BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Masjid
Kata masjid secara etimologi diambil dari akar kata sajada-sujudun, yang memiliki arti patuh, taat, serta tunduk. Lalu kata sajada ini diberikan awalan ma,
sehingga terbentuklah kata masjid. Bentuk hormat tersebut dilakukan dengan cara
meletakkan dahi, kedua tangan , lutut, dan kaki ke tanah yang lalu diberikan nama
sujud oleh syari’at adalah bentuk lahiriyah yang paling nyata dari makna-makna
di atas(Yasu’i & Tottel, 1986). Oleh karena itu dapat diartikan “masjid” adalah
tempat untuk bersujud. Pengertian kata masjid, seiring dengan perjalanan waktu,
akhirnya mengalami perubahan. Masa sekarang ini kata masjid lebih sering
diartikan sebagai bangunan yang dipergunakan sebagai tempat shalat. Secara
umum masjid merupakan bangunan yang bukan sekedar tempat bersujud,
persucian, tempat salat dan bertayamum, namun masjid juga merupakan tempat
melaksanakan segala aktivitas kaum Muslim yang bersangkut paut dengan
ketaatan terhadap Tuhan(Shihab, 1997).
Menurut fungsi dan bentuknya, masjid dibagikan atas beberapa nama.
Masjid Jami adalah masjid yang digunakan untuk shalat Jum’at (Rasyid, 1976).
Memorial mosque adalah masjid yang digunakan sebagai tanda peringatan
peristiwa penting dalam sejarah Islam, contohnya Masjidil Haram di Mekah dan
Masjid Nabawi di Madinah. Terdapat pula masjid makam atau masyad, yaitu
masjid yang berdiri pada kawasan pemakaman, seperti Masjid Sendang Duwur di
untuk masjid yang hanya digunakan untuk shalat sehari – hari tanpa melakukan
shalat Jum’at (Tjandrasasmita, 1976). Dikenal pula beberapa masjid yang diberi
nama masjid agung di Jawa, masjid raya di Sumatera serta masjid negara yang
terletak pada pusat pemerintahan yang dijadikan simbol kekuasaan. Ada pula
masjid madrasah yang merupakan masjid yang juga digunakan sebagai madrasah,
serta masjid wanita yang mengkhususkan kaum wanita yang dapat menggunakan
masjid ini untuk shalat dan pengajian. Contohnya pada Masjid Isteri di Kauman
Yogyakarta yang didirikan tahun 1922/1923 M dan Masjid Isteri di Kampung
Pengkolan, Garut yang didirikan tanggal 1 Februari 1926 (Aboebakar, 1955)
2.2 Fungsi Umum Masjid
Dengan pengertian dari masjid yang merupakan tempat untuk bersujud,
jelas fungsi masjid adalah sebagai sarana tempat untuk menyampaikan
pembicaraan mengenai pokok – pokok kehidupan (yang berhubungan dengan
ibadah, maupun kebudayaan yang berdasarkan Islam) dalam upaya
menyampaikan ajaran Islam dan sebagai tempat melaksanakan ibadah salat. Peran
dan fungsi masjid tidak hanya sebatas memfasilitasi pelaksanaan salat saja, masjid
juga berfungsi sebagai pusat pengendalian pemerintah, administrasi, dakwah,
sebagai tempat musyawarah, belajar ilmu pengetahuan, sebagai tempat
memutuskan perkara, dan sebagai tempat yang berkaitan dengan urusan agama
(Mustofa, 2008). Jadi masjid merupakan sarana tempat untuk kegiatan umat
Islam, oleh karena itu pembangunan masjid dilakukan secara bersama, tanpa ada
Pada bentuk awalnya masjid itu bukanlah bangunan yang megah perkasa
seperti masjid-masjid yang tampil pada masa kerajaan, yang penuh dengan
keindahan dengan ciri-ciri keagungan arsitektur pada penampilan fisiknya. Masjid
pertama yang dibuat oleh Nabi Muhammad SAW adalah sangat sederhana.
Denahnya memiliki bentukan segi empat dengan hanya dinding yang dibuat
semacam serambi yang langsung terhubung dengan lapangan terbuka yang
merupakan bagian pusat dari masjid yang berbentuk segi empat tersebut. Bagian
pintu masuknya ditandai dengan penggunaan gapura atau gerbang yang terdiri
dari tumpukan batu yang bahannya berasal dari batu – batu yang terdapat di
daerah setempat, dan juga bahan-bahan yang dipergunakan adalah material yang
terdapat daerah tersebut, sehingga amat sederhana mutu bahan-bahan yang
dipergunakan itu, seperti batu-batu alam atau batu-batuan gunung, pohon, dahan
dan daun kurma (Rochym, 1983).
2.3 Fungsi Masjid di Indonesia
Fungsi masjid di Indonesia tidak jauh berbeda dengan fungsi masjid di
negara lainnya. Selain digunakan sebagai tempat untuk melaksanakan shalat, juga
seringkali digunakan sebagai tempat untuk melaksanakan pengajian dan
peringatan – peringatan hari besar agama Islam (Anom, 1999). Namun tentunya
terdapat pula beberapa perbedaan fungsi dari negara lain yang disebabkan oleh
adanya tradisi lokal yang ikut mewarnai kehidupan masyarakatnya dalam
beragama.
Sampai saat ini masjid kuno di Indonesia masih menjadi perhatian khusus,
tidak sesuai dengan ajaran Islam baik dalam hadist maupun Al – Qur’an. Umat
Islam di Indonesia seringkali melakukan ziarah dan menginap untuk beberapa
lama di masjid kuno tersebut.
Keberadaan masjid memang tidak terlepas dari pendidikan umat Islam.
Menurut sejarah masjid juga turut berperan penting dalam mencerdaskan
masyarakat, dan melahirkan tokoh – tokoh besar yang berpengaruh terhadap
perjuangan bangsa Indonesia dalam melawan penjajahan. Tokoh – tokoh besar
tersebut salah satu nya yakni Wali Songo yang merupakan sosok tokoh yang
menggunakan masjid sebagai tempat untuk mendidik para pengikutnya melalui
berbagai kegiatan di masjid. Masjid Kudus dan Masjid Demak merupakan contoh
masjid yang berperan penting pada masa itu. Istilah masjid pesantren menjelaskan
bahwa umat islam di Indonesia sangat menghargai ilmu. Masjid ini berada di
lingkungan pesantren, biasanya dikelilingi oleh podok (asrama) santri. Di masjid
ini para santri akan mempelajari bahasa Arab, hadist, Qur’an, dan tafsir.
2.4 Arsitektur Masjid dan Perkembangannya
2.4.1 Karakteritik Arsitektur Masjid
Perkembangan Islam pada kelompok-kelompok suku dan bangsa di luar
wilayah Arab, berpengaruh langsung pada keragaman arsitektur sarana ibadah
Islam, terutama masjid. Arsitektur masjid tidak pernah diatur dengan secara detail
dan terperinci baik dalam Al-Quran ataupun Hadist (Nana, 2002). Ada beberapa
panutan untuk merencanakan dan mendirikan masjid yang indah dan agung
selama masih maengikuti batas-batas ajaran Islam. Batasan-batasan tersebut yaitu
1.Tidak boleh menyerupai produk ajaran agama lain (Tasyabbuuh), seperti gereja,
kelenteng, candi dan bengunan ibadah lainnya. Artinya secara sepintas saja akan
langsung dikenali bahwasanya bangunan tersebut adalah bangunan masjid,
dengan ciri khasnya, seperti menara, beratap kubah, dan lain-lainnya.
2.Masjid hendaknya mencerminkan simbol ajaran Islam. Seperti segitiga yang
merupakan simbol dari Islam yang berarti Iman, Islam dan Ihsan merupakan
pondasi segi enam sebagai simbol Rukun Islam, dan lain-lain
3.Tidak boleh berlebihan (ishraf), jangan hanya karena ingin merancang bangunan
masjid yang indah lalu melebihi kebutuhan yang dituntut, keindahan jangan
menjadi tujuan tanpa mempertimbangkan fungsi, karena Allah tidak menyukai
orang yang berlebihan.
Menurut Frehman (1997) bangunan masjid terdiri dari bagian bagian
bangunan antara lain:
Kubah. Pada bangunan ibadah seluruh umat beragama menggunakan
kubah sebagai atap pada bangunan. Akan tetapi kubah lebih dominan
digunakan pada bangunan masjid dan gereja. Kubah merupakan
karakteristik arsitektur Islam dari masa pembaruan Islam dengan arsitektur
barat yang disebut arsitektur Byzantium (Rochim, 1983).
Menara. Menara merupakan bangunan yang memiliki ukuran tinggi yang
ukurannya jauh lebih tinggi dari bangunan induknya. Struktur bangunan
menara juga merupakan bangunan yang ukuran ketinggiannya lebih besar
dibandingkan dengan ketebalannya. Bangunan menara dapat berdiri
pada bangunan masjid digunakan oleh seseorang yang mengumandangkan
adzan (muadzim) untuk tempat mengumandangkan adzan sebagai tanda
shalat.
Taman. Taman merupakan bagian dari bangunan yang menghubungkan
bangunan dengan alam. Taman juga berfungsi untuk peralihan unsur
kontiunitas antara elemen interior pada ruang dalam yang didominasi
unsur tumbuhan, bunga, dan daun.
