TRANSFORMASI BENTUK KUBAH PADA KUIL SIKH STUDI KASUS: KUIL SIKH DI KOTA MEDAN
SKRIPSI
OLEH
PUTRI AMANDA NST 100406034
DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
TRANSFORMASI BENTUK KUBAH PADA KUIL SIKH STUDI KASUS: KUIL SIKH DI KOTA MEDAN
SKRIPSI
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Dalam Departemen Arsitektur
Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara
Oleh
PUTRI AMANDA NST 100406034
DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2014
PERNYATAAN
TRANSFORMASI BENTUK KUBAH PADA KUIL SIKH STUDI KASUS: KUIL SIKH DI KOTA MEDAN
SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, September 2014
Judul Skripsi :
Transformasi Bentuk Kubah Pada Kuil Sikh Studi Kasus: Kuil Sikh di Kota Medan Nama Mahasiswa : Putri Amanda Nst
Nomor Pokok : 100406034 Departemen : Arsitektur
Menyetujui Dosen Pembimbing
Koordinator Skripsi,
Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc
Ketua Program Studi,
Ir. N. Vinky Rahman, MT
Tanggal Lulus: 17 Juli 2014
Prof. Ir. Mohammed Nawawiy Loebis, M.Phil. Phd.
Telah diuji pada Tanggal : 17 Juli 2014
Panitia Penguji Skripsi
Ketua Komisi Penguji : Prof. Ir. Mohammed Nawawiy Loebis, M.Phil. Phd. Anggota Komisi Penguji : 1. Ir. Dwi Lindarto, M.T.
i KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya dimampukan untuk menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Arsitektur di Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.
Penulis juga ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Ir. Mohammed Nawawiy Loebis, M.Phil. Phd., selaku Dosen Pembimbing yang telah membantu memberikan petunjuk dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.
2. Bapak Ir. Dwi Lindarto, M.T. selaku Dosen Penguji I dan Bapak Imam Faisal Pane, S.T., M.T., selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan kritik dan saran dalam penulisan skripsi ini.
3. Bapak Ir. N. Vinky Rahman, M.T, selaku Ketua Departemen Arsitektur dan Bapak Ir. Rudolf Sitorus, M.LA, selaku Sekretaris Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak dan Ibu dosen staff pengajar Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
5. Kedua orang tua yang saya cintai H. Arfan Maksum Nst S.H dan Hj. Upik Afni Hariani Dalimunthe, yang slalu memberikan perhatian, doa dan semangat. Adik saya Putra Mulia Nst, yang telah memberikan motivasi dan bantuannya.
6. Sahabat-sahabat tercinta dan teman-teman seperjuangan skripsi, Fanny Khairunnisa, Pocut Meutia, Martini Indah, Hilda Syarika, Anka Ayudhia, Reni Afriani, Jeumpa, M. Akbar, Eki Sudrajat dan Bang Luthfi, yang telah memberikan semangat, dorongan, dan bantuan untuk menyelesaikan studi dan skripsi penulis di Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.
7. Rekan-rekan mahasiswa stambuk 2010 (Fikar, Doni, Agung, Aldo dan Yunanda) serta abang dan kakak senior (Bang Haris, Bang Yudis dan
Bang Vicry, Bang Pius) yang telah memberikan motivasi serta dorongan hingga selesainya skripsi ini.
8. Masyarakat Sikh Kota Medan, khusunya pengurus gurdwara yang telah meluangkan waktunya kepada penulis dalam melakukan penelitian dan mendapatkan data yang diperlukan untuk menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi masih jauh dari sempurna. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sebagai bahan penyempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi semua pihak.
Medan, September 2014 Penulis,
iii ABSTRAK
Gurdwara merupakan tempat ibadah bagi umat agama Sikh, dimana Sikh adalah suatu agama monoteistik yang berdiri pada abad ke-16. Masuknya agama Sikh di Indonesia melalui perpindahan masyarakat India yang datang untuk mensejahterakan diri, sebagian dari mereka memutuskan untuk menetap dan pada akhirnya memiliki keturunan. Kuil agama Sikh pada umumnya menggunakan bentuk atap kubah. Namun yang menjadi kasus pada penelitian ini adalah terdapat sebuah kuil di kota Medan yang tidak menggunakan bentuk atap kubah, yang diterima oleh umat beragama Sikh. Sehingga hal tersebut menjadi gagasan untuk meneliti tentang transformasi bentuk kubah pada kuil agama Sikh. Di kota Medan terdapat 4 kuil Sikh yang akan dijadikan objek penelitian karena memiliki letak dan bentuk atap yang berbeda. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini diantaranya data primer dan data sekunder. Dari penelitian, perubahan yang menyebabkan transformasi pada penggunaan kubah kuil Sikh dapat dilihat pada sebuah bentuk gurdwara yang tetap mengikuti sebuah bentuk ukiran yang sama dengan gurdwara yang ada di India, namun penggunaan atap kubah diubah menggunakan prisai. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi lahan yang tidak memadai serta ekonomi masyarakat agama Sikh yang berpengaruh dalam pembangunan kuil dengan bentuk yang megah.
Kata Kunci: transformasi, atap kubah, agama Sikh. ABSTRACT
Gurdwara is a place of worship for the people of the Sikh religion, which the Sikhs is a monotheistic religion founded in the 16th century. The entry of the Sikh religion in Indonesia through the transmigration of the India people who came to increase themselves, some of them decided to settle down and have children eventually. Temple of the Sikh religion in general used the roof with dome shape. However, in this study case, there is a temple in Medan which does not use any form of dome roof, which is accepted by the Sikh religious community. Then it becomes the idea to examine the transformation of the dome shape on Sikh religious temple. The research was conducted at four Sikh temples in Medan which has a different location and different roof shapes. The data required in this research include primary data and secondary data. From the research, the transformation in the Sikh temple dome can be seen on a regular gurdwara which has form of carved shape that is similar to the gurdwara in India, however the use of dome roof changed into hipped roof. This is influenced by the condition of land and inadequate economic influential of Sikh religious community in the construction of a magnificent temple.
Keywords : transformation, dome roof, temple, Sikh religion.
DAFTAR ISI
2.1 Budaya dan Arsitektur... 6
2.2 Transformasi Arsitektur dan Perubahan Budaya ... 6
2.2.1 Asal-usul Transformasi ... 7
3.3 Variabel Penelitian ... 26
3.4 Populasi/ Sampel ... 28
v
3.6 Kawasan Penelitian ... 29
3.7 Metode Analisis Data ... 30
BAB 4. KUIL SIKH DI KOTA MEDAN ... 32
4.1 Tentang Sikh ... 32
4.1.1. Sejarah Kedatangan umat Sikh di kota Medan ... 33
4.2 Data Kuil Sikh di Kota Medan ... 34
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39
5.1 Analisis Berdasarkan Bentuk Kubah dan Asal-Usul Transformasi ... 39
5.1.1 Gurdwara Perbhandak ... 39
5.1.2 Gurdwara Shri Guru Arjun Devji... 40
5.1.3 Central Sikh Temple ... 42
5.1.4 Gurdwara Shri Guru Tegh Bahadur ... 43
BAB 6. KESIMPULAN ... 46
DAFTAR PUSTAKA ... 48 LAMPIRAN ...
