pendekatan hukum normatif dipergunakan dengan titik tolak

penelitian dan analisis terhadap peraturan perundang-undangan.

2. Jenis Data

Karena penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, maka jenis data

yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yang mencakup:25

a. Bahan hukum primer, yaitu semua bahan/materi hukum yang mempunyai

kedudukan mengikat secara yuridis. Meliputi norma dan kaidah dasar yaitu

UUD 1945, peraturan dasar yaitu batang tubuh UUD 1945, ketetapan MPR,

peraturan perundang-undangan meliputi Undang-Undang dan peraturan yang

setaraf, peraturan pemerintah, keputusan presiden dan peraturan yang setaraf

(38)

peraturan daerah, badan hukum yang tidak terkodifikasi seperti hukum adat

dan yurisprudensi.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu semua bahan hukum yang memberikan

penjelasan terhadap bahan hukum primer. Meliputi Rancangan

Undang-Undang, buku-buku referensi, hasil karya ilmiah para sarjana, hasil-hasil

penelitian ilmiah yang mengulas mengenai masalah hukum yang diteliti

dengan mengikutsertakan ilmu-ilmu sosial yang lain.

c. Bahan hukum tersier, yaitu semua bahan hukum yang memberikan

petunjuk/penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Meliputi

kamus dan ensiklopedia.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penulisan karya ilmiah, data adalah merupakan dasar utama, karenanya

metode penelitian sangat diperlukan dalam penyusunan tesis. Oleh karena itu dalam

penyusunan tesis ini maka disusun data dengan menghimpun dari data yang ada

referensinya dengan masalah yang diajukan.

Adapun metode penelitian yang dilakukan adalah:

a. Penelitian kepustakaan(Library Research)

Dalam metode pengumpulan data melalui library research ini dilakukan dari

berbagai sumber bacaan yang berhubungan dengan judul pembahasan, baik itu dari

literatur-literatur ilmiah, majalah maupun masmedia perundang-undangan.

(39)

Penelitian lapangan ini dilakukan dengan mengunjungi langsung objek yang

diteliti.

1) Studi dokumentasi

Studi dokumentasi yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan mencari

informasi berdasarkan dokumen-dokumen maupun arsip yang berkaitan

dengan penelitian yaitu kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah

Aceh dan Kementrian Hukum dan HAM RI Kanwil Aceh.

2) Wawancara(Interview)

Penelitian ini dilakukan dengan wawancara (interview), informan yang

dijadikan sebagai sumber informasi pengumpulan data dalam penelitian ini

adalah pimpinan/karyawan Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan

Usaha Kecil Menengah Pemerintah Aceh, yang diharapkan dapat memberikan

data/informasi tentang permasalahan yang diajukan.

4. Analisis Data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke

dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan

dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.26

Analisis data yang dipergunakan adalah analisis data kualitatif, yaitu proses

penyusunan, mengkategorikan data kualitatif, mencari pola atau tema dengan maksud

memahami maknanya.

26 Lexy. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung : Remaja Roskdakarya,

(40)

Pada penyusunan karya tulis ilmiah ini, data diperoleh dari bahan pustaka

dimana pengolahan, analisis dan konstruksi datanya dilaksanakan dengan cara

penelitian yag menggunakan metode kualitatif yang merupakan suatu cara penelitian

yang menghasilkan data deskriptif serta komparatif.

Penelitian ini melakukan kegiatan inventarisasi bahan-bahan hukum sekaligus

juga mengidentifikasi berbagai peraturan di bidang HKI khususnya mengenai hak

cipta. Disini ditentukan pengkategorisasian ke dalam sistematisasi ketentuan

peraturan perundang-undangan hak cipta.

Analisis data dilakukan dengan cara, data yang diperoleh akan dianalisis

secara kualitatif. Kesimpulan yang diambil dengan menggunakan cara berpikir

induktif yaitu cara berpikir yang mendasar kepada hal-hal yang bersifat khusus dan

kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat umum sesuai dengan pokok permasalahan

tersebut.27 Setelah analisis data selesai, maka hasilnya akan disajikan secara

deskriptif, yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan

permasalahan yang diteliti.28 Dari hasil tersebut kemudian ditarik kesimpulan yang

merupakan jawaban atas permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.

