• Tidak ada hasil yang ditemukan

Application of Bacteria Lactobacillus plantarum 1B1 on the fermented sausage of Catfish (Pangasius sp.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Application of Bacteria Lactobacillus plantarum 1B1 on the fermented sausage of Catfish (Pangasius sp.)"

Copied!
291
0
0

Teks penuh

(1)

RITA MARSUCI HARMAIN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Aplikasi Bakteri

Lactobacillus plantarum 1B1 Pada Sosis Fermentasi Ikan Patin (Pangasius sp.) adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

(4)
(5)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang – Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah;

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(6)
(7)

the fermented sausage of Catfish (Pangasius sp.). Supervised by Linawati Hardjito and Winarti Zahiruddin.

(8)
(9)

fermentasi ikan patin (Pangasius sp.). Dibimbing oleh Linawati Hardjito dan Winarti Zahiruddin.

Produksi ikan patin (Pangasius sp.) pada tahun 2010 sebesar 273,554 ton, berpotensi sebagai komoditas ekspor. Salah satu diversifikasi produk olahan berbahan baku ikan patin yaitu produk sosis fermentasi menggunakan bakteri asam laktat L.plantarum 1B1. Penggunaan bakteri asam laktat L. plantarum berperan penting dalam pengawetan daging dan proses fermentasi. Fermentasi berperan dalam penurunan pH dan memproduksi bacteriocin yang dapat mencegah pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan.

Berdasarkan hal tersebut, tujuan umum penelitian adalah untuk membuat sosis fermentasi ikan patin. Tujuan khusus adalah mendapatkan formula terpilih untuk menghasilkan sosis fermentasi ikan patin yang dapat diterima konsumen dari segi sensori (rating intensitas dan hedonik), analisis mikrobiologi total koloni mikroba (Total Plate Count), bakteri asam laktat, Escherichia coli, Salmonella sp. kapang/khamir, Staphylococcus sp. dan analisis kimia (aw

Hipotesis penelitian ini adalah (1) formula berpengaruh terhadap sensori (rating intensitas dan hedonik) sosis fermentasi ikan patin, (2) lama penyimpanan berpengaruh terhadap sensori hedonik (tekstur, warna, aroma dan rasa), mikrobiologi dan kimia dari sosis fermentasi ikan patin formula terpilih, (3) fermentasi berpengaruh terhadap kandungan asam amino, asam amino bebas dan asam lemak dari sosis fermentasi ikan patin dengan waktu penyimpanan terpilih.

dan pH) selama waktu penyimpanan 16 hari serta analisis kandungan asam amino, asam amino bebas dan asam lemak dilakukan pada sosis fermentasi ikan patin dengan waktu penyimpanan terpilih.

Penelitian terbagi dalam dua tahap yaitu tahap pendahuluan meliputi preparasi ikan patin, kultur bakteri asam laktat L .plantarum dan penentuan formula bahan sosis A1, A2 dan A3

Penelitian dilakukan berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal dengan perlakuan waktu penyimpanan (hari ke-0, ke- 4, ke-8, ke-12 dan ke-16) pada suhu ruang. Uji sensori rating intensitas menggunakan Rancangan Blok Acak Lengkap (Randomized Complete Block Design) dan uji lanjutnya menggunakan uji Duncan. Uji sensori hedonik, menggunakan statistik non parametrik metode Kruskal Wallis. Data statistik diolah melalui progam SPSS 16,00.

dan pembuatan sosis fermentasi ikan patin. Tahap lanjutan meliputi reformulasi bahan sosis dan pembuatan sosis fermentasi ikan patin formula terpilih serta tahap penyimpanan sosis fermentasi ikan patin formula terpilih pada suhu ruang.

Analisis yang dilakukan terdiri atas uji proksimat, uji sensori (rating intensitas dan hedonik), uji mikrobiologi dan uji kimia. Analisis kimia meliputi asam amino, asam amino bebas dan asam lemak dilakukan pada sosis fermentasi ikan patin dengan waktu penyimpanan terpilih (hari ke-4).

(10)

fermentasi ikan patin yakni 10-6-10-9

Hasil analisis menunjukkan koloni bakteri asam laktat L. plantarum dengan waktu penyimpanan hari ke-4 adalah 8,8 x 10

CFU/mL. Hasil proksimat sosis ikan patin sesudah fermentasi yaitu kadar air 59,52%, kadar abu 1,7%, kadar lemak 0,8%, kadar protein 16,3% dan kadar karbohidrat 21,7%. Hasil analisis sensori rating intensitas dan hedonik sosis fermentasi ikan patin menunjukkan bahwa formula terpilih yaitu formula dengan pemakaian tepung tapioka 1,25%, Isolat Soy Protein (ISP) 0,1%, karagenan 2%, angkak 0,5% serta bakteri asam laktat L. plantarum sebanyak 10 mL dengan OD 1,5 pada 600 nm. Atribut sensori hedonik secara keseluruhan meliputi tekstur ,warna, aroma dan rasa adalah agak suka-netral dan telah memenuhi syarat sosis daging menurut SNI 01-3820-1995.

8

Hasil analisis kimia menunjukkan bahwa nilai pH sosis fermentasi ikan patin mengalami penurunan selama waktu penyimpanan yaitu 6,0 pada hari ke-0 menjadi 4,70 pada hari ke-16. Nilai a

CFU/gr. Koloni bakteri Escherichia coli, Staphylococcus sp. dan Salmonella sp. tidak ditemukan pada sosis fermentasi ikan patin formula terpilih selama penyimpanan hari ke-4, ke-8, ke-12 dan ke-16. Namun kapang/khamir ditemukan pada sosis fermentasi ikan patin dengan waktu penyimpanan hari ke-8 dan selanjutnya menurun jumlahnya hingga waktu penyimpanan hari ke-16.

w

Proses fermentasi berpengaruh terhadap kandungan asam amino, asam amino bebas dan asam lemak yang berperan dalam pembentukan senyawa flavor pada sosis fermentasi ikan patin formula terpilih. Bakteri asam laktat L. plantarum yang diaplikasikan pada sosis fermentasi ikan patin pada penyimpanan hari ke-4, merupakan produk sosis yang terbaik untuk dikonsumsi dan sebagai salah satu produk diversifikasi pangan berbahan baku ikan.

(11)
(12)
(13)

Rita Marsuci Harmain

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Hasil Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(14)
(15)

Nama : Rita Marsuci Harmain

NRP : C351070011

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Linawati Hardjito, M.Sc

Ketua Anggota

Ir. Winarti Zahiruddin, M.S

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Teknologi Hasil Perairan

Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc,Agr

(16)

sehingga tesis dengan judul aplikasi bakteri Lactobacillus plantarum 1B1 sosis fermentasi ikan patin (Pangasius sp.) telah diselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr.Ir Ruddy Suwandi, M.S, M.Phil selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan, Ibu Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si selaku Ketua Program Studi Pascasarjana Teknologi Hasil Perairan, Ibu Dr.Ir.Linawati Hardjito, M.Sc dan Ibu Ir. Winarti Zahiruddin, M.S selaku pembimbing I dan II yang telah memberikan arahan, bimbingan, saran dan motivasi kepada penulis, Ibu Dr.Ir.Lilis Nuraida, M.Sc selaku penguji atas pengetahuan yang diberikan dan masukan dalam tesis ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh staf pengajar, staf pegawai, staf laboratorium, dan staf perpustakaan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.

Terima kasih dan penghargaan kepada Bapak Rektor Universitas Negeri Gorontalo (UNG) Dr.Ir.Syamsu Qamar Badu, M.Si, seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Ilmu – Ilmu Pertanian UNG. Ucapan terima kasih juga yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua, mertua, suami, anak – anak, saudara dan seluruh keluarga Harmain-Camaru, keluarga Huntoyungo-Saripi atas atas bantuan moril dan materil, doa dan kesabarannya, sahabat, teman – teman yang tergabung dalam Ririungan Mahasiswa Gorontalo di Bogor (RMGB) atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan selama menempuh studi di IPB.

Penulis juga menyampaikan terima kasih dan kerjasama yang baik kepada Ibu Dr.Ir.Irma Isnafia Arief, M.Si, para staf pegawai dan laboratorium Produksi dan Mikrobiologi Ruminansia Besar dan Mikrobiologi Susu Departemen Produksi Ternak Fakultas Peternakan, IPB, mba Ari, pak Danu, Ibu Rubiah, Pak Sobirin, dan ibu Ani atas bantuan selama penelitian ini. Terima kasih kepada teman-teman Pascasarjana angkatan 2005 s/d 2010 atas dukungan dan kerjasamanya.

Semoga tesis ini dapat bermanfaat.

(17)

Harmain (Alm) dan ibu Hj. Ruba Camaru (Almh). Penulis adalah putri ketiga dari tiga bersaudara. Tahun 2003 penulis menikah dengan Ir. Sastri Huntoyungo dan dikaruniai dua orang putra, Fitran Huntoyungo dan Abdul Nabhan Rizqullah Huntoyungo.

Tahun 1993 penulis lulus dari SMA Negeri I Limboto Kabupaten Gorontalo, dan pada tahun yang sama diterima masuk di Universitas Sam Ratulangi (UNSRAT) di Manado melalui jalur UMPTN, dengan memilih Program Studi Ilmu Kelautan Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, UNSRAT.