DAFTAR TABEL
vii DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Diagram Kerangka Berfikir ... 5
Gambar 3.1 Letak Gurdwara Perbadhak dan Letak Gurdwara Shri Guru Arjun Devji ... 30
Gambar 3.2 Letak Central Sikh Temple dan Gurdwara Shri Guru Tegh Bahadur ... 30
Gambar 4.1 Golden Temple, Amritsar, India ... 33
Gambar 4.2 Letak Gurdwara Perbadhak ... 34
Gambar 4.3 Tampak depan dan ruang dalam Gurdwara Perbandhak ... 35
Gambar 4.4 Letak Gurdwara Shri Guru Arjun Devji ... 35
Gambar 4.5 Bentuk atap kubah pada gurdwara ... 36
Gambar 4.6 Ruang dalam gurdwara Shri Guru Arjun Devji ... 36
Gambar 4.7 Letak lokasi Central Sikh Temple ... 37
Gambar 4.8 Tampak depan dan ruang dalam Central Sikh Temple ... 37
Gambar 4.9 Letak Lokasi Gurdwara Shri Guru Tegh Bahadur ... 38
Gambar 4.10 Tampak depan pada Gurdwara Shri Guru Tegh Bahadur ... 38
Gambar 5.1 Bentuk atap Gurdwara Perbhandak ... 39
Gambar 5.2 Bentuk atap Gurdwara Shri Guru Arjun Devji... 41
Gambar 5.3 Bentuk atap Central Sikh Temple ... 42
Gambar 5.4 Bentuk pada gurdwara Shri Tegh Bahadur ... 43
Gambar 5.5 Bagian bentuk gurdwara di Amritsar, India. ... 44
ABSTRAK
Gurdwara merupakan tempat ibadah bagi umat agama Sikh, dimana Sikh adalah suatu agama monoteistik yang berdiri pada abad ke-16. Masuknya agama Sikh di Indonesia melalui perpindahan masyarakat India yang datang untuk mensejahterakan diri, sebagian dari mereka memutuskan untuk menetap dan pada akhirnya memiliki keturunan. Kuil agama Sikh pada umumnya menggunakan bentuk atap kubah. Namun yang menjadi kasus pada penelitian ini adalah terdapat sebuah kuil di kota Medan yang tidak menggunakan bentuk atap kubah, yang diterima oleh umat beragama Sikh. Sehingga hal tersebut menjadi gagasan untuk meneliti tentang transformasi bentuk kubah pada kuil agama Sikh. Di kota Medan terdapat 4 kuil Sikh yang akan dijadikan objek penelitian karena memiliki letak dan bentuk atap yang berbeda. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini diantaranya data primer dan data sekunder. Dari penelitian, perubahan yang menyebabkan transformasi pada penggunaan kubah kuil Sikh dapat dilihat pada sebuah bentuk gurdwara yang tetap mengikuti sebuah bentuk ukiran yang sama dengan gurdwara yang ada di India, namun penggunaan atap kubah diubah menggunakan prisai. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi lahan yang tidak memadai serta ekonomi masyarakat agama Sikh yang berpengaruh dalam pembangunan kuil dengan bentuk yang megah.
Kata Kunci: transformasi, atap kubah, agama Sikh. ABSTRACT
Gurdwara is a place of worship for the people of the Sikh religion, which the Sikhs is a monotheistic religion founded in the 16th century. The entry of the Sikh religion in Indonesia through the transmigration of the India people who came to increase themselves, some of them decided to settle down and have children eventually. Temple of the Sikh religion in general used the roof with dome shape. However, in this study case, there is a temple in Medan which does not use any form of dome roof, which is accepted by the Sikh religious community. Then it becomes the idea to examine the transformation of the dome shape on Sikh religious temple. The research was conducted at four Sikh temples in Medan which has a different location and different roof shapes. The data required in this research include primary data and secondary data. From the research, the transformation in the Sikh temple dome can be seen on a regular gurdwara which has form of carved shape that is similar to the gurdwara in India, however the use of dome roof changed into hipped roof. This is influenced by the condition of land and inadequate economic influential of Sikh religious community in the construction of a magnificent temple.
1 BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Gurdwara merupakan tempat ibadah bagi umat agama Sikh, dimana Sikh adalah suatu agama monoteistik yang berdiri pada abad ke-16. Kata Sikh berarti “murid”. Agama Sikh bermula di Sultanpur berdekatan dengan Amritsar di
wilayah Punjab, India. Masuknya agama Sikh di Indonesia melalui perpindahan masyarakat India yang datang untuk mensejahterakan diri, sebagian dari mereka
memutuskan untuk menetap dan pada akhirnya memiliki keturunan.
Kuil agama Sikh pada umumnya menggunakan bentuk atap kubah. Kubah merupakan salah satu unsur arsitektur mendasar yang dapat disebut sebagai
bentuk bangunan dan selalu digunakan di tempat tertinggi di atas bangunan (sebagai atap). Bentuk dari kubah tidak hanya memiliki permukaan luar tetapi
juga memiliki ruang dalam dan organisasi ruang dimana arsitektur berada pada potensi paling tinggi ketika eksterior dan interior dipahami dalam satu kesatuan (Wahid, Alamsyah 2013).
Di kota Medan terdapat sebuah Gurdwara (kuil) Shri Guru Arjun Devji yang menggunakan bentuk atap kubah yang dibangun pada tahun 1953. Kuil ini
menggunakan bentuk atap kubah seperti halnya Gurdwara Golden Temple yang dibangun pada tahun 1764 di kota Amritsar wilayah Punjab, India. Namun yang
menjadi kasus pada penelitian ini adalah terdapat sebuah kuil di kota Medan yang tidak menggunakan bentuk atap kubah, yang diterima oleh umat beragama Sikh
sehingga menjadi gagasan untuk meneliti tentang transformasi bentuk kubah pada
kuil agama Sikh.
Transformasi adalah salah salah satu insting dasar manusia yang dapat
didefinisikan sebagai suatu set transisi pada masyarakat dalam usahanya untuk mengadakan adaptasi dalam perubahan dunia. Misi dan tujuan budaya tertentu dapat diperoleh melalui suatu strategi yang merefleksikan materi budaya misalnya
gaya arsitektur dan bentuk hunian. Karena arsitektur ditentukan berdasarkan budaya (Rapoport dalam Loebis, 2002), transformasi arsitektural dan prosesnya
juga ditentukan oleh budaya, akibatnya perubahan dan transformasi budaya akan berdampak pada arsitektur.
Makna dari bentuk arsitektur dapat dicapai melalui pengujian struktur fisik
dan sosial masyarakat yang mempengaruhi masa lalu dan memiliki makna bagi generasi masa kini dan masa depan. Interaksi dan pertukaran antar budaya telah
merubah budaya dan menghasilkan sintesis baru. Sintesis baru ini memungkinkan perluasan dalam periode evolusi dan menemukan ekspresi baru yang timbul akibat interaksi dengan budaya luar. Perwujudan budaya telah memperkaya dan
3 1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Mengapa terjadi transformasi pada bentuk atap kubah kuil Sikh di kota Medan?
1.3Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang ada di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
Menemukan penyebab terjadinya perubahan pada bentuk atap kubah kuil
Sikh.
1.4Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah:
Bagi penulis, penelitian yang dilakukan memberikan pengalaman belajar
dan kesempatan untuk menerapkan ilmu-ilmu yang dipelajari saat masa perkuliahan, sekaligus bermaanfaat sebagai bahan perbandingan antara hal-hal teoritis untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan.
Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi untuk melakukan penelitian sejenis dengan
mengembangkan data yang ada.
Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dan menambah pengetahuan mengenai tempat ibadah umat agama Sikh
(Gurdwara) di kota Medan.
1.5Batasan Penelitian
Batasan penelitian dilakukan hanya pada kawasan kota Medan mengenai perubahan bentuk kubah pada kuil Sikh yang dilihat dari bentuk kubah yang
dipakai dan juga melihat penyebab perubahan dari asal-usul transformasi.
1.6Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir merupakan sebuah proses berfikir peneliti dari awal
5 LATAR BELAKANG
Ditemukannya sebuah tempat ibadah umat agama Sikh di kota Medan yang mangalami transformasi pada bentuk atap kubah pada
bangunannya, yang diterima oleh umat beragama Sikh.
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Budaya dan Arsitektur
Budaya adalah tentang sekelompok orang yang memiliki nilai, kepercayaan dan pandangan hidup dan sistem simbol yang dipelajari dan disebarkan. Ini menciptakan sebuah sistem aturan dan kebiasaan, yang
merefleksikan idealisme dan menciptakan gaya hidup., tata cara hidup, peran, kelakuan, makanan, bahkan sebuah bentuk buatan misalnya arsitektur (Parson and
Shils: 1962, Rapoport: 1977 dalam Loebis: 2002).
Makna dari bentuk arsitektur dapat dicapai melalui pengujian struktur fisik dan sosial masyarakat yang mempengaruhi masa lalu dan memiliki makna bagi
generasi masa kini dan masa depan. Interaksi dan pertukaran antar budaya telah mengubah budaya dan menghasilkan sintesis baru. Sintesis baru ini
memungkinkan perluasan dalam periode evolusi dan menemukan ekspresi baru yang timbul akibat interaksi dengan budaya luar. Perwujudan budaya telah memperkaya dan menciptakan sintesis baru dengan budaya yang telah ada dan
menghasilkan bentuk arsitektur baru melalui transformasi (Loebis, 2002).
2.2 Transformasi Arsitektur dan Perubahan Budaya
Transformasi adalah perubahan budaya yang relatif cepat dengan hasil yang besar. Transformasi khususnya pada perubahan susunan teknis dan moral
7 (Redfield, 1953). Selanjutnya (Redfield dalam Loebis, 2002) menyatakan bahwa
susunan teknis adalah susunan yang didapat dengan cara paksaan yang disengaja, atau dari pemanfaatan dengan maksud yang sama.