Aula Shalat. Aula shalat merupakan ruangan yang luas yang berfungsi
sebagai tempat untuk shalat dan aktifitas keagamaan lainnya. Ruang shalat
biasanya dibagi menjadi dua bagian dengan pembatas. Untuk
membedakan daerah pria dan wanita.
Mihrab. Mihrab merupakan bagian tempat berdirinya imam dalam
melaksanakan shalat yang terdapat di aula shalat. Mihrab biasanya
berbentuk sebuah bidang dinding yang melengkung ke dalam sehingga
menciptakan ruang. Arahnya berada pada arah kiblat yang merupakan
orientasi shalat.
Mimbar. Mimbar merupakan sebuah podium yang difungsikan untuk
penyampai khutbah (khotib). Terdapat pada sisi kanan mihrab.
Kedudukannya lebih tinggi dari ruang shalat dengan tujuan agar khatib
dapat dilihat oleh jamaah. Arah hadap mimbar ke arah jamaah sehingga
membelakangi arah kiblat.
Ciri umum arsitektur masjid selalu mengenai pola atau ornamen yang terus
bangunan masjid umumnya berbentuk ukiran dari Al-Quran dalam
kaligrafi dengan latar belakang pola geometrik atau dengan corak alami
(Rochym, 1983). Tujuannya adalah untuk mendapat manfaat dari ayat-
ayat Al-Quran yang berfungsi untuk mengingat tentang ajaran
Islam.Macam-macam motif yang terdapat pada masjid, yaitu: motif
Arabesque, dalam hal motif ajaran Islam melarang memakai motif
berbentuk hewan dan manusia. Oleh karena itu, para seniman muslim suka
menciptakan motif yang berbentuk geometris dan floral (tumbuhan),
termasuk pada bagian interior bangunan. Menurut Yulianto Sumalyo
(2000) unsur kebudayaan dan gaya seni pada daerah setempat
mempengaruhi bentuk, tata ruang, konstruksi, dekorasi, dan aspek
arsitektural lainnya pada bangunan masjid. Tanpa meninggalkan
aturan-aturan penting seperti arah qiblat dan aturan-aturan-aturan-aturan masjid lainnya.
Penggabungan unsur-unsur budaya pada bangunan masjid juga merupakan
suatu bentuk usaha masyarakat atau umat Islam setempat dalam
menunjukkan identitasnya.
2.4.2 Perkembangan Arsitektur Masjid di Indonesia
Di Indonesia yang merupakan negara dengan penganut Islam terbesar di
ASEAN, perkembangan pembangunan masjid berlangsung dengan pesat. Bila
dibandingkan dengan arsitektur masjid-masjid kuno di dunia Islam lainnya,
arsitektur masjid-masjid kuno di Indonesia sangatlah sederhana. Padahal pada
bangunan-bangunan lain yang dahulunya telah dibangun sebelum masuknya Islam
arsitekturnya sangat menonjol. Hal tersebut dikarenakan kurang munculnya gairah
mencipta karya seni secara begitu saja tanpa adanya rangsangan dalam mencipta.
(Yudoseputro, 1986).
Bentuk bangunan masjid di Indonesia umumnya memiliki ciri – ciri seperti
berdenah bujur sangkar, pada bagian depan dan samping bangunan memiliki
serambi, dan juga pada bagian depan dan samping bangunan masjid umumnya
memiliki sebuah kolam, sebagai tempat wudhuk, dan sisi belakang bangunan
umumnya ke arah barat, di karenakan arah kiblat di Indonesia terletak di arah
barat, di tengah - tengah arah barat ini terdapat mighrab yang digunakan untuk
tempat imam memimpin sholat, disamping itu juga terdapat atap menara.
Menurut G.F. Pjiper (1984) mayoritas masjid tua di Indonesia mengikuti
pola bangunan masjid Jawa dengan ciri-ciri :
1. Pondasi bangunan berbentuk persegi dengan lantai yang agak tinggi.
2. Masjid tidak berdiri di atas tiang, seperti rumah di Indonesia model kuno,
tetapi tidak di atas dasar yang padat.
Namun sekarang masjid Indonesia lebih banyak berbentuk melengkung
melengkung setengah lingkaran berupa kubah. Keberagaman suku dan budaya
Indonesia membuat masjid - masjid di Indonesia antara daerah satu dan daerah
lain, suku satu dengan suku yang lain memiliki ciri – ciri yang berbeda.
2.4.3 Perkembangan Arsitektur Masjid di Kota Medan
Perkembangan gaya arsitektur di Kota Medan umumnya berarsitektur
Di Pulau Sumatera, khususnya kota Medan, memiliki ciri khas arsitektur
tersendiri, dengan ciri-ciri bangunan antara lain:
Denah bangunan berbentuk segi empat
Masjid mempunyai serambi di depan maupun di kedua sisinya
Masjid mempunyai ruang tambahan yang difungsikan sebagai mihrab
Atap Berbentuk kubah tunggal bersegi delapan terbuat dari tembaga,
bagian atas dinding penopang atap sedikit melebar keluar dihiasi corak
dengan bentuk melengkung
Kolom – kolom dan tiang tiang berbentuk bulat langsing
Pemilihan warna cerah pada cat dinding, seperti hijau, kuning, serta putih
Hal tersebut dapat di buktikan pada arsitektur Masjid Al-Osmani yang
merupakan contoh perwujudan perkembangan agama Islam di Kota Medan.
Masjid Al-Osmani terletak di dua puluh kilometer sebelah utara kota Medan,
provinsi Sumatera Utara, di daerah Labuan. Masjid ini lebih dikenal dengan
Masjid Labuan dikarenakan lokasinya yang berada di daerah Labuan. Masjid ini
adalah masjid tertua di kota Medan. Masjid Al Osmani didominasi warna kuning,
warna kebesaran kesultanan melayu. Masjid Osmani bahkan lebih dulu dibangun
dibandingkan dengan masjid Raya Al Mahsun di pusat kota medan, pada masa
kekuasaan Sultan Osman Perkasa Alam pada tahun 1854 dengan penggunaan
bahan kayu sebagai bahan bangunannya. Yang kemudian dilakukan pembangunan
bangunan secara permanes pada tahun 1870-1872. Dan dilakukan proses renovasi
oleh Deli Maatchappij pada tahun 1927. Lalu dilakukan pemugaran bangunan
Masjid tertua selanjutnya yaitu Masjid Lama Gang Bengkok yang
berdiri pada tahun 1874, yang merupakan bangunan masjid yang dibangun di atas
tanah wakaf dari Haji Muhammad Ali yang lebih dikenal dengan nama Datuk
Kesawan yang seluruh biaya pembangunannya di tanggung oleh Tjong A
Fie (1860-1921). Tjong A Fie adalah seorang saudagar Thionghoa dari daratan
China yang kemudian hijrah ke Kota Medan di awal abad ke 19. Dibangun 20
tahun setelah Masjid Al Osmani (1854) di Labuhan Deli, yang merupakan masjid
tertua di Kota Medan. Masjid Lama Gang Bengkok tidak saja merekam jejak
sejarah pembauran orang melayu dengan orang China di kota Medan dalam
pembangunan masjid ini tapi juga mewariskan nafas pembauran itu hingga kini. Gambar 2.1 Masjid Al-Osmani
Masjid tua di medan selanjutnya yaitu Masjid Raya Al-Mashun yang
terletak di Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Baru, Kotamadia Medan Jalan.
Sisingamaraja. Di sebelah barat berbatasan dengan Jalan. Mahkamah, sebelah
utara dibatasi dengan jalan Masjid, serata selatan terdapat pemukiman yang
dibatasi oleh Jalan. Sipiso-piso. Masjid ini menghadap ke arah timur dan
dikelilingi oleh pagar dari besi dengan tinggi 1 m. Areal masjid merupakan
sebuah kompleks yang terdiri atas bangunan pintu gerbang pada sisi timur laut
dan pada sebelah timur terdapat tempat wudhu. Pada sisi baratterdapat komplek
pemakaman komplek keluarga Sulthan. Masjid Raya Al-Mashun dimiliki dan
dikelola oleh keluarga Kerajaan Sultan Deli yang didirikan pada tanggal 21
Agustus 1906. Oleh arsitek asal Belanda yaitu T.H van Erp yang merupakan
seorang perwira Zeni Angkatan Darat KNIL. Nama al-ma’shun berarti masjid Gambar 2.2 Masjid Gang Bengkok
yang mendapat pemeliharaan dari Allah SWT. Pembangunan masjid selesai
selama tiga tahun. Secara keseluruhan biaya pembangunan Masjid ditanggung
sendiri oleh Sultan pada masa itu.
2.5 Tipologi Bangunan Masjid
Kata tipology terdiri atas TYPE yang berasal dari kata Typos yang
bermakna karakter, jenis, bentuk, gambaran, atau impresi suatu objek sedangkan
LOGY adalah ilmu yang mempelajari tentang sesuatu, Sehingga Tipology dapat
diartikan sebagai “Ilmu yang mempelajari tentang impresi, gambaran, bentuk,
jenis atau karakter dari suatu objek”. Ilmu tipologi akan mengarah pada upaya
untuk mengklasifikasikan atau mengelompokkan berdasarkan kaidah tertentu
yang berdasarkan kepada (Sulistijowati, 1991):
Fungsi (meliputi simbolis, struktural dan penggunaan ruang dan lain –
lain)
Geometrik (meliputi prinsip tatanan, geometrik, dan lain – lain)
Langgam (meliputi etnik dan budaya, periode, geografi atau lokasi, dan
lain – lain)
Masjid dalam pembangunan awalnya hanyalah berupa bangunan non fisik
yang
didirikan oleh Nabi Muhammad (610 M – 632 M) di Madinah. Berupa ruang
terbuka yang hanya dibatasi oleh tembok sebagai garis batas tanah milik warga
Madinah yang kemudian diserahkan sebagai tempat pusat kegiatan pergerakan
Nabi dan para pengikutnya yang kemudian disebut masjid.