(18)
(19)

Halaman

2.8 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroorganisme ...17

2.9 Sosis Fermentasi...18

2.10 Bahan Penyusun Sosis Fermentasi Ikan Patin ...21

2.10.1 Tepung tapioka ...22

2.10.8 Isolate Soy Protein (Isolat Protein Kedelai) ...28

(20)

3.3 Tahapan Penelitian ... 37

3.3.1 Tahap pendahuluan ... 37

3.3.2 Tahap lanjutan ... 42

3.4 Prosedur Analisis... 44

3.4.1 Analisis sensori ... 44

3.4.2 Analisis mikrobiologi (BAM 2009) ... 45

3.4.3 Analisis proksimat (AOAC 2005) ... 50

3.4.4 Analisis kimia ... 53

3.5 Rancangan dan Analisis Data ... 57

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 61

4.1 Penelitian Pendahuluan ... 61

4.1.1 Kultur starter bakteri asam laktat Lactobacillus plantarum ... 61

4.1.2 Pembuatan sosis fermentasi ikan patin dengan formula bahan A1, A2 dan A3 4.2 Penelitian Lanjutan ... 68

... 62

4.2.1 Pembuatan sosis fermentasi dengan reformulasi formula... bahan A1, A2 dan A3 4.2.2 Karakteristik sosis fermentasi ikan patin formula terpilih ... 69

... 69

4.2.3 Sosis fermentasi ikan patin formula terpilih selama penyimpanan suhu ruang ... 70

5. KESIMPULAN DAN SARAN... ..97

5.1 Simpulan ... ..97

5.2 Saran ... ..97

DAFTAR PUSTAKA ... ..99

LAMPIRAN ... 109

(21)

Halaman

1 Kandungan asam amino pada beberapa ikan air tawar ...7

2 Perbedaan antara genus dalam bakteri asam laktat ...11

3 Mikroba sebagai kultur starter pada proses pengolahan daging fermentasi ...19

4 Formula bahan sosis fermentasi daging sapi ...39

5 Formula bahan sosis fermentasi ikan patin...40

6 Hasil reformulasi bahan formula terpilih sosis fermentasi ikan patin ...42

7 Hasil analisis proksimat sosis ikan patin formula terpilih sebelum dan sesudah fermentasi ...38

8 Hasil pengamatan koloni bakteri Staphylococcus sp. pada sosis fermentasi ikan patin formula terpilih ...82

9 Hasil analisis kualitatif bakteri Salmonella sp. pada sosis fermentasi ikan patin formula terpilih selama penyimpanan 16 hari ...86

10 Hasil uji asam amino sosis fermentasi ikan patin formula terpilih sebelum dan sesudah fermentasi dari penyimpanan hari ke - 4 ...90

11 Hasil analisis kuantitatif amino bebas pada sosis fermentasi ikan patin formula terpilih pada penyimpanan hari ke - 4 ...93

(22)
(23)

Halaman 1 Morfologi ikan patin (Pangasius sp.)(http://images.google.co.id) ... 7 2 Jalur Embden-Meyerhof-Parnas pada bakteri asam laktat

homofermentatif dan heterofermentatif (Capliec & Fitzgerald 1999) ...11 3 Skema pembuatan sosis fermentasi kering (dry fermented sausage)

secara tradisional dari berbagai jenis sosis Jerman (Hammes et al. 2003) ...20 4 Struktur kimia pigmen dari kapang Monascus sp (Pattanagul et al. 2007). ..25 5 Angkak (beras merah cina) sebagai pewarna alami (Astawan 2008) ...25 6 Skema keseluruhan mekanisme turunan senyawa flavor selama

fermentasi sosis (Hammes et al. 2003) ...30 7 Diagram alir kultur starter bakteri asam laktat

(Adams & Moss 2008; Arief at al 2008) ...38 8 Proses pembuatan sosis fermentasi ikan patin formula terpilih ...41 9 Diagram alir sosis fermentasi ikan patin formula terpilih selama

penyimpanan suhu ruang ...43 10 Histogram nilai sensori rating intensitas sosis fermentasi ikan patin ...62 11 Histogram nilai sensori hedonik sosis fermentasi ikan patin

formula A1, A2 dan A3

12 Histogram sensori hedonik sosis fermentasi ikan patin formula terpilih ...69 ...67

13 Histogram sensori hedonik sosis fermentasi ikan patin formula terpilih selama 16 hari penyimpanan pada suhu ruang ...71 14 Pertumbuhan total koloni mikroba (TPC) selama 16 hari

penyimpanan sosis fermentasi ikan patin formula terpilih ...77 15 Jumlah koloni bakteri asam laktat L. plantarum 1B1 selama 16 hari

penyimpanan pada sosis fermentasi ikan patin formula terpilih...79 16 Pertumbuhan kapang/khamir sosis fermentasi ikan patin formula terpilih selama penyimpanan 16 hari ...85 17 Nilai pH pada sosis fermentasi ikan patin formula terpilih selama

(24)

19 Hasil analisis kualitatif asam amino bebas sosis fermentasi

(25)

Halaman 1 Lembar kerja uji rating intensitas sosis fermentasi ikan patin... 109 2 Lembar kerja uji hedonik secara keseluruhan sosis fermentasi ikan patin .. 110 3 Lembar kerja uji hedonik meliputi tekstur, warna, aroma dan rasa

sosis fermentasi ikan patin... 111 4 Komposisi media Plate Count Agar (PCA) ... 112 5 Komposisi media de Man Rogosa Sharpe (MRS) Agar ... 112 6 Komposisi media Lauryl Sulfate Tryptose Broth (LSTB) ... 112 7 Komposisi media Escherichia coli Broth (ECB) ... 113 8 Komposisi media Levine-Eosin Methylene Blue (L-EMB) Agar ... ..113 9 Komposisi media Lactose Broth (LB) ... 113 10 Komposisi media Rappaport-Vassiliadis (RV) ... 114 11 Komposisi media Tetrathionate (TT) Broth ... 114 12 Komposisi media Bismuth Sulfite (BS) Agar ... 114 13 Komposisi media Xylose Lysine Desoxycholate (XLD) Agar

dan komposisi media Hectoen Enteric (HE) Agar ... 115 14 Komposisi media Triple Sugar Iron (TSI) Agar ... 116 15 Komposisi media Lysine Iron Agar (LIA) ... 116 16 Komposisi media Baird Parker Agar (BPA) ... .116 17 Komposisi Egg-yolk Tellurite Emulsion 20% (steril) ... 117 18 Komposisi media Potato Dextros Agar (PDA)... 117 19 Kultur starter bakteri asam laktat L. plantarum pada pembuatan sosis

fermentasi ikan patin ... 117 20 Persyaratan mutu sosis daging menurut SNI 01-3820-199 ... 118

21 Hasil analisis ragam hedonik tekstur sosis fermentasi ikan patin

terpilih selama 16 hari penyimpanan dan uji lanjut Duncan ... 119 22 Hasil analisis ragam rating intensitas warna dan uji lanjut Duncan sosis

fermentasi ikan patin………....119 23 Hasil analisis ragam uji hedonik rasa sosis fermentasi ikan patin

(26)

25 Hasil analisis ragam bakteri asam laktat L. plantarum sosis fermentasi ikan patin terpilih selama 16 hari penyimpanan suhu ruang

dan uji lanjut Duncan ... 121 26 Pertumbuhan bakteri Staphylococcus sp. pada media BPA ... 121 27 Pertumbuhan bakteri Salmonella sp. pada media XLD Agar,

BS Agar dan HE Agar (negatif)……….122 28 Pertumbuhan bakteri Salmonella sp. pada media TSI Agar ... 122 Dan LIA (negatif)... 122 29 Hasil analisis ragam kapang/khamir sosis fermentasi ikan patin

16 hari penyimpanan dan uji lanjut Duncan ... 122 26 Hasil analisis ragam uji hedonik rasa sosis fermentasi ikan patin 16 hari

(27)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai negara bahari memiliki luas lahan untuk akuakultur sebesar 28,5 juta hektar. Salah satu komoditas akuakultur di Indonesia adalah ikan patin (Pangasius sp.), dengan produksi pada tahun 2010 sebesar 273,554 ton (KKP 2011). Menurut Hutagalung (2009) ikan patin merupakan komoditas yang prospektif untuk dikembangkan dan berpotensi sebagai komoditas ekspor.

Ikan patin sebagai sumber pangan berprotein juga mengandung asam amino, asam lemak, vitamin dan mineral, dapat dikonsumsi dalam bentuk segar. Namun produk yang diolah dalam bentuk segar berbahan baku ikan, mudah mengalami pembusukan (perishable food). Salah satu teknologi pengolahan yang dilakukan adalah mengubah daging yang mudah rusak menjadi produk yang memiliki masa simpan yang lebih lama dari produk olahan daging segar biasa, lebih aman dan menghasilkan karakteristik sensori yang khas, yaitu melalui produk fermentasi daging.

Sosis fermentasi berupa daging mentah yang dimasukkan ke dalam casing, ditambahkan kultur starter bakteri asam laktat dari genus Lactobacillus dan

Pediococcus, serta dilakukan proses fermentasi dan pematangan (Leroy et al.

2006). Produk sosis fermentasi ini dikenal dengan nama dry sausage atau semi dry sausage yang biasanya terdapat di Italia, Jerman, Perancis, Spanyol, Netherland dan Scandinavia dan jarang ditemukan di pasaran Indonesia. Umumnya jenis yang dipasarkan di Indonesia adalah sosis emulsi segar (fresh sausage) tanpa melalui proses fermentasi, terbuat dari olahan daging sapi dan ayam (Anonim 2007).

Sosis fermentasi yang memanfaatkan bakteri asam laktat digunakan untuk menghasilkan produk yang dapat meningkatkan keamanan pangan. Rantsiou et al.

(28)

dan sayuran disebabkan mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan pembusukan makanan.

Produk sosis fermentasi salah satunya menggunakan bahan Nitrat Poelken Salts (NPS). Norman (1988) diacu dalam Husni et al. (2007) mengatakan bahwa penggunaan NPS pada produk sosis fermentasi dapat bersifat sebagai pengawet, pewarna sosis dan mencegah pertumbuhan mikroba. Namun penggunaan NPS ini bila berikatan dengan asam amino dan amida yang terdapat pada protein daging, dapat membentuk nitrosamin yaitu senyawa yang bersifat toksis.