Transformasi adalah salah salah satu insting dasar manusia yang dapat didefinisikan sebagai suatu set transisi pada masyarakat dalam usahanya untuk mengadakan adaptasi dalam perubahan dunia. Misi dan tujuan budaya tertentu
dapat diperoleh melalui suatu strategi yang merefleksikan materi budaya misalnya gaya arsitektur dan bentuk hunian. Karena arsitektur ditentukan berdasarkan
budaya (Rapoport dalam Loebis, 2002), maka transformasi arsitektural dan prosesnya juga ditentukan oleh budaya, akibatnya perubahan dan transformasi budaya akan berdampak pada arsitektur.
Transformasi adalah aturan sintetis tertentu atau pola dasar kata dalam kalimat yang mengambil satu kategori sintetis atau simbol dan merubahnya dalam
garis yang lain oleh proses penambahan, penghapusan,permutasi yang dispesifikasikan oleh aturan transformasi (Loebis, 2002).
2.2.1 Asal-usul Transformasi
Perubahan dapat didefinisikan sebagai serangkaian kejadian dalam kurun waktu, yang melahirkan suatu modifikasi atau pergantian suatu elemen dari pola
budaya yang mengarah pada pergerakan pola dalam waktu dan ruang dan menghasilkan pola kultural lain (Loebis, 2002). Perubahan kultural berkaitan
dengan waktu. Perubahan kultural bersifat historis dan berhubungan dengan
urutan kejadian dan pergerakan ruang dan waktu. Oleh karena itu, perubahan
budaya hanya bisa dipelajari melalui catatan sejarah.
Struktur dan proses perubahan budaya adalah suatu sistem yang terdiri dari
bagian yang saling bergantung, setiap bagian ini memiliki fungsi masing-masing dan berperan dalam sistem (Durkheim dalam Loebis, 2002). Dalam teori ini, sistem adalah gerakan kekal, suatu titik keseimbangan dimana bagian dari sistem
tersebut terus menerus menyesuaikan satu sama lain dan untuk merubah subsistem yang membentuk bagian baru. Maka dari itu, dalam suatu sistem terdapat
penggerak untuk mencapai kondisi baru.
a. Adaptasi
Sesuai dengan pandangan evolusionisme, adaptasi adalah suatu proses
dan sistem yang menghubungkan sistem kebudayaan dan alam semesta. Proses ini terjadi apabila misi kultural tercapai, dengan demikian masyarakat
menggerakkan sumber daya dan menjaga pola budayanya sebagai upaya untuk menciptakan keseimbangan. Maka dari itu, kondisi ini tidak dapat ditetapkan sebagai kondisi statis, hal ini dikarenakan sistem memiliki potensi yang tinggi
untuk merangsang dan melaksanakan perubahan dan adaptasi, dalam menjaga tujuan misi kultural bagi masyarakat, oleh (Parson dan Shills: 1962 dalam Loebis:
2002).
Adaptasi adalah faktor yang penting, tetapi dalam analisis proses
9 b. Pencapaian Kebutuhan Budaya
Kebutuhan budaya terdiri atas beberapa antara lain, kebutuhan biologis seperti yang diungkapkan (Malinowski, 1944) dan (Mallmann, 1973), hasrat
(Kemenetsky, 1992), keinginan (Max-Neef, 1992), dan kebutuhan sosial (Radcliffe-Brown, 1922). Dengan kata lain kebutuhan budaya adalah semacam interaksi dari kebutuhan biologi dan material ideologi. Kebutuhan budaya dapat
dilaksanakan melalui pencapaian misi kultural dengan cara mengaplikasikan strategi budaya. Oleh karena itu, kebutuhan budaya bergantung pada perubahan
dan mentransformasikan suatu upaya untuk melakukan adaptasi demi kelangsungan hidup manusia (Loebis, 2002).
2.2.2 Mekanisme Transformasi
Transformasi adalah istilah yang berhubungan dengan perubahan yang diukur melalui karakter oleh objek atau konsep gagasan, persepsi dan budaya.
Perubahan yang cepat dalam waktu yang singkat dengan efek yang luas disebut revolusi yang tepat, sedangkan proses yang lambat dengan waktu yang cukup lama disebut evolusi. Mekanisme gagasan dan transformasi budaya bisa menjadi
difusi, evolusi atau keduanya (Loebis, 2002).
a. Pertukaran Internal (evolusi)
Dalam teori evolusi, proses perubahan budaya menunjukkan keteraturan dan gejala asli dalam setiap pola budaya untuk mengalami perubahan. Gejala ini
dideskripsikan dalam teori dialektik Hegel yang menyatakan bahwa pendekatan
dialektik menekankan kepentingan produk mental dan pikiran daripada material
seperti yang diaplikasikan pada definisi sosial pada dunia fisik dan materi.
(Smith: 1976 dalam Loebis: 2002), perubahan disebabkan oleh tiga faktor.
Faktor yang pertama adalah kumpulan minat materi masyarakat, yang kedua adalah ideologi yang menanamkan pandangan hidup, dan yang ketiga adalah ketertarikan suatu kelompok budaya.
Perubahan dalam evolusi dipandang sebagai pertumbuhan, yang mungkin terganggu, namun selalu mencapai kemajuan dan terus naik, bertransformasi dari
bentuk simpel ke bentuk yang lebih rumit dan fleksibel. Meskipun demikian hanya perubahan tertentu yang mengikuti pola ideal ini. Faktanya, hasil dari dampak faktor eksternal banyak yang berubah dan dalam keadaan tertentu
keadaan pola kultural menjadi kurang penting bila dibandingkan dengan penyaluran dampak eksternal.
Kegagalan dalam evolusi adalah ketidakmampuan paham dalam menyungguhi proses terputus yang radikal dan serangkaian kejadian yang diungkapkan dalam catatan sejarah.
b. Pertukaran Eksternal (difusi)
Difusi adalah respon dari sumber perubahan internal seperti yang
diusulkan oleh teori evolusi. Difusi disini dapat diartikan sebagai perpindahan elemen budaya dari satu budaya ke budaya lainnya. (Smith: 1976 dalam Loebis:
11 maupun tidak diarahkan tetapi elemen budaya asing tidak akan bisa menembus
budaya lain kecuali elemen budaya tersebut disetujui oleh budaya penerima. Budaya penerima kemudian akan memodifikasi elemen budaya yang mereka
terima dengan cara yang lebih kompleks, modifikasi budaya inilah yang nantinya akan menjadi bentuk hybrid. Malinowski (1945) sependapat dengan teori ini, Ia menyatakan bahwa dampak misi budaya penyumbang berpengaruh.
Paham difusi meyakini bahwa perubahan terbesar berasal dari luar budaya penerima, dan tugas para peneliti adalah untuk mencari keanehan, terulang yang
tersalur dimana perubahan mendesak pengaruhnya pada budaya penerima. Perubahan dalam difusi memiliki relevansi dan atraksi yang besar dalam proses sejarah masa kini dibandingkan dengan masa lalu.
Difusi juga memiliki kekurangan, yang pertama paham ini cenderung berasumsi bahwa semua perubahan bersifat kualitatif. Yang kedua difusi
cenderung menolak peran seleksi aktif oleh individu dan kelompok yang ditemukan oleh Malinowski. Yang ketiga, paham ini gagal menyediakan kriteria untuk membedakan jenis rangkaian kejadian sejarah eksternal yang dapat
menghasilkan perubahan yang signifikan.
2.3 Sikh
2.3.1 Agama Sikh
Sikh adalah pengikut Sikhisme, agama monoteistik yang berasal dari abad
ke-16 di wilayah Punjab. Istilah "Sikh" berarti murid. Agama Sikh didirikan oleh Guru Nanak, asal-usul Sikhisme terletak pada ajaran Guru Nanak dan penerusnya
(Aulakh, 1999). Nanak menunjukkan pembebasan spiritual melalui kerendahan
hati, doa, menahan diri, mencari dengan hati dan percaya pada satu Tuhan. Ia menolak berhala dan inkarnasi (Sarkar, 1937).
Menurut tradisi Sikh, Guru menyebarkan ajarannya dimana pun Ia pergi. Menjelang akhir hidupnya Guru memiliki banyak pengikut dari berbagai lapisan masyarakat dan agama.
Semua laki-laki Sikh memilki "Singh" (Singa), dan Sikh perempuan memiliki "Kaur" (Putri) sebagai nama tengah atau nama belakang. (Aulakh, 1999)
Sikh yang telah menjalani upacara pengikut Sikh, juga dapat diakui oleh 5K: rambut yang tidak dipotong (Kesh), menggunakan sebuah gelang besi (Kara), (Kirpan) pedang terselip di tali gatra, (Kachehra) sebuah pakaian dalam katun, dan
sisir kayu kecil (Kanga). Laki-laki Sikh yang sudah dibaptis harus menutupi rambut mereka dengan sorban, sementara perempuan Sikh yang sudah dibaptis
juga harus memakai penutup kepala. Wilayah Punjab adalah tempat sejarah agama Sikh, meskipun masyarakat yang signifikan ada di seluruh dunia.