27

Surakhmad Winarmo, Metode dan Tekhnik dalam bukunya Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode Tekhnik, (Bandung : Tarsito, 1994), hal 17.

28H.B. Sutopo,Metodologi Penelitian Hukum Kualitatif Bagian II, (Surakarta : UNS Press,

(41)

BAB II

JENIS HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL UNTUK MELINDUNGI

PINTO ACEH

A. Sejarah dan Perkembangan Seni UkirPinto Aceh

1. Pemahaman Tentang Seni Ukir

Seni mencankup pengertian yang sangat luas, masing-masing definisi memiliki tolak ukur yang berbeda. Definisi yang dikemukakan cenderung

menitikberatkan pada sisi teoritis (berdasarkan teori) dan filosofis

(berdasarkan pengetahuan). Banyak sekali pengertian/ definisi mengenai seni. Beberapa pendapat menyatakan bahwa seni berasal dari “SANI” yang artinya “Jiwa Yang Luhur/Ketulusan jiwa”. Dan menurut kajian ilmu di Eropa

mengatakan bahwa seni merupakan “ART” (artivisial) yang artinya barang

atau karya dari sebuah kegiatan.29

Seni merupakan usaha manusia untuk menciptakan bentuk-bentuk yang

menyenangkan, dalam artian bentuk yang dapat membingkai perasaan keindahan dan

perasaan keindahan itu dapat terpuaskan apabila dapat menangkap harmoni atau satu

kesatuan dari bentuk yang disajikan.30

Seni merupakan kreasi bentuk simbolis dari perasaan manusia. Bentuk-bentuk

simbolis yang mengalami transformasi yang merupakan universalisasi dari

pengalaman tertentu dalam karya seninya melainkan formasi pengalaman

emosionalnya yang bukan dari pikirannya semata.31

29 Soedarso, S.P. Sejarah Perkembangan Seni Rupa Indonesia. (Yogyakarta: Saku Dayar

Sana, 1990), hal 3

30

Suwarna. Modul Sejarah Seni Rupa Indonesia. (Yogyakarta: Program Semique Dirjend Dikti, FBS, UNY, 2003), hal 6

31Hasibuan Otto.Perlindungan Hak Cipta di Era Digital Ditinjau dari Sudut Litigasi (fokus

(42)

Masih banyak kiranya definisi seni yang lain, sebanyak manusia di muka

bumi ini. Hal ini berarti seni merupakan kebutuhan manusia dan merupakan

hubungan yang tidak dapat terpisahkan antara manusia, seni dan lingkungan

masyarakat. Dan kita harus bisa menafsirkan bahwa seni merupakan kemampuan

menggambarkan kelengkapan dan keragaman yang ada didalamnya. Umpamanya kita

harus memahami bahwa yang kita cari didalam wujud seni itu bukan hanya

kenikmatan indera belaka tetapi lebih dari itu. Kejelasan ini semua hanya dapat

diperoleh apabila kita mampu mengembangkan daya sensitivitas dan semua

pengalaman yang diperoleh tentang seni.

Memahami seni itu berarti menemukan suatu gagasan atau pembahasan yang

berlaku untuk menentukan hubungan dengan unsur nilai dalam budaya manusia. Jika

kita sadar bahwa tujuan kita dalam seni kadang akan saling bertentangan dan

membawa kita pada arah dan tujuan yang berbeda, maka sebaiknya yang harus kita

lakukan adalah dapat membedakan sesuatu yang kita kehendaki dari yang kita

kehendaki dalam hal lain, seperti ilmu dan kebajikan. Sebab sesuatu tetap bernilai

dalam kehidupan kita menurut sesuatu yang unik. Selanjutnya kita harus bisa

memahami bahwa tidak mungkin menginginkan hal-hal yang bertentangan.

