• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Struktur dan Simbol Kubah pada Bangunan Masjid (Studi Kasus : Masjid Azizi Tanjung Pura, Langkat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Struktur dan Simbol Kubah pada Bangunan Masjid (Studi Kasus : Masjid Azizi Tanjung Pura, Langkat)"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS STRUKTUR DAN SIMBOL KUBAH

PADA BANGUNAN MASJID

(Studi Kasus : Masjid Azizi Tanjung Pura, Langkat)

SKRIPSI

OLEH

ANDRIE SUPARMAN 110406040

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

ANALISIS STRUKTUR DAN SIMBOL KUBAH

PADA BANGUNAN MASJID

(Studi Kasus : Masjid Azizi Tanjung Pura, Langkat)

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Dalam Departemen Arsitektur

Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh

ANDRIE SUPARMAN 110406040

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

PERNYATAAN

ANALISIS STRUKTUR DAN SIMBOL KUBAH

PADA BANGUNAN MASJID

(Studi Kasus : Masjid Azizi Tanjung Pura, Langkat)

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi,

dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang

pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu

dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2015

Penulis,

(4)

Judul Skripsi : Analisis Struktur dan Simbol Kubah pada Bangunan

Masjid

Nama Mahasiswa : Andrie Suparman

Nomor Pokok : 110406040

Departemen : Arsitektur

Menyetujui

Dosen Pembimbing,

(Ir. Dwi Lindarto Hadinugroho, M.T.)

Koordinator Skripsi, Ketua Program Studi,

(Dr. Ir. Dwira N. Aulia, M.Sc.,) (Ir. N. Vinky Rahman, M.T.)

(5)

Telah diuji pada

Tanggal : Juli 2015

Panitia Penguji Skripsi

Ketua Komisi Penguji : Prof. Ir. M. Nawawiy Loebis, M.Phil., Ph.D.

Anggota Komisi Penguji : 1. Ir. Dwi Lindarto Hadinugroho, M.T.

(6)

KATA PENGANTAR

Penulis bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan

karunia-Nya dimampukan untuk menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Teknik Arsitektur di Universitas Sumatera Utara

(USU) Medan.

Penulis juga ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada :

1. Bapak Ir. Dwi Lindarto Hadinugroho, M.T. selaku Dosen Pembimbing yang

telah membantu memberikan petunjuk dan pengarahan dalam penulisan skripsi

ini.

2. Bapak Prof. Ir. M. Nawawiy Loebis, M.Phil., Ph.D dan Bapak Imam Faisal

Pane, S.T, M.T, selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik dan saran nya dalam penulisan skripsi ini.

3. Bapak Ir. N. Vinky Rahman, M.T, selaku Ketua Departemen Arsitektur dan

Bapak Ir. Rudolf Sitorus, M.LA, selaku Sekretaris Departemen

Arsitektur,Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak dan Ibu dosen staff pengajar Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik,

Universitas Sumatera Utara.

5. Pengurus Badan Kenaziran Masjid (BKM) Masjid Azizi Tanjung Pura,

Langkat yang telah meluangkan waktunya kepada penulis dalam melakukan

penelitian guna mendapatkan data yang diperlukan untuk menyelesaikan

(7)

6. Kedua orang tua saya Bapak Suparman dan Ibu Nuraini dan abang-abang saya

Mahdian, Mhd Sukri, Hamdhani yang telah memberikan semangat, dorongan,

dan bantuan untuk menyelesaikan studi danskripsi penulis di Universitas

Sumatera Utara (USU) Medan.

7. Kepada pacar saya tercinta Alya Maulida serta sahabat saya Aries Munandar

(Bajuri) dan Rekan-rekan mahasiswa (Reza Fauzhi dan Ridwanyah

Sembiring), yang telah membantu serta memberikan motivasi dan dorongan

hingga selesainya skripsi ini.

8. Teman-teman seperjuangan (Teddy, Robby, Iqbal dan Bg Liel), rekan-rekan

mahasiswa/i stambuk 2011 dan adik-adik stambuk 2014.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi masih jauh dari

sempurna. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun dari semua pihak sebagai bahan penyempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat

yang besar bagi semua pihak.

Medan,Juli 2015

Penulis,

(8)

ABSTRAK

Penggunaan bentuk kubah tidak sedikit yang hanya dipakai sebagai hiasan dan berbentuk kecil, misalnya pada puncak dari sebuah menara. Kubah selain menjadi penghias juga menjadi tanda memperkuat arah kiblat, diletakkan di depan dan di atas dari mihrab. Kini keberadaan kubah pada masjid menjadi sebuah polemik yang berkepanjangan dan kini ada yang memandang kubah sebagai simbol, identitas ataupun sebagai bentuk semiotika dari sebuah bangunan masjid. Kubah juga sering digunakan karena dengan alasan konstruksi atau struktur kubah bisa mengatasi ruang yang cukup lebar tanpa adanya kolom. Struktur kubah merupakan sebuah elemen tetap dan cukup penting dalam unsur arsitektur. Oleh karena itu, dengan adanya keberadaan antara penggunaan kubah sebagai simbol dan kubah sebagai struktur, maka peneliti tertarik untuk melakukan studi penelitian tentang perkembangan penggunaan kubah sebagai bentuk simbol dan sebagai bentuk struktur pada sebuah bangunan masjid. Masjid yang akan menjadi studi kasus dalam penelitian ini adalah Masjid Azizi di Tanjung Pura, Langkat. Pada penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik analisis deskriptif, dengan menggunakan observasi dan studi literatur. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui serta memahami tentang perkembangan penggunaan kubah sebagai simbol maupun struktur, sejarah penggunaan bentuk kubah, pelestraian kubah dan sejarah mengenai masjid-masjid di dunia hingga di Indonesia.Hasil dari penelitian ini adalah ternayata pada tahun 1800-an hingga tahun 1900-an penggunaan bentuk kubah pada bangunan masjid telah menjadi sebuah simbol semiotik atau sebagai ornamen bagi beberapa masjid-masjid di dunia maupun masjid-masjid di Asia seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam serta Indonesia dan dalam penelitian ini termasuk pada kubah masjid Azizi di Tanjung Pura, Langkat, Sumatera Utara yang di bangun pada tahun 1900.

(9)

Abstract

Use a dome shape is not only used decoration and small shape, for example at the height of a tower. Dome besides being a decorator is also a sign of strengthening the Qiblat direction, placed in front and on the mihrab. Now, the existence dome of the mosque into a prolonged polemic and there are now who see the dome a symbol, identity or form of semiotics a mosque. Dome is also often used for structural reasons dome can cope with a wide enough space without columns. Structure of the dome is a fixed element and quite important in architectural elements. Therefore, with the existence of the use dome a symbol and dome structure, the researchers interested in conducting research study on the development of the use dome a symbol and form of structural shapes in mosque. The mosque will be a case study in this research is Azizi Mosque in Tanjung Pura, Langkat. This study, using a qualitative method with descriptive analysis techniques, using observation and study literatur. This research was conducted to know about the development of the use dome a symbol or structure, use history dome shape, preservation dome and the history of mosques in the world to Indonesian. Result from this stud turned out in 1800 to 1900 the use of the dome shape in the building the mosque has become a symbol semiotic or ornaments for a mosque in the world as well a mosque in Asian, Malaysian, Singapore, Brunie Darussalam, and Indonesian and this study, including the dome Azizi mosque in North Sumatera, Langkat which was built in 1900.

(10)

DAFTAR ISI

2.5. Sejarah struktur kubah... 12

2.6. Sejarah penggunaan kubah di Nusantara ... 13

2.7. Penampilan awal penggunaan kubah masjid di Sumatera ... 15

2.8. Tipologi penggunaan awal kubah masjid di Sumatera ... 19

(11)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 29

BAB IV DESKRIPSI KAWASAN PENELITIAN ... 33

4.1. Kawasan Penelitian ... 33

4.1.1. Deskripsi Lokasi kawasan masjid Azizi ... 33

4.1.2. Data eksisting kawasan masjid Azizi ... 34

4.2. Sejarah kawasan penelitian ... 36

4.3. Data bentuk kubah masjid Azizi ... 38

4.4. Deskripsi struktur kubah masjid Azizi ... 40

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42

5.1.Kriteria kubah sebagai bentuk struktur ... 42

5.2.Kriteria kubah sebagai bentuk simbol atau ornamen ... 43

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Ilustrasi struktur rangka pada kubah (Dome) ... 12