2.3.2 Sejarah Agama Sikh
Sejarah Sikh berhubungan dengan Sikhisme sebagai badan politik yang berbeda, dimulai dengan kematian Guru kelima Sikh, Guru Arjan Dev di tahun
1606. Perbedaan Sikh semakin ditingkatkan dengan pembentukan Khalsa, oleh Guru Gobind Singh pada tahun 1699. Evolusi Sikhisme dimulai dengan
13 Umumnya Sikhisme telah memiliki hubungan persahabatan dengan
agama-agama lain. Namun, selama pemerintahan Mughal dari India (1556-1707), agama yang muncul telah bersetegang dengan penguasa Mughal. Hindu Hill
Rajahs terlibat dalam pertempuran melawan Guru Gobind Singh karena mereka umumnya menentang prinsip Guru Gobind Singh yang meniadakan kasta pada agama. Tokoh Guru Sikh dibunuh pada masa dinasti Mughal karena menentang
penganiayaan Mughal dari komunitas agama minoritas. Selanjutnya, militerisasi Sikhisme menentang hegemoni Mughal. Munculnya Kekaisaran Sikh di bawah
pemerintahan Maharajah Ranjit Singh ditandai dengan toleransi beragama dan pluralisme dengan orang Kristen, Muslim dan Hindu dalam posisi kekuasaan. Pembentukan Kekaisaran Sikh umumnya dianggap sebagai puncak Sikhisme pada
tingkat politik. (Sarkar, 1937).
2.4 Definisi Kubah
Beberapa defnisi kubah oleh beberapa tokoh :
(Sopandi 2013) Kubah dikembangkan selama ratusan tahun oleh banyak kelompok masyarakat diberbagai dunia. Sejarah kubah sangat luas dan kaya makna bahkan menjadi simbol yang khas bagi berbagai agama serta budaya dan peradaban tertentu. Hampir mustahil untuk memilah kubah
yang Islam, yang Kristen, yang Yahudi, yang Pagan karena pada dasarnya tradisi membangun kubah telah dimulai sejak era Romawi Kuno. Konon
bentuk kubah dapat diinterpretasikan “mengandung” makna universal sebagai benda buatan manusia yang meniru bentang langit.
Kubah merupakan salah satu unsur arsitektur mendasar yang dapat disebut sebagai bentuk bangunan dan selalu digunakan di tempat tertinggi di atas
bangunan (sebagai atap). Bentuk dari kubah tidak hanya memiliki permukaan luar tetapi juga memiliki ruang dalam dan organisasi ruang dimana arsitektur berada pada potensi paling tinggi, ketika eksterior dan
interior dipahami dalam satu kesatuan (Wahid, Alamsyah 2013).
(Pope 1965;Wilber 1969; Michell 1978; Stierlin 2002) Orang terlalu
sering memperhatikan kesamaan bentuk kubah Islam, meskipun terdapat perbedaan antara bentuk konseptual. Para peneliti sering menggunakan
kedua istilah bentuk onion dan bulbous.
2.4.1 Sejarah Kubah
Dalam buku Sejarah Arsitektur (Sopandi, 2013) perkembangan arsitektur di Eropa Timur dan di Timur Tengah banyak mewarisi berbagai inovasi yang dikembangkan pada masa kejayaan Romawi. Selain karena perkembangan
teknologi membangunnya, Romawi sangat berpengaruh karena kekuasaan politiknya yang luas, mencakup daratan yang mengelilingi Laut Mediterania:
Italia, Yunani, semenanjung Eropa Barat, sebagian Britania, delta muara Sungai Nil, semenanjung Arab, dan Asia kecil. Pada puncak kejayaannya, mulai dari abad 4 SM sampai dengan 400 M, Roma sempat mengembangkan infrastruktur kota
yang canggih di daerah-daerah kekuasaannya.
Setelah Roma mengalami banyak masalah dan tidak lagi kondusif sebagai
15 Konstantin merupakan Kaisar pertama yang memeluk agama Kristen pada tahun
313 M, bahkan menjadikan agama resmi Kekaisaran Romawi. Kekaisaran Romawi Timur (Kekaisaran Bizantium) mengembangkan peradaban yang maju di
Eropa Timur dan sebagian di Timur Tengah. Bagi sejarah perkembangan arsitektur Eropa, perpecahan ini penting karena menentukan tradisi perkembangan monumen-monumen arsitektur, terutama bangunan ibadah.
Arsitektur religius di Bizantium identik dengan elemen kubah dan denah yang terpusat. Hagia Sophia merupakan sebuah karya agung Bizantium yang di
bangun pada kurun waktu 532-537 M. Inovasi geometri yang dihasilkan pada Hagia Sophia adalah bidang segitiga melengkung yang disebut pendentive. Kebanyakan interpretasi sejarah arsitektur menghubungkan arsitektur Bizantium
sebagai pengembangan lanjut dari yang telah dicapai oleh monumen Patheon, yaitu berusaha menciptakan ruang simbolis yang merepresentasikan cakrawala
dan semesta lewat konstruksi kubah.
a. Kubah
Perkembangan arsitektur Islam juga tidak lepas dari berbagai pengaruh
arsitektur peradaban-peradaban yang mendahuluinya. Islam berkembang menjadi sebuah kekuatan politik penting dan peradaban besar sejak abad ke-7. Sepeninggal
Nabi Muhammad (570-632) Pengaruh Islam dibangun oleh khalifah-khalifah dan berbagai peradaban. Bangsa Arab mengasimilasi berbagai kebudayaan dan
mewarisi keahlian berbagai suku bangsa lain; ilmu hitung dan matematika dari India, keahlian membangun dari Persia, keahlian membangun kubah dari
Bizantium, dan keahlian pembuatan dinding dari Armenia. Selain itu kebudayaan
Islam juga mengadopsi berbagai bentukan ruang dan elemen arsitektur. Tidak jarang Islam mewarisi bangunan-bangunan keagamaan dan situs-situs pra-Islam
yang dialihfungsikan menjadi mesjid-mesjid (Sopandi, 2013).
(Sumalyo, 2006) Mesjid dapat diartikan sebagai tempat dimana umat Muslim bersembahyang. Kata mesjid disebut sebanyak dua puluh delapan kali didalam
Al-Quran, berasal dari kata Sajada-Sujud, yang berarti patuh, taat, serta tunduk penuh hormat dan takzim. Sujud dalam syariat yaitu berlutut, meletakkan dahi, kedua
tangan ke tanah adalah bentuk nyata dari arti kata tersebut di atas. Oleh karena itu bangunan dibuat khusus untuk shalat disebut mesjid yang artinya: tempat untuk sujud.
Zaman Bizantium merupakan zaman perkembangan arsitektur yang berpengaruh besar dalam Arsitektur Mesjid. Dimana Konstantinopel (sekarang
Istanbul) di bangun sebuah gereja sangat besar pada waktu itu yang disebut Hagia Sophia. Pada gereja inilah dibuat kubah, kemudian kubah menjadi ciri dari arsitektur Bizantium.
Arsitektur zaman Bizantium (330-1453) bersamaan dengan jaman Kristen Awal dan Islam Awal, keduanya banyak menggunakan kubah. Struktur kubah
yang kekuatannya justru karna bentuk, mulanya untuk memenuhi kebutuhan ruang lebar tanpa kolom, karena keindahannya kemudian banyak diambil hanya
17 antara lain gereja S. Marko (1063-85). Kubah pada gereja ini biasanya tidak lebar, menggunakan kerangka kayu. Tidak sedikit gereja lain sejaman memakai “kubah
palsu” majemuk, bahkan memodifikasi menjadi bentuk bawang, yaitu kubah
yang runcing di atas, menggelembung di tengah seperti bawang (onion).
Bahkan bentuk kubah tidak sedikit hanya dipakai sebagai hiasan dan hanya berbentuk kecil, misalnya pada amortizement dan puncak dari sebuah minaret,
misalnya pada banyak mesjid dan makam muslim Kuno di India. Pada mesjid-mesjid kuno dan baru di Arab, Mesir dan lain-lain, kubah selain menjadi penghias
juga menjadi tanda memperkuat arah kiblat, diletakkan di depan-atas dari mihrab. Keberadaan kubah pada mesjid, juga seperti adanya banyak kolom dalam haram, menjadi polemik berkepanjangan. Ada yang memandang kubah sebagai simbol
dari mesjid.