Penggunaan nitrat dan nitrit pada makanan mulai dibatasi sejak diperoleh senyawa N-nitrosamin pada tahun 1950, dimana senyawa tersebut terbentuk dari reaksi nitrit dengan senyawa amin sekunder, khususnya pada pH rendah yang bersifat karsinogenik (Adams & Moss 2008). Hal ini didukung oleh Peters et al.

(1994) dan Pattanagul et al. (2007) yang mengemukakan bahwa sejak tahun 1970 penggunaan nitrat dan nitrit sebagai pewarna dan pengawet mulai dibatasi. Hal ini berkaitan dengan timbulnya penyakit leukemia dan kanker otak yang berdasarkan studi epidemiologi pada tahun 1990 akibat penggunaan makanan yang mengandung nitrit yang menjadi konsumsi harian.

Angkak atau beras merah cina adalah pewarna pada makanan sebagai pengganti nitrit. Pattanagul et al. (2007) melaporkan bahwa angkak adalah produk hasil fermentasi kapang Monascus spp, yang digunakan sebagai pewarna alami yang digunakan pada ikan, keju cina, anggur merah dan sosis. Kapang Monascus

spp menghasilkan pigmen merah monascorubramine (C23H27NO4) dan

rubropuntamine (C21H23NO4

(29)

starter apabila telah mencapai jumlah koloni bakteri 107-108

Pembuatan produk olahan sosis fermentasi ikan patin perlu dilakukan dengan aplikasi bakteri asam laktat dari spesies Lactobacillus plantarum sebagai salah satu diversifikasi produk berbahan baku ikan.

CFU/mL (Ishibashi & Shimamura (1993) ; Rebucci et al. (2007) ; Adams & Moss (2008).

1.2 Perumusan Masalah

Konsumsi ikan nasional di Indonesia tahun 2009 yaitu 30,17 kg/perkapita. Hal ini belum memenuhi target konsumsi ikan menurut pola pangan harapan yaitu 31,40 kg/perkapita (KKP 2010). Diversifikasi pangan berbahan baku ikan perlu dilakukan untuk memenuhi target tersebut.

Produk diversifikasi pangan salah satunya adalah produk olahan sosis fermentasi ikan patin. Produk sosis yang berkembang saat ini lebih didominasi oleh produk sosis berbahan baku ayam dan sapi. Selain itu, sosis segar yang dikonsumsi di pasaran umumnya menggunakan nitrit atau NPS sebagai pengawet dan penstabil warna yang berpengaruh negatif pada kesehatan. Coughlin (2006) menyatakan bahwa menurut International Agency for Research on Cancer

(IARC), penggunaan nitrat atau nitrit yang menghasilkan nitrosasi endogen (endogenous nitrosation) dapat bersifat karsinogenik pada manusia. Berdasarkan hal tersebut, maka pada sosis fermentasi berbahan baku ikan patin ini digunakan pewarna alami berupa angkak, sehingga dihasilkan sosis yang bermanfaat bagi kesehatan dan aman dikonsumsi.

Bakteri asam laktat paling banyak diaplikasikan pada produk yoghurt, daging, sereal dan produk nabati. Namun fermentasi dengan menggunakan bakteri asam laktat pada produk olahan ikan dalam bentuk sosis, masih belum banyak dikenal di masyarakat. Sampai saat ini produk fermentasi berbahan baku ikan yang dikenal di masyarakat adalah terasi, kecap ikan, ikan peda dan bekasam.

(30)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk membuat sosis fermentasi ikan patin formula terpilih.

Tujuan khusus penelitian ini adalah :

Mendapatkan formula terpilih untuk menghasilkan sosis fermentasi ikan patin yang dapat diterima konsumen dari segi sensori (rating intensitas dan hedonik) ; melakukan analisis sensori hedonik (kesukaan), analisis mikrobiologi (total koloni mikroba (Total Plate Count), bakteri asam laktat L. plantarum 1B1,

Escherichia coli, Staphylococcus sp., Salmonella sp., kapang/khamir) dan analisis kimia (pH dan aw

1.4 Manfaat Penelitian

) dari sosis fermentasi ikan patin formula terpilih selama waktu penyimpanan ; menganalisis kandungan asam amino, asam amino bebas dan asam lemak dari sosis fermentasi ikan patin dengan waktu penyimpanan terpilih.

Memberikan informasi produk olahan fermentasi hasil perikanan berupa sosis fermentasi ikan patin sebagai salah satu produk diversifikasi.

1.5 Hipotesis

a) Formula berpengaruh terhadap sensori (rating intensitas dan hedonik) sosis fermentasi ikan patin.

b) Lama penyimpanan berpengaruh terhadap sensori hedonik (tekstur, warna, aroma dan rasa), mikrobiologi dan kimia dari sosis fermentasi ikan patin formula terpilih.

(31)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Patin (Pangasius sp.)

Ikan patin memiliki bentuk tubuh memanjang dengan dominan warna putih berkilauan seperti perak dan punggung berwarna kebiru – biruan. Panjang tubuh ikan patin dewasa dapat mencapai 120 cm dan tidak bersisik. Kepala relatif kecil dengan mulut terletak di ujung kepala sebelah bawah. Pada sudut mulut terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai alat peraba saat berenang ataupun mencari makan (Khairuman & Sudenda 2009).

Klasifikasi ikan patin menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia

Phyllum : Chordata Sub Phyllum : Vertebrata Kelas : Pisces Sub Kelas : Teleostei Ordo : Ostariophysi Sub Ordo : Siluroidea Famili : Pangasidae Genus : Pangasius Spesies : Pangasius sp.

Ikan patin di alam bebas biasanya selalu bersembunyi di dalam liang – liang di tepi sungai dan keluar pada malam hari sesuai dengan sifat hidupnya yang

nocturnal. Ikan patin tergolong ikan demersal yang dibuktikan dengan bentuk mulut yang melebar dan termasuk omnivora (Khairuman & Sudenda 2009). Morfologi ikan patin dapat dilihat pada Gambar 1.

(32)

Komposisi kimia ikan bervariasi tergantung dari spesies, jenis kelamin, umur, musim penangkapan, kondisi ikan dan habitat. Komposisi kimia ikan patin per 100 g daging ikan yaitu terdiri dari air sebanyak 74,4 %, protein 17%, lemak 6,6% dan abu 0,9%. Dilihat dari kandungan komposisi protein dan lemaknya, ikan patin tergolong ikan berprotein tinggi dan berlemak sedang (KEMENKES RI 2001). Bobot ikan patin yang disiangi sebesar 79,7% dari bobot awal dan berat

fillet sekitar 61,7% dari bobot ikan patin (Khairuman & Sudenda 2009).

2.2 Protein dan Asam Amino Pada Ikan

Protein pada daging ikan dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu protein sarkoplasma, protein myofibril dan protein stroma. Protein myofibril adalah protein yang terdapat pada benang daging (myofibril dan myofilamen). Protein ini termasuk tipe protein globulin, seperti myosin, aktin dan tropomyosin, dan berperan penting pada kontraksi dan relaksasi daging ikan. (Xiong 1997). Park (2005) mengemukakan bahwa protein myofibril sangat berperan dalam penggumpalan dan pembentukan gel pada daging ikan yang diolah. Menurut Samejima et al. (1981) myosin memiliki kemampuan mempengaruhi gelasi akibat pemanasan. Sano et al. (1988) mengatakan bahwa ada dua tahap gelasi myosin selama pemanasan yaitu tahap pertama terjadi pada suhu 4-41 oC dan tahap kedua terjadi pada suhu 51-80 o

Pada daging lumat dilakukan pencucian yang merupakan tahap penting untuk menghilangkan protein larut air yakni protein sarkoplasma yang dapat mempengaruhi kemampuan pembentukan gel. Protein sarkoplasma akan menganggu cross-linking myosin selama pembentukan matriks gel sebab protein ini tidak dapat membentuk gel dan memiliki kapasitas pengikatan yang rendah (Hall & Ahmad 1992).

C.

(33)

Mutu surimi yang berasal dari ikan air tawar lebih baik daripada surimi yang berasal dari ikan laut. Hal ini disebabkan kandungan daging berwarna gelap di dalam ikan laut lebih banyak. Daging ikan yang berwarna gelap sangat rentan kestabilan mutunya karena tingginya kandungan histidin yang dengan cepat dapat berubah menjadi histamin setelah ikan mati. Selain itu di dalam daging berwarna gelap banyak terdapat hemoglobin dan myoglobin yang dapat mempengaruhi kualitas mutu surimi yang dihasilkan (Suzuki 1981).

Protein pada daging ikan cukup tinggi yakni mencapai 20% dan tersusun atas sejumlah asam amino esensial maupun non esensial (Adawyah 2008). Asam amino esensial terdiri dari leusin, isoleusin, valin, triptofan, fenilalanin, metionin, treonin, lisin dan histidin. Sedangkan asam amino tidak esensial yakni glutamat, alanin, aspartat dan glutamin. Asam amino non esensial tidak bersyarat yaitu prolin, serin, arginin, tirosin, sistein, trionin dan glisin. Dikatakan asam amino

esensial tidak bersyarat karena asam amino ini diperlukan dalam makanan sehari – hari, kecuali bila prekusornya berada dalam jumlah banyak dalam tubuh sehingga memungkinkan sintesisnya pada saat dibutuhkan (Almatsier 2006). Komposisi asam amino pada beberapa ikan tawar dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Kandungan asam amino pada beberapa ikan air tawar

(34)

2.3 Asam Amino Bebas

Asam amino bebas memproduksi senyawa volatil yang berperan dalam karakteristik flavor pada dry sausage. Toldra (2006) mengemukakan bahwa selama proses ripening, aktivitas enzim endopeptidase (catepcin) terlibat dalam pemecahan sarkoplasma dan protein myofibril, sedangkan exopeptidase (di dan tri-peptidyl peptidase, amino peptidase) melakukan degradasi protein yang umumnya menghasilkan peptida dan asam amino bebas. Cordoba et al. (1994) dan Martuscelli et al. (2009) mengatakan bahwa dari sudut pandang sensori, asam amino bebas berpengaruh terhadap rasa produk daging yang telah matang, sebab senyawa tersebut bertindak sebagai prekusor yang berkontribusi terhadap pembentukan rasa asam, manis dan pahit.