Gambar 2.2 Ilustrasi struktur dasar bentuk kubah dari busur ... 13

Gambar 2.3 Masjid Agung Demak dan masjid Agung Banten ... 14

Gambar 2.4 Masjid Baiturrahman di Aceh meggunakan kubah. ... 14

Gambar 2.5 Masjid menggunakan kubah kecil dibagian ujung atapnya ... 15

Gambar 2.6 Kubah masjid di Pulau penyegat, Riau ... 16

Gambar 2.7 Kubah masjid Deli pada tahun 1870 ... 16

Gambar 2.8. Kubah masjid Baiturahman pada tahun 1879 ... 18

Gambar 2.9. Basilika St. Peter. ... 21

Gambar 2.10 Katedral Florence.. ... 21

Gambar 2.11 Hagia Sophia ... 22

Gambar 2.12 Kubah layar. ... 22

Gambar 2.13 Katedral St.Petersburg ... 23

Gambar 2.14 St Michael Golden dome Monastery di Kiev, Ukraina ... 24

Gambar 2.15 Katedral St. Andrew di Kiev, Ukraina. ... 24

Gambar 2.16 Katedral Dresden, Jerman ... 24

Gambar 2.17 Masjid Agung St. Petersburg, Rusia ... 25

Gambar 3.1 Peta Tanjung Pura, Langkat ... 31

Gambar 4.1 Peta Sumatera ... 33

Gambar 4.2 Peta Kabupaten Langkat... 33

Gambar 4.3 Peta udara masjid Azizi ... 34

Gambar 4.4 Letak Eksisiting kawasan masjid Azizi ... 35

(13)

Gambar 4.6 Kubah berbentuk bawang pada masjid Azizi ... 38

Gambar 4.7 Kubah berbentuk persegi pada masjid Azizi ... 39

Gambar 4.8 Denah masjid Azizi ... 39

Gambar 4.9 Letak Eksisting masjid Azizi... 40

Gambar 4.10 Denah kubah utama masjid Azizi... 41

Gambar 4.11 Denah kubah bawang masjid Azizi ... 41

Gambar 4.12 Ilustrasi 3 struktur rangka kubah masjid Azizi... 41

Gambar 5.1 Struktur Arch dome dengan susunan konstruksi batu bata ... 42

Gambar 5.2 Struktur non Arch Dome atau struktur rangka ... 43

Gambar 5.3 Masjid Jami' Uqba Ibn Nafi’, Kairouan, Tunisia abad ke-20 ... 45

Gambar 5.4 Kubah masjid Jami' Uqba Ibn Nafi’, di Kairouan, Tunisia ... 45

Gambar 5.5 Struktur kubah masjid Jami' Uqba Ibn Nafi’di Kairouan ... 46

Gambar 5.6 Kubah Dome Of The Rock, Yerussalem ... 47

Gambar 5.7 Struktur kubah Dome Of The Rock, Yerussalem ... 47

Gambar 5.8 Kubah masjid Sheikh Lotfollah, di Iran ... 48

Gambar 5.9 Kubah masjid Shah di Isfahan, Iran ... 49

Gambar 5.10 Struktur kubah masjid Shah di Isfahan, Iran ... 50

Gambar 5.11 Kubah Masjid Jama, Dehli India ... 51

Gambar 5.12 Kubah Badshahi, di Pakistan ... 52

Gambar 5.13 Kubah masjid Sultan di Singapura ... 53

Gambar 5.14 Kubah masjid Muhammad Ali Pasha di Kairo, Mesir ... 54

Gambar 5.15 Interior kubah masjid Muhammad Ali Pasha di Kairo, Mesir 54

Gambar 5.16 Kubah masjid Jamia di Nairobi, Kenya ... 55

Gambar 5.17 Kubah masjid Jamek, di Malaysia ... 56

(14)

Gambar 5.19 Struktur rangka kubah masjid Zahir di Alor Setar, Malaysia . 57 Gambar 5.20 Kubah masjid Sultan Omar Ali Saifuddin, Brunei Darussalam 58

Gambar 5.21 Kubah masjid Bahagian Kuching di Sarawak, Malaysia ... 59

Gambar 5.22 Rangka kubah masjid Bahagian Kuching di Sarawak, Malaysia 59 Gambar 5.23 Kubah masjid Grand Jumeirah di Dubai, UAE ... 60

Gambar 5.24 Interior kubah masjid Grand Jumeirah di Dubai, UAE ... 60

Gambar 5.25 Kubah masjid Istiqlal, Jakarta, Indonesia... 61

Gambar5.26 Struktur kubah masjid Istiqlal, Jakarta, Indonesia ... 61

Gambar 5.27 Kubah masjid Abuja Nasional di Nigeria ... 62

Gambar 5.28 Struktur rangka kubah masjid Abuja Nasional di Nigeria ... 63

Gambar 5.29 kubah masjid Al Fateh, di Bahrain ... 64

Gambar 5.30 Struktur rangka kubah masjid Al Fateh, di Bahrain ... 64

Gambar 5.31 Kubah masjid Agung Sultan Qaboos di Oman ... 65

Gambar 5.32 Interior kubah masjid Agung Sultan Qaboos di Oman ... 65

Gambar 5.33 Kubah Masjid Sheikh Zayed, di Abu Dhabi, UEA ... 66

Gambar 5.34 Interior kubah Masjid Sheikh Zayed, di Abu Dhabi, UEA ... 66

Gambar 5.35 Bentuk awal masjid Sultan di pulau Penyengat, Riau ... 67

Gambar 5.36 Masjid Sultan di pulau Penyengat, Riau ... 67

Gambar 5.37 Bentuk awal masjid Al-Oesmani, Labuhan Deli, Medan... 69

Gambar 5.38 Kubah masjid Al-Oesmani pada tahun 1870... 69

Gambar 5.39 Kubah gereja Basilika S Peter di vatikan ... 70

Gambar 5.40 Kubah masjid Al-Oesmani pada tahun 1870 hingga sekarang 70 Gambar 5.41 Struktur rangka kubah masjid Al-Oesmani ... 71

Gambar 5.42 Masjid Agung Baiturrahman pada abad ke-17……….... 72

(15)

Gambar 5.44 Kubah masjid Baiturahman yang sekarang ……… 73

Gambar 5.45 Ilustrasi denah masjid Baiturrahman sebagai tahun 1879….. 73

Gambar 5.46 fase perpanjangan rencana masjid Baiturrahman .…………. 74

Gambar 5.47 Konstruksi kubah utama masjid Baiturrahman, Aceh……… 75

Gambar 5.48 Kubah masjid Raya Stabat, Langkat tempo dulu ……… 76

Gambar 5.49 Kubah masjid Raya Stabat, Langkat hingga sekarang………. 76

Gambar 5.50 Masjid Raya Al-Mashun, Medan tempo dulu……… 77

Gambar 5.51 Masjid Raya Al-Mashun, Medan sekarang ... 78

Gambar 5.52 Kubah masjid Raya Al-Mashun, Medan ... 78

Gambar 5.53 Struktur rangka kubah masjid raya Al-Mashun, Medan……. 79

Gambar 5.54 Masjid Azizi di Tanjung Pura, Langkat pada tahun 1921 ... 80

Gambar 5.55 Masjid Azizi di Tanjung Pura, Langkat sekarang ... 80

Gambar 5.56 Struktur rangka kubah utama masjid Azizi ... 81

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tipologi awal kubah masjid di Sumatera ... 20 Tabel 2.2 Kriteria pemilihan masjid di beberapa negara di dunia hingga

di Asia ... 28 Tabel 5.1Tabel hasil analisa penggunaan kubah sebagai struktur dan

kubah sebagai simbol atau ornamen pada beberapa bangunan

(17)

ABSTRAK

Penggunaan bentuk kubah tidak sedikit yang hanya dipakai sebagai hiasan dan berbentuk kecil, misalnya pada puncak dari sebuah menara. Kubah selain menjadi penghias juga menjadi tanda memperkuat arah kiblat, diletakkan di depan dan di atas dari mihrab. Kini keberadaan kubah pada masjid menjadi sebuah polemik yang berkepanjangan dan kini ada yang memandang kubah sebagai simbol, identitas ataupun sebagai bentuk semiotika dari sebuah bangunan masjid. Kubah juga sering digunakan karena dengan alasan konstruksi atau struktur kubah bisa mengatasi ruang yang cukup lebar tanpa adanya kolom. Struktur kubah merupakan sebuah elemen tetap dan cukup penting dalam unsur arsitektur. Oleh karena itu, dengan adanya keberadaan antara penggunaan kubah sebagai simbol dan kubah sebagai struktur, maka peneliti tertarik untuk melakukan studi penelitian tentang perkembangan penggunaan kubah sebagai bentuk simbol dan sebagai bentuk struktur pada sebuah bangunan masjid. Masjid yang akan menjadi studi kasus dalam penelitian ini adalah Masjid Azizi di Tanjung Pura, Langkat. Pada penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik analisis deskriptif, dengan menggunakan observasi dan studi literatur. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui serta memahami tentang perkembangan penggunaan kubah sebagai simbol maupun struktur, sejarah penggunaan bentuk kubah, pelestraian kubah dan sejarah mengenai masjid-masjid di dunia hingga di Indonesia.Hasil dari penelitian ini adalah ternayata pada tahun 1800-an hingga tahun 1900-an penggunaan bentuk kubah pada bangunan masjid telah menjadi sebuah simbol semiotik atau sebagai ornamen bagi beberapa masjid-masjid di dunia maupun masjid-masjid di Asia seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam serta Indonesia dan dalam penelitian ini termasuk pada kubah masjid Azizi di Tanjung Pura, Langkat, Sumatera Utara yang di bangun pada tahun 1900.