Gambar 2.4 Rekonstruksi Masjid yang dibangun Nabi Muhammad SAW
(Sumber : Yulianto Sumalyo, 2000)
Selanjutnya bangunan masjid mulai terjadi perubahaan dengan
kecendrungan untuk menjadi satu sosok bangunan dengan elemen-elemen
arsitektur berupa lantai, dinding, atap serta bukaan – bukaannya. Berbagai macam
bentuk bangunan masjid dari berbagai negara tersebut antara lain :
Masjid di Yaman (Arab) memiliki pola hypostyle yang memiliki ciri
berupa terdapat halaman yang berada di dalam bangunan dengan terdapat
portico mengelilinginya. Bangunan berbentuk segiempat dengan terdapat
halaman dalam atau shan. Bangunan masjid di Yaman umumnya memiliki
iwan dan haram berupa lorong yang dibentuk oleh kolom – kolom berderet
dan berbaris sejajar. Terdapat pelengkung arcade yang ditopang oleh
beberapa kolom penyangga yang terdapat di sisi maupun di dalam
bangunan. Memiliki minaret (menara) yang umumnya berukuran lebih
tinggi dari bangunan masjid utama yang terdiri dari tiga bagian, pada
bagian bawah menyatu dengan dinding bangunan masjid, bagian atasnya
berdenah bujur sangkar, bagian atasnya berbentuk silindris maupun segi
delapan yang ukurannya semakin mengecil, puncak minaret ditutupi oleh
kubah kecil. Atap bangunan masjid umumnya menggunakan atap kubah
Masjid di Jerussalem (Arab) memiliki pola masjid hypostyle, dengan ciri
berupa memiliki sahn (halaman dalam), maupun iwan. Umumnya terdapat
halaman dalam, namun dibentuk karena penggunaan pagar bukannya
dikelilingi iwan. Denah masjid dengan bentuk segi empat panjang, yang
pada sisi bangunan dikelilingi oleh tembok berukuran tinggi. Pada dalam
bangunan terdapat banyak kolom berderet membentuk lajur. Pada sisi
bangunan masjid terdapat portico lebar selebar masjid yang difungsikan
sebagai ruang peralihan luar dan dalam. Pada bagian dalam bangunan
masjid terdapat ornamen yang terdiri dari kaligrafi, arabesque, dan Gambar 2.6 Denah (atas)
dan perspektif aksonometri (bawah) salah satu Masjid di Yaman (Masjid Agung San’a)
(Sumber : Yulianto Sumalyo, 2000)
geometris. Pada bagian atap menggunakan atapberbentuk datar dan kubah
tunggal (Sumalyo, 2000).
Masjid di Mesir (Arab) berpola bukan hypostyle, ditandai dengan adanya
halaman yang terdapat pada depan, belakang, dan samping bangunan.
Terdapat kolom berjajar dan berderet dalam ruang yang menyangga atap.
Dinding diatas kolom yang mengelilinginya dihias dengan pelengkung –
pelengkung patah, lingkaran – lingkaran dengan garis – garis, hiasan
arabesque. Kolom-kolomnya berbentuk silindris. Terdapat gerbang masuk
utama yang umumnya terdapat pada bagian depan lahan masjid. Penutup
atap bangunan masjid di Mesir umumnya menggunakan atap kubah dan
atap datar. Minaret pada masjid di Mesir umumnya berbentuk silindris dan
segi empat dan segi delapan, biasanya bentuk – bentuk tersebut disusun
secara berurut dalam satu minaret yang ukurannya semakin mengecil
keatas dengan kubah sebagai penutup atapnya, pada dinding minaret
terdapat ukiran – ukiran geometri dan floral (Sumalyo, 2000).
Gambar 2.7 Denah (kiri)
dan perspektif aksonometri (kanan) salah satu Masjid di Mesir (Masjid al Hakim)
Masjid di Persia umumnya berdenah persegi panjang dengan sisi yang
memanjang ke arah belakang. Berpola khas arsitektur arab yaitu hypostyle
yang mempunyai shan, riwaq, dan haram atau ruang sembahyang utama.
Terdapat kolom-kolom berukuran besar dengan bentukan silindris, bujur
sangkar, maupun segi delapan. Terdapat gerbang sebagai pintu masuk
utama. Dan terdapat minaret (menara) yang berukuran tinggi yang bersifat
menyatu dengan bangunan ataupun terpisah dari bangunan utama. Minaret
pada masjid di Persia umumnya berbentuk silindris yang ukurannya
semakin mengecil keatas dengan kubah sebagai penutup atapnya.
Bangunan masjid di Persia umumnya menggunakan penutup atap
berbentuk kubah tunggal yang disangga oleh empat buah kolom yang
terdapat pada bagian dalam bangunan masjid. Pada bagian dekorasi
bangunan umumnya menggunakan pola geometris yang dipadukan dengan
motif floral dan kaligrafi serta muqarnas pada bagian atap masjid
dan perspektif aksonometri (kanan) salah satu Masjid di Persia (Masjid Tarik Khana di Persia
Masjid di Cina umumnya memiliki tradisi setempat yang diterapkan dalam
pembangunan masjid. Selain menyangkut aspek fisik yang konkrit juga
diterapkan pada konstruksi, bentuk, tata-letak dekorasi, aspek abstrak,
kepercayaan dan tradisi, termasuk tata ruang dalam pembangunan masjid.
Pada bangunan masjid di Cina pintu gerbang hingga ruang shalat utama
berporos pada arah selatan – utara dengan terdapat halaman terbuka
diantara keduanya. Masjid di Cina identik dengan iwan, gerbang, sahn,
dan ruang shalat yang terdapat pada satu sumbu. Gerbang bangunan
masjid di Cina umumnya terletak di arah selatan. Dikarenakan masjid yang
berorientasi ke arah kiblat, maka ruang shalat dan mihrab tidak terdapat
pada ujung sumbu di utara satu garis dengan pintu gerbang namun pada
sisi barat. Sebagian besar masjid di cina memiliki Paviliun Bulan dengan
ukuran yang tinggi berbentuk seperti menara yang merupakan suatu unit
bangunan yang difungsikan untuk mengamati bulan. Ciri lain dari masjid
di Cina adalah mihrabnya berbentuk ceruk dipenuhi dengan konstruksi
atap kayu. Atap yang digunakan pada masjid di Cina pada umumnya
berupa atap pelana, atap perisai, dan atap pyramid seperti atap yang sering
Masjid di Indonesia umumnya memiliki gaya arsitektur masjid yang
membedakannya dengan arsitektur masjid dari negara lain. Tipe masjid di
Indonesia berasal dari Pulau Jawa, sehingga orang menyebutnya masjid
jawa. Masjid di Indonesia umumnya memiliki bentuk bangunan berbentuk
segi empat, umumnya masjid di Indonesia tidak berdiri di atas tiang, tetapi
di atas dasar yang padat. Bangunan masjid di Indonesia memiliki serambi
di depan maupun di kedua sisinya, masjid mempunyai tambahan ruangan
di sebelah barat atau barat laut yang difungsikan sebagai mihrab, halaman
pada sekeliling masjid dibatasi oleh tembok dengan satu pintu masuk di
depan yang disebut gapura. Masjid di Indonesia umumnya mempunyai
atap yang berbentuk meruncing keatas, terdiri dari dua sampai lima
tingkat, ke atas semakin kecil (Pjiper, 1984). Gambar 2.9 Potongan (atas)
dan denah (bawah) salah satu Masjid di Cina (Masjid Zhen-Jiao Si di Cina
(Sumber : Yulianto Sumalyo, 2000)
Keterangan :
A. Ruang Shalat di depan dinding mihrab
B. Ruang semacam pendopo C. Gerbang-minaret-moon pavilion
2.6 Pengaruh Budaya pada Arsitektur
2.6.1 Melayu
2.6.1.1 Melayu Deli
Melayu Deli adalah salah satu suku melayu yang mendiami kabupaten
Deli Serdang. Penyebaran meliputi kota Medan, deli tua, daerah pesisir, pinggiran
sungai Deli dan Labuhan. Hampir seluruh masyarakat suku Melayu Deli memeluk
agama Islam Sufi. Menurut mereka Melayu adalah Islam, karena hampir seluruh
adat-istiadat dan budaya suku Melayu berlandaskan Islam. Diperkirakan suku
Melayu Deli, sebesar 99,9% beragama Islam. Hanya sebesar 0,1% saja yang
beragama Kristen (Husny, 1976).