Martuscelli et al. (2009) mengatakan bahwa asam amino bebas utama yang merupakan hasil dari proses curing diantaranya adalah alanin, leusin, valin, arginin, lisin, glutamin dan asam aspartat. Nilai asam amino bebas tergantung pada aktivitas aminopeptidase dan tipe dari produk daging. Senyawa ini tidak hanya langsung berhubungan dengan atribut karakteristik flavor dan rasa pada produk daging, tetapi juga sebagai prekusor flavor yang terlarut dalam air.

2.4 Asam Lemak

Asam lemak adalah senyaw dengan merupakan bahan baku untuk semua lipida pada makhluk hidup. Asam lemak bisa berbentuk bebas (lemak yang terhidrolisis) maupun terikat sebagai Asam lemak terdiri dari asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Asam lemak jenuh memilik sedangkan asam lemak tak jenuh memiliki paling sedikit sat antara atom karbon penyusunny

(35)

palmitat adalah (CH3(CH2)14COOH). Asam palmitat merupakan produk awal dalam proses biosintesis asam lemak

Asam lemak oleat tersusun dari 18 atom C dengan satu ikatan rangkap di antara atom C ke-9 dan ke-10, rumus kimia CH3(CH2)7CHCH(CH2)7)COOH, dihasilkan dari fraksinasi asam lemak yang diperoleh dari proses pengubahan minyak menjadi asam lemak. Dalam hal ini proses yang digunakan adalah proses hidrolisa. Asam Oleat dapat juga dihasilkan dari fraksinasi asam lemak yang diperoleh dari hidrolisis lemak. Asam oleat mudah terhidrogenisasi, bersifat hidrolisis dan memiliki aroma yang khas. Sedangkan asam linoleat adalah asam lemak tak jenuh omega-6. secara fisiologis disebut 18:2 (n-6). Secara kimiawi asam linoleat adalah asam yang berantai karbon 18 pada rantai karbon dan 2 cis ikatan rangkap. Rumus Kimia Asam Linoleat : C18H32O2

Mikroba yang terdapat pada bahan pangan berlemak termasuk jenis mikroba non patogen. Bahan pangan yang mengalami perubahan dengan menghasilkan citarasa tidak enak, disebabkan mikroba tersebut menghasilkan enzim yang dapat memecahkan protein dalam bahan pangan berlemak, seperti senyawa indol, skatol, hydrogen sulfit, metilamin dan ammonia. Selain itu pada bahan pangan tersebut juga dapat mengalami perubahan warna (discoloration) (Ketaren 2005).

Sosis fermentasi umumnya mengandung lemak tinggi sekitar 50% dari bahan kering. Beberapa produk sosis fermentasi lainnya mempunyai kandungan lemak yang rendah yaitu sekitar 5%. Penggunaan lemak yang berasal dari pangan hewani dan nabati pada sosis fermentasi sebaiknya masih dalam keadaan segar, sebab bila terjadi proses oksidasi akan sangat mempengaruhi masa simpan dan menyebabkan ketengikan awal pada produk berbahan lemak tersebut apabila tidak dalam keadaan segar (Hammes et al. 2003).

(36)

lemak jenuh yang menyusun trigliserida minyak jagung adalah asam palmitat dan asam stearat yakni sekitar 13% (Ketaren 2005).

Asam lemak tidak jenuh seperti minyak jagung mudah mengalami oksidasi. Menurut Gordon (2001) asam lemak tidak jenuh sangat berpotensi mengalami dekomposisi secara autooksidasi (Gordon 2001). Zhang et al. (2010) mengatakan bahwa oksidasi lemak pada produk daging merupakan reaksi yang memperburuk flavor, warna, tekstur dan nilai nutrisi pada produk tersebut. Salah satu cara mengantisipasi hal tersebut adalah pemakaian bumbu yang mengandung antioksidan untuk memperlambat oksidasi lemak.

2.5 Bakteri Asam Laktat

Bakteri asam laktat terdiri dari genus Lactobacillus, Leuconostoc, Pediococcus dan Streptococcus. Bakteri tersebut termasuk bakteri Gram positif, tidak berspora, anaerobik, bentuk coccus (bulat) dan basil (batang) serta umumnya menghasilkan asam laktat selama fermentasi karbohidrat, dapat berasosiasi dengan bakteri lain pada makanan dan makanan fermentasi, termasuk dengan bakteri lain yang menempel pada permukaan mukosa di tubuh manusia dan hewan (Axelsson 2004).

(37)

Jalur Embden–Meyerhof–Parnas pada bakteri asam laktat homofermentatif dan heterofermentatif ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2 Jalur Embden–Meyerhof–Parnas pada bakteri asam laktat

homofermentatif dan heterofermentatif (Caplice & Fitzgerald 1999).

Bakteri asam laktat digolongkan berdasarkan fermentasi yang dilakukan terdiri dari homofermentatif dan heterofermentatif. Perbedaan genus pada beberapa bakteri asam laktat dikaitkan dengan sifat fermentasinya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Perbedaan antara genus dalam bakteri asam laktat

Genus Bentuk sel Fermentasi

Streptococcus Leuconostoc Pediococcus Lactobacillus Enterococcus Lactococcus

bulat berantai bulat berantai bulatdalam empat

batang berantai batang berantai bulat berantai bulat berantai

homofermentatif heterofermentatif

homofermentatif homofermentatif heterofermentatif

(38)

Bakteri asam laktat dikenal sebagai bakteri yang aman untuk pangan (Generally Recognised As Safe (GRAS)) dan banyak dimanfaatkan sebagai kultur starter pada produk pangan fermentasi, salah satunya pada produk fermentasi daging. Bakteri ini berperan penting sebagai pengawet juga berkemampuan membentuk produk yang bercitarasa khas (Hammes et al. 2003).

Hasil penelitian Todorov et al. (2007) melaporkan bahwa bakteri asam laktat L. plantarum dapat digunakan sebagai kultur starter untuk pembuatan sosis fermentasi daging dengan jumlah koloni bakteri 106 CFU/mL. Selanjutnya dikatakan bahwa kultur starter selain dari genus Lactobacillus, juga dapat berasal dari genus Pediococcus, Leuconostoc dan Carnobacterium yang bersifat sebagai bakteriosinogenik. Hal ini didukung penelitian sebelumnya oleh Ishibashi dan Shimamura (1993) diacu dalam Rebucci et al. (2007) yang mengatakan bahwa bakteri asam laktat yang digunakan pada produk daging akan dapat menghambat bakteri patogen dengan jumlah koloni bakteri ±107

Molin (2003) di Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology

mendeskripsikan bakteri L. plantarum berbentuk batang, tumbuh pada suhu 15 CFU/g atau /mL.

o C sampai pada 45oC, dinding sel mengandung asam teikoat, peptidoglikan tipe m-diaminopalemik, isomer dari asam laktat (DL asam laktat). Bakteri L. plantarum

tidak mampu memproduksi NH3

Menurut Hamm et al. (2008) bakteri L. plantarum berbentuk basil (batang) pendek, Gram positif, katalase negatif, tidak membentuk spora, tidak membentuk sitokrom, aerotoleran, anaerobik, membutuhkan nutrisi yang kompleks (asam amino, vitamin B

dari arginin serta memanfaatkan pentosa melalui induksi dari fosfoketolase. Beberapa jenis strain bakteri L. plantarum yang berbeda, berkemampuan untuk memfermentasi karbohidrat yang berbeda pula.

1, B2, B12, biotin, purin dan pirimidin. Selain itu tergolong homofermentatif dengan memproduksi utama asam laktat (>85% dari glukosa), tidak menghasilkan gas dari glukosa, mempunyai enzim aldolase, tidak mempunyai fosfoketolase, mampu tumbuh pada suhu minimum 15oC, maksimum 45oC dan optimum 37oC (Hamm et al. 2008). Menurut Molin et al. (2003) bakteri

(39)

pentose dengan memproduksi ± 1 mol laktat, asetat dan CO2

Vries et al. (2006) mengemukakan bahwa beberapa spesies Lactobacillus

yang digunakan pada fermentasi pangan, dapat hidup dalam usus manusia, termasuk bakteri asam laktat spesies L. crispatus, L. gasseri dan L. plantarum. Bakteri L. plantarum mampu hidup pada saluran pencernaan manusia (GI-tract). Misalnya L. plantarum strain WCFSI. Pada beberapa strain L. plantarum dapat berfungsi sebagai probiotik, misalnya pada produk yang sudah dikomersilkan dalam bentuk kapsul (IFlora Acidophilus Formula, Probiotic Eleven), minuman (Proviva, Lactovitale), dan powder/gel (Probios).

/mol pentosa, namun juga memanfaatkan beberapa asam organik seperti malat, tartarat dan asam sitrat.

Menurut World Health Organization, probiotik merupakan mikroorganisme hidup yang apabila dikonsumsi dapat memberikan manfaat pada inang (host). Salah satu syarat mikroorganisme dikatakan memiliki fungsi probiotik apabila berkelangsungan hidup pada saluran pencernaan dan aman dikonsumsi (Gilliland, Morelli & Reid 2001 diacu dalam Vries et al. (2006).