(18)

Abstract

Use a dome shape is not only used decoration and small shape, for example at the height of a tower. Dome besides being a decorator is also a sign of strengthening the Qiblat direction, placed in front and on the mihrab. Now, the existence dome of the mosque into a prolonged polemic and there are now who see the dome a symbol, identity or form of semiotics a mosque. Dome is also often used for structural reasons dome can cope with a wide enough space without columns. Structure of the dome is a fixed element and quite important in architectural elements. Therefore, with the existence of the use dome a symbol and dome structure, the researchers interested in conducting research study on the development of the use dome a symbol and form of structural shapes in mosque. The mosque will be a case study in this research is Azizi Mosque in Tanjung Pura, Langkat. This study, using a qualitative method with descriptive analysis techniques, using observation and study literatur. This research was conducted to know about the development of the use dome a symbol or structure, use history dome shape, preservation dome and the history of mosques in the world to Indonesian. Result from this stud turned out in 1800 to 1900 the use of the dome shape in the building the mosque has become a symbol semiotic or ornaments for a mosque in the world as well a mosque in Asian, Malaysian, Singapore, Brunie Darussalam, and Indonesian and this study, including the dome Azizi mosque in North Sumatera, Langkat which was built in 1900.

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan arsitektur di Eropa sedikit banyak memberikan pengaruh

yang cukup besar terhadap perkembangan arsitektur di dunia maupun di Indonesia

sendiri. Indonesia sebagai negara bekas jajahan bangsa Eropa dan Asia seperti

Belanda, Portugis serta Jepang, pengaruh gaya arsitektur dari negeri Belanda,

Portugis serta Jepang cukup besar terhadap perkembangan arsitektur di Indonesia,

bahkan tak jarang terjadi perpaduan diantara gaya Eropa dengan arsitektur

Nusantara atau arsitektur tradisional Indonesia. Masuknya unsur Eropa ke dalam

komposisi kependudukan menambah kekayaan ragam arsitektur di Nusantara.

Salah satu peninggalan atau warisan arsitektur yang diduga berasal dari

zaman kolonial Belanda adalah dengan pengenalan gaya arsitektur Timur Tengah

dengan bentuk kubah nya untuk masjid-masjid di Indonesia. Kubah dengan gaya

arsitektur Timur Tengah mulai terinspirasi pada pertengahan abad ke-19 dan

mulai digunakan secara menyeluruh untuk masjid-masjid maupun istana di

Indonesia khususnya di pulau Sumatera terutama di Riau, Medan, Deli, Aceh dan

Siak.

Menurut (Peter, J. M, Nas, 2009) dalam bukunya masa lalu dalam masa

kini arsitektur di Indonesia, di Nusantara masjid-masjid lama umumnya beratap

tumpang atau limas, penggunaan bentuk kubah belum dikenal. Penggunaan kubah

(20)

antara Rusia, Romania, Serbia, Montenegrodan Bulgaria yang melawan

kekaisaran Ottoman yang mencuatkan ide revitalisasi islam dan pan-islamisme.

Saat itu kekaisaran Ottoman melancarkan gerakan budaya termasuk pengenalan

jenis masjid baru. gerakan ini bergema di Asia Tenggara. Masjid-masjid lama atau

tradisional yang beratap tumpang atau limas mulai digantikan dengan masjid

kubah (qubbah) dengan minaret-minaret gaya khas Timur Tengah atau India

Utara. Hal ini merunut dari gerakan reformis atau “pemurnian” islam atas

kebiasaan lama pra-islam atau sinkretisme yang diambil islam dari berabad-abad

yang lampau. Lambat laun kubah menjadi suatu simbol arsitektur islam paling

modern, yang seakan-akan wajib ada pada setiap masjid-masjid baru di Asia

Tenggara. Kini kubah kemudian menghiasi masjid-masjid di Nusantara dan

penggunaan kubah menjadi suatu bagian dari arsitektur yang identik dari

masjid-masjid yang ada di Nusantara.

Kubah merupakan salah satu unsur arsitektur yang mendasar sebagai

bentuk bangunan dan selalu digunakan di tempat tertinggi di atas bangunan

sebagai penutup atap. Bentuk dari kubah tidak hanya memiliki permukaan bagian

luarnya saja, tetapi juga memiliki bagian ruang dalam dan organisasi ruang

dimana arsitektur berada pada potensi yang paling tinggi. (Wahid dan Alamsyah,

2013)

Penggunaan bentuk kubah tidak sedikit yang hanya dipakai sebagai hiasan

dan berbentuk kecil, misalnya pada puncak dari sebuah menara dan pada banyak

masjid dan makam muslim kuno di India. Pada masjid-masjid kuno dan baru di

(21)

memperkuat arah kiblat, diletakkan di depan dan di atas dari mihrab. Keberadaan

kubah pada masjid, juga seperti adanya banyak kolom dan menjadi polemik yang

berkepanjangan, kini ada yang memandang kubah sebagai simbol, identitas

ataupun sebagai bentuk semiotika dari bangunan masjid.

Kubah juga sering digunakan karena dengan alasan konstruksi atau

struktur kubah bisa mengatasi ruang yang cukup lebar tanpa adanya kolom.

Struktur kubah memungkinkan ditutupnya ruang secara maksimum dengan biaya

bahan yang diperlukan untuk struktur dapat di lakukan dengan biaya yang murah.

Berkat lengkungan gandanya kubah merupakan salah satu struktur untuk bentuk

yang paling cocok sebagai penutup ruang yang besar. Stuktur kubah merupakan

salah satu bentuk struktur yang paling tua, dan sejak di temukannya struktur

kubah merupakan sebuah elemen tetap dan cukup penting dalam unsur arsitektur.

(Makowski, Z.S, 1988)

Masjid Azizi di Tanjung Pura, Langkat provinsi Sumatera Utara di bangun

pada tahun 1900 dan di desain oleh arsitek Eropa berkebangsaan Jerman dengan

menggunakan bentuk kubah yang megah dengan struktur rangka dengan

bermaterialkan tembaga. Penggunaan bentuk kubah pada masjid Azizi

menjadikan sebuah identitas atau simbol bagi masjid di kota Tanjung Pura dan

sekaligus menjadi sebuah kebanggaan bagi masyarakat di kota Tanjung Pura.

Oleh karena itu, dengan adanya keberadaan antara penggunaan kubah

sebagai wujud struktur dan kubah sebagai simbol atau ornamen, maka peneliti

(22)

kubah sebagai wujud struktur dan sebagai simbol atau ornamen pada bangunan

masjid Azizi sebagai studi kasus.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang ada, maka perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

 Apakah kubah masjid Azizi merupakan kubah dalam wujud bentuk

struktural atau kubah sebagai bentuk simbol/ornamen?

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang ada di atas, maka tujuan dari

penelitian ini adalah:

 Mengetahui apakah kubah masjid Azizi merupakan kubah dalam wujud

bentuk struktural atau kubah sebagai bentuk simbol/ornamen.

1.4Manfat Penelitian

Bagi ilmu pengetahuan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambahkan wawasan ilmu

pengetahuan dari segi bidang arsitektural maupun struktural serta dapat

memahami tentang perkembangan penggunaan kubah sebagai simbol maupun

struktur, sejarah penggunaan bentuk kubah, pelestraian kubah dan sejarah

(23)

Bagi peneliti

Dalam penelitian ini memberikan suatu pengalaman belajar dan sebagai

kesempatan dalam menerapkan ilmu yang telah di dapat dari teori-teori serta

ilmu-ilmu yang telah dipelajari dan dipahami. Kemudian, penelitian ini juga bisa

bermanfaat sebagai bahan perbandingan antara hal-hal yang bersifat teoritis dan

praktis guna dalam menambah ilmu pengetahuan.

Bagi peneliti lanjutan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan literature atau

studi banding mengenai penggunaan atap kubah masjid yang dapat digunakan

sebagai suatu referensi maupun inspirasi untuk studi kasus yang sejenis.

Bagi masjid Azizi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memahami penggunaan bentuk

kubah sebagai wujud bentuk struktur dan sebagai bentuk simbol/ornamen, serta

(24)

1.5 Kerangka Berpikir

Diagram 1.1 Kerangka Berpikir

Latar belakang

Masjid-masjid lama atau tradisional di Nusantara yang beratap tumpang atau limas mulai digantikan dengan masjid-masjid baru yang menggunakan bentuk kubah. Kini keberadaan kubah menjadi suatu simbol, identitas ataupun sebagai bentuk semiotika pada bangunan masjid dan kini kubah juga sering digunakan karena dengan alasan strukturkubah bisa mengatasi ruang yang cukup lebar tanpa adanya kolom.