2.6.1.1.1 Karakteristik Arsitektur Melayu Deli
Seperti halnya pada arsitektur lainnya, arsitektur melayu juga
memperhatikan pengaruh iklim dalam proses pembangunan rumah, terlihat pada
bentuk rumah panggung. Posisi lantai di atas tanah merupakan cara untu
mengurangi kelembaban memberikan sirkulasi pengudaraan yang baik. (Husny,
1976). Arsitektur Melayu Deli dapat dikatakan arsitektur vernacular yang berasal
dari kebudayaan akar rumput masyarakat Melayu. Bahan bangunan yang
digunakan pada bangunan Melayu Deli berasal dari daerah setempat demikian
juga sistim struktur dan konstruksi nya. Bahan alami yang digunakan dalam
pembangunannya yaitu nipah, nambia, anak kayu, batang nibung, batang pinang,
Penyusunan ruang dan komponen serta unit bangunan sangat kuat
dipengaruhi oleh faktor adat istiadat dan agama seperti paras lantai, pintu masuk
utama, hiasan, dan orientasi. dan dengan level yang tinggi digunakan sebagai
ruang untuk beribadah dan juga digunakan untuk keramaian dan tempat
penyelenggaraan apabila ada yangg meninggal. Karakteristik bangunan Melayu
Deli yakni dibangun pada tiang yang tingginya sekitar 0,82 meter. Dinding
bangunan Melayu Deli umumnya terbuat dari papan yang dipasang miring,
vertikal, maupun bersilang dipenuhi hiasan ukiran sebagai ornamen. Bagian atas
dan kanan kiri pintu diukir dengan motif ukiran berbentuk bunga atau ayat – ayat
al – Quran. Pintu dan tangga umumnya terletak di bagian depan bangunan.
Jendela yang banyak yang ukurannya hampir sama dengan tinggi pintu juga
merupakan salah satu karakteristik Bangunan Melayu Deli. Penggunaan jendela
yang banyak bertujuan untuk memberi udara dan cahaya bagi penghuni bangunan.
Ukiran – ukiran pada dinding dan tiang dominan menggunakan bentuk bunga,
alam, kaligrafi, hewan, daun, buah, serta suluran – suluran (Husny, 1976). Gambar 2.10 Rumah Tradisional Melayu
2.6.1.1.2 Ornamen Arsitektur Melayu Deli
Adapun jenis-jenis ornamen Melayu Deli berdasarkan bentuknya dibagi
atas:
a. Motif Tumbuh- Tumbuhan (Flora)
Motif hias tumbuh-tumbuhan merupakan motif hias yang diambil dari
bagian-bagian tumbuhan seperti daun, bunga dan batang.
Namun ukiran itu dibagi kedalam tiga kelompok, yaitu kelompok Kaluk Pakis, kelompok Bungabungaan, dan kelompok Pucuk Rebung.
1. Kaluk Pakis
Ornamen Kaluk Pakis berada pada bidang memanjang, seperti pada papan
penutup kaki dinding, daun pintu, lis dinding, tiang dan lis ventilasi.
Ukiran Kaluk Pakis dibagi berdasarkan bentuk ukiran dibagi atas
a. Genting Tak Putus
Genting tak putus merupakan ornamen berbentuk lengkung yang
berlilit-lilit,dan kait-mengait dengan variasi daun yang disesuaikan dengan tempatnya
berada. Ornamen ini berfungsi sebagai ventilasi pada bagian dalam. Gambar 2.11 Ornamen Kaluk Pasir
(Sumber : Ayu Kartini, 2014)
b. Lilit Kangkung
Lilit kangkung merupakan ornamen berbentuk memanjang yang
mengikuti garis-garis lurus, belok ke kanan atau ke kiri dengan variasi, sehinga
mengesankan menjunjung pada arah tegak dan melebar pada arah horizontal.
Ragam hias ini berada pada tiang atau lis dinding.
2. Kelompok Bunga-Bungaan
a. Kelompok Bunga Tunggal
1. Bunga Kundur
Motif Ornamen memiliki bentuk mirip bunga kundur (sejenis
sayuran). Bunga Kundur melambangkan ketabahan.
2. Bunga Melati
Motif ini memiliki bentuk mirip bunga melati. Bunga Melati
melambangkan kesucian, dan selalu dipergunakan di berbagai
upacara.
Gambar 2.13 Ornamen Lilit Kangkung (Sumber : Ayu Kartini, 2014)
Gambar 2.14 Ornamen Bunga Kundur (Sumber : Mahyudin Al-Mudra, 2013
3. Bunga Manggis
Bunga Manggis ini disebut tumpak manggis. Bunga Manggis
melambangkan kemegahan.
4. Bunga Cengkih
Bunga Cengkih melambangkan kemegahan.
5. Bunga Melur
Motif ini memiliki bentuk mirip bunga melur. Bunga Melur
melambangkan kesucian.
Gambar 2.17 Ornamen Bunga Melati (Sumber : Mahyudin Al-Mudra, 2013 dalam
Ayu Kartini, 2014)
Gambar 2.15 Ornamen Bunga Melati (Sumber : Mahyudin Al-Mudra, 2013
dalam Ayu Kartini, 2014)
Gambar 2.16 Ornamen Bunga Melati (Sumber : Mahyudin Al-Mudra, 2013
6. Bunga Cina
Ornamen ini disebut juga Bunga Susun Kelapa. Bunga Cina
melambangkan keikhlasan hati.
7. Bunga Hutan
Motif ini menggambarkan bunga yang terdapat di dunia nyata
maupun khayalan. Bunga hutan ini bermakna keanekaragaman
dalam kehidupan.
b. Kelompok Bunga Rangkai
1. Bunga Matahari
Gambar 2.19 Ornamen Bunga Cina (Sumber : Mahyudin Al-Mudra, 2013
dalam Ayu Kartini, 2014)
Gambar 2.18 Ornamen Bunga Melur (Sumber : Mahyudin Al-Mudra, 2013
dalam Ayu Kartini, 2014)
Gambar 2.20 Ornamen Bunga Hutan (Sumber : Mahyudin Al-Mudra, 2013
Ukiran Bunga Matahari terdapat pada singap dalam (singap yang
berada di dalam sebagai penyekat atas bagian serambi tengah dan
serambi belakang). (Wahid dan Alamsyah, 2013). Ornamen ini
juga terdapat pada lubang angin (ventilasi) dan menambah
keindahan rumah
2. Tampak Pinang
Ornamen Tampuk Pinang berbentuk susunan tampuk pinang.
Bentuknya saling berkaitan dan berhubungan satu sama lain,
sehingga menyerupai bentuk tegel.
3. Roda Bunga
Ornamen roda bunga berbentuk bunga-bungaan, yang berfungsi
sebagai keindahan. Selain itu, ragam hias Roda Bunga memiliki Gambar 2.21 Ornamen Bunga Matahari
(Sumber : Ayu Kartini, 2014)
Gambar 2.22 Ornamen Tampuk Pinang (Sumber : Amran Ekoprawoto dalam
bentuk setengah lingkaran yang dibuat dari tangkupan bunga. Pada
bagian atas disudut kanan dan kiri diisi dengan hiasan berbentuk
mahkota yang terbuat dari sulur-sulur daun dan bunga.
c. Kelompok Pucuk Rebung
1. Pucuk Rebung
Pucuk rebung memiliki bentuk segitiga dengan terdapat garis-garis
lengkung dan lurus didalamnya. Motif ini melambangkan
kebahagiaan dalam kehidupan.
2. Sulo Lalang
Bentuknya hampir sama dengan pucuk rebung, namun bentuk
segitiganya berbeda. Dalam sebuah ukiran sulo lalang, terdapat
beberapa segitiga yang disususun secara bertindihan satu dengan Gambar 2.23 Ornamen Roda Bunga
(Sumber : Ayu Kartini, 2014)
yang lainnya semakin keatas bentuknya semakin kecil. Sulo Lalang
melambangkan kebahagiaan dalam kehidupan.
b. Motif Hewan (Fauna)
Motif hewan banyak terdapat untuk menghias benda-benda dari kayu,
perunggu, emas, dan perak, benda ukir, bangunan, tekstil, Pada umumnya motif
hewan digunakan untuk perlambangan.
1. Pelana Kuda Kencana
Ornamen ini terletak pada singab luar dengan motif yang
berbentuk stilir tumbuhan (Wahid & Alamsyah, 2013).
2. Semut Beriring
Ornamen ini bentuknya mirip semut yang susun secara beriringan.
Bagian badan dan kepala semut hiasanya berbentuk lengkungan
atau hiasan daun-daunan. Semut Beriring melambangkan hidup
rukun serta dalam bergotong royong.
3. Ikan
Gambar 2.25 Ornamen Pelana Kuda Kencana (Sumber : Ayu Kartini, 2014)
Gambar 2.26 Ornamen Semut Beriring (Sumber : Mahyudin Al-Mudra, 2013 dalam
Motif ikan melambangkan kemakmuran. Motif ikan berfungsi
sebagai penghias rumah.
4. Lebah Bergantung
Ornamen ini memiliki bentuk yang menyerupai sarang lebah yang
bergantung pada dahan kayu. Ditambah variasi dengan lekukan
dan bunga-bunga yang berbentuk memanjang. Ukiran lebah
bergantung terletak pada lisplang dan sebagai hiasan yang terdapat
pada bagian bawah bidang yang memanjang.
5. Itik Sekawan
Ornamen ini berbentuk dasar huruf “S” yang menyambung.