Molenaar et al. (2005) mengemukakan bahwa bakteri L. plantarum memiliki strain yang berbeda, namun mampu menghasilkan antimikroba plantaricin, non-ribosom peptida atau exopolysakarida yang dapat dideteksi melalui DNA-mikro-array. Misalnya deteksi dengan membandingkan 20 strain L. plantarum yang menunjukkan ada dan tidak terdapatnya DNA yang berbeda.

Saisithi et al. (1986) diacu dalam Riebroy et al. (2008) mengemukakan bahwa bakteri asam laktat L .plantarum selain L. brevis, L. fermentum dan

Pediococcus pentosaceus berperan dalam menghambat pertumbuhan bakteri

Listeria monocytogenese dan E.coli O157:H7, sebab menghasilkan senyawa antimikroba bacteriocin.

Bakteri L. plantarum strain 299 (DSM 6595) and 299v (DSM 9843) dapat hidup pada mukosa saluran pencernaan, yang diperlihatkan secara in vitro

memiliki aktivitas antimikroba, berpotensi menghambat pertumbuhan bakteri

Listeria monocytogenes, Bacillus cereus, E. coli, Yersinia enterocolitica, Citrobacter freundii, Enterobacter cloacae dan Enterococcus faecalis.

(40)

pertumbuhan bakteri Gram negatif atau bakteri yang termasuk pada kelompok

Enterobacteriaceae (Vuyst & Vandamme 1994 & Charlier et al. (2009). Hasil penelitian Todorrov et al. (2010) melaporkan bakteri L. plantarum menghasilkan

bacteriocin bacST202Ch dan bacST216Ch yang diisolasi dari sosis fermentasi Beloura and Chouriço yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk pada daging berupa bakteri Gram positif dan Gram negatif.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Vuyst dan Leroy (2007) melaporkan bahwa bacteriocin adalah antimikroba berupa peptida atau protein yang dihasilkan dari bakteri asam laktat yang memiliki kemampuan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan pada beberapa bakteri. Dalam hal ini termasuk menghambat mikroba pembusuk seperti Listeria monocytogenes dan mikroba patogen seperti S. aureus, E. coli dan Salmonella sp. Selanjutnya dikatakan bahwa bacteriocin terdiri atas tiga klasifikasi yaitu: kelas I berupa lantibiotik, berukuran kecil (<5kDa), peptida mengandung asam amino lantionin, a-methyl lantionin, dehydroalanin dan dehydrobutyrin ; kelas II berukuran kecil (<10 kDa), stabil terhadap panas, non-lantionin, mengandung peptida, pada kelas IIa termasuk

pediocin-bacteriocin aktif, kelas IIb memiliki dua-peptida bacteriocin dan kelas IIc bacteriocin berbentuk bulat; kelas III berukuran besar (>30 kDa), labil terhadap panas, proteolitik, hidrolase murein. Sebagian besar kelas I dan II merupakan bacteriocin yang aktif berukuran nano yang menyebabkan permeabilisasi membran yang mengarah pada disipasi membran potensial dan kebocoran ion, ATP dan molekul penting lainnya.

Srionnual et al. (2007) mengatakan bahwa bacteriocin yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat berasal dari genus Lactobacillus, Enterococcus dan

Leuconostoc. Bakteri asam laktat L. plantarum strain tertentu dapat menghasilkan antimikroba bacteriocin yaitu plantaricin AS EF dan plantaricin JK.

Rantsiou et al. (2005) mengemukakan bahwa bakteri asam laktat berperan sebagai bioproteksi dan biopreservasi yang dapat meningkatkan keamanan pada sosis fermentasi daging sebab menghasilkan antimikroba bacteriocin. Hal ini didukung oleh Khan et al. (2010) yang mengemukakan bahwa bacteriocin

(41)

Espinoza dan Navarro (2008) mengemukakan bahwa bakteri asam laktat

L.plantarum selain memanfaatkan karbohidrat untuk melakukan fermentasi, juga memanfaatkan asam amino esensial dan vitamin untuk pertumbuhannya. Rowan

et al. (1998) diacu dalam Visessanguan et al. (2006) menyatakan bahwa hasil metabolism fermentasi bakteri asam laktat ditandai dengan menurunnya pH, disebabkan oleh senyawa rantai pendek asam organik, karbondioksida, hidrogen peroksida, diasetil yang berfungsi sebagai senyawa antimikroba.

2.6 Bakteri Patogen

Even et al. (2010) mengemukakan bahwa Staphylococci yang terdiri dari 41 jenis, dikelompokkan ke dalam grup Positif (CPS) dan Koagulase-Negatif (CNS). Salah satu grup CPS adalah bakteri Staphylococcus aureus, bersifat patogen pada manusia dan menyebabkan terjadinya berbagai penyakit terutama keracunan makanan yang terkontaminasi oleh bakteri ini, sebab bakteri tersebut akan memproduksi Staphylococcal Enterotoksin (SEs) yang mencemari bahan makanan. Charlier et al. (2009) mengemukakan bahwa bakteri S. aureus

dapat tumbuh pada kisaran pH 4,6-10 dengan pertumbuhan optimum pada pH netral yaitu 6-7. Bakteri ini dapat tumbuh pada kisaran nilai aw 0,83-0,99 dan tumbuh optimum pada aw

Sosis fermentasi dapat terkontaminasi dengan bakteri Staphylococcus aureus, misalnya pada jenis salami Genoa, dry sausage dan semi dry sausage. Kaban dan Kaya (2006) dikemukakan bahwa bakteri S. aureus memiliki toleransi hidup pada sosis fermentasi yang mengandung garam dan nitrat serta mampu tumbuh pada kondisi anaerobik. Pada kondisi demikian, bakteri tersebut dapat tumbuh dan memproduksi toksin pada makanan, sehingga terjadi keracunan makanan.

0,99.

Sinergisme asam organik tertentu misalnya asam asetat dan asam laktat yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat akan menghambat pertumbuhan bakteri

(42)

2.7 Kapang/Khamir

Kapang/khamir merupakan salah satu mikroorganisme yang dipengaruhi oleh beberapa faktor pertumbuhan. Menurut Syarief dan Halid (1993) faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kapang/khamir adalah aktivitas air (aw), suhu penyimpanan dan suhu pengolahan, ketersediaan oksigen, pH dan kandungan zat gizi bahan pangan. Khamir pada umumnya menyukai bahan pangan yang mempunyai kisaran aw

Kapang/khamir dapat tumbuh pada sosis fermentasi selama penyimpanan. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Yin et al. (2002) dan Hu et al. (2008) yang melaporkan bahwa kapang/khamir ditemukan pada sosis fermentasi ikan mackerel dan silver carp selama penyimpanan.

0,87-0,91, bahan pangan berkadar gula 65% atau mengandung 15% NaCl.

Mikroflora biasanya yang mendominasi pada produk fermentasi daging adalah jenis khamir dari genus Saccharomyces, Hansenula, Candida, Torulopsis,

Debaryomyces, Pichia, Kluyveromyces dan Cryptococcus. Khamir berkemampuan untuk tumbuh pada aw

Hasil penelitian sebelumnya oleh Abunyewa et al. (2000) melaporkan bahwa jenis khamir yang terdapat pada sosis kering (salami) adalah Candida parapsilosis, C. tropicalis, Debaryomyces hansenii, Rhodotorula mucilaginosa, Yarrowia lipolytica, Cryptococcus albidus dan Crypt. Neoformans ditemukan selama proses pembuatan dan pematangan.

yang rendah pada konsentrasi gula dan garam yang tinggi, misalnya strain dari Hansenula anomala dan Debaryomyces hansenii yang diisolasi dari produk daging asin dan sosis fermentasi ( Adams & Moss 2008).

(43)

histamin. Kandungan histamin pada sosis fermentasi belum diatur dengan Standar Internasional (Pais et al. 1999 & Abunyewa et al. 2000).

Keberadaan khamir yang melebihi 2x105

2.8 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroorganisme

cfu/g (overgrowth) pada produk sosis fermentasi, apabila dikonsumsi manusia dapat menimbulkan alergi, asma, mudah lelah, berkurangnya daya ingat, gangguan pencernaan, diare, konstipasi dan kembung (Abbas et al. 2000). Hal ini disebabkan tidak ada keseimbangan antara bakteri di usus dan khamir (terjadi disbiosis), yang mengakibatkan kemampuan penyerapan zat pada usus terganggu. Komponen berbobot molekul besar yang harusnya tinggal dalam usus menjadi masuk kedalam dinding usus tanpa hambatan. Potongan molekul yang besar ini dianggap sebagai antigen (benda asing) oleh tubuh sehingga tubuh memproduksi suatu reaksi pertahanan yang dikatakan sebagai reaksi alergi (Williamson 1998).

Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme adalah pH, aw, suhu, suplai makanan, dan ketersediaan oksigen. Mikroorganisme membutuhkan suplai makanan yang akan menjadi sumber energi dan unsur lainnya seperti karbon, nitrogen, hidrogen, oksigen, sulfur, fosfor, magnesium, zat besi untuk pertumbuhan sel. Karbon dapat diperoleh dari jenis gula karbohidrat sederhana seperti glukosa. Kebutuhan nitrogen dapat diperoleh dari sumber anorganik seperti (NH4)2SO4 atau NaNO3

Mikroba lebih banyak membutuhkan air yaitu sekitar 70-80% untuk beraktivitas. Air yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dapat diperoleh melalui a

atau sumber organik seperti asam amino dan protein (Buckle et al. 2009).

w (water activity), yaitu rasio antara tekanan uap air dalam larutan disekitar mikroorganisme (kelembaban relatif tertentu) dengan tekanan uap air murni (Bamforth 2005). Buckle et al. (2009) mengemukakan bahwa aw

Fermentasi salah satunya berfungsi untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan.Menurut Hammes et al. (2003) penghambatan oleh bakteri asam laktat terhadap bakteri lain, ditandai dengan pertumbuhannya melalui aktivitas air (a

adalah jumlah air yang terdapat dalam bahan pangan atau larutan. Jenis mikroba yang berbeda membutuhkan jumlah air yang berbeda pula untuk pertumbuhannya.