Rumusan Masalah

 Apakah kubah masjid Azizi merupakan kubah dalam wujud bentuk struktural ataukubah sebagai bentuk simbol/ornamen?

Tujuan Penelitian

 Mengetahui apakah kubah masjid Azizi merupakan kubah dalam wujud bentuk struktural atau kubah sebagai bentuk simbol/ornamen.

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Semiotika

Semiotika (Semiotics) berasal dari bahasa Yunani “Semeion” yang

memiliki arti tanda. Jadi, semiotika adalah ilmu tentang tanda. (Dharma, 2006).

Tanda-tanda tersebut menyampaikan suatu informasi, suatu maksud, arti maupun

makna yang terkandung dalam suatu objek arsitektur yang bersifat komunikasi

dan mampu menggantikan suatu yang lain dan yang dapat di pikirkan dan di

bayangkan.

Istilah semiotika diperkenalkan pertama kali dalam dunia filsafat pada

akhir abad ke-17 oleh Jhon Lock. Namun, tokoh yang paling terkenal dalam ilmu

semiotika adalah tokoh Charle Sanders Pierce pada tahun 1839-1914. Charles

Sanders Pierce merupakan filosofis dari Amerika yang mengungkapkan bahwa

semiotik atau ilmu tentang tanda dapat dimaknai secara terbuka, namun tetap

terbatas oleh konteks baik dari konteks budaya, sosial ataupun dari pengetahuan

atau pengalaman dari si penafsir makna dalam tanda tersebut. Makna dari sebuah

tanda merupakan hal yang berbeda satu sama lain, tergantung kepada suatu

konteks tertentu. Jadi, tanda tidak memiliki sebuah makna yang pasti dan stabil.

Namun, suatu tanda dapat sangat mudah diartikan dikarenakan tanda memiliki

hubungan yang alami dengan artinya, sehingga orang awam pun akan cukup

(26)

Semiotika sangat dikaitkan dalam ilmu arsitektur dan ilmu bahasa,

dikarenakan dalam konteks arsitektur, objek yakni ruang, tempat atau alat-alat

yang digunakan oleh manusia merupakan suatu sarana komunukasi yang cukup

luas (Dharma, 2006). Ilmu semiotika mulai digunakan pada dunia arsitektur sejak

era post-modern yaitu pada era tersebut para arsitek mulai menyadari adanya

kesenjangan sosial antar pembuat desain (arsitek) dengan pemakai desain

(penghuni). Para arsitek melihat bahwa masyarakat tidak memahami terhadap

desain yang mereka ciptakan. Untuk itu para arsitek berkeinginan untuk mengajak

masyarakat agar mereka dapat memahami karya-karya arsitektur dengan sebuah

bentuk komunikasi, tanda ataupun simbol. Sehingga diperlukannya pemahaman

terhadap pemikiran mengenai semiotika yakni ilmu tentang tanda yang mana

terdapat suatu makna dalam setiap unsur tanda tersebut (Dharma, 2006)

2.2 Defenisi Kubah

Bentuk kubah telah dikembangkan selama ratusan tahun oleh banyak

kelompok masyarakat di berbagai belahan dunia. Sejarah mengenai

perkembangan dari bentuk kubah beserta fungsinya sangat luas dan kaya akan

makna bahkan telah menjadi simbol semiotik yang khas bagi berbagai agama,

budaya dan peradaban tertentu.

Kubah adalah atap melingkar dengan bentuk setengah lingkaran (setengah

bola) yang banyak digunakan di wilayah Mediterania pada bangunan-bangunan

besar. Kubah sering digunakan karena dengan alasan konstruksi kubah bisa

(27)

Kubah merupakan salah satu unsur arsitektur yang mendasar sebagai

bentuk bangunan dan selalu digunakan di tempat tertinggi di atas bangunan

sebagai penutup atap. Bentuk dari kubah tidak hanya memiliki permukaan bagian

luarnya saja, tetapi juga memiliki bagian ruang dalam dan organisasi ruang

dimana arsitektur berada pada potensi yang paling tinggi (Wahid dan Alamsyah,

2013)

2.3 Sejarah Kubah

Menurut (Sopandi, 2013) dalam buku sejarah arsitektur, perkembangan

arsitektur di Eropa Timur dan di Timur Tengah banyak mewarisi berbagai inovasi

yang dikembangkan pada masa kejayaan Romawi. Selain karena perkembangan

teknologi membangunnya, bangsa Romawi sangat berpengaruh karena kekuasaan

politiknya yang luas, mencakup daratan yang mengelilingi laut Mediterania. Pada

puncak kejayaannya, mulai dari abad 4 SM sampai dengan 400 M, Roma sempat

mengembangkan infrastruktur kota yang canggih di daerah-daerah kekuasaannya.

Perkembangan arsitektur islam juga tidak lepas dari berbagai pengaruh

arsitektur peradaban-peradaban yang mendahuluinya. Islam berkembang menjadi

sebuah kekuatan politik yang cukup penting dan peradaban besar sejak abad ke-7.

Bangsa Arab mengasimilasi berbagai kebudayaan dan mewarisi keahlian berbagai

suku bangsa lain, ilmu hitung dan matematika dari India, keahlian membangun

dari Persia, keahlian membangun kubah dari Bizantium, dan keahlian pembuatan

dinding dari Armenia. Selain itu kebudayaan islam juga mengadopsi berbagai

(28)

bangunan-bangunan keagamaan dan situs-situs pra-islam yang dialihfungsikan

menjadi bangunan ibadah yakni masjid (Sopandi, 2013).

Zaman Bizantium merupakan zaman perkembangan arsitektur yang

berpengaruh besar dalam arsitektur masjid, dimana Konstantinopel (sekarang

Istanbul) di bangun sebuah gereja sangat besar pada waktu itu yang disebut Hagia

Sophia. Pada gereja inilah dibuat kubah, kemudian penggunaan kubah menjadi

ciri dari arsitektur Bizantium.

Pada zaman Bizantium banyak pula di bangun gereja dengan bentuk kubah

sebagai mahkota di bagian atas pada bangunan. Tidak sedikit gereja lain yang

sejaman memakai “kubah palsu” bahkan memodifikasi menjadi bentuk bawang,

yaitu kubah yang runcing di atas, menggelembung di tengah seperti bawang

(onion dome).

Bahkan bentuk kubah tidak sedikit hanya dipakai sebagai hiasan dan

hanya berbentuk kecil, misalnya pada amortizement dan puncak dari sebuah

minaret, misalnya pada banyak mesjid dan makam muslim kuno di India. Pada

masjid-masjid kuno dan baru di Arab, Mesir dan lain-lain. Kubah selain menjadi

penghias juga menjadi tanda memperkuat arah kiblat, diletakkan di depan di atas

dari mihrab. Keberadaan kubah pada masjid seperti adanya kolom dalam haram

dan menjadi polemik yang berkepanjangan dan kini ada yang memandang kubah

sebagai simbol atau identitas dari bangunan masjid.

Menurut (Sumalyo, 2006) dalam buku arsitektur masjid, masjid dapat

(29)

muslim. Kata masjid disebut sebanyak dua puluh delapan kali di dalam al-quran,

yang berasal dari kata Sajada-Sujud,yang berarti patuh, taat, serta tunduk penuh

hormat dan takzim. Sujud dalam syariat adalah berlutut, meletakkan dahi, kedua

tangan ke tanah adalah bentuk yang nyata dari arti kata tersebut di atas. Oleh

karena itu bangunan yang dibuat khusus untuk shalat disebut masjid yang artinya

tempat untuk bersujud.

Menurut (Huthudi & Subekti, 2004) perkembangan kubah berkaitan erat

dengan perkembangan bahan ataupun material. Pada abad ke-19 terjadi suatu

revolusi industri yang memberikan hasil yang luar biasa, khususnya untuk bidang

pembangunan. Revolusi industri terjadi karena perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi maju. Hasil revolusi industri ini membawa serta perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi berupa bahan bangunan. Dengan hasil ini maka

bahan bangunan yang telah ada seperti bahan alami seperti batu, kayu, bata dan

beton ditambah dengan bahan bangunan baru yaitu besi dan baja.

2.4 Defenisi Struktur kubah

Pengertian sederhana tentang struktur dalam kaitannya terhadap bangunan

adalah bahwa struktur merupakan sarana untuk menyalurkan beban yang

diakibatkan oleh penggunaan atau kehadiran suatu bangunan di atas permukaan

tanah. (Schodek, 1999)

Menurut (Schodeck, 1999) mengatakan struktur kubah adalah suatu

elemen struktural dari arsitektur yang berbentuk atap tetapi memiliki rongga dan

(30)

baru lainnya adalah dengan menggunakan batang-batang yang diletakkan pada

sebuah kurva yang dibuat dari garis melintang dan membujur dari suatu

permukaan putar atau bulat.