Umpamanya bahwa kesenian itu harus memberi teladan hidup, tetapi sekaligus juga

disesuaikan dengan prasangka-prasangka kita sendiri atau bahkan lukisan itu

warnanya ekspresif dan harmonis tetapi juga nampak benar-benar seperti objeknya,

(43)

Meskipun karya seni itu merupakan ungkapan, namun sebaliknya bahwa

setiap ungkapan bukanlah suatu yang sebenarnya. Demikian juga tidak seorangpun

akan dapat memahami kesenian kecuali lewat pencipta atau menikmati dan

meneropong kehidupan kesenian dan penghayatan seni lain. Seorang seniman

mencoba meyakinkan penghayatnya bahwa yang disajikannya itu indah.

Seni ukir atau ukiran merupakan gambar hiasan dengan bagian-bagian cekung

(kruwikan)dan bagian-bagian cembung(buledan)yang menyusun suatu gambar yang

indah. Pengertian ini berkembang hingga dikenal sebagai seni ukir yang merupakan

seni membentuk gambar pada kayu, batu, atau bahan-bahan lain.32

Seni ukir adalah suatu kegiatan kesenian yang dilakukan dengan jalan

mengorek bagian tertentu dari permukaan suatu benda, sehingga membentuk satu

kesatuan ragam hias yang indah dan harmoni. Jadi ukiran adalah gambar ragam hias

timbul, yang tercipta dari kreasi seni manusia dengan jalan mengorek bagian tertentu

dari permukaan sebuah benda, sehingga membentuk satu kesatuan ragam hias yang

indah dan harmoni.33

Bangsa Indonesia mulai mengenal ukir sejak zaman batu muda (Neolitik),

yakni sekitar tahun 1500 SM. Pada zaman itu nenek moyang bangsa Indonesia telah

membuat ukiran pada kapak batu, tempaan tanah liat atau bahan lain yang

ditemuinya. Motif dan pengerjaan ukiran pada zaman itu masih sangat sederhana.

32

Bahesti.Kepemilikan dalam Seni Ukir,Penerjemah. Lukman Hakim dan Ahsin M, Cet. 1. (Jakarta: Pustaka Hidayah, 1992), hal 47

33Handju, Atan dan Armillah Widawati.Pengetahuan Seni Ukir Indonesia. (Jakarta: Mutiara,

(44)

Umumnya bermotif geometris yang berupa garis, titik, dan lengkungan, dengan

bahan tanah liat, batu, kayu, bambu, kulit, dan tanduk hewan. Pada zaman yang lebih

dikenal sebagai zaman perunggu, yaitu berkisar tahun 500 hingga 300 SM bahan

untuk membuat ukiran telah mengalami perkembangan yaitu menggunakan bahan

perunggu, emas, perak dan lain sebagainya. Dalam pembuatan ukirannya adalah

menggunakan teknologi cor. Motif-motif yang di gunakanpada masa zaman perunggu

adalah motif meander, tumpal, pilin berganda, topeng, serta binatang maupun

manusia.34

Seni ukir mengalami perkembangan yang sangat pesat, dalam bentuk desain

produksi, dan motif. Ukiran banyak ditemukan pada badan-badan candi dan

prasasti-prasasti yang dibuat orang pada masa itu untuk memperingati para raja-raja. Bentuk

ukiran juga ditemukan pada senjata-senjata, seperti keris dan tombak, batu nisan,

mesjid, keraton, alat-alat musik, termasuk gamelan dan wayang. Motif ukiran selain

menggambarkan bentuk, kadang-kadang berisi tentang kisah para dewa, mitos

kepahlawanan, dan lain-lain. Bukti-bukti sejarah peninggalan ukiran pada periode

tersebut dapat dilihat pada relief candi.

Saat sekarang ukir kayu dan logam mengalami perkembangan pesat. Dan

fungsinya pun sudah bergeser dari hal-hal yang berbau magis berubah menjadi hanya

sebagai alat penghias saja.

Jadi dengan demikian yang dimaksud dengan Kerajinan Ukir adalah

barang-34http://maindakon.blogspot.com/2010/03/tugas-seni-22-feb-2010-tentang-seni.html diakses 7

(45)

barang ukiran atau hiasan yang dihasilkan oleh seseorang yang dalam perwujudannya

memerlukan ketekunan, keterampilan, dan perasaan seni dengan cara di toreh dipahat

di atas kayu, batu, logam, gading dan sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan

kerajinan ukir kayu adalah jenis kerajinan yang menggunakan teknik ukir pada bahan

kayu. Sedangkan teknik ukir adalah teknik pembuatan hiasan yang menggunakan alat

berupa tatah / pahat ukir.