Selain pada wilayah Bizantium seperti antara lain Persia dan India, banyak
mesjid menggunakan kubah khususnya kubah bawang. (Sopandi, 2013) arsitektur Islam mencapai kemegahannya sewaktu dikembangkan oleh Kekaisaran Mughal di India dalam kurun waktu 3 abad, sejak 1526 hingga 1850. Dinasti Mughal yang
beragama Islam berhasil memerintahkan anak benua Asia Selatan meliputi area yang sangat luas terbentang dari Dataran Himalaya di utara, Deccan di timur,
meliputi sebagian Afghanistan di barat, hingga Goa di selatan.
Kebanyakan penguasa Mughal berupaya menerapkan tradisi membangun yang
dikembangkan di Timur Tengah di daerah kekuasaannya di India dengan mendatangkan ahli-ahli dari India. Dinasti Mughal membangun kota-kota,
berbagai istana, banyak mesjid penting dan beberapa mausoleum yang berskala
sangat monumental. Arsitektur Mughal biasanya dibangun dengan material-material yang dianggap mewah.
Pada prinsipnya arsitektur Mughal menerapkan tipologi ruang dan bentuk yang dikembangkan di Timur Tengah. Arsitektur Mughal banyak membuat bentukan iwan, pelataran terbuka yang luas dan monumental, kubah megah, dan
minaret. Namun yang membedakannya dengan tempat asalnya, monumen- monumen Mughal dirancang dan dibangun sebagai benda-benda seni yang total
dan sempurna. Kebanyakan monumen Mughal dirancang oleh arsitek maupun seniman yang ditunjuk dengan mengembangkan kepekaan atas bentuk elemen dan detail yang merepresentasikan kaidah estetika dan asal- usulnya, dan kemudian
dibangun dengan konsisten hingga ke detail-detailnya.
b. Candi
Agama Hindu timbul dari bekas-bekas reruntuhan ajaran-ajaran Weda dengan mengambil pokok pikiran dan bentuk bentuk rupa India purbakala dan berbagai kisah dongeng yang bersifat rohani yang telah tumbuh di semenanjung itu
sebelum kedatangan bangsa Arya. Dengan sebab ini, para peneliti menganggap Agama Hindu sebagai kelanjutan dari ajaran-ajaran Weda dan menjadi bagian dari
proses evolusinya.
Agama Hindu adalah suatu agama yang berevolusi dan merupakan kumpulan
19 mereka datang berpindah ke India dan menundukkan penduduk aslinya serta
membentuk suatu masyarakat sendiri di luar pengaruh penduduk asli itu. Kedudukan bangsa Arya sebagai penakluk negeri yang lebih tinggi daripada
kedudukan penduduk asli serta pergaulan mereka telah melahirkan adat-istiadat Hindu yang dianggap menurut perputaran sejarah, sebagai sesuatu agama yang dianut dan dipegang tata susilanya oleh orang-orang India.
Kiranya dapat dikatakan bahwa asas agama Hindu adalah kepercayaan bangsa Arya yang telah mengalami perubahan sebagai hasil dari percampuran mereka
dengan bangsa-bangsa lain, terutama sekali bangsa Parsi, yaitu suatu dalam masa perjalanan mereka menuju India.
Tajamnya perselisihan diantara orang-orang India yang beragama Hindu dan
orang-orang yang beragama Islam. Sebab-sebab perselisihan yang sengit itu juga adalah pandangan orang-orang Hindu dan orang-orang Islam terhadap binatang
lembu. Orang-orang Hindu memuja lembu, sementara orang-orang Islam malah menyembelihnya. Begitu juga pandangan pada patung. Kuil-kuil Hindu penuh dengan patung, sementara mesjid-mesjid tidak berpatung sama sekali. Salah satu
akibat dari perselisihan ini adalah pembagian negeri India dari segi politik menjadi dua bagian yang berasas pada agama. Negara Pakistan telah ditetapkan
wujudnya dengan kedua bagiannya di Timur dan di Barat sebagai sebuah kerajaan Islam dan jumlah penduduknya 80 juta orang yang 90%-nya adalah penganut
agama Islam. Tanah semenanjung yang selebihnya adalah tetap dengan nama asalnya India, 10% dari penduduknya adalah penganut agama Islam (Shalaby, 1998).
Masyarakat India menganggap bahwa alam semesta merupakan benua
berbentuk lingkaran, yang dikelilingi oleh beberapa samudera dengan pulau-pulau besar di empat penjuru yang merupakan tempat tinggal keempat penjaganya yang
keramat. Di pusat terletak Gunung Mahameru yakni gunung para Dewa.
Alam semesta yang bermacam-macam itu pada hakikatnya hanyalah semu atau tipuan belaka. Mereka memandang segala yang ia lihat dan yang mereka
alami sebagai sesuatu yang kosmos atau yang agung. Dengan kata lain manusia menurut pandangan orang India harus melakukan perjalanan penuh perjuangan
dan pengekangan diri untuk pergi dari keadaan maya yang semu ini dan semakin membersihkan diri, semakin menghening, sehingga bersih bebas tanpa rupa tanpa nafsu ataupun hasrat, meniadakan diri. Jalan peniadaan diri (dari yang maya)
kedalam keheningan mumi mutlak (nirvana) itulah hakikat pandangan India beserta ungkapan-ungkapan kebudayaannya.
Banyak peninggalan-peninggalan yang ditinggalkan pada jaman Hindu. Candi merupakan salah satu peninggalan Hindu yang bersifat arsitektural yang masih dapat kita lihat sampai saat ini. Candi berfungsi sebagai tempat tinggal
dewa-dewa yang terbuat dari batu. Bangunan batu yang tinggi itu melambangkan kekuasaan dan sifat abadi dari dewa yang bersangkutan. Untuk Candi Hindu dan
Candi Budha mempunyai persamaan dan perbedaan dalam pemakaian bentuk, pola dan orientasinya tetapi pada dasarnya adalah sama dengan memandang alam
21 Candi Hindu berupa Borobudur merupakan manifesta gunungan kosmik
yang dibentuk atas diagram Mandala Buddhis. Mandala adalah sebuah prinsip penataan ruang yang dikembangkan berdasarkan nila-nilai tempat yang
diasosiasikan dengan bagian-bagian tubuh manusia, sesuai dengan peruntukan dan orientasinya. Prinsip penataan ruang/geomancy Cina yang disebut Feng Shui juga menerapan prinsip-prinsip dasar yang sangat mirip dengan Mandala (Sopandi,
2013).
Vastu-purusa berarti dalam konteks sebuah site-plan atau rencana lokasi.
Menurut Matsya Parana, bahwa Vastu Purusa Mandala memiliki dewa tertentu, Vastu Purusa di masing-masing tempat. Di Timur-Utara (aisdnya) dikatakan ditempati oleh Mercury (budha) dan Dewa Wisnu. Dengan demikian, tempat
berdoa dan ruang ibadah terletak di arah itu. Di Timur Selatan (agrneyi) dikatakan ditempati oleh Bulan dan Parvati. Bulan dikatakan pengendali pikiran
dan Parvati adalah simbol dari ibu, pikiran. Kelemahan adalah sifat pikiran. Tempat memasak berada di Timur Selatan. Di Timur-Utara (Aisdnya) ditempati oleh Ketu dan Chitragupta. Sehingga dianjurkan bahwa kas dan toko harus di sisi
itu.
Ini adalah aturan pilar yang tidak akan dibangkitkan pada titik-titik
sensitif dari Vastu Purusa. Titik-titik sensitif menurut ilmu fisika untuk memblok susunan pilar didalam dan diluar. Hal ini diduga bahwa Vastu Purusa akan mati
jika arah keluar-masuk diblokir dengan pilar. Titik-titik sensitif juga berada pada lipatan lengan dan kaki. Jika pilar didirikan di titik-titik, tidak akan menemukan dasar dukungan yang cukup. Oleh karena itu, titik-titik tersebut harus dihindari
untuk pilar. Kepala Vastu Purusa adalah di Aisdnya. Kepala harus aman. Tampak
bahwa Utara-Timur harus dijaga bebas dari struktur berat seperti pilar, dll.
Ada banyak cerita tentang Vastu Purusa. Sesuai Hindu Mitologi, dalam
perang antara Deva dan Asura, setan muncul dan mulai menyiksa Deva. Pada akhirnya Deva mendorongnya ke bawah dan duduk di atasnya. Setan mengajukan banding ke Dewa Brahma untuk menolong. Dewa Brahma menamainya Vastu
Purusa dan memberkatinya dengan kata-kata: "Semua karya di bumi akan dimulai dan diakhiri hanya setelah mendamaikanmu " Pada intinya, tanpa Vastu Purusa
tidak akan ada yang terjadi di bumi. Veda juga memberikan ide-ide seperti Visvakarman atau Vastu Purusa.