(44)

0,85-0,95 dan kisaran nilai pH yaitu 4,7-5,6. Hasil penelitian Spaziani et al. (2008) melaporkan bahwa pada sosis fermentasi yang melibatkan bakteri asam laktat, nilai aw

Mikroorganisme umumnya tumbuh pada pH sekitar 5,0-8,0 dan hanya beberapa mikroorganisme jenis tertentu yang ditemukan pada bahan pangan yang hidup pada pH rendah. Bakteri yang tidak tahan asam seperti bakteri proteolitik, Gram negatif bentuk batang tidak dapat tumbuh pada bahan pangan yang bersifat asam. Bakteri yang tahan asam dari golongan Lactobacillus dan Streptococcus

berperan sangat penting dalam fermentasi produk (Buckle et al. 2009). Hasil penelitian Todorov et al. (2007) melaporkan bahwa pada produk salami (sosis fermentasi daging) dengan aplikasi kultur starter L. plantarum, mengalami penurunan pH dengan kisaran 4,4-4,5.

menurun dengan kisaran 0,87-0,88 yang diamati selama produksi tahun 2006 s/d 2007.

Vuyst et al. (2008) mengemukakan bahwa produk fermentasi daging dengan bakteri tertentu yang menghambat pertumbuhan bakteri patogen, ditandai dengan menurunnya nilai pH akibat keasaman dan rendahnya nilai aw

2.9 Sosis Fermentasi

. Menurut Bamforth (2005) untuk dapat mencegah pertumbuhan bakteri patogen salah satu syarat adalah dengan menurunnya nilai pH harus dibawah 5,8. Hal ini sejalan dengan laporan Riebroy et al. (2007) bahwa nilai pH yang rendah dapat meminimalkan pertumbuhan mikroorganisme.

Fontana et al. (2005) mengemukakan bahwa sosis fermentasi adalah produk olahan berupa campuran daging dan lemak, garam, bahan pengawet, bumbu dan lainnya yang dimasukkan ke dalam casing kemudian dilakukan proses fermentasi dan pengeringan.

(45)

Bakteri asam laktat yang digunakan pada sosis fermentasi biasanya berupa kultur starter. Menurut Hammes (1996) diacu dalam Espinoza dan Navarro (2008) kultur starter adalah persiapan kultur bagi mikroorganisme untuk hidup dan berkembang biak agar diperoleh aktivitas metabolisme yang diinginkan. Kultur starter lebih bermanfaat dibandingkan kultur secara spontan pada proses fermentasi, sebab dapat meningkatkan dan mengoptimalkan proses fermentasi dan menghasilkan sosis yang lebih enak, lebih aman dan sehat.

Mikroba yang digunakan sebagai starter pada proses pengolahan fermentasi daging, ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3 Mikroba sebagai kultur starter pada proses pengolahan daging fermentasi

Bakteri Asam Laktat Lactobacillus acidophilus,

L. alimentarius, L. paracasei, L. ramnosus, L. curvatus, L. plantarum, L. pentosus, L. sakei, Lactococcus lactis, Pediococcus acidilactici, P.pentosaceus

Actinobacteria Kocuria varians, Streptomyces giseus

Bifidobacterium spp.

Staphylococci Staphylococcus xylosus, S.carnosus spp., S. Equorum

Halomonadaceae Halomonas elongata

Jamur Penicillium nalgiovence, P. chrysogenum, P.camemberti

Ragi Debaryomyces hanseni, Candida famata

Sumber : Hammes et al. (2003)

(46)

Penggilingan Pencampuran

Gambar 3 Skema pembuatan sosis fermentasi kering (dry fermented sausage) secara tradisional dari berbagai jenis sosis Jerman

(Hammes et al. 2003).

Fermentasi pada daging akan menyebabkan terjadinya perubahan secara fisik, biokimia dan mikrobiologi yang menghasilkan karakteristik fungsional pada produk fermentasi. Hamm et al. (2008) mengemukakan bahwa perubahan akibat proses fermentasi termasuk pengasaman (katabolisme karbohidrat), solubilisasi dan gelasi myofibril dan protein sarkoplasma, degradasi protein dan lemak, reduksi nitrat menjadi nitrit serta pembentukan nitrosomioglobin dan dehidrasi. Proses ini terutama disebabkan oleh endogeneous dan aktivitas enzim mikroba.

Produk fermentasi berbahan baku daging, bertujuan untuk mengubah daging yang mudah rusak (highly perishable) menjadi produk fermentasi yang memiliki masa simpan yang lebih lama dan menghasilkan karakteristik sensori dari produk tersebut (Hammes et al. 2003). Riebroy et al. (2008) mengemukakan bahwa penggunaan bakteri asam laktat salah satunya untuk meningkatkan karakteristik sensoris (flavor dan rasa), mempersingkat waktu fermentasi, dan mutu mikrobiologi (menghambat pembentukan bakteri patogen).

Daging sapi

Daging sapi

Lemak punggung

Daging babi

Pembekuan

Pendinginan Pembekuan Pembekuan

Garam, Gula Nitrat, Askorbat, Glutamat

Bumbu Glucono- δ-lactone

Stuffing Starter bakteri

(47)

Zhang et al. (2010) mengemukakan bahwa perubahan biokimia yang terjadi selama proses fermentasi salah satunya menghasilkan senyawa flavor. Hal ini berhubungan dengan proses fermentasi yaitu sangat kompleks dan beragam, tergantung pada bahan baku (daging, bumbu dan kultur starter) dan teknologi (penggaraman, fermentasi, ripening drying, proses fermentasi dan drying) yang digunakan pada produk daging.

Vries et al. (2006) mengemukakan bahwa Lactobacillus dapat digunakan sebagai kultur starter pada fermentasi pangan. Pada proses fermentasi mengkonversi gula yang terdapat pada bahan menjadi asam laktat, menghasilkan antimikroba, eksopolisakarida dan hasil metabolit lainnya.

2.10 Bahan Penyusun Sosis Fermentasi Ikan Patin

Bahan penyusun yang digunakan dalam pembuatan sosis fermentasi ikan patin meliputi bahan dasar (bahan baku), bahan pembantu (tambahan) dan bahan pelengkap yang merupakan bahan penunjang pada produk sosis tersebut. Surimi mentah ikan patin merupakan bahan dasar pembuatan sosis fermentasi. Bahan tambahan berupa minyak nabati (minyak jagung), garam, bahan pemanis (gula), karagenan, bumbu dan bakteri L. plantarum. Bahan penunjang berupa casing

(selongsong).

(48)

2.10.1 Tepung tapioka

Bahan pengisi yang ditambahkan pada sosis fermentasi umumnya berasal dari karbohidrat misalnya tepung tapioka. William et al. (2006) mengemukakan bahwa tepung tapioka digunakan pada produk pangan disebabkan mengandung pati. Pati berbentuk granula terdiri atas amilosa dan amilopektin. Pati tapioka digunakan pada produk daging, sebab dapat mengikat air dan memiliki suhu gelatinasi adalah 52-64 o

2.10.2 Garam

C (Winarno 2008).

Garam (sodium klorida) merupakan salah satu bahan pengawet alami yang telah digunakan masyarakat luas selama bertahun-tahun. Garam selain mempunyai fungsi sensori yakni sebagai pembentuk citarasa pada produk pangan juga berfungsi mengawetkan produk olahan daging sebagai bahan pengikat pada produk berbahan baku daging (nugget, sosis, dan bakso) (Suryanto 2009). Selain memperbaiki tekstur dan sebagai pengawet pada produk, menurut Nakai dan Modler (2000) garam dalam pembuatan sosis berfungsi; 1) mengekstraksi protein myofibril dari serabut daging selama penggilingan, 2) membentuk tekstur produk, 3) memberikan citarasa asin pada produk dan 4) sebagai antimikroba.

Garam berfungsi sebagai ingredient yang terpenting dalam campuran bahan

curing daging, untuk 1) pemberi rasa produk, 2) menurunkan aktivitas air dan meningkatkan ionic strength (meningkatnya kekuatan ionik/tekanan osmotik) yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba, 3) membantu solubilisasi protein otot yang berfungsi sebagai pengikat partikel daging, 4) menurunkan kadar otot pada konsentrasi tinggi (5-8%), 5) bersinergis dengan sodium nitrit untuk mencegah pertumbuhan Clostridium botulinum (Suryanto 2009).

2.10.3 Gula

(49)

Bakteri asam laktat yang tergolong homofermentatif seperti Lactobacillus

pada fermentasi karbohidrat menggunakan jalur Embden Meyerhof Parnas, menghasilkan dua molekul asam laktat sebagai produk akhir yang diawali dari penguraian glukosa (Girard & Bucharles 1992). Ross et al. (2002) dan Tamime (2002) diacu dalam Vries et al. (2006) mengemukakan bahwa gula yang ditambahkan pada adonan sosis fermentasi berfungsi untuk mendukung proses fermentasi yang hasil akhirnya adalah asam laktat, memproduksi antimikroba peptida, exopolisakarida dan metabolit lainnya.

2.10.4 Bumbu

Hui et al. (2001) mengemukakan bahwa bumbu adalah bahan tambahan pangan yang dihasilkan dari tumbuhan untuk memberikan aroma pada produk tersebut. Ellmore dan Fieldberg (1994) mengatakan bahwa salah satu bumbu yang bersifat sebagai antimikroba adalah bawang putih, karena mengandung senyawa allisin, yang menghambat pertumbuhan Gram positif dan bakteri Gram negatif. Allisin adalah senyawa enzimatis yang dihasilkan dari aliin sebagai prekusor melalui produk intermediate asam allylsulfenat.

