• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.4 Definisi Kubah

2.4.1 Sejarah Kubah

Dalam buku Sejarah Arsitektur (Sopandi, 2013) perkembangan arsitektur di Eropa Timur dan di Timur Tengah banyak mewarisi berbagai inovasi yang dikembangkan pada masa kejayaan Romawi. Selain karena perkembangan teknologi membangunnya, Romawi sangat berpengaruh karena kekuasaan politiknya yang luas, mencakup daratan yang mengelilingi Laut Mediterania: Italia, Yunani, semenanjung Eropa Barat, sebagian Britania, delta muara Sungai Nil, semenanjung Arab, dan Asia kecil. Pada puncak kejayaannya, mulai dari abad 4 SM sampai dengan 400 M, Roma sempat mengembangkan infrastruktur kota yang canggih di daerah-daerah kekuasaannya.

Setelah Roma mengalami banyak masalah dan tidak lagi kondusif sebagai ibukota, ibukota kekaisaran dipindahkan ke Timur, ke Kota Bizantium. Kaisar

15 Konstantin merupakan Kaisar pertama yang memeluk agama Kristen pada tahun 313 M, bahkan menjadikan agama resmi Kekaisaran Romawi. Kekaisaran Romawi Timur (Kekaisaran Bizantium) mengembangkan peradaban yang maju di Eropa Timur dan sebagian di Timur Tengah. Bagi sejarah perkembangan arsitektur Eropa, perpecahan ini penting karena menentukan tradisi perkembangan monumen-monumen arsitektur, terutama bangunan ibadah.

Arsitektur religius di Bizantium identik dengan elemen kubah dan denah yang terpusat. Hagia Sophia merupakan sebuah karya agung Bizantium yang di bangun pada kurun waktu 532-537 M. Inovasi geometri yang dihasilkan pada Hagia Sophia adalah bidang segitiga melengkung yang disebut pendentive. Kebanyakan interpretasi sejarah arsitektur menghubungkan arsitektur Bizantium sebagai pengembangan lanjut dari yang telah dicapai oleh monumen Patheon, yaitu berusaha menciptakan ruang simbolis yang merepresentasikan cakrawala dan semesta lewat konstruksi kubah.

a. Kubah

Perkembangan arsitektur Islam juga tidak lepas dari berbagai pengaruh arsitektur peradaban-peradaban yang mendahuluinya. Islam berkembang menjadi sebuah kekuatan politik penting dan peradaban besar sejak abad ke-7. Sepeninggal Nabi Muhammad (570-632) Pengaruh Islam dibangun oleh khalifah-khalifah dan berbagai peradaban. Bangsa Arab mengasimilasi berbagai kebudayaan dan mewarisi keahlian berbagai suku bangsa lain; ilmu hitung dan matematika dari India, keahlian membangun dari Persia, keahlian membangun kubah dari

Bizantium, dan keahlian pembuatan dinding dari Armenia. Selain itu kebudayaan Islam juga mengadopsi berbagai bentukan ruang dan elemen arsitektur. Tidak jarang Islam mewarisi bangunan-bangunan keagamaan dan situs-situs pra-Islam yang dialihfungsikan menjadi mesjid-mesjid (Sopandi, 2013).

(Sumalyo, 2006) Mesjid dapat diartikan sebagai tempat dimana umat Muslim bersembahyang. Kata mesjid disebut sebanyak dua puluh delapan kali didalam Al-Quran, berasal dari kata Sajada-Sujud, yang berarti patuh, taat, serta tunduk penuh hormat dan takzim. Sujud dalam syariat yaitu berlutut, meletakkan dahi, kedua tangan ke tanah adalah bentuk nyata dari arti kata tersebut di atas. Oleh karena itu bangunan dibuat khusus untuk shalat disebut mesjid yang artinya: tempat untuk sujud.

Zaman Bizantium merupakan zaman perkembangan arsitektur yang berpengaruh besar dalam Arsitektur Mesjid. Dimana Konstantinopel (sekarang Istanbul) di bangun sebuah gereja sangat besar pada waktu itu yang disebut Hagia Sophia. Pada gereja inilah dibuat kubah, kemudian kubah menjadi ciri dari arsitektur Bizantium.