Orang-orang berpikir bahwa pembangunan rumah hanyalah konstruksi
dengan batu bata dan mortir sesuai rencana. Ada berbagai aspek yang harus dipertimbangkan sebelum dan selama konstruksi. Bahkan posisi pintu (terutama
pintu depan) dan jendela dan arah dimana pintu masuk ke rumah adalah tetap, memiliki banyak makna dalam kesejahteraan pemilik dan penduduk (Indianetzone.com, 2011).
Penggunaan bentuk-bentuk dasar dari candi menggunakan citra dasar “gunung”. Gunung dalam penghayatan religius masyarakat kuno di India (dapat
juga ditemukan pada daerah daerah lain di dunia, misalnya Olimpia) dihayati sebagai tanah yang tinggi, tempat yang paling dekat dengan dunia atas, yang
23 Tata bentuk pada puncak-puncak gunung itulah dibayangkan para dewata
hidup. Hal ini sangat mempengaruhibentuk-bentuk arsitektur Hindu. Bentuk candi terbagi menjadi beberapa tipe. Pembagian tipologi candi ini dapat dilihat dari
jumlah ruang pada candi, yaitu :
Bangunan candi dengan satu ruang ( One roomed building)
Bangunan candi dengan tiga ruang (Three roomed Building)
Bangunan candi bertingkat dua dengan enam ruang (Two storied building with six room)
Bangunan candi masif tanpa ruang
Pembagian candi secara vertikal terbagi dalam tiga bagian utama, yaitu:
a. Kaki (Bhurloka)
Pada bagian ini disebut juga sebagai dasar atau base dari sebuah candi. Bagian ini merupakan bagian yang paling luas dari keseluruhan candi. Pada tahap ini
menunjukkan makna dimana manusia masih dipenuhi oleh hawa nafsu.
b. Badan (Bhuvarloka)
Menggambarkan keadaan manusia di dunia fana ini. Sadar tetapi masih sadar semu. Pada bagian ini merupakan bagian dimana manusia sudah mulai sadar untuk meninggalkan nafsu duniawi. Biasanya terdapat patung yang mempunyai
makna sebagai perantara atau petunjuk jalan untuk mencapai tahap kesempurnaan hidup. Ukuran pintu sengaja dibuat kecil agar orang yang masuk merundukkan
kepala sebagai tanda penghormatan dewa yang berada didalamnya. Bagian atas
pintu biasanya terdapat kepala kala yang dipercaya sebagai penjaga pintu candi.
Pada bagian atas dari badan (body) terdapat molding (upper molding) yang membatasi antara badan dan kepala (roof).
c. Kepala (roof)
Merupakan bagian dimana manusia memasuki tahap kesempurnaan hidup dan meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi. Pada bagian atap terdapat 3 tingkatan
yang terdiri dari:
Tingkatan 1 merupakan tingkatan paling bawah dari bagian kepala. Bagian
ini merupakan tahap awal manusia memasuki tahap kesempurnaan.
Tingkatan 2 mempunyai skala yang lebih kecl dari tingkatan pertama yang
menandakan manusia sudah berada pada tahapan yang semakin tunggi dan
semakin kecil.
Tingkatan 3 merupakan tahap dimana manusia akan memasuki
kesempurnaan hidup. Semakin kecil dan semakin suci.
Puncak dari kepala merupakan tahap puncak dimana manusia menjadi
25 BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian tentang perubahan kubah pada kuil Sikh tergolong dalam metode penelitian kualitatif dan kuantitatif, dimana yang dimaksud dengan penelitian kualitatif (Bogdan dan Taylor, 1975)
bahwa metode kualitatif merupakan suatu proses penelitian yang menghasilkan data deskriptif dalam bentuk tulisan ataupun wawancara dari objek yang diteliti.
Penelitian historis dan penelitian deskriptif termasuk dalam metode penelitian kualitatif. Penelitian historis adalah penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan secara teratur keadaan masa lalu untuk dibuktikan kebenarannya,
(Nevis dalam Sinulingga, 2011). Penelitian deskriptif dilakukan untuk menggambarkan secara nyata dan tepat sesuai dengan fakta-fakta yang terkait
mengenai objek tersebut (Sinulingga, 2011).
Metode ini dilakukan untuk mengulang kembali masa lampau secara objektif dan sistematik dengan cara mengumpulkan data-data serta menyatukan
bukti-bukti dan hasil temuan yang di dapat dari fakta-fakta mengenai transformasi kubah pada kuil Sikh dan membuat deskripsi yang tepat.
3.2 Kerangka Teori
Pandangan tentang hubungan sebab akibat antara budaya dan arsitektur
Lokasi penelitian 4 Kuil Sikh di kota Medan Topik Penelitian Transformasi Arsitektur
Mode perbandingan Perbandingan kuil Sikh yang menggunakan bentuk atap kubah berubah tidak menggunakan atap kubah pada kuil lainnya
Asumsi data budaya Didasari oleh bentuk yang berbeda, budaya yang sama. Jenis penelitian Penelitian kualitatif
Pengumpulan data lapangan
Wawancara pada narasumber dan pengumpulan data observasi lapangan
(Sumber: Hasil oleh data, 2014)
3.3 Variabel Penelitian
Variabel yang ditemukan peneliti berdasarkan kajian teori seperti sejarah
terbentuknya bentuk kubah yang digunakan pada kuil agama Sikh. Teori di dalam termasuk bentuk kubah, sejarah kubah, sejarah agama Sikh dan juga perbandingan
3.4 Populasi/Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah bentuk kubah yang merupakan objek utama penelitian. Kubah yang akan dibahas dalam penelitian ini digunakan
sebagai atap bangunan pada sebuah kuil Sikh dimana kuil lainnya mengalami perubahan dengan tidak menggunakan kubah pada bagian atap bangunannya. Sehingga terpilih bentuk atap kubah sebagai sampel dalam penelitian ini.
Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan penelitian historis dan penelitian deskriptif yang termasuk dalam metode
penelitian kualitatif. Dalam penelitian kualitatif tidak ada sampel acak, tetapi sampel bertujuan (Moleong, 2005). Untuk pemilihan sampel, digunakan metode purpossive sampling. Yang dimaksud dengan purpossive sampling adalah metode
pemilihan sample yang menggunakan kriteria tertentu sebagai acuan untuk memilih objek untuk dijadikan sumber informasi (Sinulingga, 2011).
3.5 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Dimana yang dimaksud dengan data primer adalah
pengumpulan data dengan teknik interview dan observasi semua objek bangunan yang dilakukan secara langsung dan melakukan wawancara pada sumber
informasi yang memahami tentang objek yang bersangkutan menurut Sekaran dalam buku (Sinulingga, 2011). Dalam penelitian ini, data primer dilakukan
29 Pengumpulan data dalam penelitian ini juga didapat dari internet yang merupakan
bagian dari data primer.
Adapun yang dimaksud dengan data sekunder adalah data yang
dikumpulkan oleh peneliti dimana sumber informasi yang didapat secara tidak langsung (Sinulingga, 2011). Dalam penelitian ini, data sekunder didapat melalui studi literature, baik dari buku, majalah, website, jurnal, dan sumber informasi
lainnya yang memuat tema tentang transformasi arsitektur dan budaya, bentuk kubah, sejarah Sikh.
Setelah mengikuti metode pengumpulan data, penelitian dilanjutkan dengan menganalisis dan mengambil kesimpulan yang tepat mengenai transformasi kubah pada kuil Sikh.
3.6 Kawasan Penelitian
Di kota Medan terdapat 4 kuil Sikh yang memiliki letak dan bentuk yang
berbeda-beda, 4 kuil memiliki bentuk atap yang menggunakan kubah dan tidak menggunakan kubah, masyarakat disekitar kawasan kuil juga tidak semuanya orang Punjabi tetapi merupakan masyarakat yang memiliki agama lain. Di bawah
ini adalah letak 4 kuil Sikh di kota Medan:
Gurdwara Perbandhak berada di Jalan Zainu Arifin
Gurdwara Shri Guru Arjun Devji berada di Jalan Mawar Sari Rejo
Central Sikh Temple terletak di Jalan Karya Murni
Gurdwara Shri Guru Tegh Bahadur di Jalan Polonia
Gambar 3.1 Letak Gurdwara Perbadhak dan Letak Gurdwara Shri Guru Arjun Devji
(Sumber: Google Map, 2014)
Gambar 3.2 Letak Central Sikh Temple dan Gurdwara Shri Guru Tegh Bahadur (Sumber: Google Map, 2014)
3.7 Metode Analisis Data
Penelitian menggunakan metode historis dan metode deskriptif dengan
pendekatan tentang transformasi arsitektur dan perubahan bentuk kubah pada kuil Sikh, lalu diproses dengan perpaduan fakta-fakta proses transformasi yang didapat
dari sumber informasi lalu di diskripsikan dengan tepat.