Yang et al. (2004) mengemukakan bahwa bawang bombay merupakan salah satu tanaman utama di negara Eropa. Bawang bombay mengandung senyawa flavonol quersetin dan derivatnya. Selain itu, menurut Kim et al. (2006) bawang bombay mengandung senyawa fruktooligosakarida dan sulfur yang bersifat sebagai antioksidan. Berdasarkan studi epidemiologi menunjukkan bahwa mengkonsumsi buah dan sayur yang dipadukan dengan bawang bombay dapat mengurangi penyakit kronis, seperti penyakit jantung dan kanker.

2.10.5 Nitrit dan Angkak

(50)

menghambat pembentukan toksin oleh mikroorganisme Clostridium botulinum

(Sebranek & Bacus 2007).

Penggunaan nitrit pada produk pangan berdampak negatif bagi tubuh. Peters et al. 1994 ; Sebranek dan Bacus (2007) mengemukakan bahwa nitrosamin yang terbentuk dari nitrit untuk mengawetkan daging menimbulkan kanker. Pada tahun 1990, studi epidemiologi melaporkan bahwa pemakaian nitrit berhubungan dengan penyakit leukimia dan kanker otak.

Nitrit mulai dibatasi penggunaannya sebab berpotensi membentuk nitrosamin sebagai pemicu karsinogenik Sebranek dan Bacus (2007) menyatakan bahwa kadar sodium nitrit yang diizinkan pada produk daging maksimum adalah 200 ppm. Sedangkan menurut USDA 1995 kadar sodium nitrit atau potassium nitrit yang diijinkan pada produk daging adalah 156 ppm. Menurut Winarno (1997) Dirjen POM Depkes mensyaratkan penambahan nitrit dalam bahan makanan maksimum 170 ppm dan nitrit tersisa pada produk akhir adalah 200 ppm.

Pada sosis fermentasi ikan patin dengan memanfaatkan bakteri L. plantarum

1B1 tidak perlu ditambahkan nitrat sebagai pewarna dan pengawet pada sosis. Hal ini didukung oleh Casaburi et al. (2005) yang mengemukakan bahwa bakteri asam laktat berupa kultur starter yang digunakan pada sosis fermentasi, khususnya bakteri L. plantarum dan Pediococcus acidilactici, tidak dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit. Bakteri yang mampu mereduksi nitrat adalah bakteri coccus seperti

Kocuria (Micrococcus), Staphylococcus xylosus, S.carnosus dan bakteri lainnya. Angkak atau beras merah cina adalah salah satu bahan pengawet dan pewarna makanan alami

Menurut Pattanagul et al. (2007) angkak digunakan untuk meningkatkan mutu pada produk daging sebagai pengganti nitrat atau nitrit. Angkak mengandung pigmen merah monascorubramine dan rubropuntamine yang dihasilkan dari kapang Monascus sp. Kadar optimum penggunaan angkak pada produk daging adalah 1,6% (w/w).

(51)

Pattanagul et al. (2007) mengatakan bahwa kapang Monascus sp. menghasilkan 6 jenis pigmen yang dikategorikan terdiri atas 3 jenis warna yaitu pigmen kuning, orange dan merah. Pigmen kuning terdiri dari monascin

(C21H26O5) dan ankaflavin (C23H30O5), pigmen orange terdiri dari

monascorubrin (C23H26O5) dan rubropunctatin (C21H22O5) dan pigmen merah terdiri dari monascorubramine (C23H27NO4) dan rubropuntamine (C21H23NO4

Gambar 4 Struktur kimia pigmen dari kapang Monascus sp. (Pattanagul et al. 2007).

Angkak atau beras merah cina yang digunakan sebagai pewarna alami pada makanan, dapat dilihat pada Gambar 5.

). Struktur kimia pigmen yang dihasilkan dari Monascus sp. ditunjukkan pada Gambar 4.

(52)

Heber et al. (1999) mengemukakan bahwa mengkonsumsi makanan yang mengandung angkak dapat menurunkan Total Colesterol (TC), Low Density Lipoprotein (LDL) dan Total Triacylglycerol (TG). Angkak juga digunakan untuk mengobati hiperlipidemia dan cardiocerebro-vascular yaitu penyakit yang disebabkan oleh kolesterol darah tinggi adalah 5-10 mg/hari/berat badan.

2.10.6 Karagenan

Karagenan merupakan sulfat polimer galaktosa dan anhidrogalaktosa yang dihasilkan dari alga merah yang terdiri atas tiga fraksi utama yaitu iota ( ), lambda ( ) dan kappa ( ) karagenan (Koutsopoulos et al. 2007). Imeson (2007) mengemukakan bahwa karagenan bersumber dari agar merah (Rhodophyceae), menghasilkan jenis karagenan yang berbeda tergantung jenis alga tersebut. Alga merah Eucheuma cottonii menghasilkan kappa karagenan ( ), dan E. spinosum menghasilkan iota karagenan ( ) yang diperoleh melalui ekstraksi. Jenis kappa ( ) dan iota ( ) karagenan ini digunakan pada produk pangan sebab berkemampuan membentuk gel yang termoreversible.

Ayadi et al. (2009) mengemukakan bahwa karagenan merupakan suatu hidrokoloid yang digunakan pada pengolahan daging sebab berkemampuan untuk mengikat air dan membentuk gel.

2.10.7 Susu bubuk skim

Susu skim termasuk pada Nonfat Milk Solid (NFMS) yang mengandung protein, gula (laktosa) dan mineral (Xiong diacu dalam Tarte 2009). Susu skim berfungsi sebagai bahan pengisi yang mampu mengikat air pada produk pangan. Selain itu dapat meningkatkan kapasitas emulsifikasi dan stabilitas emulsi. Penggunaan susu skim yang mengandung laktosa tinggi, dapat menyebabkan reaksi pencoklatan (browning) akibat reaksi Maillard selama perlakuan pemanasan (Kurt & Zorba 2005 diacu dalam Tarte 2009).

(53)

Susu skim berfungsi membantu proses pembentukan gel oleh karagenan. Susu skim akan menyumbang ion Ca2+ yang dibutuhkan karagenan untuk pembentukan gel. Chaplin (2007) menyatakan bahwa kappa dan iota karagenan memiliki kemampuan untuk pembentukan gel dengan adanya kation seperti kalium (K+) dan kalsium (Ca2+

Susu skim mengandung laktosa yang termasuk dalam golongan disakarida selain sukrosa. Laktosa terbentuk dari dua monomer yakni 1 molekul glukosa dan galaktosa. Melalui fermentasi gula susu (laktosa) yang dilakukan oleh bakteri asam laktat dapat menghasilkan asam laktat dan flavor yang khas pada produk fermentasi

).

Liu et al. (2011) mengemukakan bahwa asam laktat yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat dari hasil proses fermentasi, membantu dalam penyerapan kalsium, fosfor, besi dan vitamin D. Selain itu laktosa yang terdiri dari glukosa dan galaktosa bermanfaat untuk mendukung pertumbuhan otak.

2.10.8 Isolate soy protein (isolat protein kedelai)

Isolate Soy Protein (ISP) merupakan produk dari protein kedelai bebas lemak atau berlemak rendah yang memiliki kandungan protein tinggi. Kandungan protein pada ISP minimum 95%. ISP sangat diperlukan dalam industri pangan dan formulasi berbagai produk pangan, sebab ISP berfungsi sebagai bahan pengikat dan pengemulsi (Koswara 2005).

Zhang et al. (2010) mengemukakan bahwa soy protein (protein kedelai) secara luas digunakan pada produk daging dalam bentuk tepung, dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan mengikat air dan lemak, meningkatkan stabilitas emulsi, meningkatkan kandungan nutrisi dan menghasilkan nilai tambah.

(54)

meningkatkan High Density Lipoprotein (HDL) serta menurunkan trigliserida (Winarno & Kartawidjajaputra 2007).

2.10.9 Minyak nabati

Minyak nabati yang digunakan pada sosis fermentasi salah satunya adalah minyak jagung. Menurut Ketaren (2005) minyak jagung merupakan trigliserida yang disusun oleh gliserol dan asam lemak. Persentase trigliserida sekitar 98,6 % dan sisanya merupakan bahan non minyak, seperti abu, air, zat warna atau lilin. Asam lemak yang menyusun minyak jagung terdiri dari asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh yang menyusun trigliserida minyak jagung berkisar 86% yang terdiri dari asam oleat (30,1%) dan asam linoleat (56,8%). Asam lemak jenuh dalam minyak jagung berkisar 13% berupa asam palmitat dan asam stearat.

Penambahan minyak nabati atau lemak hewani pada pembuatan sosis bertujuan untuk membentuk sosis yang kompak, empuk dan lezat. Minyak nabati yang ditambahkan pada sosis salah satunya adalah minyak jagung. Minyak ini digolongkan sebagai semi drying oil selain minyak biji kapas dan minyak bunga matahari, mengandung senyawa fitosterol dan mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh. Penambahan minyak ke dalam sosis fermentasi dimaksudkan untuk menambah kalori, memperbaiki tekstur dan sebagai citarasa pada produk pangan (Winarno 2008).

Minyak jagung digunakan pada produk pangan sebab memiliki nilai gizi yang sangat tinggi yaitu 250 kkal/ons. Selain itu, minyak jagung mengandung sitosterol sehingga bila dikonsumsi dapat terhindar dari gejala atherosclerosis

(endapan pada pembuluh darah) yang mengakibatkan terjadinya ikatan kompleks antara sitosterol dan Ca++

2.10.10 Es batu

dalam darah (Ketaren 2005).