2. Latar Belakang Kebudayaan Aceh

Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki suku dan budaya yang beraneka ragam. Masing-masing budaya daerah saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kebudayaan daerah lain maupun kebudayaan yang berasal dari luar Indonesia. Salah satu kebudayaan tersebut adalah kebudayaan Aceh. Dilihat dari kebudayaannya, Aceh memiliki budaya yang unik dan beraneka ragam. Karena letaknya yang strategis dan juga Aceh merupakan jalur perdagangan, maka kebudayaan Aceh ini banyak dipengaruhi oleh budaya-budaya melayu, dan Timur Tengah. Beberapa budaya-budaya yang ada sekarang adalah hasil dari akulturasi antara budaya melayu, Timur Tengah dan Aceh sendiri.35

Suku bangsa yang mendiami Aceh merupakan keturunan orang-orang melayu

dan Timur Tengah, hal ini menyebabkan wajah-wajah orang Aceh berbeda dengan

orang Indonesia yang berada di wilayah lain. Mata pencaharian sebagian besar

masyarakat Aceh adalah bertani, tetapi tidak sedikit juga yang berdagang. Sistem

kekerabatan masyarakat Aceh mengenal Wali, Karong dan Kaom.36

Aceh merupakan propinsi yang paling ujung letaknya di sebelah utara pulau Sumatra. Daerah ini dapat dikatakan seluas 55.390 km2. Batas yang paling utara dari Negara Indonesia adalah Pulau We yang termasuk daerah Aceh, yang terletak di lintang Utara 6o. Daerah yang luas ini dibagi dalam

35Koentjaraningrat.Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. (Jakarta:Djambatan, 2004), hal 6 36 http://chairumanblogspot.com/makalah/item/2/Makalah Kebudayaan Aceh diakses 9 Juni

(46)

delapan daerah tingkat II (Kabupaten) yaitu: Aceh Besar, Pidie, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Tengah, Aceh Tenggara, Aceh Barat, dan Aceh Selatan. Dalam sejarah Melayu, nama Aceh adalah Lammuri. Marco Polo, seorang saudagar Venesia yang singgah di Peureulak pada tahun 1292 menyebutnya Lambri. Kemudian orang Portugis mempergunakan nama Akhem, orang Belanda mempergunakan nama Akhin, sedangkan orang Aceh sendiri menyebut daerah mereka Aceh.37

Nama daerah Aceh dalam kitab sejarah Melayu disebut Lammuri. Menurut orang Portugis yang pernah singgah di Aceh pada tahun 1292 bernama Marcopolo menyebutnya Lambri, penjajah portugis lainnya menyebut Akhir. Para pegawai kolonial dan penulis asing memberi sebuah daerah Aceh dengan

Achinese, Achehnese atau Atjaher. Sedangkan berdasarkan penelitian sejarah, orang Aceh merupakan pencampuran antara orang Arab, India, Cina dan Portugis yang dapat dilihat dari ciri-ciri fisiknya.38

Ketika Indonesia merdeka tahun 1945 daerah Aceh merupakan daerah

berstatus keresidenan wilayah Sumatera Utara. Namun sekitar tahun 50-an Aceh telah

menjadi wilayah provinsi sendiri yang dipimpin oleh seorang Gubernur. Sebelum

terbentuknya negara kesatuan, seperti daerah lainnya Aceh pada abad-abad terdahulu

berdaulat sebagai kerajaan yang dipimpin oleh penguasa-penguasa pada masa itu

yang bergelar Sultan dan Sultanah (penguasa wanita).