Menurut (D.K.Ching & Adams, 2008) struktur kubah (dome) merupakan

struktur dengan permukaan berbentuk bola, memiliki denah melingkar, terdiri dari

tumpuan blok-blok, dan material kaku seperti beton bertulang atau dari

elemen-elemen liniear yang pendek. Kubah menyerupai bentuk busur yang dirotasi atau

diputar.

Gambar 2.1. Ilustrasi struktur rangka pada kubah (Dome)

(Sumber : Makowski Z, S, 1988)

2.5 Sejarah struktur kubah

Bangsa Romawi telah mengembangkan struktur beton yang

memungkinkan mereka membuat bentukan atap lengkung (vault) dan bentuk

kubah (dome). Sejarah teknologi konstruksi beton diawali sejak ditemukannya

portland cement pada tahun 1824. Bentang kubah ini sebagian bergaris tengah

atau berdiameter di atas 50 m dan tidak ada yang melebihi bentangan ini sampai

(31)

Gambar 2.2 Ilustrasi struktur dasar bentuk kubah dari busur

(Sumber : http://oghibhambara.blogspot.co.id)

Bahan bangunan yang dipakai bangsa Romawi adalah bata, keramik,

semen, beton dan besi. Beton yang dikembangkan bangsa Romawi adalah bahan

yang sangat kuat, tahan lama, sekaligus ekonomis. Beton memungkinkan bangsa

Romawi membangun bangunan dengan struktur bentuk kubah (Dome).

2.6 Sejarah penggunaan kubah di Nusantara

Menurut (Rochim, 1983) penggunaan atap berupa kubah pada masjid di

Nusantara merupakan wujud kemajuan zaman dan modernitas. Sehingga dapat

menggeser penggunaan bentuk atap dan puncak yang tradisional pada masjid yang

menggunakan atap tumpang atau limas.

Kehadiran penggunaan kubah pada bangunan masjid di Indonesia

terbilang baru, sekitar pada abad ke-19 M. Bahkan di Jawa, atap masjid berkubah

baru muncul pada pertengahan abad ke-20 M. Tetapi masjid-masjid di Indonesia

(32)

melainkan bentuk-bentuk minimalis dan berundak, misalnya masjid Agung

Demak atau Masjid Agung Banten (Gambar 2.3). Hal ini membuktikan bahwa

bentuk kubah sebenarnya bukan asli warisan dari budaya islam, melainkan adopsi

budaya dari luar islam yang kini justru menjadi identik sebagai bangunan tempat

ibadah umat islam dan seringkali bentuk kubah menjadi identitas atau simbolisasi

islam.

Gambar 2.3 Masjid Agung Demak dan masjid Agung Banten atap tumpang

(Sumber : http://divanikaligrafi.com)

Gambar 2.4 Masjid Baiturrahman di Aceh menggunakan kubah

(33)

Dahulu sebelum menggunakan pada ujung masjid berupa kubah kecil,

masyarakat Jawa pada umumnya menggunakan atap yang dibuat dari tanah liat

yang bakar atau benda lainnya yang memberi tekanan pada keruncingan, atau

disebut dengan mustaka. Pada masjid-masjid di desa, penggunaan kubah pada

umumnya hanya pada bagian puncak atau ujung pada masjid saja, sedangkan pada

atapnya masih menggunakan bentuk tumpang. (Gambar 2.5). Hal ini yang

membuat bentuk masjid dengan penggunaan atap maupun puncak berbentuk

kubah semakin berkembang. (Rochim, 1983)

Gambar 2.5 Masjid yang menggunakan kubah kecil pada bagian ujung atapnya

(Sumber : http://divanikaligrafi.com)

2.7 Penampilan awal penggunaan kubah masjid di Sumatera

Menurut (Kurniawan & Kusumawardhani, 2012) bahwa kubah pertama

digunakan di masjid Hindia Belanda yang ditemukan di pulau Penyengat, Riau

yang dibangun oleh keturunan Bugis Kesultanan Riau. Masjid ini dirancang oleh

seorang arsitek India dari Singapura yang ditugaskan oleh Sultan Abdurrahman

yang dipertuan muda Riau VII pada tahun 1832 dan selesai pada masa

(34)

menghadap kota Tanjung Pinang, yang menurut Matheson adalah untuk berdiri

sebagai tantangan islam dengan kafir di air. Rencana masjid Penyengat

mencerminkan dari pengaruh kuil India, yang diperkaya dengan empat menara

bergaya Ottoman dan motif budaya melayu (Gambar 2.6).

Gambar 2.6 Kubah masjid di Pulau penyegat, Riau

(Sumber : Kurniawan & Kusumawardhani, 2012)

Kubah terdiri dari empat sisi heksagonal dan segi delapan dan kubah

terbuat dari pasir, kerikil dan semen. Sementara kubah utamanya didukung oleh

empat kolom. Menurut sumber-sumber lokal, campuran bahan putih telur dan

kapur ditambahkan untuk memperkuat struktur kubah.

Masjid kubah yang kedua yaitu masjid Al-Oesmani di Labuhan Deli

(1870-1872), yang dirancang oleh arsitek Jerman GD Langereis, rasa Eropa untuk

menafsirkan dan pencampuran budaya Islam (Gambar 2.7).

Gambar 2.7 Kubah masjid Deli pada tahun 1870

(35)

Langeries menerapkan struktur kubah dengan bentuk segi delapan dengan

bahan tembaga pada bagian atapnya. Pada bagian eksterior menunjukkan

campuran gaya arsitektur Moor dan arsitektur Mughal. Ada lima kubah dengan

bahan tembaga pada bagian atap. Ruang utama masjid ditutupi dengan kubah

utama yang cukup besar dengan bahan tembaga dengan bentuk segi delapan

(oktagoal). Berat kubah pada masjid ini diyakini lebih dari 2,5 ton. Langit-langit

pada masjid ini dibuat dengan bahan kayu dengan bentuk melengkung mengikuti

bentuk kubah. Meskipun struktur kubah tidak bisa dilihat, informasi dari

manajemen masjid mengatakan bahwa frame atau struktur besi yang digunakan

adalah sebagai struktur utama pada kubah.

Masjid kubah ketiga yaitu masjid Baiturrahman di Aceh (1879-1881).

Masjid Baiturrahman yang terletak di jantung Kutaraja (Banda Aceh). Pada

bagian Barat dan sisi Utara dari masjid ini yang selamat dari serangan tsunami

pada tahun 2004, yang secara langsung berdekatan dengan pasar Aceh (pasar

tradisional Aceh). Perbatasan pada sisi Selatan adalah daerah taman Sari. Di

bagian sisi Timur di mana terletak pintu masuk utama yang memiliki gerbang dan

menara yang terletak secara simetris. Masjid ini memiliki tujuh kubah dan dengan

empat menara, telah mengalami beberapa perubahan dan renovasi sebelum

(36)

Gambar 2.8 Kubah masjid Baiturahman pada tahun 1879

(Sumber : Kurniawan & Kusumawardhani, 2012)

Masjid baru Baiturrahman mengingatkan gaya arsitektur Arab, Eropa

klasik dan gaya arsitektur Moorish. Gaya arsitektur Moorish yang jelas di

tunjukkan dari pintu interior dan dari bagian depan. Penggunaan bentuk geometris

sebagai unsur utama dari ornamen dekoratif termasuk motif Arab yang natural

dan rencana bentuk masjid adalah bentuk salib terbalik.

Pada bagian atap di tutupi oleh kubah utama dengan karakteristik

arsitektur Mughal. Bentuk kubah dasar tampak seperti tambur yang berbentuk

segi delapan. Kubah terbuat dari struktur kayu dengan satu kolom besar ditengah

sebagai kolom utama yang digunakan untuk mendukung membentuk kubah

bawang nya. Struktur ini di tutupi oleh papan kayu yang di panaskan untuk

mendapatkan bentuk yang melengkung. Akhirnya, kubah ditutupi oleh atap sirap

(37)

2.8 Tipologi penggunaan awal kubah masjid di Sumatera

Menurut (Kurniawan & Kusumawardhani, 2012) tipologi penggunaan

awal kubah masjid di Sumatera dilihat pada tabel di bawah ini (Tabel 2.1)

(38)
(39)

2.9 Ragam bentuk kubah

Bentuk kubah juga beragam tergantung gaya arsitektur dan daerahnya.

1. Kubah belahan (hemispherical dome)

Kubah inilah yang umumnya dijumpai pada gereja atau bangunan

berarsitektur Barat. Kubah ini berbentuk setengah lingkaran sempurna

dengan tholobate berbentuk silinder (melingkar), misalnya kubah Basilika

St. Peter.

Gambar 2.9 Basilika St. Peter.

2. Kubah oktagonal

Kubah yang jika dilihat masih mempertahankan bentuk rusuknya yang

bersegi. Bagian tholobatenya juga memiliki sisi, tidak seperti drum pada

kubah hemispherical atau pada kubah belahan yang berbentuk silinder

sempurna. Contohnya adalah kubah katedral Florence.