Analisis bentuk kubah
31 Analisis asal-usul transformasi
Dalam tahap ini digunakan metode analisis kualitatif yang
mendeskripsikan faktor transformasi, bentuk perubahan kubah secara mendetail sesuai dengan bentuk yang ada pada kuil yang diteliti. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan transformasi penggunaan kubah yang terkait
pada kuil tersebut.
BAB 4
KUIL SIKH DI KOTA MEDAN
4.1 Tentang Sikh
Sikh adalah pengikut Sikhisme, agama monoteistik yang berasal pada abad ke-16 di wilayah Punjab, India. Arti kata Sikh adalah murid. Agama Sikh didirikan oleh Guru Nanak (Aulakh, 1999). Asal-usul Sikhisme terletak pada
ajaran Guru Nanak dan penerusnya. Ajaran Sikh menekankan prinsip kesetaraan semua manusia dan menolak diskriminasi atas dasar kasta, keyakinan, dan gender.
Menurut tradisi Sikh, Guru menyebarkan ajarannya dimana pun ia pergi. Menjelang akhir hidupnya Guru memiliki banyak pengikut dari berbagai lapisan masyarakat dan agama.
Umat Sikh merupakan suku bangsa Punjabi yang berasal dari Amritsar, India. Suku Punjabi memiliki ciri-ciri seperti orang Benggali, karna mereka
mempunyai kesamaan dari segi fisik dan penggunaan sorban atau penutup kepala. Orang Benggali berasal dari Benggala daratan Pakistan yang mayoritas masyarakatnya menganut agama Islam. Faktor agama memperjelas kemiripan
mereka karena dalam ajaran agama Sikh pengaruh agama Islam sangat besar. Hal ini juga dapat dilihat dari penggunaan bentuk atap kubah pada rumah ibadah dan
33 Gurdwara merupakan istilah yang dipakai untuk tempat beribadah umat
agama Sikh. Biasanya setiap gurdwara memiliki fasilitas ruang makan vegetarian yang diperuntukkan untuk semua orang dan setiap kuil didukung oleh suatu
yayasan untuk umat beragama Sikh. Gurdwara yang dibangun oleh Shri Guru Ram Das (1534-1581) dan pembuatannya dilanjutkan oleh Shri Guru Arjun Devji (1563-1606) terletak di India tepatnya di kota Amritsar yang disebut dengan
Golden Temple (Aulakh, 1999). Gurdwara ini menggunakan bentuk kubah pada bagian atap bangunannya.
Gambar 4.1 Golden Temple, Amritsar, India. (Sumber: Wikipedia, 2014)
4.1.1 Sejarah Kedatangan umat Sikh di kota Medan
Suku Punjabi di Indonesia telah menyebar ke berbagai daerah, seperti
halnya di Sumatera Utara. Kedatangan suku bangsa Punjabi ke Sumatera Utara dimulai pada akhir abad ke 19, untuk bekerja sebagai buruh kontrak pada perkebunan tembakau raya milik Belanda (Sandhu dan Mani: 1993dalam
Manurung: 2010). Sistem yang diterapkan oleh perkebunan Belanda adalah sistem kontrak, sistem kontrak yang dimaksud yaitu pihak pengusaha perkebunan
mengambil atau mendatangkan tenaga kerja buruh yang mau bekerja kepada
mereka dan mereka diharuskan bekerja selama beberapa tahun sesuai dengan isi
kontrak. Para buruh juga harus mematuhi semua peraturan yang berlaku sesuai dengan sistem kontrak. Setelah masa kontrak mereka habis, para buruh dapat
menentukan hidup mereka sendiri. Banyak diantara mereka kembali ke negara asalnya dan menikah dengan wanita satu sukunya. Banyak juga di antara mereka yang tinggal di Indonesia, sehingga mereka kembali lagi ke Indonesia dengan
membawa keluarga dari negara asalnya (Manurung, 2010).
Selanjutnya, (Veneta: 1998 dalam Manurung: 2010) menyatakan bahwa
datangnya suku Punjabi ke Indonesia khususnya ke Sumatera Utara dimulai sejak abad ke-18 melalui Aceh atau Sabang dengan tujuan berdagang dan selanjutnya menetap dan menikah untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan bekerja
di perkebunan milik Belanda.
4.2 Data Kuil Sikh di Kota Medan
Gurdwara Perbandhak
Gurdwara Perbandhak berada di Jalan Zainul Arifin simpang Jalan Tengku
Umar. Gudwara ini dibangun pada tahun 1920, merupakan gurdwara pertama dan tertua di kota Medan. Disekitar kawasan merupakan orang Tamil dan Punjabi. Karna kuil ini bersebelahan dengan kuil Hindu.
35 Gambar 4.3 Tampak depan dan ruang dalam Gurdwara Perbandhak
(Sumber: Peneliti, 2014)
Gurdwara Shri Guru Arjun Devji
Gurdwara Shri Guru Arjun Devji dibangun pada tahun 1953 di Jalan
Mawar Sari Rejo. Gurdwara ini merupakan kuil Sikh terbesar di Indonesia. Daerah sekitar gurdwara merupakan permukiman dengan mayoritas orang
India. Memiliki akses jalan masuk yang terbilang kecil.
Gambar 4.4 Letak Gurdwara Shri Guru Arjun Devji (Sumber: Google Map, 2014)
Gambar 4.5 Bentuk atap kubah pada Gurdwara (Sumber: Peneliti, 2014)
Gambar 4.6 Ruang dalam gurdwara Shri Guru Arjun Devji (Sumber: Peneliti, 2014)
Central Sikh Temple
Merupakan kuil pribadi yang dibangun pada tahun 1991 terletak di Jalan Karya Murni. Kuil ini menggunakan bentuk atap kubah seperti
halnya Gurdwara Shri Guru Arjun Devji dengan ketinggian 2 lantai. Pada bagian bawahnya merupakan ruang vegetarian dan pada bagian atas
37 Gambar 4.7 Letak lokasi Central Sikh Temple
(Sumber: Google Map, 2014)
Gambar 4.8 Tampak depan dan ruang dalam Central Sikh Temple (Sumber: Peneliti, 2014)
Gurdwara Shri Guru Tegh Bahadur
Ini adalah gurdwara ke empat yang dibangun pada tahun 1994 yang berada
di Jalan Polonia yang jaraknya berdekatan dengan Cental Sikh Temple. Gurdwara ini seperti halnya rumah, tidak menggunakan bentuk atap kubah
pada bangunannya.
Gambar 4.9 Letak Lokasi Gurdwara Shri Guru Tegh Bahadur (Sumber: Google Map, 2014)
39 BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Analisis Berdasarkan Bentuk Kubah dan Asal-usul Transformasi
Analisis yang digunakan untuk meneliti kuil ini diambil dari definisi kubah yang terbagi menjadi kubah dan candi, dimana akan dianalisis pada 4 kuil Sikh di kota Medan. Untuk menganalisis tentang bentuk kubah yang mengalami
perubahan, digunakan teori asal-usul transformasi (Loebis, 2012) yang dilihat melalui adaptasi. Setiap kuil Sikh di kota Medan yang dibangun merupakan
sumbangan sosial dari masyarakat untuk membangun rumah ibadah umat Sikh di kota Medan (Wawancara, 2014).
5.1.1 Gurdwara Perbandhak
Gurdwara Perbandhak berada di Jalan Zainul Arifin simpang Jalan Tengku Umar. Gudwara ini dibangun pada tahun 1920. Bentuk dari gurdwara ini seperti
halnya bangunan bentang lebar 1 lantai memiliki ruang makan vegetarian, menggunakan bentuk atap perisai tanpa menggunakan kubah (gambar 5.1).
Gambar 5.1 Bentuk atap Gurdwara Perbhandak (Sumber: Peneliti, 2014)
Identitas diri
Gurdwara ini merupakan gurdwara pertama dan tertua di kota Medan,
dimana awalnya gurdwara ini dibangun untuk tempat peribadahan masal bagi umat Sikh untuk mengenalkan suku Punjabi di kota Medan (Wawancara, 2014).
Perubahan gaya hidup
Seiring dengan perkembangan waktu umat Sikh di kota Medan terpengaruh oleh masyarakat sekitar, salah satunya yaitu aturan agama hanya diberlakukan pada tempat ibadahnya saja seperti pengaruh penggunaan sorban
bagi kaum laki-laki Punjabi, dimana mereka tidak menggunakan sorban ketika berada diluar kuil dan memotong rambut mereka.