Daerah Aceh Besar merupakan Ibu Kota kerajaan Aceh Darussalam yang

menjadi pusat kebudayaan. Setelah runtuhnya masa kerajaan dan digantikan oleh

kekuasan penjajah. Sekitar tahun 1960 setelah Indonesia merdeka barulah kotamadya

Banda Aceh terbentuk sebagai pusat pemerintahan administratif provinsi Aceh39

37

http://acehpedia.org/Budaya_Aceh, diakses 9 Juni 2012 pukul 8.00 WIB

38A. Hasjmy,Sejarah Kebudayaan Islam, PT. Bulan Bintang, Jakarta, 1995, hal 30

39Sujiman A. Musa,Seni Rupa Aceh,(Banda Aceh : Taman Budaya Provinsi Daerah Istimewa

(47)

Aceh merupakan propinsi yang paling ujung letaknya di sebelah utara pulau

Sumatera. Pada masa sekarang pun Provinsi Aceh berpusat di kota Banda Aceh.

Daerah Aceh yang terletak dibagian paling barat dari wilayah Indonesia, tepatnya

dibagian ujung utara dari pulau Sumatera. Daerah Aceh yang luas wilayahnya 55.390

Km2, terletak antara garis 20– 60lintang utara dan 950– 980bujur timur. Di sebelah

barat kawasan Aceh berbatasan dengan Samudera Indonesia (Lautan Hindia), sebelah

utara dan timur berbatas dengan Selat Malaka dan sebelah selatan berbatas dengan

provinsi Sumatera Utara.

Dilihat dari sisi kebudayaannya, Aceh memiliki budaya yang unik dan beraneka ragam. Kebudayaan Aceh ini banyak dipengaruhi oleh budaya-budaya melayu, karena letak Aceh yang strategis dan merupakan jalur perdagangan maka masuklah kebudayaan Timur Tengah. Beberapa budaya yang ada sekarang adalah hasil dari akulturasi antara budaya melayu, Timur Tengah dan Aceh sendiri. Suku bangsa yang mendiami Aceh merupakan keturunan orang-orang melayu dan Timur Tengah hal ini menyebabkan wajah-wajah orang Aceh berbeda dengan orang Indonesia yang berada di lain wilayah.40

Setiap bangsa mempunyai corak kebudayaan masing-masing. Kekhasan

budaya yang dimiliki suatu daerah merupakan cerminan identitas daerah tersebut.

Aceh memiliki banyak corak budaya yang khas.

Kebudayaan juga merupakan warisan sosial yang yang hanya dapat dimiliki

oleh masyarakat yang mendukungnya. Pada awalnya adat dan budaya Aceh sangat

kental dengan pengaruh Hindu. Setelah Islam masuk unsur-unsur hindu yang

40

(48)

bertentangan dengan Islam dihilangkan, namum tradisi yang dinilai tidak

menyimpang tetap dipertahankan.

Semua kota-kota hindu setelah islam kuat di Aceh dihancurkan. Bekas-bekas

kerajaan itu masih bisa diperiksa walau sudah tertimbun, seperti di kawasan Paya

Seutui, Kecamatan Ulim (perbatasan Ulim dengan Meurah Dua), reruntuhan di

Ladong. Bahkan menurut H M Zainuddin, mesjid Indrapuri dibangun diatas

reruntuhan candi. Pada tahun 1830, Haji Muhammad yang lebih dikenal sebagai

Tuanku Tambusi juga meruntuhkan candi-candi dan batunya kemudian dimanfaatkan

untuk membangun mesjid dan benteng-benteng.41

Asimiliasi adat dan budaya itulah kemudian melahirkan budaya adat dan budaya Aceh sebagaimana yang berlaku sekarang. Sebuah ungkapan bijak

dalam hadih maja disebutkan, “Mate aneuék meupat jeurat, gadoh adat pat

tamita.” Ungkapan ini bukan hanya sekedar pepatah semata. Tapi juga pernyataan yang berisi penegasan tentang pentingnya melestarikan adat dan budaya sebagai pranata sosial dalam hidup bermayarakat.42

Adat dan kebudayaan juga mewariskan sebuah hukum non formal dalam

masyarakat, yakni hukum adat yang merupakan hukum pelengkap dari hukum yang

berlaku secara umum (hukum positif). Disamping tunduk kepada hukum positif,

masyarakat juga terikat dengan hukum dan ketentuan adat.