(40)

3. Kubah piring (saucer dome)

Kubah yang berbentuk seperti piring terbalik (menelungkup). Kubah jenis

ini sangat sering digunakan pada gereja bergaya Byzantine contohnya

Hagia Sophia dan masjid bergaya Ottoman.

Gambar 2.11 Hagia Sophia

4. Kubah layar (sail dome/pendetive dome)

Kubah yang sangat khas pada gaya arsitektur Byzantine (kristen

orotodoks), dimana pada bagian atas tholobatenya terdapat bagian

setengah lingkaranyang menyangga kubah. Akibatnya, jika dilihat dari

bawah bagian dalam kubah tampak seperti layar yang dikembangkan di

keempat sisinya.

(41)

5. Kubah payung (umbrella dome)

Kubah jenis ini masih menampakkan rusuk-rusuk vertikalnya. Contohnya

seperti kubah Basilika St. Peter, kubah katedral Florence, serta kubah

Hagia Sophia. Kubah-kubah islam umumnya jarang menerapkan kubah

bergaya seperti ini. Biasanya kubah masjid lebih polos dan permukaannya

lebih halus tanpa menunjukkan rusuk-rusuk nya. Terkecuali pada dome of

the rock dan masjid-masjid bergaya Ottoman, sebab gaya kubahnya masih

sangat di pengaruhi kubah bergaya kristen.

6. Kubah umbi bawang (onion dome)

Kubah ini merupakan ciri khas arsitektur islam dan kristen ortodoks.

Contohnya seperti katedral St Petersburg dan lain-lain.

Gambar 2.13 Katedral St.Petersburg.

7. Kubah bentuk buah pir (pear shaped dome)

Kubah jenis ini sangat khas ditemukan pada gereja-gereja kristen ortodoks

di Ukraina dan wilayah Eropa Timur lainnya. Kubah ini jarang diterapkan

dalam ukuran besar dan umumnya digunakan sebagai kubah pada puncak

menara. Contohnya pada St. Michael Golden dome Monastery di Kiev,

(42)

Gambar 2.14 St Michael Golden dome Monastery di Kiev, Ukraina

8. Kubah tunas (bud dome)

Kubah ini hanya ditemukan pada gaya arsitektur Baroque, berupa kubah

yang memiliki “tunas” berupa kubah berbentuk umbi bawang yang lebih

kecil pada bagian atasnya. Misalnya pada katedral St. Andrew di Kiev,

Ukraina.

Gambar 2.15 Katedral St. Andrew di Kiev, Ukraina.

9. Kubah berbentuk lonceng (bell shaped dome)

Kubah ini tampak seperti lonceng yang ditelungkupkan. Kubah berbentuk

lonceng ini dijumpai pada kubah katedral Dresden, Jerman.

(43)

10.Kubah bentuk melon (melon dome)

Kubah ini sangat unik sebab berbentuk seperti buah semangka atau melon.

Kubah ini sangat khas terdapat pada kubah-kubah masjid di Asia Tengah.

Contohnya yang terkenal adalah kubah masjid Agung St. Petersburg di

Rusia yang merupakan masjid terbesar di Eropa.

Gambar 2.17 Masjid Agung St. Petersburg, Rusia

2.10 Kriteria pemilihan masjid di beberapa negara di dunia hingga di Asia Adapun kriteria yang digunakan dalam pemilihan populasi pada beberapa

bangunan masjid di dunia hingga di Asia di lihat pada tabel di bawah ini.

Nama Masjid Lokasi dan

Lotfollah Iran tahun 1603

(44)
(45)

Masjid Raya Stabat,

Masjid Jamek Malaysia tahun

(46)

Masjid Bahagian

Masjid Sheikh Zayed Abu Dhabi, UEA

tahun 1996

(47)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode

kualitatif dengan teknik analisis deskriptif. Penelitian deskriptif diartikan sebuah

jenis penelitian atau riset yang bertujuan untuk memaparkan atau

mendeskripsikan secara sistematik, dengan mengumpulkan fakta-fakta yang

akurat suatu objek tertentu. (Nazir, 1999)

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami

fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku,

persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik dan dengan cara

mendeskripsikan dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus

yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. (Moleong,

2007)

3.2 Variabel Penelitian

Variabel adalah objek penelitian yang menjadi titik perhatian di dalam suatu

penelitian (Muhadjir, 2000). Objek yang akan di teliti dalam penelitian ini adalah

kubah masjid di beberapa negara di dunia dan di Asia.

Adapun penetapan kriteria yang digunakan dalam pemilihan pada beberapa

bangunan masjid di dunia hingga di Asia adalah :

1. Merupakan masjid nasional atau masjid negara

(48)

3. Merupakan masjid Kerajaan atau Kesultanan

3.3 Populasi / Sample

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian. Dengan meneliti sebagian

dari populasi diharapkan hasil yang diperoleh akan dapat menggambarkan sifat

populasi yang bersangkutan. Oleh karena itu, pemilihan sampel dipilih

sedemikian rupa sehingga setiap elemen mempunyai kesempatan dan peluang

yang sama untuk dipilih. Populasi bukan hanya orang, tetapi juga objek dan

benda-benda alam yang lain (Nazir, 1999). Maka, populasi yang digunakan pada

penelitian ini adalah masjid-masjid di beberapa negara di dunia hingga di Asia.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki dari

populasi tersebut. Bila populasi besar dan penelitian tidak mungkin mempelajari

semua yang ada pada populasi, misalnya karna keterbatasan dana, tenaga dan

waktu maka peneliti dapat menggunakan sampel (Nazir, 1999). Maka, sample

yang digunakan pada penelitian ini adalah kubah masjid azizi di Tanjung Pura,

Langkat, Sumatera Utara sebagai studi kasus.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data atau dokumentasi merupakan hal yang sangat penting dan

berpengaruh pada sebuah penelitian atau riset. Kualitas sebuah penelitian

ditentukan oleh berkualitas nya data yang di peroleh oleh seorang peneliti.

Terdapat 2 jenis sumber data dalam penelitian ini yaitu sumber data primer dan

(49)

Data primer adalah data-data yang diambil dengan beberapa teknik yaitu

teknik interview dan observasi lapangan. Sedangkan data sekunder adalah data

yang di kaji kembali dan di ambil dari penelitian sebelumnya yang terkait, seperti

buku, jurnal, artikel, internet, majalah dan literatur yang berkaitan dengan

penelitian.

3.5 Kawasan Penelitian

Lokasi penelitian berada di jalan jend.Sudirman, tepatnya di Kelurahan

Tanjung Pura, Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Merupakan masjid istana yang terletak di pinggir jalan raya lintas Sumatera -

Banda Aceh, berjarak lebih kurang 60 km dari kota Medan.

Gambar 3.1 Peta Tanjung Pura, Langkat

3.6 . Metode Analisis Data

Analisa data adalah upaya mencari serta menata secara sistematis catatan

(50)

tentang masalah yang di teliti menjadikan sebagai temuan bagi orang lain.

(Muhadjir, 2000)

Menurut (Muhadjir, 2000) analisis data kualitatif yaitu proses penyusunan

data (menggolongkannya dalam tema atau kategori) agar dapat di tafsirkan dan di

interpretasikan. Adapun langkah-langkah dalam analisis data kualitatif adalah

reduksi data, display data, mengambil kesimpulan dan verifikasi.

Reduksi data adalah pekerjaan merangkum dan memilih serta memilah

data dan informasi dari catatan lapangan (observasi), hasil wawancara dan hasil

studi dokumentasi, mencari data dan informasi pokok yang di fokuskan pada

hal-hal yang penting.

Display data (tahap penyajian data) merupakan usaha untuk membuat tata

hubungan antar data yang telah terkumpul, dalam hal ini berarti peneliti

melakukan penyusunan informasi yang memberi kemungkinan untuk dapat

menarik kesimpulan yang tepat dan pemahaman secara total atas keseluruhan

data yang terkumpul.

Penyimpulan dan verifikasi, dalam penelitian kualitatif pengambilan

kesimpulan yang berjalan terus menerus selama penelitian berlangsung. Pada

saat pertama kali peneliti turun kelapangan melakukan eksplorasi, mungkin

sudah mempunyai kesimpulan, namun masih bersifat umum dan dangkal.