Arsitektur zaman Bizantium (330-1453) bersamaan dengan jaman Kristen Awal dan Islam Awal, keduanya banyak menggunakan kubah. Struktur kubah yang kekuatannya justru karna bentuk, mulanya untuk memenuhi kebutuhan ruang lebar tanpa kolom, karena keindahannya kemudian banyak diambil hanya bentuknya saja. Pada zaman Bizantium banyak pula dibangun gereja dengan kubah sebagai mahkota dibagian atas bangunan, kadang-kadang majemuk seperti

17 antara lain gereja S. Marko (1063-85). Kubah pada gereja ini biasanya tidak lebar, menggunakan kerangka kayu. Tidak sedikit gereja lain sejaman memakai “kubah palsu” majemuk, bahkan memodifikasi menjadi bentuk bawang, yaitu kubah yang runcing di atas, menggelembung di tengah seperti bawang (onion).

Bahkan bentuk kubah tidak sedikit hanya dipakai sebagai hiasan dan hanya berbentuk kecil, misalnya pada amortizement dan puncak dari sebuah minaret, misalnya pada banyak mesjid dan makam muslim Kuno di India. Pada mesjid-mesjid kuno dan baru di Arab, Mesir dan lain-lain, kubah selain menjadi penghias juga menjadi tanda memperkuat arah kiblat, diletakkan di depan-atas dari mihrab. Keberadaan kubah pada mesjid, juga seperti adanya banyak kolom dalam haram, menjadi polemik berkepanjangan. Ada yang memandang kubah sebagai simbol dari mesjid.

Selain pada wilayah Bizantium seperti antara lain Persia dan India, banyak mesjid menggunakan kubah khususnya kubah bawang. (Sopandi, 2013) arsitektur Islam mencapai kemegahannya sewaktu dikembangkan oleh Kekaisaran Mughal di India dalam kurun waktu 3 abad, sejak 1526 hingga 1850. Dinasti Mughal yang beragama Islam berhasil memerintahkan anak benua Asia Selatan meliputi area yang sangat luas terbentang dari Dataran Himalaya di utara, Deccan di timur, meliputi sebagian Afghanistan di barat, hingga Goa di selatan.

Kebanyakan penguasa Mughal berupaya menerapkan tradisi membangun yang dikembangkan di Timur Tengah di daerah kekuasaannya di India dengan mendatangkan ahli-ahli dari India. Dinasti Mughal membangun kota-kota,

berbagai istana, banyak mesjid penting dan beberapa mausoleum yang berskala sangat monumental. Arsitektur Mughal biasanya dibangun dengan material-material yang dianggap mewah.

Pada prinsipnya arsitektur Mughal menerapkan tipologi ruang dan bentuk yang dikembangkan di Timur Tengah. Arsitektur Mughal banyak membuat bentukan iwan, pelataran terbuka yang luas dan monumental, kubah megah, dan minaret. Namun yang membedakannya dengan tempat asalnya, monumen- monumen Mughal dirancang dan dibangun sebagai benda-benda seni yang total dan sempurna. Kebanyakan monumen Mughal dirancang oleh arsitek maupun seniman yang ditunjuk dengan mengembangkan kepekaan atas bentuk elemen dan detail yang merepresentasikan kaidah estetika dan asal- usulnya, dan kemudian dibangun dengan konsisten hingga ke detail-detailnya.

b. Candi

Agama Hindu timbul dari bekas-bekas reruntuhan ajaran-ajaran Weda dengan mengambil pokok pikiran dan bentuk bentuk rupa India purbakala dan berbagai kisah dongeng yang bersifat rohani yang telah tumbuh di semenanjung itu sebelum kedatangan bangsa Arya. Dengan sebab ini, para peneliti menganggap Agama Hindu sebagai kelanjutan dari ajaran-ajaran Weda dan menjadi bagian dari proses evolusinya.

Agama Hindu adalah suatu agama yang berevolusi dan merupakan kumpulan adat istiadat dan kedudukan yang timbul dari hasil penyusunan bangsa Arya pada kehidupan mereka yang terjadi pada satu generasi ke generasi yang lain sesudah

19 mereka datang berpindah ke India dan menundukkan penduduk aslinya serta membentuk suatu masyarakat sendiri di luar pengaruh penduduk asli itu. Kedudukan bangsa Arya sebagai penakluk negeri yang lebih tinggi daripada kedudukan penduduk asli serta pergaulan mereka telah melahirkan adat-istiadat Hindu yang dianggap menurut perputaran sejarah, sebagai sesuatu agama yang dianut dan dipegang tata susilanya oleh orang-orang India.

Kiranya dapat dikatakan bahwa asas agama Hindu adalah kepercayaan bangsa Arya yang telah mengalami perubahan sebagai hasil dari percampuran mereka dengan bangsa-bangsa lain, terutama sekali bangsa Parsi, yaitu suatu dalam masa perjalanan mereka menuju India.