Dibagian tengah terdapat variasi berbentuk daun-daunan,
bunga-bungaan dan sebagainya. Huruf “S” memiliki bentuk mirip seekor
itik. Ukiran ini terdapat pada bidang yang memanjang. Ornamen
ini bermakna kerukan dan ketertiban. Gambar 2.27 Ornamen Motif Ikan
(Sumber : Ayu Kartini, 2014)
Gambar 2.28 Ornamen Lebah Bergantung (Sumber : Mahyudin Al-Mudra, 2013 dalam
6. Siku Keluang
Bentuk ornamen ini hampir mirip dengan ukiran Pucuk Rebung.
Pada ornamen garis-garis segitiganya bersusun berderetan ke arah
kiri dan
kekanan. Diberi nama siku keluang dikarenakan mirip dengan
gerak keluang (kalong) yang terbang.
7. Burung-burung
Ornamen ini berbentuk seperti jenis burung. Motif yang sering
digunakan adalah burung merpati.
Gambar 2.29 Ornamen Itik Sekawan (Sumber : Mahyudin Al-Mudra, 2013 dalam
Ayu Kartini, 2014)
Gambar 2.30 Ornamen Siku Keluang (Sumber : Mahyudin Al-Mudra, 2013 dalam
Ayu Kartini, 2014)
8. Ular-ularan
Ornamen ini terdiri atas dua macam. Yang pertama mirip dengan
ornamen akar pakis dan akar rotan, sedang yang kedua adalah
mirip bentuk ular
atau ular naga. Badannya menyeruapai bentuk ular naga, dengan
pada bagian kepalanya terdapat mahkota tidak memiliki kaki, serta
disekitar badannya terdapat hiasan ukiran yang dijalin dengan
bentuk daun-daunan. Ukiran ini melambangkan kesuburan serta,
kecerdikan dan kekuasaan.
9. Naga Berjuang
Ornamen ini berbentuk dua ekor naga yang saling berhadapan
dalam bentuk setengah lingkaran. Ornamen ini terdapat pada
lubang angin pada bagian atas pintu depan maupun atas jendela.
Ornamen ini melambangkan kemampuan, berkecukupan, kaya dan
berani.
10. Roda Bunga dan Burung
Ornamen ini memiliki bentuk roda dengan bunga berbentuk
dengan sulur-suluran daun, dengan burung disebelah kanan dan
kiri yang dibentuk dengan bingkai yang berbentuk setengah
lingkaran pada bagian dalam sebuah tempat persegi panjang.
Motif ini diterapkan pada bentuk pada lubang angin. Ornamen ini
melambangkan kemakmuran.
c. Motif Alam
Motif alam adalah motif yang mendekati bentuk dari keindahan alam
seperti bintang-bintang, dan awan larat yang merupakan ornamen yang memiliki
nama yang mirip awan namun bentuknya bukan mirip awan.
1. Awan Larat
Gambar 2.33 Ornamen Naga Berjuang (Sumber : Ayu Kartini, 2014)
Bentuk ornamen awan larat bersifat bebas, tetapi pola dasarnya
berbentuk garis-garis yang lemas dan lengkung. Hiasannya
berbentuk daun-daunan, bunga dan kuntum. Ornamen ini mirip
dengan ornamen Kaluk Pakis.
2. Ukiran Bintang-Bintang
Ornamen ini bentuknya menyerupai bintang yang bersinar. Motif
Bintang-bintang bermakna kekuasaan Tuhan, dan sumber sinar
dalam kehidupan manusia.
d. Motif Kaligrafi dan Kepercayaan
Pengaruh Islam terlihat pada bentuk kubah masjid yang diterapkan pada
ragam hias Pucuk Rebung, atau ragam hias Gigi Belalang. Ornamen ini terletak
pada tempat yang berada di ketinggian, terutama diatas pintu. Hiasan ini
umumnya diambil dari kutipan-kutipan ayat-ayat suci. Di rumah tempat tinggal, Gambar 2.35 Ornamen Awan Larat
(Sumber : Mahyudin Al-Mudra, 2013 dalam Ayu Kartini, 2014)
Gambar 2.36 Ornamen Bintang-bintang (Sumber : Mahyudin Al-Mudra, 2013 dalam
ornamen ini biasanya berada diruang muka dan diruang tengah, sedangkan di
rumah ibadah masjid, berada di mimbar dan dinding.
e. Motif Beraneka Ragam
Selain ornamen kaligrafi dan kepercayaan, beberapa ornamen yang
termasuk ornamen Melayu, ornamen yang dimaksud adalah : Jala-jala, Terali
Biola, Ricih Wajid.
1. Ornamen Jala-jala
Ornamen jala-jala memiliki bentuk seperti belah ketupat. Ornamen
ini terdapat pada kasa pintu, kasa jendela rumah rakyat.
2. Ornamen Sinar Matahari Pagi
Ornamen ini dipasang pada kasa jendela atau kasa pintu. Gambar 2.37 Ornamen Kaligrafi
(Sumber : Ayu Kartini, 2014)
Gambar 2.38 Ornamen Jala-jala (Sumber : Mahyudin Al-Mudra, 2013 dalam
3. Ornamen Terali Biola
Ornamen ini memiliki bentuk lekuk-lekuk tebukan yang mirip
dengan bentuk biola, terbuat dari kepingan papan yang diukir lalu
disatukan. Berfungsi sebagai pagar, dan untuk memperindah
beranda
4. Ornamen Ricih Wajid
Ragam hias ricih wajid berbentuk seperti potongan wajid, yaitu
sejenis makanan yang terbuat dari beras pulut. Terbentuk dari
kepingan papan yang diukir kemudian disatukan. Ragam hias ini
melambangkan pemersatu masyarakat Melayu. Gambar 2.40 Ornamen Terali Biola (Sumber : Amran Ekoprawoto dalam
Ayu Kartini, 2014)
Gambar 2.41 Ornamen Ricih Wajid (Sumber : Mahyudin Al-Mudra, 2013 dalam
2.6.1.1.3 Struktur Bangunan Arsitektur Melayu Deli
a. Atap
Bangunan Melayu Deli umumnya memiliki atap dengan bentuk antara lain
(Wahid & Alamsyah, 2013):
Atap Kajang, bentuk atap ini dikaitkan dengan fungsinya, yaitu tempat
berteduh dari hujan dan panas.
Atap Layar, bentuk atap bertingkat seperti layar.
Atap Lontik, Bentuk atap melentik ke atas pada kedua ujung perabungnya,
pada bagian tengah terdapat lekukan.
Atap Limas, terdapat bentukan lambing pada atap ini.
b. Bubungan
Bangunan Melayu Deli memiliki bubungan yang curam tinggi dan
berabung panjang sederhana dan tinggi. Ujung bubung ditutup oleh tebar layar.
Bentuk bubung dengan bentuk curam agar memudahkan air hujan mengalir ke
bumi. Dan penggunaan daun nipah sebagai bahannya berguna untuk menyerap
panas. Bubungan tersebut dibedakan atas bubungan panjang sederhana, bubungan
lima, bubungan perak, bubungan kombinasi, bubungan limas, bubungan panjang
berjungkit, bubungan gajah minum. (Wahid & Alamsyah, 2013)
c. Dinding dan Lantai
Bangunan Melayu Deli biasanya terdiri dari tiga bagian, yaitu lantai,
dinding, dan atap. Dinding pada bangunan Melayu Deli bukan hanya sekedar
unsur struktur namun juga sebagai unsur simbolik dari kebudayaan. Dinding
maupun bersilang dipenuhi hiasan ukiran sebagai ornamen. (Wahid & Alamsyah,
2013)
Lantai merupakan tapak bangunan antara dinding dan tidak berdiri tetapi
diperkuat oleh bagian bangunan lainnya. Lantai rumah Melayu Deli memiliki
ketinggian level yang bertingkat-tingkat.Tingkat paling tinggi umumnya adalah
berfungsi sebagai ruang induk dikarenakan ruang yang memiliki level tertinggi
adalah ruang yang paling di anggap sakral atau penting. Lantai biasanya terbuat
dari kayu papan yang halus dengan sambungan papan dan alur. Pasangan papan
lantai berkelang 2 jari agar memudahkan air mengalir di kolong bangunan. Posisi
serambi depan turun lantai dibandingkan ruang induk. (Wahid & Alamsyah, 2013)
d. Pintu, Jendela, dan Tangga
Pintu dan tangga pada bangunan Melayu Deli biasanya terletak di depan.
Pintu pada rumah dihadapkan ke arah matahari terbit dan matahari terbenam.
Pintu rumah adat Melayu Deli memiliki penyelak sebagai pengunci daun pintu.
Pengunci ini berbentuk kayu palang panjang dan terpasang pada bagian belakang
pintu.