5.1.2 Gurdwara Shri Guru Arjun Devji
Gurdwara Shri Guru Arjun Devji dibangun pada tahun 1953 di Jalan Mawar Sari Rejo. Dilihat dari tampak depan gurdwara ini memiliki bentuk atap
kubah onion yang menggunakan atap kubah berwarna emas yang megah dengan penggunaan pilar disekeliling gurdwara. Ketika masuk ke gurdwara ini melewati
41 Gambar 5.2 Bentuk atap Gurdwara Shri Guru Arjun Devji
(Sumber: Peneliti, 2014)
Identitas Diri
Gurdwara ini merupakan kuil Sikh terbesar di Indonesia. Dulunya gurdwara ini dibangun sangat kecil berupa tepas-tepas oleh kerjasama suku Punjabi di kota Medan. Seiring berjalannya waktu jumlah umat Sikh
bertambah banyak, lalu umat Sikh berhasil mengumpulkan tanah dan mengumpulkan uang untuk membangun sebuah gurdwara yang megah
(Manurung, 2010).
Perubahan Gaya Hidup
Setiap umat Sikh yang datang ke gurdwara wajib menggunakan tutup kepala, masuk dengan keadaan bersih dan mencuci kakinya sebelum masuk ke gurdwara. Namun gaya hidup ini mengalami perubahan pada penggunaan
sorban atau penutup kepala jika berada di luar kuil.
5.1.3 Central Sikh Temple
Kuil ini merupakan kuil yang dibangun pada tahun 1991 terletak di Jalan Karya Murni. Kuil ini menggunakan bentuk atap kubah onion seperti halnya
Gurdwara Shri Guru Arjun Devji tetapi memiliki luas bangunan dan bentuk kubah yang kecil. Bangunan ini memiliki 2 tingkat lantai dengan bagian atas bentang lebar sebagai tempat ibadah umat Sikh dan pada bagian bawah merupakan ruang
makan vegetarian.
Gambar 5.3 Bentuk atap Central Sikh Temple (Sumber: Peneliti, 2014)
Identitas Diri
Pada kenyataannya kawasan di kuil ini tidak terdapat banyak suku Punjabi, namun dengan membangun sebuah gurdwara di kawasan tersebut
43 Perubahan Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup yang terjadi pada kuil ini yaitu boleh menggunakan
kuil ini dengan izin pemilik karna merupakan kuil pribadi. Kuil ini dibuka untuk kegiatan tertentu dan dengan izin oleh pemilik kuil (Wawancara, 2014).
5.1.4 Gurdwara Shri Guru Tegh Bahadur
Menurut survey yang dilakukan kuil ini adalah kuil termuda dari semua kuil di kota Medan yang dibangun pada tahun 1994, namun yang terlihat pada atap bangunannya kuil ini tidak menggunakan kubah onion. Kuil ini berbentuk
seperti halnya rumah 1 lantai dengan ruang ibadah bentang lebar dan tersedia juga ruang makan vegetarian. Dimana jika diperhatikan pada bagian depannya terdapat
sebuah bentuk 2 dimensi yang menyerupai kubah.
Gambar 5.4 Bentuk pada gurdwara Shri Tegh Bahadur (Sumber: Peneliti, 2014)
Gambar 5.5 Bagian bentuk gurdwara di Amritsar, India. (sumber: facebookcovers.piz18.com)
Hal ini dapat dilihat pada sebuah gurdwara di India yang memiliki kubah dan pada bagian bawah kubah terdapat sebuah bentuk yang menyerupai pada
gurdwara Shri Tegh Bahadur, namun gurdwara Shri Tegh Bahadur tidak memiliki bentuk atap kubah pada bagian atas bangunan yang diganti menggunakan atap
prisai.
Bentuk yang ada pada kuil dipengaruhi juga oleh kondisi lahan yang tidak memiliki wadah yang cukup besar dan juga dipengaruhi oleh sumbangan
masyarakat Sikh yang dikumpulkan untuk membangun kuil (Wawancara, 2014).
Identitas Diri
Kuil yang dibangun di Jalan Polonia merupakan kuil sederhana. Hal ini
secara langsung memperkenalkan umat Sikh di kawasan tersebut karna adanya kuil ini. Walaupun kondisi kuil ini tidak menggunakan kubah megah namun kuil ini tetap digunakan untuk ibadah umat Sikh. Karna pada dasarnya
45 Perubahan Gaya Hidup
Perkembangan umat Sikh di kota Medan terpengaruh oleh waktu salah
satunya yaitu aturan agama hanya diberlakukan pada tempat ibadahnya saja. Mereka juga menggunakan kuil ketika berlangsung kegiatan-kegiatan (Wawancara, 2014).
BAB 6
KESIMPULAN
Struktur kubah yang kekuatannya justru karna bentuk, mulanya untuk
memenuhi kebutuhan ruang lebar tanpa kolom, karena keindahannya kemudian banyak diambil hanya bentuknya saja. Bentuk atap kubah yang digunakan pada kuil umat Sikh di kota Medan menggunakan bentuk kubah seperti halnya yang
digunakan pada rumah ibadah umat Islam dimana bentuk kubah yang dipakai adalah bentuk onion atau biasa disebut kubah bawang, Hal ini dipengaruhi oleh
pembentukan agama Sikh pada masa pemerintahan Mughal. Pada masa pemerintahan Mughal, Arsitektur Islam mencapai kemegahannya dan menyebabkan kekaisaran Mughal membangun kota-kota dan istana yang banyak
mengunakan bentuk kubah megah dengan material yang dianggap mewah.
Perubahan penggunaan kubah dari asal-usul transformasi berpengaruh
pada identitas diri umat Sikh yang mana pembangunan kuil merupakan cara untuk memperkenalkan agama Sikh di kota Medan yang merupakan lingkungan baru bagi umat Sikh, karna dasarnya umat Sikh berasal dari Punjab, India. Perubahan
gaya hidup juga berpengaruh pada penggunaan kubah dengan membangun sebuah kuil yang megah namun membangun gurdwara dengan menggunakan kubah tidak
termasuk aturan bagi pembangunan gurdwara karna pada dasarnya cara beribadah umat Sikh bisa dilakukan dimana saja menurut keyakinannya. Kemegahan akan
47 Perubahan yang menyebabkan transformasi pada penggunaan kubah kuil Sikh
dapa dilihat pada sebuah bentuk gurdwara yang tetap megikuti bentuk ukiran yang sama dengan gurdwara yang ada di India, namun penggunaan atap kubah diubah
menggunakan prisai. Hal ini juga dipengaruhi oleh kondisi lahan yang tidak memadai untuk membangun sebuah kuil dengan menggunakan kubah megah. Selain itu faktor sumbangan sosial untuk pembangunan kuil dengan atap kubah
oleh penganut agama Sikh juga menjadi alasan karena umat Sikh di kota Medan merupakan agama minoritas.
DAFTAR PUSTAKA
Aulakh, T. Sukhdev Singh. 1999. Vasakhi dan Gurdwara Bersejarah.Yayasan Missi Gurdwara Shri Tegh Bahadur Sahib Ji.
Indian Religion, Society. 23 February 2011. Vastu Purusa. IndiaNetzone, (Online), IndiaNetzone.com, diakses 23 Februari 2011.
Loebis, Nawawiy. 2002. Architecture In Tranformation The Case of Batak Toba.
Universitas Sains Malaysia.
Mangunwijaya. 1995. Wastu Citra, Gramedia, Jakarta.
Manurung, Eva Yanthi. 2010. Samelan. Dept: Antropologi, Fisip USU.
Michell, G. (eds). 1978. Architecture of the Islamic world: Its history and social
meaning. NewYork, NY: Thames and Hudson.
Pope, A. U. 1965. Persian architecture, London, UK: Thames and Hudson Press.
Sarkar, Jadunath. 1937. The Cambridge History of India. Cambridge: The
University Press.
Shalaby, Ahmad. 1998. Perbandingan Agama Agama Besar di India (Hindu-Jaina-Budha, Sinar Grafika Offset.
Sinulingga, Sukaria. 2011. Metode Penelitian, USU Press, Medan.
Sopandi, Setiadi. 2013. Sejarah Arsitektur Sebuah Pengantar. PT Gramedia
49 Sumalyo, Yulianto. 2006. Arsitektur Mesjid dan Monumen Sejarah Muslim,
Gadjah Mada University Press.
Wahid, Julaihi. & Alamsyah, Bhakti. 2013. Teori Arsitektur. Graha Ilmu,
Yogyakarta.
Wilber, D. N. 1969. The architecture of Islamic Iran: The Il-Khanid period. New
York, NY: Greenwood Press.