Kesimpulan tersebut akan terus diverifikasi selama penelitian, hingga akhirnya

memperoleh kesimpulan yang benar-benar tajam dan mendasar sesuai dengan

(51)

BAB IV

DESKRIPSI KAWASAN PENELITIAN

4.1. KAWASAN PENELITIAN

4.1.1. Deskripsi lokasi kawasan masjid Azizi

Atap kubah pada masjid Azizi ini merupakan objek dalam penelitian

ini.Masjid ini dinamakan masjid Azizi karena sesuai dengan nama Sultan Abdul

Aziz Djalil Rachmat Syah yaitu putra dari Sultan Musa al-Muazzamsyah yang

meneruskan pembangunan masjid Azizi. Sultan musa wafat sebelum

pembangunan masjid selesai di laksanakan. Masjid ini terletak di provinsi

Sumatera Utara (Gambar 4.1). Berada di pinggir jalan raya lintas Medan - Banda

Aceh, yaitu di jalan Jendral Sudirman. Secara administratif tepatnya di

Kelurahan Tanjung Pura, Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat, kota

Tanjung Pura, provinsi Sumatera Utara.

(52)

Gambar 4.3 Peta Udara Masjid Azizi (Sumber : Google Earth)

Bangunan masjid Azizi ini berjarak lebih kurang 60 km dengan waktu

tempuh perjalanan sekitar 2 jam dari pusat kota Medan dengan menggunakan

kendaraan bermotor. Bangunan masjid Azizi ini merupakan masjid tertua yang

ada di kota Tanjung Pura yang kini berusia lebih dari satu abad dan merupakan

kebanggaan masyarakat Sumatera Utara khususnya daerah Langkat.

4.1.2. Data Eksisting kawasan masjid Azizi

Bangunan masjid Azizi ini terletak dikota Tanjung Pura tepatnya di

pinggir jalan lintas yang menghubungkan kota Medan-Banda Aceh. Jika di lihat

dari keadaan tata letak lingkungan disekelilingnya, di sekitar bangunan masjid

Azizi terdapat bangunan-bangunan lainnya seperti museum daerah, sekolah

tinggi agama islam Jam’iyah Mahmudiyah, penjara, sekolah dasar serta terdapat

juga bangunan deretan ruko dengan gaya arsitektur kolonial dengan susunan

(53)

Gambar 4.4 Letak eksisting kawasan masjid Azizi (Sumber : Google Earth)

Bangunan masjid Azizi ini sebelah Utara berbatasan dengan jalan raya dan

rumah penduduk, sebelah Selatan berbatasan dengan sekolah tinggi agama islam

Jami’iyah Mahmudiyah, sebelah Barat berbatasan dengan rumah penduduk dan

sebelah Timur berbatasan dengan sekolah SD 050725 pekan Tanjung Pura.

Luas lahan bangunan masjid Azizi ini berdiri di atas tanah seluas 18.000

meter persegi. Bangunan masjid Azizi ini di sekeliling nya di batasi oleh tembok,

halaman yang cukup luas sehingga memudahkan untuk memarkirkan kendaraan

roda empat maupun roda dua bagi para pengunjung ataupun jamaah yang ingin

melakukan ibadah solat ke masjid Azizi ini.

(54)

4.2. Sejarah Kawasan Penelitian

Kesultanan Langkat yang merupakan Kesultanan di kota Tanjung Pura,

perkataan Langkat menjadi nama kabupaten yang ada di Sumatera Utara yang

berasal dari nama sebuah pohon yang dikenal oleh masyarakat melayu pada saat

itu dengan istilah pohon Langkat. Bentuk pohon Langkat ini menyerupai pohon

langsat, tetapi rasa buahnya pahit dan asam. Oleh karena pusat kerajaan ini

berada di sekitar tepi sungai Langkat, maka kerajaan ini disebut dengan kerajaan

Langkat.

Sebutan raja dengan sebutan Sultan, dimulai pada masa Tengku Musa yang

menjadi Sultan Langkat dengan gelar Sultan Musa Al-Muazzamsyah mulai tahun

1870-1896. Sultan Musa yang dikenal sebagai pembangun kerajaan Langkat

yang cukup makmur dan kaya karena hasil alam yang sangat menguntungkan

seperti banyaknya perkebunan, hasil hutan, dan tembakau.

Kesultanan Langkat mencapai kejayaannya pada masa kepemimpinan

Sultan Abdul Aziz dan dianggap kerajaan melayu terkaya yang ada di Sumatera

Timur bahkan satu-satunya kerajaan melayu di Sumatera Timur yang memiliki

kursi dan tahta kerajaan serta kereta kencana yang terbuat dari emas.

Sultan Abdul Aziz turun tahta pada usia 53 tahun dan digantikan oleh

putranya Sultan Mahmud Abdul Aziz Abdul Jalil Rahmadsyah antara tahun

1926–1946. Sultan Abdul Aziz wafat pada tanggal 1 Juli 1927 dalam usia 54

tahun, setahun setelah menyerahkan tahtanya kepada putranya. Pada masa

Kesultanan Mahmud Abdul Aziz Abdul Jalil Rahmadsyah keadaan Kerajaan

(55)

yang banyak membangun sarana ibadah dan sarana pendidikan. Sultan Mahmud

Abdul Aziz Abdul Jalil Rahmadsyah hanya membangun sarana kesehatan yaitu

rumah sakit Tanjung Pura (dulu namanya rumah sakit T. Musa) pada tahun 1930.

Tanjung Pura merupakan salah satu titik yang di lewati oleh jalan raya

lintas Sumatera, merupakan juga kota kecil penuh kenangan bagi sebagian orang

yang pernah tinggal di sana, selain terkenal sebagai kota pendidikan, sejak zaman

dahulu kota Tanjung pura dikenal juga sebagai kota budaya. Kesemuanya itu

terbukti dengan adanya pahlawan nasional Tengku Hamir Hamzah penyair

sederhana yang dimakamkan di masjid Azizi Tanjung Pura yang bertempat di

depan jalan lintas Sumatera atau jalan masjid, Tanjung Pura. Kota Tanjung Pura

dahulunya merupakan ibukota Kesultanan melayu Langkat. Sebagai ibukota

Kesultanan melayu Langkat, Tanjung Pura tentunya dulu memiliki sarana

prasarana pemerintahannya sendiri, seperti istana, balai pertemuan, balai

peradilan, penjara, rumah raja, masjid, sekolah, dan lain-lain. Selain itu

masuknya beberapa etnis di Tanjung Pura seperti Arab dan India yang bertujuan

untuk berdagang dan menyebarkan agama islam, muncul bangunan ibadah, lalu

masuknya etnis China sehingga muncul pertokoan dan tempat ibadah, dan masuk

juga Belanda ke kota Tanjung Pura sehingga muncul rumah-rumah Belanda dan

kantor-kantor pemerintahan dan fasilitas umum seperti rumah sakit dan kantor

(56)

4.3 Data Bentuk Kubah Masjid Azizi

Bangunan masjid Azizi ini memiliki 3 jenis bentuk kubah, 1 buah kubah

merupakan kubah utama yang memiliki sudut simetris (Gambar 4.5), 3 buah

kubah di setiap sisi serambi masjid yang berbentuk seperti bawang (Onion Dome)

(Gambar 4.6) dan 15 kubah yang berbentuk persegi (Gambar 4.7). Ketiga jenis

kubah masjid Azizi ini sama-sama menggunakan acroterion pada bagian puncak

kubah.

Gambar 4.5 Kubah utama masjid Azizi

(Sumber : Dokumentasi survey, 2015)

Gambar 4.6 Kubah berbentuk bawang pada masjid Azizi

(Sumber : Dokumentasi survey, 2015)

Acroterion

(57)

Gambar 4.7 Kubah lainnya berbentuk persegi pada masjid Azizi

(Sumber : Dokumentasi survey, 2015)

Gambar 4.8 Denah masjid Azizi

(Sumber : Olahan Peneliti, 2015)

U

Mihrab

Ruang Utama

(58)

Gambar 4.9 Letak eksisting masjid Azizi

(Sumber : Olahan Peneliti, 2015)

4.4 Deskripsi Struktur Kubah Masjid Azizi

Pada bagian atap ditutupi oleh 3 jenis bentuk kubah yang sama-sama

menggunakan konstruksi dengan bahan seng yang dilapisi oleh tembaga berwarna

hitam. Ruang utama masjid ditutupi oleh kubah dengan ukuran yang cukup besar

dengan diameter lebih kurang 13 meter dengan bentuk denah segi delapan atau

oktagonal (Gambar 4.10) pada bagian serambi masjid ditutupi oleh kubah

berbentuk bawang yang memiliki diameter lebih kurang 4,2 meter dengan bentuk

denah segi delapan juga (Gambar 4.11)

Menara

Perpustakaaan Taman

Jalan Lintas

Pemakaman

(59)

Gambar 4.10 Denah kubah utama Gambar 4.11 Denah kubah bawang

(Sumber : Olahan Peneliti, 2015) (Sumber : Olahan Peneliti, 2015)

Struktur kubah utama masjid Azizi ini menggunakan struktur rangka besi

tembaga yang bertumpu pada setiap sudut dinding yang berbentuk segi delapan,

sama halnya dengan struktur kubah berbentuk bawang (Onion Dome) yang

terletak pada bagian serambi masjid. Ketiga jenis struktur kubah masjid Azizi

dilapisi atau ditutupi oleh kayu damar yang dianggap oleh manajemen masjid

mampu mengatasi serangan rayap dan sekaligus berfungsi sebagai plafond pada

kubah. (Gambar 4.12)