Fungsi pemakaian es batu pada produk pengolahan daging bertujuan untuk menurunkan suhu selama proses cuttering (pencacahan), memperbaiki sifat fluiditas emulsi sehingga mudah diisi ke dalam selongsong dan mempengaruhi tekstur pada produk akhir (Hui et al. 2001).

(55)

Pengasapan merupakan proses pemanasan dengan berbagai variasi suhu di dalam smokehouse yang umumnya digunakan pada produk daging. Kombinasi antara panas dan asap, sangat efektif untuk menurunkan populasi bakteri pada produk yang diasap (Suryanto 2009).

Asap lebih banyak dihasilkan dari pembakaran kayu dalam bentuk serbuk

gergaji. Kayu yang digunakan dalam pengasapan berasal dari kayu keras (non

resinous) dengan kandungan selulosa 40-60%, hemiselulosa 30% dan lignin

20-30%. Asap berfungsi untuk menghambat pertumbuhan bakteri, menghambat oksidasi

lemak dan memberi flavor pada produk daging (Lawrie 2003).

Menurut Velho (2003) pengasapan selain digunakan untuk menghasilkan flavor pada produk pangan, juga dapat sebagai pengawet. Hal ini disebabkan asap kayu mengandung fenol yang bersifat sebagai antioksidasi dan antimikroba. Selain itu terbentuknya senyawa formaldehid yang dapat meningkatkan stabilitas pada produk makanan yang diasap.

Cold smoking (pengasapan dingin) adalah proses dengan menggunakan asap dengan kisaran suhu antara 15-25o

Proses pengasapan akan menghasilkan senyawa karbonil dari proses pirolisis selulosa dan hemiselulosa, dan pembentukan warna diawali ketika karbonil diserap pada permukaan produk. Pirolisis pada lignin akan memproduksi senyawa fenol, yang berfungsi untuk menghasilkan aroma. Senyawa fenol berupa guaiacol akan menghasilkan rasa asap, sedangkan senyawa fenol berupa syringol, menghasilkan bau asap pada produk yang diasap (Ellis 2001).

C. Proses pengasapan ini dilakukan selama beberapa jam atau sampai beberapa hari. Proses pengasapan ini sangat cocok digunakan sebagai salah satu metode pemasakan pada produk daging mentah yang difermentasi dan juga pada produk kering (dry product). Beberapa produk yang memanfaatkan proses pengasapan ini antara lain ham mentah, bacon, salami dan sosis kering (Velho 2003).

(56)

Mekanisme keseluruhan komponen flavor (rasa dan aroma) yang juga melibatkan pengasapan selama fermentasi sosis dapat dilihat pada Gambar 6.

\

Gambar 6 Skema keseluruhan mekanisme turunan senyawa flavor selama fermentasi sosis (Hammes et al. 2003).

2.12 Evaluasi Sensori

Evaluasi sensori merupakan suatu metode ilmiah yang digunakan untuk mengukur, menganalisis dan menginterpretasikan respon terhadap suatu produk berdasarkan yang ditangkap oleh indera manusia seperti penglihatan, penciuman, perasa, peraba dan pendengaran (Lawless & Heymann 1999).

Tiga jenis metode yang terdapat pada evaluasi sensori yaitu uji diskriminatif (pembedaan), uji deskriptif dan uji afektif. Penggunaan uji diskriminatif salah satunya uji rating intensitas dilakukan sebelum uji penerimaan (uji hedonik). Uji rating intensitas bertujuan untuk menentukan karakteristik atribut sensori tertentu seperti kategori tekstur, warna, aroma dan rasa yang bervariasi dari sejumlah sampel (3-6 sampel) (Meilgaard et al. 1999).

Panelis yang digunakan pada uji rating intensitas dapat berupa panelis terlatih sebanyak 8-12 orang dan panelis tidak terlatih minimum 30 orang (Lawless & Heymann 1999). Menurut SNI 01-2346-2006 panelis terlatih yang digunakan dalam uji sensori adalah sebanyak 6 orang dan panelis tidak terlatih

Lemak phospholipid

(57)

sebanyak 30 orang. Selanjutnya, syarat – syarat panelis adalah tertarik terhadap uji sensori, konsisten dalam mengambil keputusan, berbadan sehat, bebas dari penyakit THT (Telinga Hidung Tenggorokan), tidak buta warna serta gangguan psikologis, tidak menolak makanan yang akan diuji (tidak alergi), tidak melakukan uji 1 jam sebelum makan dan menunggu minimal 20 menit setelah merokok, makan permen karet, makanan dan minuman ringan.

Uji afektif adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui produk mana yang disukai dan yang tidak disukai oleh panelis. Salah satu uji ini adalah uji hedonik dengan menggunakan panelis yang terlatih atau tidak terlatih. Skala yang tersedia pada uji hedonik adalah mulai dari sangat tidak suka sampai sangat suka terhadap sampel yang diberikan. Panelis diminta untuk mengevaluasi setiap sampel produk dan menentukan skala kesukaannya terhadap sampel produk tersebut (Lawless & Heymann 1999). Panelis yang digunakan pada uji tidak terlatih adalah sebanyak 30 orang (SNI 01-2346-2006).

Uji afektif salah satunya adalah uji secara kuantitatif yang terdiri dari uji pemilihan (preference) dan uji penerimaan (acceptance) (Meilgaard et al. 1999). Uji penerimaan (acceptance) digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan panelis terhadap suatu produk, sedangkan uji preferensi menunjukkan ekspresi dipilihnya satu produk yang menonjol dibandingkan dengan produk yang lain. Uji preferensi dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Uji secara langsung dilakukan dengan cara memberikan instruksi pada responden untuk membandingkan dua atau lebih produk secara langsung dan memilih satu yang paling disukai. Uji secara tidak langsung ditentukan berdasarkan skor hasil uji dan produk yang memiliki skor tertinggi adalah produk yang paling disukai bila dibandingkan dengan produk yang lain (Stone & Sidel 2004).

Penilaian terhadap suatu produk pangan supaya diterima panelis atau konsumen dapat berupa penilaian produk berdasarkan tekstur, warna, aroma dan rasa.

2.12.1 Tekstur

(58)

rangsangan terhadap sel reseptor olfaktori pada indera penciuman. Sedangkan menurut Hamm et al. 2008 salah satu perubahan yang diakibatkan oleh fermentasi adalah perubahan secara fisik. Perubahan tersebut menyangkut solubilisasi dan gelasi myofibril.

Xu et al. (2010) mengemukakan bahwa kekerasan (hardness) pada sosis ikan carp disebabkan adanya cross-linking protein. Hal ini didukung oleh Riebroy

et al. (2008) yang menyatakan bahwa kekerasan pada sosis diukur dari kematangan (maturasi) yang diakibatkan terjadi denaturasi protein, gelasi jaringan protein dan kehilangan air. Fretheim et al. (1985) ; Xu et al. (2010) mengemukakan bahwa penurunan pH secara lambat secara lambat mempengaruhi agregasi protein yang mengarah pada pembentukan jaringan protein dan kepadatan. Hasil penelitian Riebroy et al. (2007) melaporkan bahwa penurunan pH dapat meningkatkan kepadatan dan mouthfeel disebabkan adanya asam dan denaturasi protein.

2.12.2 Warna

Penilaian atau penglihatan terhadap warna dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pencahayaan (jenis dan intensitas seragam), free from shadow, kondisi seperti siang hari, uji konsumen dekorasi dan ukuran/bentuk (Meilgaard 1999).

Warna pada sosis fermentasi ikan patin salah satunya terbentuk dari proses pengasapan yang diberikan. Rozum (2009) mengemukakan bahwa senyawa yang terbentuk dari hasil proses pengasapan yang berasal dari pyrolisis selulosa dan hemiselulosa adalah senyawa aldehid (terutama glicoalaldehid dan pyruvalaldehid), berkontribusi dalam pembentukan warna pada permukaan daging. Selanjutnya dikatakan bahwa pencoklatan pada produk yang diasap merupakan salah satu dari reaksi Maillard, yaitu senyawa karbonil dari proses asap bereaksi dengan asam amino yang berasal dari pangan tersebut. Warna yang terbentuk pada produk pangan yang diasap berhubungan dengan suhu, humaditas, kandungan protein dan sumbernya serta waktu. Reaksi ini berlangsung selama suhu ruang namun sangat lambat.

2.12.3 Aroma

Gambar

Tabel 2  Perbedaan antara genus dalam bakteri asam laktat
Gambar 3  Skema pembuatan sosis fermentasi kering (dry fermented sausage)                       secara tradisional dari berbagai jenis sosis Jerman
Gambar 4    Struktur kimia pigmen dari kapang Monascus sp.                                       (Pattanagul et al
Gambar 6  Skema keseluruhan mekanisme turunan senyawa flavor selama                                  fermentasi sosis (Hammes et al
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh harapan, kenyataan dan komunikasi eksternal mahasiswa terhadap kemelekatan merek (studi kasus pada mahasiswa

Jenis penelitian ini deskriptif kualitatif, metode purposive sampling, observasi, wawancara, dokumentasi yang kemudian dideskripsikan dengan cara reduksi data,

Hipotesis penelitian ini adalah pendekatan pembelajaran cara aktif siswa dapat meningkatkan hasil belajar siswa konsep sistem pencernaan manusia pada siswa Kelas V

kekerasan, baik pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan, secara.a. verbal maupun non verbal, bertujuan untuk melukai orang lain

Hasil penelitian di perairan Muara Sungai Rokan Kecamatan Bangko dan Kecamatan Batu Hampar Kabupaten Rokan Hilir dapat menunjukkan tidak ada perbedaan yang

Posyandu Purnama adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang atau

Udang windu yang diberi pakan dengan penambahan enzim bromelin sebesar 0,4%/kg pakan (C) memiliki nilai EPP tertinggi, hal ini diduga dosis tersebut paling