Tajamnya perselisihan diantara orang-orang India yang beragama Hindu dan orang-orang yang beragama Islam. Sebab-sebab perselisihan yang sengit itu juga adalah pandangan orang-orang Hindu dan orang-orang Islam terhadap binatang lembu. Orang-orang Hindu memuja lembu, sementara orang-orang Islam malah menyembelihnya. Begitu juga pandangan pada patung. Kuil-kuil Hindu penuh dengan patung, sementara mesjid-mesjid tidak berpatung sama sekali. Salah satu akibat dari perselisihan ini adalah pembagian negeri India dari segi politik menjadi dua bagian yang berasas pada agama. Negara Pakistan telah ditetapkan wujudnya dengan kedua bagiannya di Timur dan di Barat sebagai sebuah kerajaan Islam dan jumlah penduduknya 80 juta orang yang 90%-nya adalah penganut agama Islam. Tanah semenanjung yang selebihnya adalah tetap dengan nama asalnya India, 10% dari penduduknya adalah penganut agama Islam (Shalaby, 1998).

Masyarakat India menganggap bahwa alam semesta merupakan benua berbentuk lingkaran, yang dikelilingi oleh beberapa samudera dengan pulau-pulau besar di empat penjuru yang merupakan tempat tinggal keempat penjaganya yang keramat. Di pusat terletak Gunung Mahameru yakni gunung para Dewa.

Alam semesta yang bermacam-macam itu pada hakikatnya hanyalah semu atau tipuan belaka. Mereka memandang segala yang ia lihat dan yang mereka alami sebagai sesuatu yang kosmos atau yang agung. Dengan kata lain manusia menurut pandangan orang India harus melakukan perjalanan penuh perjuangan dan pengekangan diri untuk pergi dari keadaan maya yang semu ini dan semakin membersihkan diri, semakin menghening, sehingga bersih bebas tanpa rupa tanpa nafsu ataupun hasrat, meniadakan diri. Jalan peniadaan diri (dari yang maya) kedalam keheningan mumi mutlak (nirvana) itulah hakikat pandangan India beserta ungkapan-ungkapan kebudayaannya.

Banyak peninggalan-peninggalan yang ditinggalkan pada jaman Hindu. Candi merupakan salah satu peninggalan Hindu yang bersifat arsitektural yang masih dapat kita lihat sampai saat ini. Candi berfungsi sebagai tempat tinggal dewa-dewa yang terbuat dari batu. Bangunan batu yang tinggi itu melambangkan kekuasaan dan sifat abadi dari dewa yang bersangkutan. Untuk Candi Hindu dan Candi Budha mempunyai persamaan dan perbedaan dalam pemakaian bentuk, pola dan orientasinya tetapi pada dasarnya adalah sama dengan memandang alam semesta (Mangunwijaya, 1995).

21 Candi Hindu berupa Borobudur merupakan manifesta gunungan kosmik yang dibentuk atas diagram Mandala Buddhis. Mandala adalah sebuah prinsip penataan ruang yang dikembangkan berdasarkan nila-nilai tempat yang diasosiasikan dengan bagian-bagian tubuh manusia, sesuai dengan peruntukan dan orientasinya. Prinsip penataan ruang/geomancy Cina yang disebut Feng Shui juga menerapan prinsip-prinsip dasar yang sangat mirip dengan Mandala (Sopandi, 2013).

Vastu-purusa berarti dalam konteks sebuah site-plan atau rencana lokasi. Menurut Matsya Parana, bahwa Vastu Purusa Mandala memiliki dewa tertentu, Vastu Purusa di masing-masing tempat. Di Timur-Utara (aisdnya) dikatakan ditempati oleh Mercury (budha) dan Dewa Wisnu. Dengan demikian, tempat berdoa dan ruang ibadah terletak di arah itu. Di Timur Selatan (agrneyi) dikatakan ditempati oleh Bulan dan Parvati. Bulan dikatakan pengendali pikiran dan Parvati adalah simbol dari ibu, pikiran. Kelemahan adalah sifat pikiran. Tempat memasak berada di Timur Selatan. Di Timur-Utara (Aisdnya) ditempati oleh Ketu dan Chitragupta. Sehingga dianjurkan bahwa kas dan toko harus di sisi itu.

Ini adalah aturan pilar yang tidak akan dibangkitkan pada titik-titik sensitif dari Vastu Purusa. Titik-titik sensitif menurut ilmu fisika untuk memblok susunan pilar didalam dan diluar. Hal ini diduga bahwa Vastu Purusa akan mati jika arah keluar-masuk diblokir dengan pilar. Titik-titik sensitif juga berada pada lipatan lengan dan kaki. Jika pilar didirikan di titik-titik, tidak akan menemukan dasar dukungan yang cukup. Oleh karena itu, titik-titik tersebut harus dihindari

untuk pilar. Kepala Vastu Purusa adalah di Aisdnya. Kepala harus aman. Tampak bahwa Utara-Timur harus dijaga bebas dari struktur berat seperti pilar, dll.