Gambar 4.12 Ilustrasi 3 struktur rangka kubah masjid Azizi

(60)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kriteria kubah sebagai bentuk struktur

Bangsa Romawi telah mengembangkan konstruksi beton atau batu bata

yang memungkinkan mereka membuat bentukan atap lengkung (vault) dan bentuk

kubah (dome) dengan struktur Arch dome dengan susunan konstruksi beton atau

batu bata. Sejarah teknologi konstruksi beton atau batu bata diawali sejak

ditemukannya portland cement pada tahun 1824. Bentang kubah ini sebagian

berdiameter di atas 50 meter dan tidak ada yang melebihi bentangan ini sampai

ditemukannya konstruksi dan struktur baja pada abad ke-19. (Gambar 5.1)

Gambar 5.1 Struktur Arch dome dengan susunan konstruksi batu bata

(61)

5.2 Kriteria kubah sebagai bentuk simbol atau ornamen

Menurut (D.K.Ching & Adams, 2008) struktur kubah (dome) merupakan

struktur dengan permukaan berbentuk bola, memiliki denah melingkar, terdiri dari

tumpuan blok-blok, dan dari elemen-elemen liniear yang pendek. Kubah

menyerupai bentuk busur yang dirotasi atau diputar yang disebut juga struktur

rangka atau struktur non Arch dome.

Struktur rangka disebut juga sebagai Ribbed Dome yaitu kubah bergaris

karena memiliki tulang rusuk yang memanjang ke bawah dari mahkota kubah dan

cincin pada mahkota kubah memperluas garis horizontal di sekitar kubah dengan

permukaan lengkung tunggal. (Gambar 5.2)

Gambar 5.2 Struktur rangka atau ribbed dome

(Sumber : Makowski Z, S, 1988)

Struktur rangka lainnya adalah dengan menggunakan batang-batang yang

di letakkan pada sebuah kurva yang dibuat dari garis melintang dan membujur

(62)

5.3 Analisa kubah masjid di dunia

1. Masjid Jami' Uqba Ibn Nafi’, di Kairouan, Tunisia (Tahun 670)

Pembangunan masjid ini membutuhkan waktu yang cukup lama dan

pertama kali di bangun oleh Uqba pada tahun 670. Pada tahun 690, masjid ini

dihancurkan karena adanya serangan dari kaum Barbar yang dipimpin oleh

Kusaila. Pada tahun 703, di bawah kepemimpinan jenderal Hasan Ibnu Al

Nukman, masjid ini dibangun kembali. Perluasan masjid terjadi pada tahun 724

hingga tahun 728 dipimpin oleh gubernur Bishr Ibnu Safwan, beliaulah yang

memutuskan untuk membangun menara masjid saat itu, yang kini merupakan

minaret tertua di dunia. Di bawah kepemimpinan kaum Aghlabid, kota Kairouan

mengalami pertumbuhan ekonomi yang signifikan dan berdampak baik bagi

pembangunan masjid. Pada tahun 836, Ziyadat allah melakukan modifikasi dan

rekonstruksi pada beberapa bagian masjid sekali lagi. Modifikasi masjid terakhir

kali dilakukan pada tahun 1025 hingga 1050. Masjid Uqba merupakan

salah satu warisan sejarah dunia UNESCO di Tunisia. Masjid Uqba bin Nafi

sekaligus merupakan menjadi masjid tertua di kawasan Afrika Utara dan

sekitarnya, dan masjid tertua dengan gaya magribi, menjadikannya masjid ini

sebagai bangunan monumental islam terbesar yang begitu impresif di Afrika

Utara. Masjid ini juga sekaligus menjadi sebuah mahakarya seni dari arsitektur

(63)

Gambar 5.3 Masjid Jami' Uqba Ibn Nafi’, di Kairouan, Tunisia pada abad ke-20

(Sumber : https://en.wikipedia.org)

Gambar 5.4 Kubah masjid Jami' Uqba Ibn Nafi’, di Kairouan, Tunisia

(Sumber :http://archnet.org)

Kubah masjid Jami' Uqba Ibn Nafi’, di Kairouan, Tunisia ini

menggunakan struktur Arch dome dengan konstruksi rangka kayu yang di

lengkungkan pada bagian dalam nya dengan material kubah mengggunakan bahan

(64)

Gambar 5.5 Struktur kubah masjid Jami' Uqba Ibn Nafi’di Kairouan, Tunisia

(Sumber :http://archnet.org)

2. Masjid Dome Of The Rock, Yerussalem (Tahun 687-705)

Masjid ini di bangun pada tahun 687-705. Kubah batu ini dirancang oleh

Abdul Al-Malik melalui arsitek-arsitek beraliran arsitektur Byzantine menjadikan

masjid ini adalah masjid islam yang cukup tertua yang masih ada di dunia dan

menjadikannya sebagai bangunan monumental islam di dunia. Sistem konstruksi dari kubah batu ini pada lingkaran paling tengah berbentuk rectangular dengan

adanya kolom-kolom, sedangkan bentuk yang lainnya polygon oktagonal. kolom

berbentuk sama sebanyak 16 dengan pilaster disetiap sudutnya. Di sekeliling

luarnya berbentuk denah segi delapan dengan menyangga atap keliling. Denah

(65)

Gambar 5.6 Bentuk kubah Dome Of The Rock, Yerussalem

(Sumber : http://www.islamic-awareness.org)

Kubah batu atau Dome Of The Rock ini menggunakan struktur non

Archdome atau struktur rangka. Bentuk kubah ini pada dasarnya berbentuk segi

delapan yang terdiri dari konstruksi kayu pada lapisan dalam nya, dengan

diameter kubah sekitar 20 meter.

Gambar 5.7 Struktur kubah Dome Of The Rock, Yerussalem

(66)

3. Masjid Sheikh Lotfollah, di Iran (Tahun 1603)

Pembangunan masjid ini dimulai pada tahun 1603 dan selesai pada 1619.

Di bangun oleh kepala arsitek Syaikh Bahai, atas perintah dari raja Shah Abbas I

dari Dinasti Safawi di Persia. Kubah pada masjid ini berdiameter 13 meter. Di

bangun pada awal abad 16, masjid Lotfollah atau masjid Syekh LotfAllah di

Isfahan, Iran adalah salah satu karya arsitektural dari para arsitektur Persia. Masjid

ini tidak memiliki menara dan ukurannya lebih kecil. Sepanjang sejarah kubah

masjid Lotfollah sering digunakan sebagai acuan untuk pembangunan

kubah-kubah masjid lainnya karena keindahannya karena terdapat lukisan ukiran

dekoratif pada bagian eksterior kubah.

Struktur kubah pada masjid ini menggunakan struktur Arch Dome dan

menjadikan kubah pada masjid ini sebagai kubah sebagai wujud strukrur dari gaya

arsitektur Persia(Gambar 5.8)

Gambar 5.8 Kubah masjid Sheikh Lotfollah, di Iran

(67)

4. Masjid Shah di Isfahan, Iran (Tahun 1611)

Masjid Shah atau masjid Imam di Isfahan Iran, di anggap sebagai salah

satu karya arsitektur Persia. Masjid dibangun atas perintah Shah Abbas I dari

Kekaisaran Safawi. Pembangunannya di mulai pada tahun 1611 dan selesai pada

tahun 1629. Masjid ini merupakan contoh sempurna dari arsitektur islami Iran,

dan di pandang sebagai mahakarya arsitektur Persia. Masjid Shah merupakan

maha karya abadi dari arsitektur di Iran. Masjid ini terdaftar bersama dengan

taman Naghshi Jahan, sebagai situs warisan dunia UNESCO. Pembangunannya

dimulai pada tahun 1611 Kubah masjid Shah menjadi kubah yang tertinggi di

Isfahan mencapai ketinggian 53 meter (74 kaki). Fitur yang berbeda dari kubah

Persia lainnya adalah bentuk kubah yang berwarna-warni, yang menutupi bagian

luar kubah seperti pada kubah masjid Sheikh Lotfollah di Iran yang terdapat

lukisan ukiran dekoratif pada bagian eksterior kubah.

Struktur kubah pada masjid ini menggunakan struktur Arch Dome dengan

konstruksi rangka (Gambar 5.10) menjadikan kubah pada masjid ini sebagai

kubah sebagai wujud strukrur dari gaya arsitektur Persia

Gambar 5.9 Kubah masjid Shah di Isfahan, Iran

Gambar

Gambar 2.6 Kubah masjid di Pulau penyegat, Riau
Gambar 2.8 Kubah masjid Baiturahman pada tahun 1879
Tabel 2.1 Tipologi awal kubah masjid di Sumatera
Gambar 2.9 Basilika St. Peter.
+7

Referensi

Dokumen terkait