Jendela pada bangunan Melayu Deli biasanya terletak pada bagian dinding
terbuka layar dan selalu memiliki bukaan ke arah luar. Bentuknya selalu
memanjang ke atas dengan tinggi sampai 6 kaki dan lebar 1 ½ kaki. Jendela
dengan kusen 3 kaki mempunyai dua daun jendela. Pada bagian atas pintu dan
jendela terdapat angina-angindari papan yang diukir atau dikerawang dengan
Jumlah anak tangga pada bangunan Melayu Deli umumnya tidak dalam
jumlah genap melainkan dalam jumlah ganjil. Hal ini dikarenakan jumlah ganjil
dianggap memberikan kebaikan dan kesejahteraan. Jumlah yang sering digunakan
adalah lima tingkat. (Wahid & Alamsyah, 2013)
e. Tiang
Tiang pada bangunan Melayu Deli terbuat dari bahan kayu. Tiang ini
tertanam di dalam tanah dan sebelum dilakukan penanaman tiang terlebih dahulu
disediakan liang untuk tempat menanam tiang. Penampang tiang berbentuk bulat
dan segi empat. (Wahid & Alamsyah, 2013)
f. Warna
Pada bangunan arsitektur Melayu Deli, warna yang digunakan terdiri dari
3 warna pokok yakni kuning, hijau, dan putih.
Kuning bermakna kemegahan dan kesuburan serta kemakmuran dalam
hidup. Umumnya sering digunakan pada ornamen bangunan Melayu,
seperti Istana, Masjid maupun rumah penduduk Melayu.
Warna Hijau digunakan untuk identik bangunan bernuansa Islam.
Umumnya digunakan pada Masjid.
Putih melambang kesucian, dalam menjalankan tugas sangat dibutuhkan
kejujuran agar terhindar dari kekerasan
2.6.1.2 Melayu Langkat
Melayu Langkat merupakan salah satu suku melayu yang menempati salah
satu provinsi di Indonesia yaitu Sumatera Timur. Sumatera Timur merupakan
merdeka. Wilayah Sumatera Timur terdiri dari 12 wilayah yang sekarang menjadi
bagian dari wilayah di provinsi Sumatera Utara antara lain Deli serdang, Asahan,
Labuhan Batu, Tanjung Balai, Tebing Tinggi, Simalungun, Binjai, dan Langkat.
2.6.1.2.1 Karakteristik Arsitektur Melayu Langkat
Menurut Sinar (1993) syarat keagamaan sangat mempengaruhi dalam
pembangunan bangunan arsitektur Melayu, hal ini tercermin dari pemisahan
ruangan antara laki-laki dan perempuan dan juga terlihat dari penggunaan
ornamen yang menghindari ornamen yang menyerupai hewan maupun manusia
sepenuhnya. Bahan pembuatan bangunan Melayu Langkat menggunakan bahan
berupa kayu dan pada bagian atap menggunakan rumbia. Jenis kayu yang
digunakan berupa kayu cingkam, merbau, kulim, petaling, cingkam, lagan, dan
kayu cengal. Karakteristik bangunan Melayu Langkat adalah berupa bangunan
panggung atau berkolong yang ditopang dengan tiang-tiang dengan ketinggian
sekitar satu sampai dua setengah meter (Sinar, 1993).
2.6.1.2.2 Ornamen Arsitektur Melayu Langkat
Ornamen Arsitektur Melayu Langkat umumnya memiliki kesamaan
dengan ornamen arsitektur Melayu Deli seperti antara lain :
a. Motif Tumbuh-tumbuhan
1. Pucuk Rebung
2. Selembayung
Ornamen Selembayung terletak pada puncak rumah, yang difungsikan
sebagai simbol penangkal gaib. Dan melambangkan kemakmuran dan
ketentraman.
Gambar 2.44 Ornamen Pucuk Rebung (Sumber : Basyarsyah & Syaifuddin, 2002) Gambar 2.43 Bangunan Tradisional Melayu Langkat
b. Motif Hewan
1. Semut Beriring
Ornamen ini memiliki arti berupa kerajinan, gotong royong, tetap
pendirian dan tahu diri.
2. Lebah Bergantung.
Ornamen ini melambangkan kesetiaan, punya faedah yang banyak, rajin,
tawar penyakit, begagan, beturai, bersyahadat, namun apa bila musuh
menjual pantang tak dibeli dan selalu mendatangkan kebaikan.
3. Itik Pulang Petang
Simbol kesabaran, kedisiplinan dan taat hukum. Gambar 2.45 Ornamen Selembayung (Sumber : Basyarsyah & Syaifuddin, 2002)
Gambar 2.46 Ornamen Semut Beriring (Sumber : Basyarsyah & Syaifuddin, 2002)
4. Ular – ularan
Walau di Melayu, ornamen hewan secara utuh sangat jarang bisa kita
temukan, namun motif Ular – ularan di atas tampak utuh. Ini merupakan
simbol kejantanan, keperkasaan dan percayadiri.
5. Badak Balek
Simbol dari pagar diri.
c. Motif Alam
1. Awan Semayang
Gambar 2.48 Ornamen Itik Pulang Petang (Sumber : Basyarsyah & Syaifuddin, 2002)
Gambar 2.49 Ornamen Ular-ularan (Sumber : Basyarsyah & Syaifuddin, 2002)
2. Awan Boyan
3. Awan Jawa
4. Awan Larat
d. Motif Beraneka Ragam
1. Ukiran Sayap Layang – layang
Gambar 2.51 Ornamen Awan Semayang (Sumber : Basyarsyah & Syaifuddin, 2002)
Gambar 2.52 Ornamen Awan Boyan (Sumber : Basyarsyah & Syaifuddin, 2002)
Gambar 2.53 Ornamen Awan Jawa (Sumber : Basyarsyah & Syaifuddin, 2002)
Ornamen ini digunakan pada ujung atap rumah atau haluan perahu
2. Kiambang
3. Terali Biola
Ornamen ini digunakan pada kisi – kisi jendela dan pintu. Gambar 2.55 Ornamen Sayap Layang - layang
(Sumber : Basyarsyah & Syaifuddin, 2002)
Gambar 2.56 Ornamen Kiambang (Sumber : Basyarsyah & Syaifuddin, 2002)
4. Jerejak
Ornamen ini digunakan sebagai pagar/jerejak pada gerbang.
2.6.1.2.3 Struktur Bangunan Arsitektur Melayu Langkat
a. Atap
Atap pada bangunan Tradisional Melayu Langkat memiliki bubungan
yang panjang dan tinggi. Pada pertemuan atap terdapat talang yang bertujuan
untuk menampung air hujan. Pada kedua ujung perabung dibuat agak terjungkit ke
atas. Pada bagian bawah bubungan atap dibuat melengkung, bertujuan untuk
menambah nilai seni arsitektur Melayu Langkat (Wahid & Alamsyah, 2013).
Bahan yang digunakan dalam pembuatan atap yaitu daun nipah dan rumbia.
Namun pada masa sekarang ini penggunaan atapseng lebih dominan. Jenis atap
yang digunakan pada Arsitektur Langkat sama seperti atap yang digunakan pada
Melayu Deli antara lain (Wahid & Alamsyah, 2013):
Atap Kajang, bentuk atap ini dikaitkan dengan fungsinya, yaitu tempat
berteduh dari hujan dan panas.
Atap Lontik, Bentuk atap melentik ke atas pada kedua ujung perabungnya,
pada bagian tengah terdapat lekukan.
Atap Limas, terdapat bentukan lambing pada atap ini.
b. Tiang
Bangunan tradisional Melayu Langkat merupakan bangunan panggung
yang ditopang oleh beberapa buah tiang. Tiang pada bangunan tradisional Melayu
Langkat berbentuk bulat atau persegi. Ukuran pada tiang bangunan Melayu
bergantung pada besar atau kecil nya rumah tersebut. Ketinggian tiang berukuran
sekitar 0,8m – 2,5m. Bentuk dari tiang mengandung arti yang dikaitkan dengan
kepercayaan, angin, dan arah mata angin yang dianut pada masyarakat
(Husny,1976).
c. Pintu
Pintu masuk utama pada bangunan tradisional Melayu terletak pada bagian
muka bangunan yang disebut pintu muka. Pintu lainnya juga terdapat pada bagian
belakang yang disebut pintu belakang. Pintu masuk muka harus mengarah ke
jalan. Pintu pada bangunan Melayu Langkat berbentuk persegi panjang, dengan
ukuran lebar antara 60cm – 100cm dengan ketinggian 1,5 m – 2 m. Pintu pada
umumnya berada di sebelah kiri rumah (Husny,1976).
d. Jendela
Jendela pada bangunan Melayu Langkat berbentuk persegi panjang sesuai
dengan bentuk pintu. Perbedannya hanya terletak kepada ukurannya yang lebih
kecil dan lebih rendah. Jenis jendela pada bangunan Melayu Langkat memiliki
melambangkan pemiliki bangunan merupakan orang yang mengerti tentang adat –
istiadat. Jendela dengan ketinggian yang rendah melambangkan sang pemilik
bangunan merupakan orang yang ramah dan terbuka.
e. Tangga
Bangunan Tradisional Melayu Langkat merupakan bangunan yang bersifat
panggung sehingga penggunaan tangga sangat penting untuk mencapai rumah,
tangga pencapaian menuju rumah umumnya menghadap ke jalan, dengan anak
tangga berjumlah ganjil yang berbentuk bulat atau pipih.
f. Dinding
Dinding pada bangunan Melayu umumnya terbuat dari kayu meranti,
kulim, dan medang dengan ketebalan 2 – 5 cm dengan lebar 15cm – 20cm.