Aceh memiliki kekhasan tersendiri dalam hukum adat dengan berbagai

lembaga adatnya yang sudah ada semenjak zaman kerajaan. Hukum adat tersebut

41

http://andriansaputra.multiply.com/journal/item/21/Sejarah_Kebudayaan_Aceh, diakses 9 Juni 2012 pukul 9.00 WIB

42

(49)

telah disesuaikan dengan filosofi hukum Islam, sehingga sukar dibedakan antara

hukum dan adat itu sendiri.

Tradisi menambang emas dalam masyarakat Aceh telah berlangsung berabad-abad, yang biasa dilakukan di bukit-bukit antara Pidie dan Meulaboh. Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, perajin-perajin Aceh pada masa itu telah membuat perhiasan lainnya berupa kalung, liontin, gelang tangan dan gelang kaki. Perhiasan lainnya berupa hiasan rambut bagi para wanita Aceh dengan berbagai corak dan bentuk.43

Masuknya agama Islam ke daerah Aceh telah membawa pengaruh dalam

berbagai segi kehidupan masyarakat Aceh. Menurut Veltmen orang-orang Aceh

mempelajari seni tempa emas dan perak dari orang-orang Arab dan Cina. Meskipun

demikian seni tempa emas Aceh tidak terlepas dari kekhasannya.44

Perhiasan Pinto Aceh (Pintu Aceh) terdapat diantara lebih dari 250 jenis perhiasan tradisional Aceh, namun kehadirannya dalam kelompok perhiasan tradisional sampai tahun 1998 lebih kurang baru 63 tahun jika dibandingkan

dengan jenis lainnya sepanjang 2 abad. Pinto Aceh diciptakan pada tahun

1935, ternyata cepat populer dan telah menarik banyak wanita penggemar perhiasan tradisional, baik wanita Aceh maupun orang-orang di luar Aceh. Sampai zaman sekarang ini setiap orang luar Aceh yang berkunjung ke daerah ini hampir dapat dipastikan akan membawa pulang salah satu perhiasan yang bermotifPinto Aceh.45

Perhiasan yang satu ini akhirnya menjadi populer diseluruh Nusantara dan

Malaysia, bahkan tercatat juga pelancong Barat punya minat untuk perhiasan yang

satu ini yang lebih dari 70 tahun terus diproduksi. Sementara ada beberapa perhiasan

tradisional Aceh memang tidak mampu lagi dibuat pada masa sekarang ini karena

kemahiran membuatnya tidak bergenerasi penerus. Sehingga jenis-jenis perhiasan

43Barbara Leigh,Tangan-Tangan Terampil Aceh, (Jakarta : Djambatan, Jakarta,1988), hal 96 44Ibid, hal 97

Gambar

Gambar 1. Motif Pinto Aceh47
Gambar 2. Monumen Pinto Khop Banda Aceh52
Gambar 3. Motif perhiasan pinto Aceh53
Tabel 2. Unsur Hak Cipta Pada Pinto Aceh

Referensi

Dokumen terkait

Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat dan kasih-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat melakukan

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi-potensi yang ada pada Gunung Api Purba sebagai kawasan ekowisata dan mengeksplorasi, menganalisis serta memformulasikan

Didalam program tersebut mengacu pada kode barang, yang apabila user salah memasukkan kode tersebut otomatis barang yang akan diinput tidak dapat tampil. Jadi para user

Pengendalian internal atas persediaan bahan baku diharapkan dapat menciptakan aktivitas pengendalian terhadap perusahaan yang efektif dalam menentukan jumlah

Gambar 2 (a) menunjukkan pada konsentrasi IPK konstan (75%) perubahan waktu ekstrusi tidak merubah respon WHC karena adanya perubahan kadar air demikian pula

mempengaruhi aktivitas biologisnya atau distribusi polimorfnya." (Monograf IARC tentang evaluasi risiko bahan kimia karsinogenik terhadap manusia, Silika, debu silikat dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh penerapan model pembelajaran Student Teams Achievement Divisions ( STAD ) terhadap keaktifan dan hasil belajar