Ada banyak cerita tentang Vastu Purusa. Sesuai Hindu Mitologi, dalam perang antara Deva dan Asura, setan muncul dan mulai menyiksa Deva. Pada akhirnya Deva mendorongnya ke bawah dan duduk di atasnya. Setan mengajukan banding ke Dewa Brahma untuk menolong. Dewa Brahma menamainya Vastu Purusa dan memberkatinya dengan kata-kata: "Semua karya di bumi akan dimulai dan diakhiri hanya setelah mendamaikanmu " Pada intinya, tanpa Vastu Purusa tidak akan ada yang terjadi di bumi. Veda juga memberikan ide-ide seperti Visvakarman atau Vastu Purusa.

Orang-orang berpikir bahwa pembangunan rumah hanyalah konstruksi dengan batu bata dan mortir sesuai rencana. Ada berbagai aspek yang harus dipertimbangkan sebelum dan selama konstruksi. Bahkan posisi pintu (terutama pintu depan) dan jendela dan arah dimana pintu masuk ke rumah adalah tetap, memiliki banyak makna dalam kesejahteraan pemilik dan penduduk (Indianetzone.com, 2011).

Penggunaan bentuk-bentuk dasar dari candi menggunakan citra dasar “gunung”. Gunung dalam penghayatan religius masyarakat kuno di India (dapat juga ditemukan pada daerah daerah lain di dunia, misalnya Olimpia) dihayati sebagai tanah yang tinggi, tempat yang paling dekat dengan dunia atas, yang dikaitkan dengan segala yang mulia, yang ningrat, yang aman.

23 Tata bentuk pada puncak-puncak gunung itulah dibayangkan para dewata hidup. Hal ini sangat mempengaruhibentuk-bentuk arsitektur Hindu. Bentuk candi terbagi menjadi beberapa tipe. Pembagian tipologi candi ini dapat dilihat dari jumlah ruang pada candi, yaitu :

Bangunan candi dengan satu ruang ( One roomed building)

Bangunan candi dengan tiga ruang (Three roomed Building)

Bangunan candi bertingkat dua dengan enam ruang (Two storied building with six room)

Bangunan candi masif tanpa ruang

Pembagian candi secara vertikal terbagi dalam tiga bagian utama, yaitu:

a. Kaki (Bhurloka)

Pada bagian ini disebut juga sebagai dasar atau base dari sebuah candi. Bagian ini merupakan bagian yang paling luas dari keseluruhan candi. Pada tahap ini menunjukkan makna dimana manusia masih dipenuhi oleh hawa nafsu.

b. Badan (Bhuvarloka)

Menggambarkan keadaan manusia di dunia fana ini. Sadar tetapi masih sadar semu. Pada bagian ini merupakan bagian dimana manusia sudah mulai sadar untuk meninggalkan nafsu duniawi. Biasanya terdapat patung yang mempunyai makna sebagai perantara atau petunjuk jalan untuk mencapai tahap kesempurnaan hidup. Ukuran pintu sengaja dibuat kecil agar orang yang masuk merundukkan kepala sebagai tanda penghormatan dewa yang berada didalamnya. Bagian atas

pintu biasanya terdapat kepala kala yang dipercaya sebagai penjaga pintu candi. Pada bagian atas dari badan (body) terdapat molding (upper molding) yang membatasi antara badan dan kepala (roof).

c. Kepala (roof)

Merupakan bagian dimana manusia memasuki tahap kesempurnaan hidup dan meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi. Pada bagian atap terdapat 3 tingkatan yang terdiri dari:

Tingkatan 1 merupakan tingkatan paling bawah dari bagian kepala. Bagian

ini merupakan tahap awal manusia memasuki tahap kesempurnaan.

Tingkatan 2 mempunyai skala yang lebih kecl dari tingkatan pertama yang

menandakan manusia sudah berada pada tahapan yang semakin tunggi dan semakin kecil.

Tingkatan 3 merupakan tahap dimana manusia akan memasuki

kesempurnaan hidup. Semakin kecil dan semakin suci.

Puncak dari kepala merupakan tahap puncak dimana manusia menjadi

sempurna dan suci. Pada tingkatan ini yang paling atas merupakan tahap keberhasilan manusia melewati paradaksina (perjalanan) hidup hingga mencapai kesempurnaan hidup (Mangunwijaya, 1995).

25 BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

Dokumen terkait