Dinding bangunan tebuat dari susunan papan dari kayu yang dipasang secara
vertikal yang dikaitkan dengan kayu penutup. Pada bagian bawah dinding
diberikan lubang angin yang bertujuan untuk memberikan hiasan serta
memberikan sirkulasi.
g. Warna
Bangunan Arsitektur Melayu Langkat menggunakan warna – warna terang
dan gelap yang kontras, antara lain :
Warna kuning, warna kuning yang terdapat pada bangunan Melayu
Langkat berupa kuning menyerupai warna putih, bukan berupa warna
kuning keemasan.
Warna putih melambang kesucian, dalam menjalankan tugas sangat
Warna coklat dan hitam yang merupakan warna asli dari kayu yang
digunakan pada dinding bangunan.
2.6.2 Cina
2.6.2.1 Karakteristik Arsitektur Cina
Arsitektur China merupakan arsitektur khas oriental yang berasal dari
daratan China yang pada dasarnya adalah arsitektur tradisional berornamen atau
berhias (Moedjiono, 2011). Arsitektur China lebih mengutamakan pada
penggunaan struktur kayu, mengingat struktur ini lebih tahan terhadap gempa,
juga terkait dengan perwujudan yang mendalam tentang anggapan orang
Tionghoa menyangkut etika, estetika, tata nilai dan lingkungan alam, lebih
penting lagi Arsitektur Cina mendasarkan penampilan bangunannya pada tradisi
budaya yang kental dan mendalam serta sangat mengutamakan hierarkhi dalam
kekuasaan, menghormati alam dan memperhatikan keserasian dengan alam
(Moedjiono, 2011).
Prinsip arsitektur China tidak pernah berubah, apabila adanya perubahan,
perubahan tersebut adalah detail dekoratif. Sejak Dinasti Tang, seni arsitektur
China telah banyak mempengaruhi arsitektur Korea, Vietnam, dan Jepang.
Berikut beberapa hal yang menjadi ciri khas arsitektur China:
Prinsip Simetris. Ciri khas yang paling terlihat dari arsitektur tionghoa
yaitu prinsip simetris yang melambangkan keseimbangan.
Area Terbuka. Di Dalam Open space didalam massa bangunan tersebut
lahan kosong yang dikelilingi masa bangunan dan terhubung dengan
selasar. Sementara skywell memiliki “bukaan langit” yang lebih kecil
berupa impluvium di atrium romawi.
Hierarkial. Prinsip hierarkial diterapkan cukup ketat pada arsitektur China.
Misalnya bangunan yang memiliki pintu di depan dan menghadap lahan,
memiliki hierarki yang lebih tinggi ketimbang bangunan dengan pintu di
samping.
Material. Material kayu memiliki sifat yang tidak tahan lama dan mudah
usang dimakan waktu. Di era arsitektur tionghoa kuno, material kayu
banyak di gunakan.
Ornamen. Simbol fisik diwujudkan dalam bentuk ornamen/ragam hias dan
warna-warna pada bangunan dengan detail-detail ornamen sesuai dengan
maknda dan arti yang dikandungnya. Ornamen dalam arsitektur Tionghoa
dapat dikelompokkan kedalam 5 kategori, yaitu: Hewan(fauna),
Tumbuhan(flora),Fenomena alam, Legenda, dan Geometri.
2.6.2.2 Ornamen Aritektur Cina
Ornamen dapat dijumpai pada bagian eksterior dan interior. Pada bagian
eksterior terdapat di atap, dinding luar, jendela, serta arca di halaman. Pada bagian
interior terdapat pada relief-relief, lukisan-lukisan, motif-motif ukiran,
arca/patung ataupun wujud benda lain yang didapatkan di dinding dalam
bangunan, plafon, maupun di lantai ruangan
Hewan yang sering digunakan untuk motif ornamen pada arsitektur Cina
adalah Naga, Macan, Singa, Burung Hong, Phoenix, Kura-kura, Gajah,
Kelelawar, Qilin, Menjangan dan Burung Bangau (Moedjiono, 2011)
1. Naga
Naga merupakan hewan yang terhormat menurut masyarakat Cina dan
merupakan hewan yang sering digunakan pada bangunan Cina. Naga
pada Ornamen Cina ditampilakan pada 3 jenis yaitu Long, Li dan Jiau.
Hewan lainnya yang selalu berdampingan dengan Naga yaitu Macan
Putih yang melambangkan bakti.
2. Singa
Singa merupakan bentuk arca batu yang selalu digunakan sepasang
untuk mencerminkan jantan dan betina. Singa melambangkan
kejujuran dan keadilan hati.
3. Burung Hong
Burung Hong melambangkan kesetiaan, ketulusan hati, kemanusiaan,
dan keasilan. Oleh karena itu burung hong digambarkan memiliki 5
warna bulu.
4. Gajah
Gajah melambangkan kelincahan, kebijaksanaan, kesetiaan, dan
kekuatan, serta kelembutan
5. Kelelawar
Kelelawar melambangkan rejeki dan berkah.
6. Qilin
Qilin adalah hewan yang bersifat mistik bagi masyarakat cina hewan
ini memberikan nasib baik, panjang umur, kebijaksanaan, dan Gambar 2.60 Ornamen Singa
(Sumber : www.indonetwork.co.id)
kebesaran hati. Hewan ini berbentuk kepal naga yang memiliki badan
berbentuk rusa, surai dan ekor yang menyerupai harimau, serta
memiliki 5 warna.
7. Burung Bangau
Burung Bangau merupakan hewan yang melambangkan usia panjang.
8. Manjangan
Manjangan merupakan hewan yang melambangkan kesuksesan.
b. Tumbuhan (Flora)
Tumbuhan yang sering terdapat pada ornamen bangunan Arsitektur Cina
adalah bunga Teratai, Bunga Peoni, Bunga Plum/Sakura, Cemara, Bambu, dan
Beringin. Bunga Teratai melambangkan kesucian, Bunga Peoni melambangkan
keteguhan hati, Bunga Cemara, Bambu, Beringin, dan Sakura melambangkan
empat sifat kebajikan yaitu panjang umur, kebijakan dan kesabaran.
c. Fenomena Alam
Fenomena alam yang digambarkan pada ornamen Cina adalah bintang dan
langit, hujan, angin, matahari dan bulan, dan api. Api merupakan lambang dari
keterangan dan kemurnian dan matahari dan bulan adalah lambang dari keadilan
dan kekuatan.
d. Legenda
Legenda yang digunakan sebagai ornamen adalah :
1. Delapan dewa (Pat Sian) yang melambangkan panjang umur,
2. Sepuluh Pengadilan Terakhir untuk mengingatkan manusia untuk tidak
berbuat perbuatan kriminal.
e. Geometri
Bentuk geometri yang digunakan pada ornamen Cina biasanya memiliki
bentuk yang banyak yang berasal dari susunan pola tertentu. Ornamen yang
digunakan pada Arsitektur Cina antara lain:
1. Simbol keseimbangan Ying dan Yang yang merupakan pencerminan
kehidupan yang dipenuhi positif dan negatif.
2. Simbol Pat Kwa yang merupakan susunan dari delapan rangkaian yang
menunjukan hubungan antara Ying dan Yang.
2.6.2.3 Struktur Bangunan Arsitektur Cina
a. Atap
Menurut Widayati (2004) pada bangunan Arsitektur Cina terdapat 5 jenis
atap yang sering digunakan:
1. Atap Pelana dengan struktur penopang atap gantung atau Overhanging
gable roof
2. Atap pelana dengan dinding sopi-sopi atau Flush gable roof
3. Atap perisai (membuat sudut) atau Hip roof
4. Gabungan atap pelana dan perisai atau Gable and hip roofs
5. Atap pyramid atau Pyramidal roof
b. Bubungan
Selain bentukan atapnya pada bagian bubungan juga terdapat unsur
sebagai komponen bangunan yang memberikan ciri khas menjadi suatu tersendiri
pada bangunan Cina.
c. Dinding
Pada bagian interior, digunakan berbagai bahan pembuatan dinding seperti
batu, bata, kayu, papan, ataupun bambu. Seperti halnya pada arsitektur negara
lain, pada arsitektur Cina dinding difungsikan untuk mengelilingi dan sebagai
pembagi ruang-ruang pada rumah tinggal tradisional Cina.
d. Kolom
Kolom-kolom diletakkan berdasarkan pada-jarak-jarak tertentu. Menurut
Qinghua (2002) pada bangunan arsitektur Cina terdapat tiga jenis kolom, yaitu
kolom kayu dengan penampang berbentuk bujur sangkar yang ujung-ujungnya
ditumpulkan, kedua adalah kolom dengan ukuran besar berbentuk cembung dan
yang ketiga adalah kolom tergantung, yaitu sebuah kolom berukuran pendek pada
konstruksi atap kayu berfungsi sebagai ornament.
Pada bagian atas kolom ditempatkan Gording. Rangka bangunan
Arsitektur Cina menggunakan balok yang menembus kolom sekaligus
menghubungi kolom yang satu dengan kolom yang lainnya. Struktur kolom ikatan
balok banyak digunakan pada bangunan rumah umumnya pada bagian Selatan
Cina dan juga pada bangunan peribadatan atau kuil-kuil.
e. Pintu dan Jendela
Pintu pada bangunan arsitektur Cina umumnya memiliki dua daun dengan
ukuran 2.1m X 2.1 m hingga 7.2m X 7.2 m. Namun pada beberapa bangunan juga
Cina umumnya terbuat dari kayu dan juga terdapat pengunci berupa kayu
berbentuk balok berukuran kecil.
Jendela pada bangunan arsitektur Cina yang berfungsi sebagai jendela
peninjauan,memiliki ukuran yang rendah dari tanah agar dapat memberikan
pemandangan keliling (Qinghua, 2002). Jendela pada bangunan Cina harus
berbentuk biasa dengan bukaan yang lebar ke arah luar. Tata letak jendela
diletakkan pada tempat yang memberikan pemandangan langsung keluar, tanpa
ada yang menghalangi seperti tiang, batang, pohon ataupun benda tajam (Lillian
Too, 1995).
f. Lantai
Lantai pada bangunan arsitektur Cina umumnya terbuat dari bahan
keramik dan ubin. Menurut Darmawan (2010) warna yang digunakan pada bagian
lantai umumnyaberwarna-warna cerah seperti warna merah yang melambangkan
keberanian dan kegembiraan.
2.6.3 Arab
Kawasan Arab terdiri dari Timur Tengah dan Afrika Utara, yang meliputi
Turki, Iran, Israel, Lebanon, Irak, Yordania, Syiria, Mesir, dan kerajaan-kerajaan
yang ada dikawasan Teluk Persia (Setiawan, 2013).
2.6.3.1 Mesir
Mesir berada dalam Benua Afrika di bagian timur-utara, namun dari segi
sejarah dan kebudayaan, mesir lebih dekat dengan Arab. Pada tahun 1250-1517
dinasti Mamluk yang merupakan sebuah dinasti muslim masuk ke Mesir. Selama
2.6.3.1.1 Karakteristik Arsitektur Mesir
Karakteristik Arsitektur Mesir tersebut antara lain bentuk bangunan yang
tidak simetris. Pada bangunan masjid berarsitektur Mesir pola atau langgam
memiliki halaman dalam yang bernama shaan. Terdapat beberapa ruang yang
berfungsi sebagai ruang keagamaan seperti dan iwan dan juga terdapat ruang
liwanat yang dihiasi dengan hiasan Muqarnas atau Skalakis (Sumalyo, 2000).
Pada bagian dalam bangunan Masjid Mesir terdapat kolom dengan jumlah yang
banyak, pada bagian atas kolom terdapat dinding yang dihiasi dengan hiasan
lengkungan-lengkungan (Sumalyo, 2000).
2.6.3.1.2 Ornamen Arsitektur Mesir
Pada bangunan masjid berarsitektur Mesir lebih banyak menggunakan
motif tumbuhan pada ragam hias bangunannya, hal ini disebabkan oleh hukum
Islam yang mengharamkan penggunaan patung. Dikarenakan penggunaan patung
yang syarat atas kemusyrikan (Moedjiono, 1997). Motif hias pada bangunan
arsitektur Mesir lainnya yaitu Corak geometris, berupa lengkungan, garis, bidang
serta segi dan juga Kaligrafi yang pada umumnya kalimat dan kata di kutip dari
Al-Quran dan juga Muqarnas.
a. Corak Geometris
Ornamen dekorasi yang umumnya digunakan berbentuk geometris yang
sangat rumit. Corak Geometris merupakan corak dari suatu ornamen yang
berbentuk garis, bidang, segitiga, segi banyak dan segi lainnya dan juga lengkung.
Ciri khas gaya Mesir adalah motif dekorasi yang dikenal sebagai Mamluk star
b. Muqarnas
Muqarnas merupakan jenis lain dari corak geometris tiga dimensional
yang merupakan ornamen pengulangan dari bentuk geometris yang menghiasi
bagian langit-langit, sudut pada kubah, mihrab, sudut langit-langit antara tiga
bidang dan lain-lain (Mubarok, 2010).
c. Tumbuhan (Floral)
Ornamen Floral banyak digunakan pada bangunan Arsitektur Mesir bentuk
ornamen Floral dapat berbentuk abstrak, dan juga dikombinasikan dengan Gambar 2.62 Ornamen Corak Geometris
(Sumber : www.sangkarcakra.blogspot.com)
lengkungan-lengkungan seperti tumbuhan batang, buah, daun dan bunga
(Mubarok, 2010).
d. Kaligrafi
Kaligrafi merupakan corak ornamen yang diambil dari kutipan-kutipan
kalimat dan kata dari Al-Quran. Ornamen Kaligrafi seringkali dipadukan dengan
Ornamen Geometris dan Ornamen Tumbuhan (Floral). Ornamen Kaligrafi Mesir
umumnya berwarna pasir dan coklat.
2.6.3.1.3 Struktur Bangunan Arsitektur Mesir
a. Dinding
Gambar 2.64 Ornamen Floral Mesir (Sumber : Farkhan Mubarok, 2010)
Dinding pada bangunan arsitektur Mesir dibangun dengan ukuran yang
tinggi, yang terbuat dari susunan bata. Hal ini bertujuan agar bagian interior
bangunan tidak mudah terlihat dari luar (Mubarok, 2010).
b. Pintu
Fungsi pintu yang bukan hanya sebagai alat transisi antar ruang, pintu juga
dapat berfungsi sebagai nilai estetis. Berdasarkan fungsinya sebagai alat transisi
pintu pada bangunan arsitektur Mesir hanya memiliki satu akses menuju
bangunan yakni pintu utama yang memberikan akses menuju ruang masuk atau
gang dengan sudut yang membelok sehingga tidak mungkin melihat halaman
tersebut dari luar. Dikarenakan fungsi pintu sebagai simbol transisi bangunan
dengan ruang publik, dapat dicerminkan dengan desain yang unik, seperti yang
terdapat pada bangunan Mesir berupa pintu berbentuk persegi panjang yang
dipadukan dengan bentuk lengkungan setengah lingkaran (Mubarok, 2010).
c. Jendela
Jendela pada bangunan mesir berbentuk sama seperti pada pintu yaitu
dengan bentuk berupa percampuran antara persegi panjang dan lengkungan
setengah lingkaran (Mubarok, 2010).
d. Plafond
Plafond pada bangunan arsitektur Mesir umumnya berukuran tinggi yang
bertujuan menciptakan kesan yang luas yang memberikan rasa nyaman dalam
qalbu manusia (Mubarok, 2010). Dalam arsitektur Mesir, unsur ini lebih banyak
sehingga menciptakan ruang yang sangat minim mampu menciptakan ruang yang
luas pada ruang shalat.
e. Serambi
Serambi merupakan bagian bangunan yang terdapat pada bagian luar
bangunan yang berfungsi sebagai transisi tanah menuju lantai bangunan. Serambi
pada bangunan arsitektur Mesir umumnya bertingkat-tingkat dengan ketinggian
12-17 cm. (Astuti, 2002).
f. Atap
Pada bangunan masjid di Mesir penggunaan atap yang lebih dominan yaitu
penggunaan atap datar dan atap kubah dengan bentuk seperti segi delapan dengan
ujung kubah yang runcing (Sumalyo, 2000).
g. Menara
Pada bangunan masjid di Mesir terdapat sebuah bangunan berukuran
tinggi yang didalamnya terdapat banyak anak tangga disebut Menara. Menara atau
minaret pada bangunan masjid di Mesir sangat khas, yaitu terdiri dari tiga bagian
(tingkat), dimana bagian pertama berbentuk persegi, bagian kedua berbentuk
octagonal (bersegi delapan), dan bagian ketiga berbentuk bulat (melingkar).
Bagian teratas biasanya berbentuk balkon dengan bariasan tiang (collonade). Balkon minaret disangga oleh muqarnas.
h. Kolom
Pada bangunan Arsitektur Mesir terdapat kolom berjajar dan berderet
dihias dengan pelengkung – pelengkung patah, lingkaran – lingkaran dengan garis
– garis, hiasan arabesque. Kolom-kolomnya berbentuk silindris.
2.6.3.2 Persia
Nama Persia berasal dari kata Fars atau Pars (dalam Bahasa Persia).
Negara yang termasuk ke dalam kawasan Persia yaitu Iran. Hal ini dikarenakan
tanah Iran dan negara-negara sekitarnya adalah bekas wilayah kekuasaan
kekaisaran-kekaisaran lama Persia. Nama Iran mulai digunakan pada tahun 1935
saat Shah Reza Pahlavi, raja Iran meminta agar masyarakat internasional
menggunakan istilah Iran. Istilah ini berarti Bumi Arya (Sumalyo, 2000).
2.6.3.2.1 Karakteristik Arsitektur Persia
Karakteristik dari gaya Persia Islam adalah penggunaan kubah berbentuk
umbi bawang (onion dome) yang dilapisi oleh keramik warna-warni. Portal atau pintu masuk masjid bergaya Persia berbentuk persegi tinggi dengan lengkungan
berujung lancip. Masjid di Persia umumnya berdenah persegi panjang dengan sisi
yang memanjang ke arah belakang. Berpola khas arsitektur arab yaitu hypostyle.
Masjid gaya persia bisa dilihat dari ciri khasnya yaitu pilar batu bata, taman yang
luas dan lengkungan yang disokong beberapa pilar.
2.6.3.2.2 Ornamen Arsitektur Persia
a. Geometri
Pola geometri ornamen Arsitektur Persia menggabungkan lingkaran dan
persegi, disebut dengan sistem proporsi akar 2, karena pada pola ini menggunakan
ratio perbandingan sisi persegi dengan diagonal persegi yaitu 1:√2. Sedangkan